• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji analgetik ekstrak etanol 70% daun kepel [Stelechocarpus burahol [BI] Hook.f.& Th.] pada mencit putih jantan swiss dengan metode rangsang kimia - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji analgetik ekstrak etanol 70% daun kepel [Stelechocarpus burahol [BI] Hook.f.& Th.] pada mencit putih jantan swiss dengan metode rangsang kimia - USD Repository"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

UJI ANALGETIK EKSTRAK ETANOL 70% DAUN KEPEL (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) PADA MENCIT PUTIH JANTAN SWISS

DENGAN METODE RANGSANG KIMIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Indra Perdana NIM: 048114066

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2008

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(2)

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(3)

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(4)

iv

Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam

kelemahanlah kuasaku menjadi sempurna

( II Korintus 12:9)

I dedicated this work for:

Jesus Christ

All generous and kind persons, who give their blood for

them who need it

My Father and My Mother,

who gave me life and love

My little sister, Yipi

for all the inspiration when I was confused

for all you gave to me

My honor Almamater

And everybody who ever

entered my life

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(5)

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(6)

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(7)

vii

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya

sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Uji Analgetik Ekstrak Etanol 70% Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) pada Mencit Putih Jantan Swiss dengan Metode Rangsang Kimia”, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu.

Dalam menyusun skripsi ini penyusun banyak mendapat bantuan berupa

bimbingan, dorongan, sarana, maupun finansial dari berbagai pihak. Untuk itu

penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta.

2. Arief Rahman Hakim, M.Si, Apt., selaku Dosen Pembimbing Utama atas

bimbingan, pengarahan, dan dukungannya selama penelitian sampai penyusunan

skripsi ini.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

masukan, kritik,dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. dr. Fenty, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik,dan

saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Segenap dosen yang telah memberikan waktu dan bimbingan yang sangat

bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat dan Mas Ottok yang telah membantu dalam

terlaksananya penelitian ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(8)

viii

7. Teman-teman seperjuanganku di Laboratorium, Anggi, Mei, Siska dan Filisia,

yang banyak membantu saat penelitian.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penyelesaian skripsi ini.

Penyusun menyadari bahwa penelitian yang telah dilakukan untuk

penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian penyusun

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan

ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Juni 2008

Penyusun

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(9)

ix

INTISARI

Tanaman kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) sering digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk menurunkan kadar kolesterol, memperlancar air seni (diuretik), pengobatan asam urat, alat pencegah kehamilan tradisional, dan juga sebagai deodoran alami.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola satu arah. Metode yang digunakan adalah metode induksi kimia. Empat puluh dua ekor mencit jantan, galur Swiss, berat badan antara 20-30 gram, umur 2-3 bulan, dibagi secara acak yaitu kelompok kontrol negatif yang diberi CMC-Na 0,5%, kelompok kontrol positif yang diberi parasetamol dosis 91 mg/kgBB, dan kelompok yang diberi perlakuan ekstrak etanol daun kepel per oral dalam 4 peringkat dosis berturut-turut sebesar 35 mg/kgBB; 140 mg/kgBB; 560 mg/kgBB; dan 2240 mg/kgBB. Limabelas menit kemudian mencit diinduksi asam asetat dosis 100 mg/kgBB secara intraperitonial. Geliat yang timbul diamati dan dicatat tiap 5 menit selama 60 menit. Jumlah kumulatif geliat diubah ke dalam bentuk persen penghambatan terhadap geliat. Data yang diperoleh dianalisis secara

statistik dengan One-way ANOVA dilanjutkan dengan uji LSD dengan taraf

kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun kepel mempunyai efek analgetik. Persen penghambatan terhadap geliat untuk parasetamol dosis 91 mg/kgBB sebesar 55,71 % dan ekstrak etanol daun kepel dosis 35 mg/kgBB; 140 mg/kgBB; 560 mg/kgBB; dan 2240 mg/kgBB berturut-turut sebesar 38,04%; 58,21%; 77,75%; dan 43,24%.

Kata kunci: analgetik, ekstrak etanol daun kepel

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(10)

x

ABSTRACT

Kepel plants(Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) often used by Indonesian people to decrease cholesterol level, diuretic, nerve acid therapy, prevent pregnancy traditionally, and natural deodorant.

The genre of this research is pure experimental in which the program of this research is random research plan, complete, and one-direction pattern. The method used in this research is chemical induction method. The research uses 42 male mice of Swiss groove, it weights 20-30 grams, and the age is 2-3 months. The 42 mices are divided into 6 groups based on its treatment, are the group of negative control is given CMC-Na 0,5%, the group of positive control is given paracetamol dosage 91 mg/kgBB, and the group of treatment is given extract ethanol of kepel leaves per orally in four different various dosage respectively, i.e.: 35 mg/kgBW; 140 mg/kgBW; 560 mg/kgBW; and 2240 mg/kgBW. Fifteen minutes after the treatment, the mice is induced by acetate acid with dosage 100 mg/kgBB intra peritoneally. The writhes are watched closely and booked every 5 minutes in 60 minutes. The accumulation numbers of the writhes are transferred into the form of resistance percentage toward the writhes. The data which is got from the calculation, later, is analyzed statistically with one-way ANOVA test, then, the step is continued with LSD

with interval 95%.

The result showing that ethanolic extract of kepel’s leaves has analgetic effect. Analgetic effect paracetamol at 91 mg/kgBW respectively, 55.71% and ethanolic extract of kepel’s leaves at 35 mg/kgBW; 140 mg/kgBW; 560 mg/kgBW; and 2240 mg/kgBW, respectively, 38.04%; 58.21%; 77.75%; and 43.24%.

Key words : analgetic, ethanolic exstract of kepel’s leaves

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(11)

xi

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

PRAKATA ... vii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 2

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat teoritis ... 7

2. Manfaat praktis ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(12)

xii

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A. Tanaman Kepel ... 8

1. Keterangan Botani... 8

2. Deskripsi ... 8

3. Kandungan kimia ... 9

4. Khasiat ... 10

B. Flavonoid ... 10

1. Sifat kelarutan dan isolasi ... 11

2. Karakterisasi ... 12

3. Kegunaan ... 12

C. Metode Penyarian ... 13

1. Infudasi ... 13

2. Maserasi ... 14

3. Perkolasi ... 14

D. Radikal Bebas dan Antioksidan ... 15

1. Radikal bebas ... 15

2. Antioksidan ... 17

E. Nyeri ... 18

F. Analgetika ... 23

1. Analgetika narkotik ... 23

2. Analgetika non narkotik ... 24

G. Parasetamol ... 25

H. Metode Pengujian Efek Analgetik ... 26

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(13)

xiii

1. Golongan analgetika narkotika ... 26

2. Golongan analgetika nonnarkotika ... 29

I. Landasan Teori ... 30

J. Hipotesis ... 31

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 32

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 32

1. Variabel utama ... 32

2. Variabel pengacau ... 32

3. Definisi operasional ... 33

C. Bahan Penelitian ... 34

D. Alat atau Instrumen Penelitian ... 35

E. Tata Cara Penelitian ... 36

1. Pembuatan sediaan uji ... 36

2. Pemilihan hewan uji ... 40

3. Penetapan kriteria geliat ... 40

4. Uji pendahuluan ... 41

5. Pengujian efek analgetik kelompok perlakuan ... 45

6. Analisis data ... 47

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Pengumpulan Bahan dan Pembuatan Serbuk ………... 49

B. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kepel ... 50

C. Uji Pendahuluan ... 51

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(14)

xiv

1. Penetapan dosis asam asetat ... 51

2. Penetapan kontrol negatif ... 53

3. Penetapan dosis parasetamol dan dosis ekstrak etanol daun kepel ... 55

4. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap parasetamol ... 59

5. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap ekstrak etanol daun kepel ... 61

D. Pengujian Efek Analgetik Kelompok Perlakuan ... 64

E. Perbandingan Daya Analgetik Ekstrak Etanol Daun Kepel Antara Mencit Jantan dan Mencit Betina ... 70

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74

LAMPIRAN ... 78

BIOGRAFI PENULIS ... 112

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah kumulatif geliat pada penetapan dosis asam asetat ... 52

Tabel 2. Jumlah kumulatif geliat pada penetapan kontrol negatif ... 54

Tabel 3. Jumlah kumulatif geliat dan % penghambatan terhadap geliat

pada penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol daun

kepel ... 57

Tabel 4. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada

penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol daun kepel ... 58

Tabel 5. Jumlah kumulatif geliat dan % penghambatan terhadap geliat

pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap

parasetamol ... 59

Tabel 6. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada

penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap

parasetamol ... 61

Tabel 7. Jumlah kumulatif geliat dan % penghambatan terhadap geliat

pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap

ekstrak ... 62

Tabel 8. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada

penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap ekstrak

etanol daun kepel ... 63

Tabel 9. Jumlah kumulatif geliat dan % penghambatan terhadap geliat

pada seluruh kelompok perlakuan ... 65

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(16)

xvi

Tabel 10. Hasil analisis uji LSD % penghambatan terhadap geliat pada

seluruh kelompok perlakuan ... 67

Tabel 11. Persen penghambatan terhadap geliat seluruh kelompok

perlakuan pada mencit jantan dan mencit betina ... 70

Tabel 12. Data jumlah geliat mencit pada penetapan dosis asam asetat ... 83

Tabel 13. Data jumlah geliat mencit pada penetapan kontrol negatif ... 85

Tabel 14. Data jumlah geliat mencit pada penetapan dosis parasetamol

dan ekstrak etanol daun kepel ... 87

Tabel 15. Data % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis

parasetamol dan ekstrak etanol daun kepel ... 89

Tabel 16. Data jumlah geliat mencit pada penetapan selang waktu

pemberian asam asetat terhadap parasetamol ... 91

Tabel 17. Data % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang

waktu pemberian asam asetat terhadap parasetamol ... 94

Tabel 18. Data jumlah geliat mencit pada penetapan selang waktu

pemberian asam asetat ekstrak etanol daun kepel ... 96

Tabel 19. Data % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang

waktu pemberian asam asetat terhadap ekstrak etanol daun

kepel ... 98

Tabel 20. Data jumlah kumulatif geliat mencit pada pengujian efek

analgetik seluruh kelompok perlakuan ... 100

Tabel 21. Data % penghambatan terhadap geliat pada pengujian efek

analgetik seluruh kelompok perlakuan ... 106

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(17)

xvii

Tabel 22. Data potensi relatif ekstrak terhadap parasetamol pada pengujian

efek analgetik... 109

Tabel 23. Data % penghambatan terhadap geliat seluruh kelompok

perlakuan pada mencit jantan dan mencit betina ... 110

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur kimia isolat ekstrak etanol daun kepel ... 9

Gambar 2. Kerangka dasar tipe-tipe flavonoid ... 11

Gambar 3. Perombakan asam arakhidonat ... 21

Gambar 4. Mekanisme Nyeri ... 22

Gambar 5. Struktur molekul Parasetamol ... 25

Gambar 6. Skema kerja penelitian ... 48

Gambar 7. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada penetapan dosis asam asetat ... 52

Gambar 8. Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat pada penetapan kontrol negatif ... 54

Gambar 9. (a) Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat, (b) Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol daun kepel ………... 57

Gambar 10. (a) Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat, (b) Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap parasetamol ………... 60

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(19)

xix

Gambar 11. (a) Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat, (b) Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap ekstrak ... 62

Gambar 12. (a) Diagram batang rata-rata jumlah kumulatif geliat, (b) Diagram batang rata-rata % penghambatan terhadap geliat pada seluruh kelompok perlakuan ... 66

Gambar 13. Diagram batang perbandingan efek analgetik seluruh kelompok perlakuan antara mencit jantan dan mencit betina ... 71

Gambar 14. Tanaman kepel ... 80

Gambar 15. Buah kepel... 80

Gambar 16. Serbuk daun kepel ... 81

Gambar 17. Ekstrak etanol daun kepel ... 81

Gambar 18. Empat peringkat dosis ekstrak etanol daun kepel ... 82

Gambar 19. Geliat mencit ... 82

Gambar 20. Plot penyebaran vs tingkat geliat terhadap perlakuan ... 103

Gambar 21. Plot penyebaran vs tingkat geliat terhadap jenis kelamin ... 103

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat determinasi tanaman kepel... 78

