• Tidak ada hasil yang ditemukan

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir dengan judul REVERSE PONSETI METHOD UNTUK TERAPI CONGENITAL VERTICAL TALUS (CVT) di RSOS : APAKAH OUTCOME TERAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir dengan judul REVERSE PONSETI METHOD UNTUK TERAPI CONGENITAL VERTICAL TALUS (CVT) di RSOS : APAKAH OUTCOME TERAPI"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

Karya Ilmiah Akhir

REVERSE PONSETI METHOD UNTUK TERAPI CONGENITAL

VERTICAL TALUS (CVT) di RSOS : APAKAH OUTCOME TERAPI

PADA PENDERITA USIA <1 TAHUN LEBIH BAIK DARIPADA

OUTCOME TERAPI PENDERITA ≥ 1TAHUN

Karya Ilmiah Akhir sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSO Prof.Dr.R.Soeharso /

RSUD Dr.Moewardi Surakarta

Disusun oleh

YUSUF KHAIRUL

NIM.S9306004

Pembimbing

Dr.ANUNG BUDI SATRIADI. SpOT

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Orthopaedi dan Traumatologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret /

RS Orthopaedi Prof.Dr.R.Soeharso/RSUD dr.Moewardi

SURAKARTA

(2)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah

akhir dengan judul

REVERSE PONSETI METHOD UNTUK TERAPI CONGENITAL

VERTICAL TALUS (CVT) di RSOS : APAKAH OUTCOME TERAPI

PADA PENDERITA USIA <1 TAHUN LEBIH BAIK DARIPADA

OUTCOME TERAPI

PENDERITA ≥ 1TAHUN

Karya ilmiah akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Orthopaedi &

Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSO

Prof.Dr.R.Soeharso / RSUD Dr.Moewardi Surakarta

Karya Ilmiah akhir ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai

pihak, baik berupa dukungan moril maupun materiil. Penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr.Ismail Mariyanto,SpOT.FICS selaku KPS yang telah memberikan

kesempatan dan saran serta arahan selama penyusunan karya akhir ini

2. Dr. Anung B Satriadi,SpOT.FICS selaku pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu, memberikan saran, nasehat, perhatian dan pengarahan

(3)

commit to user

3. Seluruh staf Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret / RSO Prof.Dr.R.Soeharso / RSUD Dr. Moewardi

Surakarta

4. Istriku (Dina Nurdiniyah) dan kedua buah hatiku tercinta Muhammad

Khayru Rafli dan Muhammad Abiyyu Khairan yang selalu sabar serta

memberikan motivasi dan doa dalam penyelesaian karya akhir ini.

5. Papaku tersayang Alm. H. Akhyar Tedjasukmana, yang dipanggil oleh

Allah SWT di saat-saat penulis menyelesaikan penulisan karya akhir ini.

Buat mama,kedua mertuaku, kakak dan adikku serta seluruh keluarga

besar kami yang telah memberikan dukungan dan semangat serta doa

sehingga bisa menyelesaikan penulisan karya akhir ini.

6. Seluruh rekan – rekan residen Orthopaedi & Traumatologi FK UNS yang

selama ini bersama dalam suka dan duka

7. Seluruh paramedis dan non paramedis RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta

8. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

membantu baik secara langsung maupun tidak langsung

Semoga Alloh SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita

semua. Kami berharap karya akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak agar

dapat memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pasien. Amin. Terimakasih

Hormat kami,

(4)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………...………. i

KATA PENGANTAR .………...…………...……… ii

LEMBAR PENGESAHAN ...………...……….. iv

DAFTAR ISI ………...…………..………. vi

DAFTAR GAMBAR ...………...……….. viii

DAFTAR TABEL ………...…………...……. ix

DAFTAR SINGKATAN ………...……….…...….. xi

ABSTRAK ………... xii

BAB I PENDAHULUAN …...………...….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……..……… 1

B. Perumusan Masalah ……….……… 2

C. Tujuan Penelitian ….……….……… 2

D. Manfaat Penelitian ………..……….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...……….... 4

A. Insidensi ………..………… 5

B. Etiologi ……….… 5

C. Patologi ……….……….. 6

D. Diagnosa ………..……….. 8

E. Pemeriksaan Radiologi ……….….. 9

F. Penanganan Congenital Vertical Talus …..……….……….. 11

G. Kerangka Pemikiran ……….…….. 17

H. Hipotesa ………..…… 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………...………...………... 18

A. Jenis Penelitian ………..……… 18

B. Lokasi Penelitian ………..…………. 18

C. Obyek Penelitian ………....………. 18

(5)

commit to user

E. Pengambilan Sampel ………...…. 18

F. Identifikasi Variabel ……….. 18

G. Definisi Operasional Variabel ………..………..… … 18

H. Waktu dan Tempat Penelitian ………..……... 19

I. Langkah Pengumpulan data ………... ..20

J. Managemen Data …..………. 20

K. Analisa data ………..…21

L. Desain Penelitian ………..…21

BAB IV HASIL PENELITIAN ………...…… 22

BAB V DISKUSI ………..…………...……... 31

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..…...………. 40

A. Kesimpulan ……….……… 40

B. Saran ……… …40

DAFTAR PUSTAKA

(6)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Klinis deformitas pada CVT ... 4

Gambar 2. Pengukuran Skematis Sudut-Sudut Proyeksi ...10

Gambar 3. Teknik manipulasi ... 12

Gambar 4. Gambar klinis pemasangan cast ... 14

Gambar 5. Pinning fiksasi talonavicular joint ... 15

Gambar 6. Percutaneus tenotomy . ...16

Kerangka pemikiran ..………... 17

Desain Penelitian …...……….. 21

Gambar 7. Distribusi Vertical Talus berdasarkan usia ...22

Gambar 8. Distribusi Vertical Talus berdasarkan jenis kelamin ... 23

Gambar 9. Distribusi Vertical Talus berdasarkan sisi kaki yang terlibat ... 23

Gambar 10. Distribusi berdasarkan jenis Vertical Talus ...24

Gambar 11. Distribusi berdasarkan jumlah pengegipan ...25

Gambar 12. Distribusi berdasarkan jumlah pengegipan seluruh pasien ... 25

Gambar 13. Distribusi berdasarkan lama terapi ... 26

Gambar 14. Distribusi berdasarkan pemeriksaan pasif motion ... 28

Gambar 15. Distribusi berdasarkan lama follow up ...…... 29

Gambar 16. Distribusi VT berdasarkan pengukuran TAMBA ...30

(7)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengukuran Sudut ….…...………..……... 10

Tabel 2. Rata-rata jumlah pengegipan berdasarkan kelompok usia...24

Tabel 3. Rata-rata jumlah pengegipan berdasarkan kelompok jenis VT ... 24

Tabel 4. Rata-rata lama terapi berdasarkan kelompok usia ... 25

Tabel 5. Rata-rata lama terapi berdasarkan kelompok jenis VT ...26

Tabel 6. Pemeriksaan pasif motion berdasarkan kelompok usia ...26

Tabel 7. Pemeriksaan pasif motion berdasarkan kelompok jenis VT ...27

Tabel 8. Lama follow up berdasarkan kelompok usia ...…... 28

Tabel 9. Lama follow up berdasarkan kelompok jenis VT ... 28

Tabel 10. Pengukuran TAMBA berdasarkan kelompok usia ... .29

Tabel 11. Pengukuran TAMBA berdasarkan kelompok jenis VT ... 30

Tabel 12. Perbedaan jumlah pengegipan berdasarkan kelompok usia ... 31

Tabel 13. Perbedaan jumlah pengegipan berdasarkan kelompok jenis VT... 31

Tabel 14. Perbedaan rata-rata lama terapi pada kelompok usia ...33

Tabel 15. Perbedaan rata-rata lama terapi pada kelompok jenis VT ...33

Tabel 16. Perbandingan hasil penelitian ini dengan penelitian tentang Reverse Ponseti Method sebelumnya ...33

