LIMBAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Oleh:
Eko Sutrisno & Agus Wahyudi
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
Jln. Raya Bangkinang
–
Kuok KM. 09, Kabupaten Kampar
Email :ekokuoksutrisno@gmail.com
Abstrak
Provinsi Riau terkenal sebagai surganya sektor perkebunan khususnya kelapa sawit. Maka tidak terelakkan lagi banyaknya limbah organik yang akan dihasilkan dari sektor usaha ini. Tujuan dari penelitian ini adalah pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit menjadi pot organik bibit tanaman kehutanan yang ramah lingkungan. Kegiatan dilakukan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap 15 perlakuan dengan 2 kali ulangan. Pembuatan pulp dilakukan dengan semi kimia (soda panas terbuka), dengan konsentrasi NaOH 8%, perbandingan larutan pemasak 1:10 dan waktu pemasakan 2 jam pada suhu 100°C. Komposisi campuran serat limbah tandan kosong kelapa sawit, limbah kertas bungkus semen dan perekat. Terdapat 15 perlakuan komposisi tandan kosong kepala sawit, limbah pembungkus kertas semen dan perekat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pot organik untuk bibit tanaman mempunyai nilai kerapatan 0,21-0,30 g/cm3, dan kadar air 10,19-11,60%. Sedangkan nilai penyerapan air
dan pengembangan tebalnya berturut-turut sebesar 110,12-127,01% dan 30,67-41,17%.
Kata kunci : Kelapa sawit, pembuatan pulp, pot organik
I.
Pendahuluan
Kembali ke alam merupakan istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi ilmu pengetahuan dan
teknologi saat ini. Sampai saat ini, khususnya pada sektor penyediaan bibit secara massal ada beberapa
kegiatan yang belum ramah lingkungan salah satunya adalah penggunaan polybag yang berbahan plastik.
Polybag atau plastik-plastik bekas bibit tanaman kehutanan akan ditinggalkan di areal penanaman, sehingga
akan menimbulkan permasalahan lingkungan. Plastik-plastik bekas polybag yang digunakan dalam
rehabilitasi lahan dan hutan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terdekomposisi secara alami.
Selain permasalahan lingkungan, penggunaan polybag untuk penyediaan bibit tanaman di dalam
proses pengeluaran bibit dari polybag seringkali menimbulkan masalah kerusakan pada akar bibit tanaman.
Menurut Budi (2012) kerusakan akar pada saat proses pengeluaran bibit dari kontainernya dapat
mempengaruhi proses adaptasi dan pertumbuhan tanaman di lapangan.
Kelapa sawit merupakan tanaman yang sangat produktif dimana dari daun hingga akarnya dapat
diolah menjadi produk teknologi. Produksi buah kelapa sawit mencapai 7.340.809 ton pada tahun 2012 (BPS
Riau, 2013). Buah kelapa sawit yang sudah diambil minyak intinya akan menghasilkan limbah hasil
pengepresan berupa sabut buah sawit. Limbah ini biasanya dibuang begitu saja atau hanya digunakan
Menurut Lubis et. al (1994) limbah kelapa sawit yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku
biopot ramah lingkungan adalah tandan kosong kelapa sawit karena jumlahnya cukup banyak yaitu 1,9 juta
ton berat kering atau setara 4 juta ton berat basah per tahun dan sudah terkumpul di industri pengolahan
minyak sawit. Produksi tandan buah segar rata-rata sebanyak 15 ton/ha/th, dimana limbah sabut kelapa
sawitnya sebesar 6,3% sehingga dapat diketahui potensi sabut kelapa sawit yaitu 0,95 ton/ha/th. Untuk
tandan kosong kelapa sawit adalah 27% sehingga terdapat limbah tandan kosong kelapa sawit sebanyak
4,05 ton/ha/th.
Peningkatan produksi kelapa sawit akan meningkatkan limbah padat berupa tandan kosong, sabut
kelapa sawit dan lain lain. Energi biomassa yang jumlahnya sangat besar dan belum banyak dimanfaatkan
adalah limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang jumlahnya mencapai ribuan ton. Saat ini diperkirakan jumlah
limbah pabrik kelapa sawit di Indonesia mencapai 28,7 juta ton limbah cair/tahun dan 15,2 juta ton limbah
padat (TKKS)/tahun (Saepudin,2010).