Lampiran 2. Foto tanaman, buah, serbuk daun kepel, ekstrak etanol

daun kepel, empat peringkat dosis ekstrak etanol daun

kepel, dan geliat mencit... 80

Lampiran 3. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis

statistik pada penetapan dosis asam asetat ... 83

Lampiran 4. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis

statistik pada penetapan kontrol negatif ... 85

Lampiran 5. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis

statistik pada penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol

daun kepel ... 87

Lampiran 6. Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis

statistik pada penetapan dosis parasetamol dan ekstrak etanol

daun kepel ... 89

Lampiran 7. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis statistik

pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap

parasetamol ... 91

Lampiran 8. Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis

statistik pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat

terhadap parasetamol ... 94

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(21)

xxi

Lampiran 9. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis statistik

pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat terhadap

ekstrak etanol daun kepel ... 96

Lampiran 10. Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis

statistik pada penetapan selang waktu pemberian asam asetat

terhadap ekstrak etanol daun kepel ... 98

Lampiran 11. Data jumlah kumulatif geliat mencit dan hasil analisis statistik

pada pengujian efek analgetik seluruh kelompok perlakuan .. 100

Lampiran 12. Data % penghambatan terhadap geliat dan hasil analisis

statistik pada pengujian efek analgetik seluruh kelompok

perlakuan ... 106

Lampiran 13. Data potensi relatif ekstrak terhadap parasetamol pada

pengujian efek analgetik ... 109

Lampiran 14. Hasil analisis statistik % penghambatan terhadap geliat antara

mencit jantan dan betina pada pengujian efek analgetik seluruh

kelompok perlakuan ... 110

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(22)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan obat tradisional

sejak dahulu kala. Obat tradisional merupakan salah satu alternatif yang digunakan

sebagai sarana perawatan kesehatan dan untuk menanggulangi berbagai macam

penyakit diantaranya sebagai antiinflamasi dan nyeri. Penggunaan obat tradisional

oleh masyarakat indonesia dilakukan karena obat tradisional dianggap relatif lebih

aman, praktis dan mudah untuk dibuat.

Nyeri merupakan suatu gejala yang umum dan sering terjadi mengikuti

salah satu atau lebih penyakit. Hampir sebagian besar penyakit memberi gejala nyeri

yang dimanifestasikan dalam bentuk rasa sakit pada organ atau jaringan pada tubuh

(Anonim, 1991).

Tanaman kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.) biasanya digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Secara ilmiah, telah dilakukan

banyak penelitian mengenai tanaman kepel. Pada pemberian infusa daun kepel

memiliki aktivitas anti inflamasi (Sriwidodo, 2004). Mekanisme terjadinya inflamasi

mirip dengan nyeri dimana terjadi pelepasan mediator-mediator penyebab

peradangan seperti serotonin, bradikinin, prostaglandin, dll. Oleh karena itu apabila

suatu zat memiliki antiinflamasi dimungkinkan zat tersebut juga memiliki efek

analgetik. Sutomo (2003) dan Supriyatna (2007) melaporkan adanya kandungan

senyawa flavonoid pada daun kepel. Hal ini berhubungan dengan senyawa flavonoid

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(23)

2

pada daun kepel yang dapat menetralkan radikal bebas. Apabila radikal bebas di

dalam tubuh jumlahnya berlebih maka dapat menyebabkan kerusakan jaringan.

Adanya flavonoid dapat menetralkan radikal bebas sehingga jumlahnya akan

berkurang dan rasa nyeri dapat dicegah.

Seberapa besar daya analgetik tanaman kepel sampai sekarang belum

diketahui, sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan uji efek analgetik dari

ekstrak etanol daun kepel pada mencit putih jantan dan akan dibandingkan pengaruh

jenis kelamin mencit terhadap besarnya daya analgetik ekstrak etanol daun kepel.

Pengujian efek analgetik yang dilakukan terhadap ekstrak etanol daun kepel

menggunakan metode rangsang kimia. Hal ini dikarenakan metode rangsang kimia

dapat digunakan sebagai langkah pengujian awal untuk mengetahui apakah suatu

senyawa memiliki efek analgetik atau tidak, selain itu metode ini sederhana dan

mudah dilakukan. Hewan uji yang digunakan dalam metode uji rangsang kimia

adalah mencit sebagaimana tercantum dalam acuan (Turner, 1965).

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan yang timbul antara

lain adalah :

1. Apakah ekstrak etanol daun kepel memiliki efek analgetik terhadap mencit putih

jantan melalui metode rangsang kimia?

2. Berapa besar persen daya analgetik yang dimiliki ekstrak etanol daun kepel

terhadap mencit putih jantan melalui metode rangsang kimia?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(24)

3

C. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Uji Analgetik Ekstrak Etanol 70% Daun Kepel pada

Mencit Putih Jantan Swiss dengan Metode Rangsang Kimia belum pernah dilakukan

sebelumnya. Adapun penelitian tentang tanaman kepel yang pernah dilakukan

adalah:

1. Toksisitas Akut Ekstrak Metanol dan Ekstrak Kloroform Daun Kepel

(Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) Terhadap Larva Artemia salina

Leach (Widiastuti, 2000). Hasil menunjukkan bahwa ekstrak metanol

menunjukkan efek toksik dengan LC50 257 μg/ml, sedangkan ekstrak kloroform

tidak toksik dengan LC50 1053 μg/ml.

2. Pengaruh Infusa Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) Terhadap Kadar Asam Urat Serum Darah Ayam Terinduksi Hati (Hening, 2002).

Hasil menunjukkan bahwa infusa daun kepel dengan dosis 0,98 g/kgBB; 1,47

g/kgBB; dan 2,205 g/kgBB terbukti mampu menurunkan kadar asam urat dalam

serum darah ayam. Makin tinggi dosis maka kemampuan menurunkan kadar

asam urat semakin besar.

3. Skrining Fitokimia dan Penentuan Identitas Makroskopik dan Mikroskopik Daun

Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) (Oktaviani, 2002). Hasil pemisahan KLT menunjukkan bahwa daun kepel mengandung senyawa kimia

golongan antrakinon, flavonoid, dan kumarin.

4. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) Terhadap Penghambatan Pertumbuhan Sel HELA (Aryuni, 2002).

Hasil menunjukkan ekstrak metanol daun kepel bersifat sitotoksik terhadap sel

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(25)

4

HELA secara in vitro dengan LC50 setelah inkubasi selama 72 jam sebesar

334,10 μg/ml.

5. Penurunan Asam Urat Darah Ayam Jantan Braille Hiperurisemia Oleh Fraksi

Ekstrak Metanol Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) (Sutomo, 2003). Hasil menunjukkan bahwa fraksi larut petroleum eter dosis 100

mg/kgBB dan fraksi tidak larut petroleum eter dosis 50; 100; dan 150 mg/kgBB

mampu menurunkan kadar asam urat darah ayam hiperurisemia.

6. Pembuatan Ekstrak Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th)

Secara Kempa Langsung Dengan Kombinasi Avicel pH 102® dan Di-Cafos®

Sebagai Bahan Pengisi-Pengikat (Restiyaningsih, 2004). Hasil menunjukkan

bahwa ekstrak daun kepel dapat dibuat jadi sediaan tablet dengan sifat fisik yang

memenuhi persyaratan tablet dengan menggunakan kombinasi Avicel pH 102®

dan Di-Cafos® sebagai bahan pengisi-pengikat.