Tabel 17. Modifikasi AFAS...34

Tabel 18. Perbandingan kelompok usia dengan AFAS...35

Tabel 19. Perbandingan kelompok VT dengan AFAS ...35

(8)

commit to user

Tabel 21. Hamanischi score ...36

Tabel 22. Perbandingan Hamanischi score ...37

Tabel 23. Perbedaan Hamanischi score pada kelompok usia ...37

Tabel 24. Perbedaan Hamanischi score pada kelompok jenis VT ... 37

(9)

commit to user

DAFTAR SINGKATAN

CVT : Congenital Vertical Talus VT : Vertical Talus

AFAS : American Foot and Ankle Score

TAMBA : Talo axis- first Metatarsal Base Axis Angle

JBJS : Journal of Bone and Joint Surgery RSO : Rumah Sakit Orthopedi

(10)

commit to user

Reverse Ponseti Method for treatment Congenital Vertical Talus (CVT) at

Prof. DR. dr. R. Soeharso Hospital Surakarta : Is the outcome of treatment

for patient < 1 year old better than ≥ 1 year old ? (FINAL PAPER)

Yusuf Khairul

Resident of Orthopaedic & Traumatology Faculty of Medicine Sebelas Maret

University Surakarta

ABSTRACT

Background: The incidence of CVT was estimated 1: 10.000 . Treatment of CVT has traditionally consisted of manipulation and applicationof casts followed by extensive soft-tissue releases. This treatment is often followed by severe stiffness of the foot and other complications such as wound necrosis, talar necrosis, undercorrection deformity, subtalar joint pseudarthrosis. A new method – Reverse Ponseti Method – provides excellent results of in terms of the clinical appearance of the foot, foot function, and deformity correction as measured radiographically at a minimum two years, in patients with idiopathic CVT. The controversies of Reverse Ponseti Method are how is the result for Syndromic VT and how old the upper age limit or cut-off age for the best result.

Method: This is a Observational-Crossectional study for patients with CVT at Prof DR R Soeharso Hospital from December 2008 – Desember 2010. All the patients had the treatment with serial manipulations andcasts followed by limited surgery consisting of percutaneous Achilles tenotomy, and percutaneous pin fixation of the talonavicular joint. The principles of manipulation and application of the plaster casts were similar to those used by Ponseti to correct a clubfoot

(11)

commit to user

(modified American Foot and Ankle score/AFAS) and radiographic (Hamanischi score) data at the final evaluation we also compared to pretreatment.

Results: There were sixteen patients with twenty one feet ( seven (44%) patients Idiophatic CVT with ten feet, and nine (56%) patients Syndromic VT with eleven feet). A mean of 6.5 casts was required for correction. No patient underwent extensive surgical releases. At the final evaluation, the mean ankle

dorsiflexion was 42,9° and the mean plantar flexionwas 42,8°. No patients had a loss of correction. There is no significance differences between group of type CVT, and between group of age.

Conclusions: Serial Reverse Ponseti manipulation and cast immobilization

followedby talonavicular pin fixation and percutaneous tenotomy of theAchilles tendon provides excellent results, in terms of theclinical appearance of the foot, foot function, and deformitycorrection as measured radiographically,in patients with both Idiophatic and Syndromic CVT and both the age <1 year old and ≥ 1 year old

(12)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Angka kejadian Congenital Vertical Talus (CVT) diperkirakan

1 : 10.000 kelahiran hidup. Kelainan ini terjadi Idiophatic pada sebagian besar kasus, serta dihubungkan dengan kelainan neuromuscular dan genetik pada

beberapa kasus lainnya.1

Sebelum tahun 2000 semua pasien diterapi dengan mayor rekonstruksi surgery di mana pada banyak penelitian tindakan tersebut dapat menyebabkan stiffness ankle dan subtalar joint, necrosis luka , talar nekrosis dan over/under koreksi. Seimon melaporkan angka keberhasilan dengan release dorsal talonavicular joint capsule dan lengthening peroneus tertius, extensor hallucis longus, dan tibialis anterior tendon diikuti dengan Kirschner wire fixasi dari talonavicular joint. Laporannya juga meliputi tujuh pasien dengan total Vertical Talus difollow up rata-rata lima tahun. Dengan hasil semua pasien memiliki keterbatasan inversi-eversi, dengan range antara 25% dan 75% normal. Satu pasien dengan fixedequinus contracture.2

Pada tahun 2000 Jose A. Morcuende, dkk, Memperkenalkan suatu teknik baru dalam penanganan Idiophatic CVT yakni dengan Reverse Ponseti Method yang diikuti oleh percutaneus tendo Achilles lengthening dan pinning talonavicular joint dengan lama follow up 2 tahun didapatkan hasil yang memuaskan baik dari aspek klinis kaki, fungsi kaki, maupun pengukuran radiologis.3,4 Hasil yang sama juga dengan teknik serupa diterapkan di BSES MG Global Hospital, Bombay Hospital Institute of Medical Sciences, Mumbai, India oleh Atul Bhaskar dengan lama follow up rata-rata 8,5 bulan (6-12 bulan). 5 Namun sampai saat ini belum ada penelitian baik nasional maupun internasional mengenai bagaimana outcome Reverse Ponseti Method yang diterapkan pada

(13)

commit to user

Syndromic yang menghasilkan outcome yang baik pada terapi Reverse Ponseti Method?

Di Indonesia belum ada laporan mengenai penanganan CVT dengan Reverse Ponseti Method. RS Orthopedi khususnya klinik Pediatri Orthopedi mulai menerapkan teknik Reverse Ponseti pada penanganan CVT baik Idiophatic maupun syndromic VT pada tahun 2008. Penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui bagaimanakah outcome Reverse Ponseti Method untuk terapi CVT (baik Idiophatic maupun Syndromic) di klinik Pediatri Orthopedi RSO dan lebih jauh lagi, apakah outcome di RSO tersebut memberikan hasil yang sama dengan outcome peneliti lain.

2. PERUMUSAN MASALAH

Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Berapakah tingkat keberhasilan klinis Reverse Ponseti Method untuk terapi CVT di RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta?

2. Apakah terdapat perbedaan tingkat keberhasilan klinis Reverse

Ponseti Method untuk terapi Idiophatic CVT dibandingkan dengan

Syndromic CVT?

3. Apakah terdapat perbedaan tingkat keberhasilan klinis Reverse

Ponseti Method untuk terapi CVT antara penderita berumur <1 tahun dengan penderita ≥1 tahun ?

3. TUJUAN PENELITIAN

A. Tujuan Umum

(14)

commit to user B. Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat keberhasilan klinis penanganan kasus CVT dengan

teknik Reverse Ponseti Method di RSO Prof.DR.R.Soeharso Surakarta 2. Untuk meneliti perbedaan tingkat keberhasilan klinis terapi Reverse

Ponseti Method untuk terapi Idiophatic CVT dengan Syndromic CVT 3. Untuk meneliti perbedaan tingkat keberhasilan terapi Reverse Ponseti

Method antara penderita usia < 1 tahun dengan penderita ≥ 1 tahun

4. MANFAAT PENELITIAN

1. Mengetahui performa klinis RSO Prof.DR.R.Soeharso dalam

penanganan CVT.