Pemanfaatan serat sawit ini diharapkan dapat membantu memberikan solusi melimpahnya limbah
sabut/tandan kosong kelapa sawit di pabrik pengolahan kelapa sawit dan menghasilkan bahan baru yang
digunakan untuk membuat produk yang benilai ekonomi lebih tinggi dan ramah lingkungan.
II.
Metode Penelitian
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di laboratorium pulp Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan. Penelitian
dilaksanakan mulai bulan agustus sampai dengan Nopember 2012.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah tandan kosong kelapa sawit (tankos), limbah
kertas pembungkus semen, tepung tapioka, getah pinus dan damar . Alat – alat yang dipakai adalah
golok, ember stainless steel, kompor gas, holander beater dan mould hot press.
C. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun perlakuan
yang dicobakan sebagai berikut ;
1. Komposit tankos 100% + kertas semen 0% + tapioka 5%
2. Komposit tankos 90% + kertas semen 10% + tapioka 5%
3. Komposit tankos 80% + kertas semen 20% + tapioka 5%
4. Komposit tankos 70% + kertas semen 30% + tapioka 5%
5. Komposit tankos 60% + kertas semen 40% + tapioka 5%
6. Komposit tankos 100% + kertas semen 0% + damar 5%
7. Komposit tankos 90% + kertas semen 10% + damar 5%
8. Komposit tankos 80% + kertas semen 20% + damar 5%
9. Komposit tankos 70% + kertas semen 30% + damar 5%
11.Komposit tankos 100% + kertas semen 0% + getah pinus 5%
12.Komposit tankos 90% + kertas semen 10% + getah pinus 5%
13.Komposit tankos 80% + kertas semen 20% + getah pinus 5%
14.Komposit tankos 70% + kertas semen 30% + getah pinus 5%
15.Komposit tankos 60% + kertas semen 40% + getah pinus 5%
Terdapat 15 perlakuan dengan ulangan 2 kali, maka pot organik yang dibuat sebanyak 30 buah.
D. Tahapan Pelaksanaan
1. Penguraian serat (pulping)
Tandan kosong kelapa sawit dibuat serpih dengan ukuran 3 x 2 cm kemudian dikering udarakan
selama satu minggu hingga diperoleh kadar air kesetimbangan. Sebelum serpihan tandan kosong
kelapa sawit dibuat pot organik, terlebih dahulu dibuat pulp. Pembuatan pulp dilakukan dengan
proses semi kimia (soda panas terbuka). Pengolahan pulp menggunakan larutan NaOH teknis
dengan konsentrasi soda sebesar 8%, perbandingan serpih dan larutan pemasak 1 : 10 dan suhu
pemasak 1000C selama 2 jam. Serpih hasil pemasakan dicuci hingga bersih dari bahan kimia
kemudian digiling menggunakan hollander beater (konsistensi 3%) hingga diperoleh derajat
kehalusan serat sekitar 500 – 600 ml CSF. Dalam pembuatan pot organik tanaman ramah
lingkungan, serat tandan kosong kelapa sawit (tankos) dan limbah kertas bungkus semen dicampur
dan diaduk sampai homogen sesuai komposisi perlakuan.
2. Pencetakan (pressing)
Setelah bahan baku dan perekat dicampur, proses selanjutnya adalah pencetakan pot organik.
Kondisi pengempaan dilakukan pada suhu 150-1750C selama 15-20 menit. Pottray bibit tanaman
dibuat dengan proses press panas berbentuk tabung dengan ukuran diameter bawah 5 cm, diameter
atas 7 cm, tinggi 12 cm serta ketebalan 1 cm. Setelah pengempaan dilakukan pengkondisian selama
2-3 minggu, kemudian dilakukan pengujian sifat fisis. Pot organik yang dibuat berkerapatan berkisar
antara 0,3 – 0,4 g/cm3.
III.
Hasil dan Pembahasan
A. Karakteristik serat tandan kosong kelapa sawit
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pot organik adalah limbah tandan kosong kelapa
sawit dari pabrik kelapa sawit di wilayah Kabupaten Rokan Hulu dan limbah kertas bungkus semen. Hasil
Tabel 1. Sifat morfologis dan kimia tandan kosong kelapa sawit.