7. Toksisitas Akut-Oral Ekstrak Etanolik Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) pada Mencit (Ariningsih, 2004). Hasil menunjukkan bahwa

potensi ketoksikan akut-oral ekstrak etanolik daun kepel pada mencit tergolong

hampir tidak toksik dan tidak menyebabkan kematian dengan harga LD-50 semu

sebesar > 5635,7 mg/kgBB.

8. Variasi Kadar Amprotab Sebagai Bahan Penghancur Dalam Pembuatan Tablet

Ekstrak Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) Secara

Granulasi Kering (Ardanie, 2004). Hasil menunjukkan bahwa variasi kadar

Amprotab antara 5-15% sebagai bahan penghancur berpengaruh terhadap daya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(26)

5

serap dan waktu hancur tablet. Semakin besar kadar Amprotab maka semakin

besar daya serap tablet dan semakin cepat waktu hancur tablet.

9. Uji Aktivitas Anti Inflamasi Infusa Daun Kepel Pada Tikus Jantan Wistar

Dengan Metode Udema Kaki Belakang (Sriwidodo, 2004). Hasil menunjukkan

bahwa sediaan infusa daun kepel yang diberikan per oral mempunyai daya anti

inflamasi pada tikus yang diinduksi karagenin 1% secara subplanar. Daya anti

inflamasi pada dosis 0,5; 1,0; 2,0; dan 3 g/kgBB masing-masing sebesar 44,33;

67,00; 71,29; dan 50,91%.

10.Toksisitas Akut Infusa Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) pada Mencit Jantan (Maspa, 2005). Hasil menunjukkan bahwa potensi ketoksikan

akut infusa daun kepel pada mencit tergolong dalam kategori toksik ringan dan

dengan harga LD50 semu sebesar > 8190 mg/kgBB.

11.Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Antioksidan Penangkap Radikal

Bebas Dari Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) (Sunarni, 2006). Hasil menunjukkan bahwa peneliti berhasil mengisolasi dan

mengindetifikasi senyawa flavonoid golongan flavon dalam fraksi etanol infusa

daun kepel.

12.Standarisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) (Purwantiningsih, 2005). Hasil menunjukkan bahwa dalam fraksi

n-heksana daun kepel terdapat senyawa golongan terpenoid, flavonoid dan

senyawa yang belum dapat diidentifikasi dengan menggunakan KLT.

13.Uji Aktivitas Hiperurikemia Ekstrak Etanol Daun Kepel (Stelechocarpus burahol

(Bl) Hook. f. & Th) Pada Tikus Putih Jantan Sprague Dawley Serta Penentuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(27)

6

Kandungan Senyawa Fenolik dan Flavonoid Totalnya (Supriyatna, 2007). Hasil

menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kepel mampu menurunkan kadar asam

urat serum hingga 77,78% pada hari ke-19 setelah pemberian ekstrak etanol daun

kepel dosis 400 mg/kgBB per oral.

14.Uji Ekstrak Etanol Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) Terhadap Aktivitas Enzim Xantin Oksidase Secara In Vitro (Aryadi, 2007). Hasil

menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kepel mempunyai potensi dalam

menghambat aktivitas xantin oksidase sebesar 17,78 ± 2,69% pada konsentrasi

500 μg/ml.

15.Uji Fraksi n-heksana Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) Terhadap Aktivitas Enzim Xantin Oksidase Secara In Vitro (Kurniawati, 2007).

Hasil menunjukkan bahwa fraksi n-heksana daun kepel pada konsentrasi 0,5 dan

5 μg/ml dapat menghambat aktivitas enzim xantin oksidase dengan presentasi

penghambatan yang signifikan dibanding blanko, sedang pada konsentrasi 500

μg/ml menyebabkan pengikatan aktivitas enzim xantin oksidase sebesar 15,00 ±

1,41%.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, yaitu sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna tentang

penggunaan tanaman obat tradisional sebagai analgetika.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(28)

7

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

tentang kegunaan daun kepel sebagai analgetika.

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui adanya efek analgetik ekstrak etanol daun kepel terhadap mencit

putih jantan.

2. Mengetahui besarnya daya analgetik ekstrak etanol daun kepel terhadap mencit

putih jantan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(29)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Kepel 1. Keterangan Botani

Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) termasuk kedalam familia Annonaceae (Backer dan Bakhuizen, 1963). Dikenal denga beberapa nama

daerah sebagai berikut :

Sunda : burahol, turalak

Jawa : kepel, kecindul, simpul, cindul (Hutapea, 1994)

2. Deskripsi

Habitat : pohon, tinggi ± 12 m

Batang : tegak, bulat, berkayu, percabangan monodial, coklat.

Daun : tunggal, lonjong, panjang 8-20 cm, lebar 4-6 cm, ujung dan pangkal

meruncing, halus, pertulangan bawah menonjol mengkilat, hijau.

Bunga : majemuk, bentuk tandan, tersebar di batang dan cabang, tangkai

silindris, panjang 4 cm, benang sari dan putik halus kuning, mahkota

lonjong, kuning.

Buah : buni, bulat, kulit kasar, diameter 5 cm, coklat.

Biji : bentuk ginjal, halus, hitam, mengkilat

Akar : tunggang, putih kotor (Hutapea, 1994)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(30)

9

3. Kandungan kimia

Daging buah, biji, dan akar Stelechocarpus burahol, mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, disamping itu bijinya juga mengandung alkaloida dan

daunnya juga mengandung flavonoid dan polifenol (Hutapea, 1994). Sutomo (2003)

dan Supriyatna (2007) melaporkan adanya flavonoid pada daun kepel. Sunarni

(2006) berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid golongan

flavon pada fraksi etanol ekstrak air daun kepel yaitu :

- Isolat A1 : 7,3’,4-trihidroksi-5-0-gula-flavon

- Isolat B2 : 5,4’-dihidroksi-7-0-tersubtitusi-3-0-gula flavon

- Isolat B3 : 5,7,4’-trihidroksi-3-0-gula flavon

- Isolat B4a : 3,7,4’-trihidroksi flavon

- Isolat B4b : 3,7,3’,4’-tetrahidroksi-5-metilflavon

Dari kelima isolat tersebut, isolat B4b memiliki aktivitas antioksidan paling

tinggi dibanding isolat lain. Hal ini mungkin dikarenakan isolat B4b mempunyai

gugus o-diOH dan 3-OH bebas. Struktur kimia untuk kelima isolat di atas dapat dilihat pada gambar 1.