(15)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kelainan CVT ditandai dengan dislokasi dorsal dan lateral

talocalcaneonavicular joint, yang berkembang intrauterine selama trimester pertama kehamilan. Tulang navikular berartikulasi dengan bagian dorsal dari talus dan menguncinya dalam plantar flexi posisi vertical. Nama lain untuk kelainan ini meliputi : Congenital Flatfoot due to Vertical Talus, Congenital Convex pes valgus, Congenital rocker bottom flatfoot, rocker-foot, yang paling penting pada kaki dengan Vertical Talus, yaitu sebuah deformitas yang mudah untuk didiagnosis, namun sulit untuk mengoreksi dengan hasil yang sempurna, meskipun di tangan seorang ahli bedah orthopedi yang berpengalaman.1,5 CVT terdiri dari kombinasi deformitas seperti pada gambar 1, yang terdiri dari 1,3 :

1. Equinovalgus pada hindfoot

2. Pronated, abducted, and dorsoflexed di transverse tarsal articulation pada

Forefoot

3. Dorsal crease

(16)

commit to user

A. Insidensi

CVT pertama kali dideskripsikan oleh Henken pada tahun 1914 dan diulang kembali oleh Lamy dan Weissman tahun 1939.

Kelainan ini adalah kelainan yang jarang ditemukan dibandingkan dengan kelainan congenital orthopedi yang lain. Insidensinya dilaporkan sekitar 1 per

10.000 kelahiran, dengan kejadian pada 50 % kasus didapatkan pada bilateral kaki dan tidak ada sex predileksi. 1.6

B. Etiologi1,6,7,8,9,10,11,12

CVT dapat terjadi sebagai kelainan isolated atau berhubungan dengan kelainan sistem saraf pusat dan sistem musculoskeletal. Etiologi kelainan Isolated Vertical Talus masih belum diketahui. Campoz da Paz,Jr mengemukakan bahwa kelainan ini dapat disebabkan oleh berhentinya perkembangan kaki saat prenatal.

Penyebab lain dari kelainan ini adalah :

1) Defek system Saraf Pusat (Defects of the Central Nervous System)

Congenital defek system saraf pusat yang dihubungkan dengan bentuk

rigid VT meliputi ; diastematomyelia, lipoma pada cauda equina, myelomeningicele, dan sacral agenesis. Dua bentuk ketidakseimbangan otot (muscle imbalance) dilaporkan pada pasien dengan myelodysplastic; satu study disebabkan karena parese musculus tibialis posterior dan study lain karena tidak adanya plantar intrinsic musculature.

(17)

commit to user

2) Kelainan Otot (muscle abnormality)

Ischiocalcaneus band adalah jaringan fibrous pada otot yang jarang terjadi yang berorigo dari Ischium, melewati popliteal space dan melingkar di distal masuk apponeurosis otot tricep surae. Secara klinis pasien dengan kelainan ini disertai rigid VT dan kontraktur fleksi dari lutut yang ditandai dengan terabanya band melewati poplitea space. VT yang dihubungkan dengan kelainan ini

disebabkan karena kontraktur triceps surae oleh karena band tersebut.

3) Kelainan yang didapat (Acquired Deformity)

CVT yang didapat dapat berkembang secara sekunder yang dihubungkan dengan kelainan neuromuscular, meliputi cerebral palsy, poliomyelitis, dan atropi musculus spinal. Sebagai tambahan over koreksi dari clubfoot dapat menyebabkan CVT.

Genetik, 9,10

Variasi syndrome genetic dapat meliputi Vertical Talus sebagai bagian dari spectrum klinis. Meliputi Trisomy syndrome 13-15 (Patau syndrome) dan 17-18 (Edward syndrome) dan kondisi genetic lain seperti Freeman-Sheldon (whisling face), Smith-Lemli-Opitz. Nail patella, Marfan, multiple pterygium, Hurler, de Barsy dan Eagle-Barrett (prune-belly) syndrome.

C. Pathologi Anatomi6,11,12

Tulang

(18)

commit to user

dan mendekati ujung distal dari fibula. Sustentaculum tali hypoplasi dan tidak menopang talar head.

Sendi

Facet anterior dan middle dari sendi subtalar hilang atau diganti oleh jaringan fibrous, dan hilangnya facet posterior meningkatkan terjadinya

pergeseran lateral. Tulang cuboid bergeser ke arah lateral dan setengah bagian plantarnya hypotropic ketika dorsal subluksasi dalam derajat besar yang melalui keseluruhan articulasi transverse tarsal.

Ligamen

Ligamen pada permukaan plantar dari sendi talocalcaneonavicular menjadi kaku. Baik ligament calcaneonavicular (spring) dan serabut anterior dari ligament deltoid teregang, seperti serabut medial dari bifucasio ligament. Kontraktur berkembang pada bagian lateral dari dorsal talonavicular, calcaneofibular, dan ligamen interosseos talocalcaneal sama dengan yang terjadi pada posterior capsul dari sendi ankle dan subtalar.

Retinaculum

Komponen proksimal dan distal retinaculum ankle bersatu dan menebal, menyebabkan pemendekan struktur pada apek dorsal dari kelainan yang satu garis dengan surface anterior dari tibia. Fibrosis dorsal retinaculum bertindak sebagai fulcrum yang meningkatkan keuntungan mekanikal dari otot extensor yang lewat di antaranya dan masuk di sebelah lateral kaki yang mengalami kelainan. Superior Peroneal Retinaculum menjadi kaku, menyebabkan tendo peroneal subluksasi ke anterior pada fibula.

Otot

(19)

commit to user

melewati permukaan plantar dari midfoot. Otot-otot Peroneal subluksasi anterior dan bengkok (bowstring) melewati midfoot, membentuk kubah pada fibula, di mana mereka dipegang oleh retinaculum peroneal superior. Pergeseran tibialis posterior dan peroneal anterior dari axis pergerakan sendi ankle mengakibatkan otot-otot ini dorsofleksi. Triceps surae memiliki insersi yang luas pada superolateral aspek dari tuberositas yang mengeversi calcaneus.

D. Diagnosis Vertical Talus1,6,12

Terminasi Persian Slipper foot digunakan untuk mendeskripsikan kelaianan klasik bentuk rigid paralitik. Kolum longitudinal lateral memiliki kontur plantar abduksi, dan kolum longitudinal medial elongasi dan convex. Lateral ibu jari elevasi dan memiliki posisi claw-toe, yang menjelaskan deskripsi kelainan yang aneh.

Diagnosis banding pada periode neonatal meliputi kaki calcaneovalgus, posteromedial bowing tibia, dan congenital absence fibula. Kaki yang mengalami

kelainan memiliki rocker-bottom kontur, di mana talar head teraba di aspek plantar medial.

Hindfoot pada posisi fixed equinovalgus oleh karena pemendekan tendo Achilles. Kelainan Equinus pada hindfoot adalah kunci pemeriksaan klinis yang membedakan vertikal talus dengan posisi calcaneovalgus. Forefoot pada posisi pronasi, abduksi, dan dorsofleksi pada transverse tarsal articulasi dan biasanya terdapat lipatan dorsal (dorsal crease) yang melewati sinus tarsi. Harrold mendeskripsikan penemuan klinis ini sebagai cekungan di depan maleolus lateral, dan ini dapat membedakan CVT dengan posisi calcaneovalgus. Lloyd-Roberts dan Spence mendeskripsikan penemuan klinis VT sebagai tonjolan pada telapak kaki di mana heel dan forefoot naik membentuk sebuah cekungan/kurva.