Parameter Tankos
Kelapa Sawit Sifat Morfologis
a. Panjang serat (μ) 740
b. Diameter serat (μ) 10,14
c. Diameter lumen (μ) 3,14
d. Tebal dinding serat (μ) 3,52
Sumber : data primer diolah
Tabel 2. Kriteria kualitas dimensi serat untuk bahan baku pulp
Uraian
Kelas Kualitas
I II III
Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai
Panjang serat, > 2000 100 1000-2000 50 < 1000 25 Perbandingan
Runkel (2w/l) < 0,25 100 0,25 – 0,50 50 0,50 – 1,0 25 Daya tenun (L/d) > 90 100 50 - 90 50 < 50 25 Perbandingan
Muhlsteph d2– I2 x 100%
d2
< 30 100 30 - 60 50 60 - 80 25
Perbandingan
Fleksibilitas (I/d) > 0,80 100 0,50 – 0,80 50 < 0,50 25 Koefisen kekakuan
w/d
< 0,10 100 0,10 – 0,15 50 > 0,15 25
Selang 450 - 600 225 - 449 < 225
Keterangan: L = Panjang serat, d = diameter serat I = Diameter lumen w= tebal dinding serat Sumber: Rahman dan Siagian (1976)
Tabel 3. Kualitas serat tandan kosong kelapa sawit
Berdasarkan hasil uji sifat morfologi serat dan dimensi serat serta turunannya, serat limbah tandan
kosong kelapa sawit yang digunakan termasuk dalam katagori kelas kualitas III. Hal ini karena serat
runkel yang besar. Serat tandan kosong kelapa sawit dengan dimensi serat tersebut akan sulit untuk
dipipihkan, sehingga jalinan antar serat yang terbentuk akan tidak baik.
Panjang serat berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti kekuatan dan kekakuan,
khususnya kekuatan sobek yang akan menurun seiring dengan menurunnya panjang serat. Serat
panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas, tetapi dengan semakin panjang
serat maka kertas akan semakin kasar (Casey,1980). Semakin panjang serat kayu akan memperluas
permukaan ikatan antar serat pada saat penggilingan sehingga menghasilkan jalinan antar serat yang
lebih kuat.
Serat dengan runkel ratio tinggi menunjukkan bahwa serat tersebut memiliki dinding yang tebal
dan diameter lumen yang kecil. Pulp yang dihasilkan sulit digiling dan memiliki daerah ikatan antar serat
yang lebih sempit sehingga akan menghasilkan lembaran pulp dengan sifat mekanis yang rendah. Pada
tandan kosong kelapa sawit, daya tenun serat termasuk kedalam kategori sedang. Semakin tinggi nilai
daya tenun maka serat cenderung semakin lentur. Nilai untuk perbandingan mulsteph tergolong rendah.
Serat dengan Mulsteph ratio yang rendah mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga luas daerah
ikatan dan kontak antar serat semakin menurun.
Hasil uji sifat kimia serat limbah tandan kosong kelapa sawit menunjukkan nilai kadar selulosa
yang rendah, dan kadar lignin yang tinggi sebagaimana pada tabel 5. Keberadaan selulosa yang tinggi
akan membentuk kecendrungan kuat membentuk ikatan – ikatan hydrogen dan intermolekul. Menurut
Casey (1980), selulosa dalam kayu berikatan dengan banyak zat lain yang berbeda antara lain
hemiselulosa dan llignin. Pemisahan selulosa dari zat pengotor terjadi pada saat proses pembuatan pulp.
Zat lain tersebut hanya berperan sebagai zat pengotor dan penyebab turunnya kualitas pulp yang
dihasilkan.
Tabel 4. Kriteria kimia kayu untuk bahan baku pulp
Sumber : Setiawan (2010)
Tabel 5. Kriteria kimia kayu untuk bahan baku pulp
Parameter Tankos
Keberadaan kadar lignin yang tinggi akan menyebabkan penurunan perbandingan fleksibilitas dan
koefisien kekakuan. Menurut Haygreen dan Bowyer dalam Nugraheni (2008), lignin terdapat diantara sel
dan di dalam dinding sel dengan kadar yang tidak menentu. Lignin sangat erat hubungannya dengan
selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel. Lignin juga berpengaruh dalam perubahan
dimensi serat.