O

O OH

Gula O

OH OH

O

OH OH

O

OH

O Gula

Isolat A1 Isolat B3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(31)

10

O

OH RO

O

OH

O Gula

O OH

O

OH

OH

Isolat B2 Isolat B4a

O

CH3

OH

O

OH OH

OH

Isolat B4b

Gambar 1. Struktur kimia isolat ekstrak etanol daun kepel (Sunarni, 2006)

4. Khasiat

Daging buah kepel berkhasiat sebagai obat radang ginjal dan peluruh air

seni (Hutapea, 1994). Dalam masyarakat buah kepel juga bermanfaat sebagai

deodoran alami dan alat pencegah kehamilan tradisional (Siswono, 2002). Khasiat

daun kepel antara lain sebagai pengobatan asam urat (Sutomo, 2003), menurunkan

kadar kolesterol (Siswono, 2002) dan sebagai antiinflamasi (Sriwidodo, 2004).

B. Flavonoid

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dan sebenarnya

terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepungsari,

nektar, bunga, buah buni, dan biji (Markham, 1988). Kerangka dasar flavonoid dan

sistem penomoran untuk turunan flavonoid terlihat pada gambar 2.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(32)

11

C C C

O

A B

1 2

3 4 5 6 7

8

1' 2' 3'

4'

5' 6'

1a 1b

Gambar 2. Kerangka flavonoid (1a) dan sistem penomoran turunan flavonoid (1b) (Robinson, 1995)

1. Sifat kelarutan dan isolasi

Secara individual, kelarutan senyawa flavonoid sangat bermacam-macam

sesuai dengan golongan dan substitusi yang terjadi. Flavonoid terdapat dalam bentuk

bebas sebagai aglikon maupun terikat dengan gula sebagai glikosida. Adanya gula

yang terikat flavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam

air. Dengan demikian glikosida flavonoid juga larut dalam pelarut polar seperti

etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfida, dimetilformamida dan air.

Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon, serta

flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut nonpolar

seperti eter, etil asetat, dan kloroform (Markham, 1988).

Metode yang banyak dikembangkan untuk pemisahan dan karakterisasi

flavonoid adalah kromatografi kertas. Sejumlah kecil sampel dapat dipisahkan

dengan efisien dengan metode tersebut. Kromatografi lapis tipis (KLT) juga

merupakan cara analisis cepat yang memerlukan bahan yang sangat sedikit. Penjerap

dan pengembang yang digunakan pada umumnya sama dengan penjerap dan

pengembang untuk kromatografi kertas (Markham, 1988).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(33)

12

2. Karakterisasi

Pencirian golongan flavonoid dapat dilakukan berdasarkan reaksi warna dan

sifat kelarutannya. Jika tidak ada pigmen yang mengganggu, flavonoid dapat

dideteksi dengan diberi uap amonia dan akan memberikan warna-warna yang

spesifik. Flavon dan flavonol menunjukkan warna kuning, kalkon dan auron

menunjukkan warna lembayung sampai merah (Robinson, 1995).

Flavonoid dengan alumunium klorida (AlCl3) membentuk senyawa

kompleks berwarna kuning. Reaksi yang terjadi antara AlCl3 dengan gugus hidroksi

dan karbonil yang bertetangga membentuk kompleks yang tahan asam, sedangkan

reaksi yang terbentuk antara AlCl3 dengan gugus o-dihidroksi membentuk kompleks

yang tak stabil dalam suasana asam (Markham, 1988).

Larutan asam borat dan natrium asetat akan membentuk senyawa kompleks

dengan gugus o-dihidroksi pada senyawa flavonoid baik pada cincin A atau B dari

inti flavonoid. Efek dari pereaksi ini akan memberikan pergeseran panjang

gelombang dan berguna pada analisis golongan flavonoid (Mabry dkk,1970).

3. Kegunaan

Flavonoid berkhasiat sebagai antiinflamasi, antialergi, antithrombolik,

vasoprotektif sebagai penghambat promotor tumor dan untuk proteksi pada mukosa

saluran cerna atau gastrik. Efek-efek tersebut berhubungan dengan pengaruh

flavonoid pada metabolisme asam arakhidonat (Evans, 2002).

Di antara senyawa flavonoid yang telah lama dikenal dan merupakan suatu

kelompok antioksidan yakni, kelompok polifenol memiliki kemampuan sebagai

scavenger superoksida, oksigen singlet, dan radikal peroksi lipid (Sitompul, 2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(34)

13

Beberapa penelitian melaporkan bahwa aktivitas antioksidan flavonoid ditentukan

oleh gugus tertentu dalam struktur flavonoid tersebut. Karakteristik struktur

flavonoid yang mampu memberikan efek antioksidan antara lain karena adanya (1)

gugus katekol (o-dihidroksi) pada cincin B yang mempunyai sifat sebagai donor proton, (2) gugus pirogalol (trihidroksi) pada cincin B, (3) gugus 4-oxo pada cincin

heterosiklik, (4) gugus 3-OH pada cincin heterosiklik, serta (5) gugus 5-OH dan

7-OH yang potensial pada keadaan tertentu (Middleton dkk, 2000 cit Ladoangin,

2004). Cos dkk (1998) melaporkan aktivitas flavonoid sebagai penurun kadar asam

urat melalui penghambatan enzim xantin oksidase.

C. Metode Penyarian

Penyarian merupakan peristiwa pemindahan massa. Zat aktif yang semula

berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari, sehingga terjadi larutan zat aktif

dalam cairan penyari tersebut. Secara umum penyarian dapat dibedakan menjadi

infudasi, maserasi, dan perkolasi (Anonim, 1986).

Infudasi merupakan proses penyarian yang umumnya digunakan untuk

menyari zat kandungan aktif larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian

dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah terserang oleh kuman

dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24

jam. Cara ini sangat sangat sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat

tradisional. Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia

nabati dengan air pada suhu 90° C selama 15 menit (Anonim, 1986).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(35)

14

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,

zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar.

Peristiwa tersebut berulang, sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan

di luar sel dan di dalam sel. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang

mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang

digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain (Anonim, 1986).

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan

penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah

sebagai berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang

bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah

melalui serbuk tersebut, sehingga cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel

yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh (Anonim, 1986).

Cara perkolasi lebih baik daripada dengan cara maserasi karena:

1. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi

dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat

perbedaan konsentrasi,

2. Ruangan di antara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat

mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut maka kecepatan

pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas sehingga dapat meningkatkan

perbedaan konsentrasi (Anonim,1986).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(36)

15

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perkolasi.

Cairan penyari yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%. Etanol

digunakan sebagai penyari karena lebih selektif, kapang atau kuman sulit tumbuh

dalam etanol di atas 20%, tidak beracun, bersifat netral, absorpsinya baik, dapat

bercampur dengan air, panas yang digunakan untuk pemekatan lebih sedikit, dan

mudah didapat (Anonim, 1986).