(20)

commit to user

heel. Pada posisi tidak berdiri menahan beban Idiophatik flatfeet lebih fleksibel dibanding kelainan CVT. Pada anak yang lebih tua dengan kelainan CVT tampak dari cara berjalan yang aneh dan adanya kalus di bawah tonjolan talar head.

E. Pemeriksaan Radiologi 13,14

Tujuan pemeriksaan radiography pada CVT adalah untuk menentukan

secara tepat relasi anatomi dari talonavicular, tibiotalar, midtarsal dan tarsometatarsal.

Pada bayi, primary center of ossification dari tulang talus , calcaneus, dan cuboid sudah terbentuk dengan baik dan dapat terlihat pada foto polos radiografi. Tulang navicular masih berupa kartilago, sehingga seperti tulang caput femur , pada umur 6 bulan pertama kehidupannya, belum terlihat pada pemeriksaan radiografi. Center ossifikasi tulang navicular muncul pada usia sekitar 3-4 tahun, dimulai pada kuadran lateral, meskipun tulang navicular mungkin belum mengalami ossifikasi sebelum umur 4 tahun atau bahkan lebih.

Oleh karena pusat-pusat ossifikasi belum terlihat di foto polos, maka harus dilakukan penilaian dengan cara menggambar pada garis-garis yang menghubungkan pusat ossifikasi yang sudah terbentuk, sehingga dapat dinilai hubungan anatomi pada sendi talocalcaneonavicular. Yang harus diingat adalah bahwa hanya sebagian kecil saja dari pusat ossifikasi yang terlihat pada foto polos, maka tidak semua tulang dapat terlihat, karena masih dikelilingi oleh jaringan cartilage yang densitasnya sama dengan jaringan lunak.

Teknik Radiography13,14

Diagnosis CVT dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi kaki posisi lateral yang dibuat dalam keadaan kaki maksimum plantar fleksi yang

menunjukkan hubungan antara hindfoot dan forefoot dan maksimum dorsofleksi yang menunjukkan pengurangan sudut tibiocalcaneal yang mengindikasikan kelainan fixed equines pada hindfoot.

(21)

commit to user

karakteristik, hindfoot pada posisi plantar fleksi. Longitudinal axis dari talus adalah vertical dan paralel dengan longitudinal axis tibia. Calcaneus sedikit

plantar fleksi dibandingkan talus. Sudut talocalcaneal lebih besar karena deviasi dari talar head ke medial dan calcaneus ke lateral. Sudut talo-first metatarsal

mengkonfirmasi posisi dorsofleksi forefoot terhadap hindfoot. Oleh karena itu dengan mengukur sudut ini kita dapat mengkonfirmasi diagnose CVT dan mengevaluasi keberhasilan terapi.

Tabel 1 . Pengukuran Sudut 1 Proyeksi Lateral

Sudut Pengukuran Rentang Normal

1 Talocalcaneal (T-C) 25-50

2 Tibiotalar (T-T) 70-100

3 Tibiocalcaneal (T-C) (dorsofleksi maksimal) 25-60

2 Talo-1st metatarsal (T-MT1) 0-20

(Tachdjian MO. Tachdjian Pediatric Orthopedics. Second Edition. WB Saunders Company,1990)

Positioning Pada Pengambilan Radiography

Tachdjian merekomendasikan juga, untuk melakukan foto proyeksi lateral dengan stress dorsofleksi, jika anak tidak kooperatif, dilakukan dengan menggunakan semacam papan yang tembus pada pemeriksaan X-ray, untuk menekan plantar pedis untuk dorsofleksi. 5,11,13

(22)

commit to user

F. Penanganan CVT

Tujuan terapi CVT adalah mengembalikan anatomis yang normal antara talus, navicular, dan calcaneus. Kebanyakan ahli yang menerapi kelainan ini percaya bahwa mayor rekonstruksi surgery adalah sangat penting dalam mengkoreksi kelainan ini pada sebagian besar pasien. Penggunaan serial casting

adalah penting untuk stretching dari soft tissues dan struktur neurovascular pada dorsum pedis dan ankle, namun ini bukanlah sebagai terapi definitive. Berbagai

macam cara major rekonstruksi surgery, baik satu tahap, dua tahap, soft-tissue release dengan excisi navicular, dan Grice-Green subtalar fusion setelah release semua dilaporkan efektif. Bagaimanapun semua teknik tersebut mempunyai komplikasi seperti wound necrosis, talar necrosis, undercorrection deformity, stiffness ankle dan subtalar joint pseudarthrosis, dan membutuhkan multiple operative procedure seperti subtalar dan triple arthrodeses. Seimon melaporkan keberhasilan dengan pembatasan prosedur bedah meliputi release dorsal talonavicular joint capsule dan lengthening peroneus tertius, extensor hallucis longus, dan tibialis anterior tendon diikuti dengan Kirschner wire fixasi talonavicular joint. Dia melaporkan tujuh pasien dengan total 10 CVT selama 5 tahun follow up. Semua pasiennya memiliki keterbatasan inversi-eversi, dengan range antara 25% dan 75% normal. Satu pasien dengan equinus kontraktur.

Christopher L. Colton, London mengerjakan teknik exsisi navicular bone, reduksitalar yang distabilisasi dengan mengimplantasi tibialis anterior pada talar neck dan juga menggunakan Kirschner wire untuk fiksasi cuneiform 15

Penanganan vertical talus sesungguhnya masih banyak menyisakan controversi, dan masih berlanjut menjadi salah satu tantangan terbesar dalam bidang Pediatri Orthopedi. Controversi tersebut berhubungan dengan mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari metode penanganan yang berbeda.

Berlawanan dengan pengalaman yang dilaporkan sebelumnya, Matthew B. Dobbs, dan kawan memiliki awal keberhasilan terapi Idiophatic CVT dengan

(23)

commit to user

CTEV, tetapi dengan arah manipulasi yang berkebalikan, maka tehnik ini sering disebut sebagai Reverse Ponseti Method3,4

Penanganan Reverse Ponseti Metode

Persiapan

Persiapan pengegipan meliputi menenangkan anak dengan botol susu atau dengan menyusuinya. Jika memungkinkan didampingi oleh asisten yang berpengalaman. Kadang-kadang dibutuhkan bantuan dari orang tua penderita. Persiapan penanganan ini sangat penting.3

Manipulasi dan Pengegipan

Dimulai sebisa mungkin segera setelah lahir. Buat penderita dan keluarga nyaman. Biarkan anak minum selama manipulasi dan proses pengegipan. 3

Melokalisasi Secara Tepat Caput Talus

Talar head pada VT dapat teraba menonjol pada medial aspek dari plantar

pedis Manipulasi

Sama dengan metode Ponseti untuk koreksi clubfoot, terapi dimulai dengan serial manipulasi dan cast, namun dengan arah koreksi yang berlawanan, dan seluruh kelainan dikoreksi bertahap, kecuali untuk equinus dikoreksi belakangan Kaki distretching dalam plantar fleksi dan inversi dengan counterpressure pada medial aspek dari head talus.