B. Karakteristik pot organik
Pemilihan bahan baku untuk pembuatan pot organik dan jenis perekat yang digunakan mencakup
aspek kelestarian dan memperhitungkan dampak pada lingkungan. Konsep daur ulang dan ramah
lingkungan menjadi pertimbangan khusus untuk menekan pencemaran tanah. Menurut Liew (2013),
Pemanfaatan kertas koran bekas sebagai bahan pembuatan biopottray dengan perekat tepung tapioka,
vinegar dan gliserol secara umum dapat terdegradasi. Nilai rata-rata sifat fisis pot organik dari campuran
serat limbah tandan kosong kelapa sawit dan limbah kertas bungkus semen dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata sifat fisis pot organik.
Nilai kerapatan pot organik berkisar antara 0,21 – 0,30 g/cm3, hal ini menunjukkan bahwa pot
tersebut termasuk dalam kelompok papan serat kerapatan rendah. Kerapatan pot organik yang
menggunakan perekat tapioka ( 0,21-0,25 g/cm3 ) umumnya lebih rendah dari pada yang menggunakan
perekat damar (0,26-0,29 g/cm3) dan perekat getah pinus (0,28-0,30 g/cm3). Hal ini diduga ada kaitannya
dengan perbedaan sifat ketiga perekat terhadap kelarutannya dalam air. Selain perekat, perbedaan
komposisi campuran bahan pot organik juga berpengaruh terhadap nilai kerapatannya. Nilai kerapatan
pot organik tertinggi terdapat pada campuran 100% serat tandan kosong kelapa sawit dengan perekat Perlakuan
Kerapatan Kadar air D. serap air Peng. Tebal ( g/cm³) ( % ) ( % ) ( % ) 1 100:0:T5 0.2450 c 10.1850 a 125.9950 c 39.3550 b 2 90:10:T5 0.2300 b 11.1700 b 126.5000 c 39.3600 b 3 80:20:T5 0.2300 b 11.0750 ab 126.5750 c 39.3550 b 4 70:30:T5 0.2150 a 11.2800 b 127.0100 c 41.1650 b 5 60:40:T5 0.2100 a 10.6650 ab 126.2650 c 39.3900 b 6 100:0:D5 0.2850 ef 11.5950 b 111.5100 ab 31.8100 a 7 90:10:D5 0.2750 e 10.7900 ab 110.9950 ab 31.0100 a 8 80:20:D5 0.2800 ef 11.1500 b 113.1650 b 32.2400 a 9 70:30:D5 0.2700 de 11.2400 b 113.3200 b 33.0500 a 10 60:40:D5 0.2600 d 11. 5250 b 112.5500 ab 32.1150 a 11 100:0:P5 0.2950 f 10.7150 ab 111.2800 ab 32.1400 a 12 90:10:P5 0.2850 ef 10.9900 ab 110.3700 a 31.8200 a 13 80:20:P5 0.2850 ef 11.0500 ab 110.1200 a 30.6700 a 14 70:30:P5 0.2800 ef 10.8700 ab 111.3700 ab 31.4800 a 15 60:40:P5 0.2750 e 11.3850 b 111.3850 ab 30.7350 a
(tankos:kertas
semen:perekat) No.
getah pinus yaitu sebesar 0,30 g/cm3. Menurut Nursyamsi (2014), biopotting yang dicetak secara kompak
menjadikannya lebih padat dan kuat. Hal ini menyebabkan pertumbuhan sengon laut kurang bagus,
karena akar kurang dapat menembus biopotting dan menyerap unsur hara yang terdapat pada
biopotting.
Kadar air pot organik dengan perekat tapioka, getah damar dan getah pinus secara uji statistik
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata yaitu antara 10,19 – 11,53%. Secara keseluruhan kadar air pot
organik masih dibawah kadar air kering udara atau kadar air keseimbangan yaitu 15 – 18%. Rata-rata
penyerapan air pot organik pada kondisi perendaman selama 24 jam, pot organik dengan perekat tapioka
lebih tinggi dari pada perekat getah damar dan getah pinus. Selain faktor perekat, komposisi campuran
bahan pot organik secara statistik tidak berpengaruh terhadap sifat penyerapan air. Penyerapan air
tertinggi terdapat pada pot organik dengan bahan campuran 70:30 tankos:kertas semen dengan perekat
tapioka yaitu 127,01% sedangkan yang terendah pada komposisi campuran 80:20 tankos:kertas semen
dengan perekat getah pinus yaitu 110,37%.