D. Radikal Bebas dan Antioksidan 1. Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu spesies yang mempunyai jumlah elektron ganjil

atau elektron yang tidak berpasangan tunggal pada lingkaran luarnya. Elektron tidak

berpasangan tersebut menyebabkan instabilasi dan bersifat reaktif. Radikal bebas

akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga

menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul

utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas yaitu DNA, lemak, dan

protein (Setiati, 2003).

Radikal bebas dalam tubuh diproduksi baik secara eksogen dan secara

endogen. Secara endogen, radikal bebas diproduksi oleh mitokondria, membran

plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan intisel. Secara eksogen, radikal bebas

berasal dari asap rokok, polutan radiasi, obat-obatan, dan pestisida (Setiati, 2003).

Radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan sehingga

menimbulkan nyeri. Dalam proses peradangan, radikal bebas terbentuk ketika asam

arakhidonat dikonversikan menjadi peroksida baik melalui jalur siklooksigenase

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(37)

16

maupun lipoksigenase. Ketika terjadi kerusakan jaringan organ, jumlah radikal bebas

meningkat seiring dengan peningkatan produksi peroksida, padahal tubuh

memproduksi antioksidan endogen yang terbatas. Apabila jumlah radikal bebas

makin banyak, antioksidan endogen tak mampu lagi melumpuhkannya secara efektif

sehingga harus ada tambahan antioksidan dari luar (eksogen) yang berasal dari bahan

makanan (Sibuea, 2004).

Berikut ini adalah jenis-jenis dari radikal bebas :

a. Radikal superoksida (O2⎯)

Radikal ini merupakan jenis radikal yang paling banyak dan terbentuk bila 1

molekul O2 menerima 1 elektron.

O2 → O2⎯

Superoksidan bersifat reaktif atau reduktan dapat bereaksi dengan substansi

biologik. Reaktivitas O2⎯ sangat terbatas karena adanya dismutasi spontan yang

dapat terjadi pada pH fisiologik, membentuk H2O2 dan O2. Tetapi dengan

terbatasnya reaktivitas O2⎯ menyebabkan radikal ini dapat berdifusi dan bereaksi

dengan substratnya dalam jarak yang relatif lebih jauh dari tempat asalnya.

b. Hidrogen peroksida

Penambahan 1 elektron pada radikal O2⎯ menghasilkan ion peroksida O2 2- yang

tidak besifat radikal, dan pada pH fisiologik akan segera mengalami protonasi

membentuk H2O2. Meskipun bukan radikal bebas, akumulasi H2O2 dapat

berbahaya bila terdapat bersama-sama dengan logam (Fe, Cu) atau zat-zat kelator

karena akan bereaksi membentuk radikal hidroksil yang sangat reaktif.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(38)

17

c. Radikal hidroksil

Radikal fisi homolitik O-O akan menghasilkan 2 molekul radikal hidroksil, OH⎯. Reaksi homolitik ini dapat terjadi karena pengaruh panas atau radiasi ionisasi.

Selain itu, radikal hidroksil juga dapat terbentuk dari H2O2 dengan adanya

ion-ion logam (Fe2+, Cu+), menurut reaksi Fenton, dan dengan adanya kelator melalui

reaksi Haber-Weiss:

Fe2+ + H2O2 → Fe3+ + OH. + OH¯

Cu+ + H2O2 → Cu2+ + OH. + OH¯

Radikal hidroksil adalah oksidan yang sangat reaktif dan tidak stabil. Radikal

bebas dapat bereaksi dengan hampir semua substrat biologik. Karena sangat

reaktif efek radikal ini hanya berlangsung di daerah dengan tempat terbentuknya,

dan dalam kondisi fisiologik normal tidak ditemukan radikal hidroksil dalam

kadar besar (Gitawati, 1995).

Dengan bertambahnya usia, radikal bebas yang terbentuk selama

metabolisme normal dapat merusak DNA dan makromolekul lain sehingga terjadi

penyakit-penyakit degeneratif, keganasan kematian sel-sel vital tertentu, yang pada

akhirnya akan menyebabkan proses penuaan dan kematian bagi individu tersebut

(Gitawati, 1995).

2. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dalam kadar lebih rendah dibanding

bahan yang dapat dioksidasi, sangat memperlambat atau menghambat oksidasi dari

bahan tersebut (Setiati, 2003). Secara alamiah tubuh memproduksi antioksidan yang

mampu melindungi sel dari radikal bebas (Sibuea, 2004).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(39)

18

Menurut Setiati (2003), antioksidan dibedakan menjadi antioksidan eksogen

dan antioksidan endogen. Antioksidan endogen atau sering disebut antioksidan

primer terdiri atas enzim-enzim dan berbagai senyawa yang disintesis dalam tubuh

yang bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal bebas baru. Contoh enzim

yang merupakan antioksidan endogen yaitu superoksida dismutase (SOD), katalase,

dan glutation peroksidase (GSH Px). Antioksidan eksogen atau yang dikenal juga sebagai antioksidan sekunder karena menangkap radikal dan mencegah reaksi

berantai. Contohnya adalah vitamin E (tokoferol), vitamin C (askorbat), karoten,

asam urat bilirubin, dan albumin.

Menurut tempat aksinya pada fase air ataupun lipofil dari membran,

antioksidan dibagi menjadi water-soluble dan lipid-soluble. Vitamin C dan urate termasuk dalam antioksidan hidrofil. Sedangkan retinoid, karotenoid, flavonoid, dan

vitamin A termasuk dalam antioksidan lipofil (Middleton dkk, 2000 cit Ladoangin, 2004).

Flavonoid telah dikenal dan merupakan suatu kelompok antioksidan

polifenol yang banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan, dan beberapa minuman

seperti teh hijau dan anggur merah. Di dalam keluarga polifenol, flavonoid ternyata

mempunyai sifat antioksidan yang amat kuat yang mencapai 20 kali sifat antioksidan

vitamin E (Sitompul, 2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(40)

19

E. Nyeri

Nyeri merupakan respon langsung terhadap kejadian atau peristiwa yang

tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, seperti, luka,

inflamasi, atau kanker (Rang dkk, 2003). Nyeri merupakan suatu perasaan pribadi

dan memiliki ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang (Tjay dan

Rahardja, 2002).