Gambar 3. Teknik manipulasi 4

Matthew B. Dobbs, MD, Derek B. Purcell, MD, Ryan Nunley, MD and Jose A. Morcuende, MD,

PhD. Early Results of a New Method of Treatment for Idiopathic Congenital Vertical Talus. The

(24)

commit to user Memasang Padding.

Pasang padding yang tipis saja untuk mempermudah molding dari kaki. Pertahankan kaki dalam posisi koreksi yang maksimal dengan memegang ibu jari dan dengan menekan (counter pressure) kaput talus selama pemasangan gips. 3 Pemasangan Gips.

Pertama pasang gips di bawah lutut dan kemudian lanjutkan gips sampai

paha atas. Mulai dengan tiga atau empat putaran dekat jari kaki kemudian bergerak ke proksimal sampai lutut. Pasang gips dengan halus. Tambahkan sedikit tarikan pada gips di atas tumit. Kaki dipegang pada ibu jari dan gips diputar di atas jari-jari pemegang agar tersedia ruang yang cukup untuk pergerakan jari-jari. Jangan melakukan koreksi secara paksa menggunakan gips. Gunakan tekanan yang ringan.3 Jangan menekan secara konstan kaput talus menggunakan ibu jari, tapi tekan dan lepas secara berulang untuk mencegah decubitus dari kulit. 3

Bentuk gips di atas kaput talus sambil memegang kaki pada posisi yang telah dikoreksi. Perhatikan bahwa ibu jari dari tangan kiri membentuk gips di atas kaput talus sedangkan tangan kanan membentuk kaki depan dalam supinasi. Tumit dibentuk dengan melakukan counter pada gips di atas tuberositas posterior dari calcaneus. Maleolus dibentuk dengan baik. Proses molding ini hendaknya merupakan proses yang dinamik, sehingga harus sering menggerakan jari-jari untuk mencegah tekanan yang berlebihan pada satu lokasi. Lanjutkan molding sambil menunggu gips keras. Lanjutan Gips ke paha. Gunakan padding pada proksimal paha untuk mencegah iritasi kulit. Gips dapat dipasang berulang (bolak-balik) pada sisi anterior lutut untuk kekuatan dan untuk mencegah kebanyakan gips pada daerah fossa poplitea, yang akan mempersulit pelepasan gips.

(25)

commit to user

Setelah pemasangan gips selesai, kaki akan tampak over-koreksi dalam posisi adduksi dibandingkan kaki normal saat berjalan. Hal ini bukan suatu

over-koreksi. Namun merupakan koreksi penuh adduksi maksimal normal. Adduksi penuh membantu mencegah rekurensi dan tidak menciptakan over-koreksi. 3

Cast diganti di klinik setiap minggu, dan dilakukan manipulasi yang sama pada setiap aplikasi cast. Pada cast terakhir sangat penting mempertahankan posisi kaki dalam maximum plantar fleksi dan inversi untuk mempertahankan stretching pada dorsolateral tendon yang kontraktur, capsul sendi dan kulit. Tidak dilakukan koreksi equinus pada serial casting.

Gambar 4. Gambar klinis setelah pemasangan cast

(26)

commit to user

Gambar 5. pinning fiksasi talonavicular joint (a), tendo achiles lengthening (b) 3

Matthew B. Dobbs, MD, Derek B. Purcell, MD, Ryan Nunley, MD and Jose A. Morcuende, MD,

PhD. Early Results of a New Method of Treatment for Idiopathic Congenital Vertical Talus. The

Journal of Bone and Joint Surgery (American). 2006;88:1192-1200

Setelah talonavicular tereduksi dan difiksasi dengan Kirschner wire, percutaneous tenotomy tendo Achilles dilakukan untuk mengkoreksi deformitas equinus yang dideskripsikan oleh Dobbs dan kawan untuk terapi dari clubfoot. Beaver eye blade (Becton Dickinson, Franklin Lakes, New Jersey) dimasukkan melalui kulit pada sisi medial tendo Achilles sekitar 1 cm di atas insersinya pada calcaneus dengan permukaan cutting dari blade diarahkan ke proksimal. Permukaan bawah dari tendon diraba dengan ujung blade, kemudian dirotasikan

45˚ untuk memisahkan tendo dari ventral ke dorsal. Kirschner wire mencegah kehilangan hasil reduksi dari talonavicular joint saat hindfoot diposisikan

dorsifleksi.

Preparasi

Persiapan keluarga. Beri penjelasan kepada keluarga prosedure yang akan dilakukan.

Tenotomy 3

(27)

commit to user

kemudian digerakkan sedikit ke posterior. Dirasakan sebagai “pop” saat pisau merelease tendon. Tendon dipotong seluruhnya (komplet) jika sensasi ”pop”

sudah dirasakan. Tambahan 15-20° dorsofleksi didapatkan setelah tenotomy. 3,6,7

Gambar 6. Perkutaneus Tenotomy

(Ponseti IV. Congenital ClubfootFundamentals of Treatment. Oxford Medical Publication. 2000)

Gips Post-tenotomy

Long leg cast kemudian dipasang dengan posisi kaki netral dan ankle dorsofleksi 5°. Cast di ganti di klinik dua minggu. Long leg cast yang baru dipasang dengan ankle pada posisi 10° - 15° dorsifleksi selama tiga minggu, k-wire di off enam minggu.

Bracing

Solid orthosis dipakai selama 23 jam dalam sehari sampai anak usia berjalan, dan orthosis dipakai saat anak sudah bisa berjalan sampai usia 2 tahun.

Follow up

Jadwalkan kunjungan untuk kembali dalam 10-14 hari untuk memonitor

(28)

commit to user G. KERANGKA PEMIKIRAN

H. Hipotesa

1. Terdapat perbedaan tingkat keberhasilan klinis Reverse Ponseti method untuk terapi Idiophatic CVT dengan Syndromic CVT?

2. Terdapat perbedaan tingkat keberhasilan klinis Reverse Ponseti method

untuk terapi Idiophatic CVT antara penderita berumur <1 tahun dengan penderita ≥1 tahun ?

Group Usia

Ponseti: usia terbaik untuk dilakukan manipulasi 0-18 bulan.

Sebagai pemula : <1 tahun dan

≥ 1 tahun

Dilakukan manipulasi +cast / mgg

Jika plantar fleksi > 25˚à Rontgent serial VT, Jika TAMBA <30˚

Pinning Talonavicular joint (6 mgg) + ATL

Long Leg Cast: Dorsofleksi 5˚ (2 mgg)àpesan AFO 15˚ adduksi, 15˚ plantar fleksi

LLC 3 mgg 10-15˚ dorsofleksi

Bracing Periode

OUTCOME

(29)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah analitik observasional dengan tinjauan crossectional. B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta. C. Obyek Penelitian

Obyek penelitian yang digunakan adalah pasien dengan CVT yang datang di klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta.

Dengan kriteria inklusi:

1. Pasien yang telah menjalani periode bracing untuk terapi CVT 2. Semua tipe CVT baik Idiophatic maupun Syndromic

Kriteria Eksklusi:

1. Catatan mengenai kriteria yang akan dinilai tidak lengkap 2. Menolak dijadikan sampel penelitian.

D. Besar Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada semua penderita CVT yang datang di Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta, mulai 1 Desember 2008 sampai 31 Desember 2010 yang memenuhi kriteria inklusi.

E. Pengambilan Sampel

Data diambil dari catatan medis penderita yang berkunjung ke klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta .

F. Identifikasi variabel

1. Variabel bebas : usia, type VT 2. Variabel tergantung : outcome G. Definisi Operasional Variabel

1. Yang disebut sebagai CVT adalah pasien dengan kelainan Vertical Talus

(30)

commit to user

2. Usia adalah usia penderita pada saat pertama kali dilakukan manipulasi dan pengegipan Reverse Ponseti, saat operasi dan saat follow up terakhir. 3. Keberhasilan terapi dinilai dari outcome terapi dan efisiensi proses terapi 4. Outcome terapi : dinilai dengan mengukur klinis yakni mengukur Range

Of Motion (ROM) kaki pada saat follow up terakhir yang meliputi (1)

derajat ankle dorso flexi, (2) derajat ankle plantar fleksi dan (3) derajat

inversi. (4)eversi forefoot dan alignment yang kemudian dihitung dengan menggunakan Modified American Foot and Ankle Score (AFAS). serta radiologis mengukur Talo Axis- first Metatarsal Base angle (TAMBA) post casting, post operasi dan follow up terakhir dan dihitung dengan mengunakan Hamanishi score.

5. Nilai tiap pengukuran tersebut kemudian dibandingkan pada kelompok

usia dan kelompok jenis CVT.

6. Efisiensi proses terapi dinilai dari : (1) Jumlah pengegipan , (2) lamanya

terapi (minggu), (3) lama follow up. (4). Initial correction, (5) Loss of correction

7. Jumlah pengegipan adalah jumlah pengegipan dari sejak pertama kali

dilakukan sampai saat diputuskan untuk dilakukan tindakan operasi. 8. Lama terapi adalah waktu antara mulai pengegipan pertama sampai

dimulai bracing.

9. Lama follow up adalah interval waktu dari saat pasien pertama kali ditangani sampai follow up terakhir.

10. Initial correction adalah Nilai koreksi TAMBA saat post cast, post operasi dan follow up terakhir.

11. Lose of correction adalah Hilangnya koreksi TAMBA yang dibandingkan saat post cast. Post operasi dan saat follow up terakhir

H. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 12 Januari 2011 – 12 Maret

(31)

commit to user I. Langkah pengumpulan data

1. Setelah dilakukan anamnesa, dilakukan pemeriksaan klinis, kemudian

dilakukan pemeriksaan radiography.

2. Setelah diagnosis ditegakkan dan sebelum terapi dimulai, kepada keluarga penderita dijelaskan mengenai Reverse Ponseti Method: cara manipulasi,

casting, tujuannya, keunggulannya, jadwal kunjungan, perlunya tenotomi dan pinning talonavicular, bracing, lamanya bracing serta perlunya konsisten

dalam melakukan setiap tahapan terapi. Setelah keluarga memahami serta memberikan persetujuan maka dilakukan manipulasi dan casting dengan Reverse Ponseti Method.

3. Manipulasi dan pengegipan dilakukan seminggu sekali oleh Konsulen

Pediatri Orthopaedi dr Anung Budi Satriadi SpOT (ABS). Pada setiap kunjungan dicatat komplikasi ( bila ada ) , nomer casting yang akan dilakukan.

4. Manipulasi dan casting dilakukan sampai plantar fleksi >25˚. Kemudian

dilakukan pemeriksaan radiography kontrol. Jika TAMBA) <30˚ dilanjutkan ATL dan pinning talonavicular joint.

5. Jika TAMBA >30˚ atau plantar flexion <25°, dan forefoot adduction

<10°, maka dilakukan Operasi Reconstruksi.

6. Informed consent dimintakan kepada keluarga penderita sebelum

dilakukan ATL dan pinning talonavicular atau operasi reconstruksi. 7. Post operasi dilakukan pemeriksaan radiography kontrol

8. Data diambil setelah penderita menjalani periode bracing.

9. Data kemudian dikelompokkan berdasarkan kelompok usia dan kelompok jenis CVT

10. Dilakukan analisa data

J. Managemen Data

1. Data dikumpulkan dengan menggunakan Lembar Pengumpul Data serta

(32)

commit to user

2. Kelompokkan berdasarkan sifat kelainan : Idiophatic dan Syndromic 3. Kelompokkan berdasarkan Umur pada saat operasi: Kelompok < 1 tahun

dan Kelompok ≥1 tahun

4. Dilakukan analisa statistic masing-masing variable pengukuran

5. Tabulasi data untuk meringkas seluruh hasil pengukuran beserta uji statitiknya

K.Analisa Data

1. Data demografi dinyatakan dalam prosentase dan perbandingan

2. Hasil outcome dinyatakan dalam perbandingan (dibandingkan dengan

usia dan type VT)

L. Desain Penelitian

Outcome Yang dibandingkan Uji Hipotesis

AFAS Idiophatic Syndromic test Kruskal- Wallis

AFAS umur < 1 thn ≥ 1 tahun test Kruskal- Wallis

Hamanischi score Idiophatic Syndromic test Kruskal- Wallis

Hamanischi score umur < 1 thn ≥ 1 tahun test Kruskal- Wallis

Loss of correction Idiophatic Syndromic test Kruskal- Wallis

Loss of correction umur < 1 thn ≥ 1 tahun test Kruskal- Wallis

CVT Reverse Ponseti

Method

Jenis

OUTCOME

Ketaatan

(33)

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dari penelitian yang dilakukan di Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta, antara tanggal 1 Desember 2008 sampai dengan 31 Desember 2010 didapatkan hasil penelitian 21 kaki dari 16 pasien.

Distribusi usia.

Dari 16 pasien didapatkan rentang usia antara 0 bulan hingga 60 bulan pada saat dimulai terapi. Frekuensi usia terbanyak saat mulai terapi adalah pada usia kurang dari 1 tahun sebanyak 9 pasien (56,3%).

Gambar 7. Distribusi CVT berdasarkan usia

usia < 1 thn usia ≥ 1 thn

idiopatik 4 3

sindromik 5 4

4

3 5

4

0 1 2 3 4 5 6

(34)

commit to user

Jenis kelamin.

Didapatkan 6 orang (37,5%) laki-laki dan 10 orang (62,5%) wanita.

Gambar 8. Distribusi CVT berdasarkan jenis kelamin

Sisi.

Kaki yang terlibat didapatkan 11 pasien (69%) unilateral dan 5 pasien (31%) bilateral.

Gambar 9. Distribusi CVT berdasarkan sisi kaki yang terlibat

Jenis Vertikal Talus

(35)

commit to user Gambar 10. Distribusi berdasarkan jenis VT

Jumlah pengegipan

Jumlah pengegipan yang diperlukan saat pertama kali dilakukan sampai dengan tindakan operasi berdasarkan kelompok usia dan jenis VT.

Tabel 2. Rata-rata jumlah pengegipan berdasarkan kelompok usia

Kelompok

Tabel 3. Rata-rata jumlah pengegipan berdasarkan kelompok jenis VT

(36)

commit to user Gambar 11. Distribusi berdasarkan jumlah pengegipan

Gambar 12. Distribusi berdasarkan jumlah pengegipan seluruh pasien

Lama Terapi

Lamanya terapi yang dihitung dari saat pertama kali mulai pengegipan sampai dengan saat tindakan bracing

Tabel 4. Rata-rata lama terapi berdasarkan kelompok usia

(37)

commit to user

Tabel 5. Rata-rata lama terapi berdasarkan kelompok jenis VT

Jenis VT Rata-rata

Gambar 13. Distribusi berdasarkan lama terapi

Pemeriksaan pasif motion

Pada saat periode bracing, dilakukan pemeriksaan ankle dorsoflexion, plantarflexion, dan inversi eversi forefoot. Hasilnya seperti pada tabel6 di bawah ini :.