Pengembangan tebal pot organik yang menggunakan perekat tapioka lebih tinggi dari pada
kontainer yang menggunakan perekat getah damar dan getah pinus. Komposisi campuran bahan pot
organik tidak berpengaruh terhadap nilai pengembangan tebalnya, campuran komposisi 70:30 tandan
kosong sawit dan kertas semen dengan perekat tapioka memiliki nilai pengembangan tebal tertinggi yaitu
41,17%, sedangkan pengembangan terendah pada komposisi campuran 80:20 tandan kosong kelapa
sawit dan kertas semen dengan perekat getah pinus dengan nilai pengembangan tebal 30,67%.
Menurut Budi (2012), melalui pengujian kekuatan dan kekakuan pot organik, penambahan perekat
tapioka dapat meningkatkan kekuatan lentur dan menurunkan kekakuan (semakin elastis). Perekat
tapioka memiliki kelenturan yang tinggi sehingga menyebabkan mudah ditembus oleh akar tanaman.
Penggunaan bio kontainer dalam memproduksi massal bibit di rumah kaca mampu mempertahankan
persentase tumbuh di lapangan. Campuran tanah gambut dan serat kelapa untuk bio kontainer sangat
aplikatif ditanam untuk beberapa tipe lahan (Kuchny, 2011).
IV.
Kesimpulan
Prototipe pot organik mempunyai nilai kerapatan antara 0,21 – 0,29 g/cm3 sehingga masuk dalam
klasifikasi papan serat kerapatan rendah. Perbedaan komposisi tandan kosong kelapa sawit dan limbah
pembungkus kertas semen dengan perekat tapioka secara umum memiliki nilai fisis yang mendekati
standarisasi klasifikasi papan serat berkerapatan rendah (JIS,2003). Nilai kadar air pot organik secara umum
masih dibawah nilai kadar air kesetimbangan, sedangkan nilai penyerapan air dan pengembangan tebalnya
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Provinsi Riau.2013. Riau Dalam Angka Tahun 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi Riau.Pekanbaru.
Budi Sri Wilarso dkk.2012.Penggunaan Pot Berbahan Dasar Organik untuk Pembibitan Gmelina arborea
Roxb. di Persemaian. Jurnal Agron Indonesia 40 (3) 239-245.
Casey JP. 1980. Pulping Chemistry and Chemical Technology Volume I. Pulping and Papermaking. New York; Intercine Publicer Inc.
Japanese Industrial Standard (JIS). 2005.JIS A 5905:2005 - Fiberboard.
Kuchny Jeff S. et all. 2011. Green House and Landscape Performance of Bedding Plants in Biocontainers. Hortl Technology. April 2011 21 (2).
Liew Kang Chiang & Lian Kim Khor.2013. Effect or Different Ratios of Bioplastic to Newspaper Pulp Fibres on the Weight of Bioplastic Pot. Jurnal of King Saud University – Engineering Sciences.
Lubis, et. Al. 1994. Pemanfaatan Kayu dan Tandan Kosong Kelapa Sawit . Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Nugraheni Noviyanti.2008.Keragaman Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon Linn). Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.
Nursyamsi dan Hermin Tikupadang.2014.Pengaruh Komposisi Biopotting Terhadap Pertumbuhan Sengon laut (Paraserianthes falcataria L. Nietsen) di Persemaian.Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea Vol 3 No:1.April 2014:65 – 73. Balai Penelitian Kehutanan Makassar.
Saepudin Asep.2010.Energi Terbarukan (biogas) dari Limbah Kelapa Sawit. Laporan Penelitian Progran Insentif Peneliti dan Perekayasa. Bandung. Tidak dipublikasikan.
Setiawan, Y. 2010. Peranan Polimer Selulosa sebagai Bahan Baku Dalam Pengembangan Produk Manufaktur Menuju Era Globalisasi.http://fit.uii.ac.id/media/ProsesPembuatanPlup KertasKayuWood.pdf [8 Juli 2011].