Nyeri dapat dibedakan berdasarkan waktu timbulnya nyeri yaitu: nyeri akut

dan nyeri kronik (Anonim, 2001). Nyeri akut dengan kecepatan penjalaran antara

6-30 meter per detik biasanya memiliki sebuah penyebab yang dapat ditegaskan. Nyeri

kronik dengan kecepatan penjalaran antara 0,5-2 meter per detik sering kali tidak

menandakan bahaya yang segera menimbulkan pencegahan dan pasien mungkin

tidak mengartikan nyeri tersebut sebagai penyakit serius (Greene dan Harris, 2000).

Nyeri berdasarkan sumbernya dapat dikategorikan menjadi nyeri somatik

dan nyeri viseral. Jika nyeri somatik muncul dari kulit, dinamakan nyeri superfisial.

Jika nyeri itu berasal dari otot, sendi, organ dalam atau jaringan connective, disebut nyeri dalam (Anonim, 2001).

Tiga kelompok utama reseptor kulit yang telah diidentifikasi adalah :

1. Mekanoreseptor (mendeteksi sentuhan ringan)

2. Termoreseptor (mendeteksi panas)

3. Nosiseptor (mendeteksi luka dan rangsang bahaya) (Greene dan Harris, 2000).

Sebagian besar reseptor pada kulit memiliki struktur khusus yang

merupakan ujung saraf bebas yang sederhana di perifer. Tiga tipe serabut saraf

perifer (aferen) yang terlibat dalam transmisi nyeri :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(41)

20

1. Serabut A-β : berukuran besar, bermielin, cepat dalam menyalurkan impuls

(30-100 meter/detik), memiliki ambang nyeri yang rendah dan merespon terhadap

sentuhan ringan.

2. Serabut A-δ : berukuran kecil, bermielin tipis, dan memiliki kecapatan konduksi

yang lebih rendah (6-30 meter/detik). Serabut ini merespon terhadap tekanan,

panas, zat kimia, dan memberi reaksi terhadap nyeri yang tajam, serta

menimbulkan refleks penarikan diri atau gerakan cepat lainnya.

3. Serabut C : berukuran kecil, tidak bermielin, dan memiliki kecepatan konduksi

yang lambat (1-1,25 meter/detik). Serabut ini merespon terhadap seluruh jenis

rangsang bahaya dan mentransmisikan nyeri yang lambat dan tumpul (Greene

dan Harris, 2000).

Ketika membran sel mengalami kerusakan, enzim fosfolipase akan

mengubah fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Asam arakhidonat ini akan

menghasilkan peroksida. Peroksida yang terbentuk akan menghasilkan prostaglandin

dan leukotrien yang bertanggungjawab atas sebagian besar gejala peradangan yang

meliputi calor, rubor, tumor, dolor, dan fungtio laesa. Rasa nyeri akan timbul bersamaan dengan reaksi peradangan, karena mediator yang memperantarai

peradangan (prostaglandin, bradikinin, leukotrien, dll) akan mengaktivasi reseptor

nyeri, sehingga rangsangan (mekanis, kimia atau fisis) yang diterima reseptor nyeri

akan disalurkan ke pusat nyeri di otak besar, impuls itu kemudian dirasakan sebagai

nyeri (Tjay dan Rahardja, 2002).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(42)

21

Fosfolipid (membran sel)

Fosfolipase

Siklooksigenase Lipooksigenase

O2-

Radikal bebas

COX-1 COX-2

- vasokonstriksi - proteksi - peradangan

- agregasi lambung - peradangan - vasokonstriksi

- vasodilatasi - permeabilitas

- antiagregasi

Gambar 3. Perombakan asam arakhidonat (Tjay dan Rahardja, 2002).

Keterangan :

COX-1 = siklooksigenase 1 COX-2 = siklooksigenase 2

Radikal bebas dalam tubuh yang melebihi jumlah normal juga dapat

menyebabkan nyeri. Radikal bebas dalam jumlah normal tidak berbahaya karena

tubuh memiliki antioksidan alamiah (glutathion-peroxydase, superoxide-dismutase, katalase) yang mampu menangkap radikal bebas tersebut. Dalam proses peradangan radikal bebas terbentuk ketika asam arakhidonat dikonversikan menjadi peroksida

baik melalui jalur siklooksigenase ataupun lipooksigenase. Ketika terjadi kerusakan

sel atau organ, produksi peroksida meningkat seiring dengan peningkatan jumlah Asam arakhidonat

Endoperoksida Asam hidroperoksida

Tromboksan TXA2

Prostasiklin PGI2

Prostaglandin PGE2/PGIF2

Leukotrien LTA4

LTC4-LTD4-LTE4 LBT4

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(43)

22

radikal bebas, padahal di dalam tubuh jumlah antioksidan alamiah terbatas, kondisi

ini akan menimbulkan kerusakan sel atau organ. Apabila sel atau organ sudah rusak,

maka mediator nyeri akan keluar dan mengaktivasi reseptor nyeri sehingga seseorang

bisa merasakan nyeri (Tjay dan Rahardja, 2002).

Noksius atau rangsang bahaya yang melewati ambang batas nyeri

menimbulkan aktivasi dalam serabut nosiseptor. Nosiseptor banyak terdapat dalam

serabut C. Aktivitas yang berupa impuls diteruskan menuju sistem saraf pusat dan

menyebabkan eksitasi neuron sehingga menimbulkan nyeri. Aktivasi serabut C

memicu pelepasan Calcitonin gene-related peptide (CGRP). Pada jaringan inflamasi akan dilepaskan Neuron Growth Factor (NGF) dan mediator lain seperti bradikinin, serotonin, prostaglandin, dan lain-lain. Analgetika opioid, enkefalin, dan GABA

menghambat eksitasi neuron, sedangkan analgetika perifer dan NSAID bekerja

menghambat pada pelepasan mediator (Rang dkk, 2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(44)

23

Gambar 4.Mekanisme Nyeri (Rang dkk, 2003)

Keterangan :

= menginduksi

= menghambat

BK = Bradikinin

5-HT = 5-Hidroksi triptamin (serotonin) SP = Substansi P

PG = Prostaglandin

NGF = Neuron Growth Factor (faktor pertumbuhan neuron)

CGRP = Calcitonin gene-related peptide

NA = Nor Adrenalin GABA = asam γ-aminobutirat

F. Analgetika

Analgetika adalah obat atau senyawa yang bertujuan untuk mengurangi atau

melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Secara umum analgetika

dibagi menjadi dua golongan besar yaitu analgetika opioid (narkotik) dan analgetika

non-opioid (nonnarkotik). Obat-obat non-opioid seperti parasetamol dan asetosal (dan NSAID lainnya), khususnya cocok untuk nyeri musculoskeletal, sedangkan

analgetika opioid lebih cocok untuk nyeri visceral yang berat (Anonim, 2000). Efek +

__

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(45)

24

analgetik dari NSAID merupakan hasil penghambatan dari sintesis prostaglandin

(Rang dkk., 2003).