Tabel 6. Pemeriksaan pasif motion berdasarkan kelompok usia Kelompok

(38)

commit to user Dorsofleksi

< 1 45,5 2,84 40-50 45

≥1 40,5 5,68 30-45 45

Inversi

< 1 49 8,1 40-60 45

≥1 49,1 8,89 40-60 45

Eversi

< 1 54 6,58 45-65 50

≥1 56,7 7,10 45-65 65

Tabel 7. Pemeriksaan pasif motion berdasarkan kelompok jenis VT

Jenis VT Rata-rata

(derajat) SD

Rentang (bulan)

Frekuensi terbanyak

Plantar flexi

Idiophatic 43,5 2,42 40-45 45

Syndromic 42,3 2,61 40-45 40

Dorsofleksi

Idiophatic 44,5 2,84 40-50 45

Syndromic 41,4 6,36 30-45 45

Inversi

Idiophatic 50,5 8,32 40-60 45

Syndromic 47,8 8,48 40-60 40

Eversi

Idiophatic 59 6,15 45-65 65

(39)

commit to user

Gambar 14. Distribusi berdasarkan pemeriksaan pasif motion

Lama Follow up

Lama waktu mulai dari pasien pertama kali ditangani sampai dengan kontrol terakhir

Tabel 8. Lama follow up berdasarkan kelompok usia

Kelompok

Tabel 9. Lama follow up berdasarkan kelompok jenis VT

(40)

commit to user Gambar 15. Distribusi berdasarkan lama follow up

TAMBA

Adapun hasil pengukuran TAMBA post cast, post operasi dan saat follow up terakhir berdasarkan kelompok usia dan kelompok jenis VT adalah sebagai berikut :

Tabel 10.Pengukuran TAMBA berdasarkan kelompok usia

(41)

commit to user

Tabel 11. Pengukuran TAMBA berdasarkan kelompok jenis VT

Jenis VT Rata-rata

Gambar 16. Distribusi CVT berdasarkan pengukuran TAMBA

10.8

post cast post op follow up

(42)

commit to user

BAB V

DISKUSI

Dari 1 Desember 2008 sampai dengan 31 Desember 2010 terdapat 16 penderita ( 21 kaki ) CVT yang datang ke Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta yang memenuhi kriteria inklusi.

Demografi .

Dari 16 pasien tersebut 6 (37,5%) diantaranya adalah laki-laki, sementara 10 pasien (62,5%) wanita. Sedangkan pasien dengan kaki yang terkena bilateral didapatkan 5 pasien (31%), unilateral sebanyak 11 pasien (69%). Tadjihan menyebutkan tidak ada perbedaan insidensi laki-laki dibandingkan wanita dan bilateral pada 50% kasus.1

Jumlah pengegipan.

Rata-rata jumlah pengegipan berdasarkan kelompok usia adalah 6,5 kali dan berdasarkan kelompok jenis VT adalah 6,5. Sedangkan jumlah pengegipan pada masing-masing kelompok usia dan kelompok jenis vertikal talus dapat dilihat di Tabel 12 dibawah ini. Perbedaan jumlah pengegipan masing-masing kelompok umur dan jenis VT tidak berbeda secara bermakna (p>0,05)

Tabel 12. Perbedaan jumlah pengegipan berdasarkan kelompok usia

Kelompok Usia (tahun) Rata-rata (kali) Significance

<1 6,6

p=0,890

≥1 6,4

*catatan: Level significance p<0,05

Tabel 13. Perbedaan jumlah pengegipan berdasarkan kelompok jenis VT

Kelompok jenis CVT Rata-rata (kali) Significance

Idiophatic 5,5

p=0,051

Syndromic 7,5

(43)

commit to user

Hasil ini menunjukkan bahwa usia tidak mempengaruhi jumlah pengegipan. Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh adanya penderita usia < 1 tahun yang juga masuk dalam kelompok syndromic VT serta ada juga penderita yang lama dilakukan pengegipan karena menunggu kesiapan dana untuk dilakukan tindakan operasi. Jose A. Morcuende, dkk( 1980 )2,3 pada terapi kaki idiophatic CVT memerlukan pengegipan rata-rata 5 kali pengegipan. Hasil

serupa juga didapatkan oleh Atul Bhaskar, Mumbai,India. Namun pada kelompok jenis VT didapatkan hasil perhitungan statistik p=0,051. Hasil yang mendekati nilai perbedaan bermakna antara kelompok Idiophatic dan Syndromic. Ini dapat dibuktikan bahwa secara umum kelompok Syndromic memerlukan rata-rata jumlah pengegipan yang lebih lama dibandingkan dengan Idiopatic. Hal ini dimungkinkan karena derajat deformitas awal yang lebih berat pada kelompok Syndromic sehingga memerlukan pengegipan yang lebih sering. Selain menunjukkan bahwa jumlah pengegipan di Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta hampir sama dengan peneliti lain, data-data diatas juga menunjukkan bahwa Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta dapat menangani dengan baik kasus-kasus Syndromic VT dengan Reverse Ponseti Method.

Lama Terapi.

Lama terapi adalah waktu antara mulai pengegipan pertama sampai dimulai bracing. Dari penelitian ini didapatkan bahwa lama terapi pada seluruh kelompok umur dan kelompok jenis vertikal talus adalah 3,4 bulan. Perbedaan lama terapi antara kelompok usia dan kelompok jenis VT didapatkan tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p>0,05). Ada pengecualian pada satu penderita syndromic VT dengan usia 60 bulan memerlukan lama terapi 4,5 bulan dikarenakan memerlukan pengegipan yang lebih sering dibanding yang

(44)

commit to user

Tabel 14 . Perbedaan rata-rata lama terapi pada kelompok usia

Kelompok

Tabel 15. Perbedaan rata-rata lama terapi pada kelompok jenis VT

Jenis VT Rata-rata memerlukan waktu koreksi yang hampir sama, baik pada kelompok usia maupun kelompok jenis VT. Untuk membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian lain diberbagai dunia, maka dibawah ini dapat dilihat tabel yang meringkaskan metode dan hasil penelitian tersebut

(45)

commit to user

Evaluasi Outcome Terapi .

Jose A. Morcuende,dkk menggunakan Adelaar scoring system untuk menilai outcome terapi. Karena penelitian ini juga meneliti kelompok usia kurang dari 1 tahun, sehingga ada yang belum berjalan dan belum bisa memberikan self assesment maka peneliti memodifikasi American Foot and Ankle Scoring system

(AFAS) dengan hanya mengevaluasi hindfoot motion, sagital motion dan

alignment. 15

Tabel 17. Modifikasi AFAS

Modified American Foot and Ankle Score

Hindfoot Motion ( inversion + eversion )

24 : good 12-23 : fair 0-11 : poor

· Normal or mild restriction (75%-100% normal) 8

· Moderate restriction (25%-74% normal) 4

· Marked restriction (less than 25% normal 0

Sagital Motion ( flexion + extension )

· Normal or mild restriction (30° or more) 6

· Moderate restriction (15°-29°) 3

· Severe restriction (less than 15°) 0

Alignment

· Good, plantigrade foot, ankle-hindfoot well

aligned

10

· Fair, plantigrade foot, some degree of ankle-

hindfoot malalignment observed, no symptoms 5

· Poor, nonplantigrade foot, severe malalignment,

symptoms

(46)

commit to user

Hasil outcome terapi ( AFAS) pada kelompok usia diringkas dalam table 18 dan 19 dibawah ini .

Tabel 18. Perbandingan kelompok usia dengan AFAS

Usia AFAS Significance

< 1th 24 (GOOD)

P=1,000

≥ 1

tahun 24 (GOOD)

*catatan: Level significance p<0,05

Tabel 19. Perbandingan kelompok vertical talus dengan AFAS

Jenis VT AFAS Significance Idiophatic 24 (GOOD)

P=1,000 Syndromic 24 (GOOD)

*catatan: Level significance p<0,05

Secara statistik jika dibandingkan antara kelompok usia tersebut hasilnya tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05). Hal ini berarti AFAS pada semua kelompok usia dan jenis VT adalah sama. Atau dengan kata lain berapapun usia saat dimulai manipulasi, berapapun jumlah pengegipan, lamanya terapi, maka AFAS adalah sama baiknya. Dan baik Idiophatic maupun Syndromic CVT, maka

(47)

commit to user

Tabel 20. Perbandingan kelompok usia dan jenis CVT dengan AFAS

Kategori < 1 tahun ≥ 1 tahun Idiophatic Syndromic Derajat Skor Derajat Skor Derajat Skor Derajat Skor

Dorsoflexion 45,5 6 40,5 6 44,5 6 41,4 6

Plantarflexion 42,5 6 43,2 6 43,5 6 42,3 6

Inversi 49 8 49,1 8 50,5 8 47,8 8

Eversi 54 8 56,7 8 59 8 51,8 8

alignment good 10 good 10 Good 10 Good 10

*catatan : 1. Masing-masing kategori mencapai nilai maksimal 2. Total score masing-masing kelompok :24

Pada evaluasi hasil outcome radiologis, kami menggunakan hamanischi score sama seperti peneliti lain dengan kriteria sebagai berikut 16,17 :

Tabel 21. Hamanischi score

TAMBA

Good < 10˚

Fine 10˚ - 30˚

Semiluxation 30˚ - 60˚

Dearticulation >60˚

(48)

commit to user Tabel 22. Perbandingan Hamanischi score

Kategori < 1 tahun ≥ 1 tahun idiopatik sindromik Derajat Skor Derajat Skor Derajat Skor Derajat Skor

Pada hasil perhitungan statistik didapatkan :

Tabel 23. Perbedaan Hamanischi score pada kelompok usia

Usia < 1 tahun Usia ≥ 1

Tabel 24. Perbedaan Hamanischi score pada kelompok jenis VT

Idiopatik CVT sindromik

Dari hasil perhitungan di atas tidak terdapat perbedaan bermakna

(49)

commit to user

Hasil penelitian inipun dibandingkan dengan nilai normal berdasarkan perhitungan Vanderwilde sebagai berikut :

Tabel 25. Perbandingan rata-rata TAMBA saat follow up terakhir dengan

pengukuran Vanderwilde

UMUR

<Thn>

TAMBA VANDERWILDE

< 1 7,9 15 ± 2 SD

≥ 1 9,6 10 ± 2 SD

Gambar 17. Pengukuran TAMBA oleh Vanderwilde

Vanderwilde R, Staheli LT, Chew DE, Malagon V. Measurements on radiographs of the foot in normal infants and children. J Bone Joint Surg

(50)

commit to user

Dari hasil diskusi di atas, maka dapat diambil poin-poin penting pada penelitian ini :

1. Pengukuran dengan modified AFAS pada pasien CVT menunjukkan bahwa 100% penderita mempunyai satisfactory functional result (AFAS=Good)

2. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada evaluasi AFAS (passive hindfoot motion , sagital motion dan alignment) antar kelompok usia serta kelompok jenis CVT.

3. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna Hamanischi score pada

kelompok usia serta kelompok jenis CVT. Namun pada kedua kelompok didapatkan perbaikan Hamanischi score post cast,post operasi dan follow up terakhir dibandingkan dengan pre cast

4. Tidak ada penderita yang memerlukan mayor reconstruksi surgery

5. Loss of correction rate : 0%

6. Rata-rata jumlah pengegipan untuk kelompok usia dan jenis CVT adalah

6,5 kali.

7. Perbedaan jumlah pengegipan antar kelompok usia dan jenis CVT secara

statistik tidak bermakna. Namun pada kasus Syndromic membutuhkan lama pengegipan yang lebih panjang.

8. Lama terapi pada seluruh kelompok adalah 3,4 bulan . Perbedaan lama

terapi antar kelompok usia dan jenis CVT tidak bermakna secara statistik

(51)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan :

1. Keberhasilan terapi CVT pada kelompok usia dan kelompok jenis CVT di

Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta diukur dari outcome terapi adalah 100 %.

2. Keberhasilan terapi CVT di Klinik RSO Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta

diukur dari efisiensi proses terapi adalah sama dengan hasil terapi peneliti lain

3. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada penilaian AFAS antar

kelompok usia serta kelompok jenis CVT.

4. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada pengukuran Hamanischi score

antar kelompok usia dan kelompok jenis CVT

5. Tidak didapatkan perbedaan bermakna jumlah pengegipan antar kelompok

usia

6. Terdapat perbedaan bermakna pada jumlah pengegipan antar kelompok

jenis CVT.

7. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada lamanya terapi antara

masing-masing kelompok usia serta kelompok jenis CVT.

8. Penelitian awal ini membuktikan bahwa Reverse Ponseti Method

merupakan protokol terapi yang sederhana dan efektif.

B. Saran

1. Penelitian ini merupakan penelitian awal dengan follow-up relatif

singkat oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan penelitian longterm follow up untuk mengetahui efektifitas bracing periode, karakteristik

(52)

commit to user

Gambar

Tabel 25. Perbandingan  rata-rata TAMBA saat follow up terakhir dengan
Gambar 1  . Gambar klinis deformitas pada CVT
Tabel 1 . Pengukuran Sudut 1
Gambar 3. Teknik manipulasi 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Carole Jaya mengembangkan produk olahan daging sapi berupa Dendeng Sapi sebagai salah satu cara pengawetan daging dan juga untuk meningkatkan nilai jual dari daging sapi

Menurut Houglum (2005), prinsip rehabilitasi harus memperhatikan prinsip- prinsip dasar sebagai berikut: 1) menghindari memperburuk keadaan, 2) waktu, 3) kepatuhan, 4)

Tawaf terdiri dari beberapa macam yaitu tawaf rukun (tawaf Ifadah dan tawaf rukun umrah), tawaf qudum (sunah bagi haji ifrad dan qiran tapi tidak sunah bagi haji tamattu’),

Ada tiga analisis dalam penelitian ini, yaitu: Reduksi data (data reduction), paparan data (data display), dan kesimpulan. Jenis Pola Asuh Orang Tua untuk Membina Anak

Mengenai kebenaran beliau, Hadrat Masih Mau'ud ‘alaihis salaam menulis: 'Aku melihat bahwa orang yang mau mengikuti alam dan hukum alam telah diberikan kesempatan bagus oleh

Adapun judul skripsi ini adalah ”Sanitasi dan Pemantauan Jentik Nyamuk pada Toilet Sekolah Dasar Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Untuk menghindari kejenuhan konsumen dan menarik minat beli konsumen Dengan pelaksanaan pengembangan produk pada CV.MELO44 diharapkan produk yang dutawarkan akan menjadi