1. Analgetika narkotik

Analgetika narkotik digunakan untuk menghalangi nyeri yang sangat kuat

dengan titik kerja yang terletak pada sistem saraf pusat. Analgetika golongan ini

bekerja di pusat dengan cara menempati reseptor khas pada susunan saraf pusat dan

mempunyai efek mengurangi kesadaran (bersifat meredakan dan menidurkan),

menimbulkan perasaan nyaman, menyebabkan toleransi, kebiasaan (habituasi),

ketergantungan fisik dan psikis (ketagihan) bila pengobatan dirutinkan (Tjay dan

Rahardja, 2002). Kelebihan dosis dapat mengakibatkan kematian karena terjadi

depresi pernafasan (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Golongan ini secara kimia

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Alkaloida candu alamiah dan sintesis : morfin dan kodein, heroin dan

hidromorfon, hidrokodon dan dionin

b. Pengganti-pengganti morfin : petidin dan turunannya (fentanil dan sulfotanil),

metadon dan turunannya (dekstromeramida, bezitramida, piritramida, dan

d-propoksifen) (Tjay dan Rahardja, 2002)

2. Analgetika nonnarkotik

Analgetika narkotik disebut juga analgetika perifer, karena efeknya tidak

mempengaruhi sistem saraf pusat, tidak menurunkan kesadaran serta tidak

menyebabkan ketagihan. Obat ini banyak digunakan untuk nyeri ringan sampai

sedang (Tjay dan Rahardja, 2002). Golongan ini juga digunakan untuk menurunkan

suhu badan dalam keadaan panas yang tinggi dan sebagai anti radang. Analgetika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(46)

25

golongan ini bekerja dengan cara menghambat secara langsung dan selektif

enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin seperti

siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh

mediator-mediator rasa sakit (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Tjay dan Rahardja (2002)

membagi golongan analgetik ini menjadi 4 kelompok :

a. Golongan Salisilat : natrium salisilat, asetosal, salisil amida dan benorilat

b. Turunan p-aminofenol : fanasetin dan parasetamol

c. Turunan Pirozolon : antipirin, aminofenazon, dipiron, fenilbutazon

d. Turunan Antranilat : glafini, asam mefenamat, dan asam diflumiaat

G. Parasetamol

OH

NHCOCH3

Gambar 5.Struktur molekul Parasetamol (Anonim, 1995)

Parasetamol mempunyai efek sebagai analgetika dengan mengurangi atau

menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Mekanisme kerja parasetamol sebagai

inhibitor sintesis prostaglandin pada enzim siklooksigenase tiga di hipotalamus

menyebabkan konversi asam arakhidonat menjadi PGE2 terganggu sehingga

menghasilkan efek analgetik (Chandrasekaran, Dai, and Evanson, 2002).

Parasetamol berbentuk hablur putih; tidak berbau; dan rasa agak pahit. Larut

dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1N. Selain itu parasetamol mudah

larut dalam etanol (Anonim, 1995).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(47)

26

Parasetamol berkhasiat sebagai analgetika dan antipiretik, tetapi tidak

antiradang. Dewasa ini parasetamol dianggap sebagai zat anti nyeri yang paling

aman, juga untuk swamedikasi. Parasetamol diberikan per oral dengan dosis dewasa

0,5-1,0 gram, maksimum 4 gram/hari, pada penggunaan kronis maksimal 2,5

gram/hari. Resorpsinya dari usus cepat dan tuntas. Dalam hati diuraikan menjadi

metabolit-metabolit toksis yang diekskresikan kemih dengan konjugat glukuronida

dan sulfat. Waktu paruh parasetamol adalah 1-4 jam (Tjay dan Rahardja, 2002).

Efek sampingnya antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan darah.

Pada penggunaan kronis dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis di atas 6 gram

mengakibatkan nekrosis hati yang tidak reversibel (Tjay dan Rahardja, 2002). Gejala

awal dari kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare, dan nyeri perut (Katzung,

2002).

H. Metode Pengujian Efek Analgetik

Pengujian daya analgetik oleh Turner (1965), dikelompokkan berdasarkan

golongan analgetika narkotika dan nonnarkotika.

1. Golongan analgetika narkotika

a. Metode jepitan ekor

Sekelompok mencit disuntik dengan senyawa uji dengan dosis tertentu secara

subkutan (s.c.) atau intravena (i.v.). Tiga puluh menit kemudian jepitan

dipasang pada pangkal ekor mencit selama 30 detik. Mencit yang tidak diberi

senyawa uji akan berusaha untuk melepaskan diri dari kekangan tersebut,

tetapi mencit yang diberi analgetika akan mengabaikan kekangan tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(48)

27

Dalam rentang waktu tertentu jepitan dipasang kembali. Respon positif yang

menunjukkan adanya efek analgetik, apabila tidak ada usaha melepaskan

jepitan selama 15 detik pada tiga kali pengamatan.

b. Metode rangsang panas

Hewan percobaan ditempatkan di atas lempeng panas dengan suhu 50° C

sampai 55° C sebagai stimulus nyeri. Mencit yang sudah diberi larutan uji,

diletakkan pada hot plate yang sudah disiapkan. Reaksi mencit adalah

menjilat telapak kaki depan, belakang lalu meloncat. Selang waktu antara

pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon, disebut waktu reaksi, dapat

diperpanjang oleh pengaruh obat-obat analgetika. Perpanjangan waktu reaksi

selanjutnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam mengevaluasi aktivitas

analgetik.

c. Metode pengukuran tekanan

Metode ini menggunakan suatu alat untuk mengukur tekanan yang diberikan

pada ekor tikus secara seragam. Alat tersebut terdiri dari 2 syringe yang dihubungkan pada kedua ujungnya, bersifat elastis, fleksibel, serta terdapat

pipa plastik yang diisi dengan cairan. Sisi dari pipa dihubungkan dengan

manometer. Syringe yang pertama diletakkan dengan posisi vertikal dengan ujungnya menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan di bawah penghisap

syringe. Ketika tekanan diberikan pada syringe kedua, maka tekanan akan terhubung pada sistem hidrolik pada syringe yang pertama kemudian pada

ekor tikus. Tekanan yang sama pada syringe kedua akan meningkatkan

tekanan pada ekor tikus, sehingga akan menimbulkan respon dan akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(49)

28

terbaca pada manometer. Respon tikus yang pertama adalah meronta-ronta

kemudian akan mengeluarkan suara (mencicit) sebagai tanda kesakitan.

d. Metode potensi petidin

Metode ini kurang baik, karena dibutuhkan hewan uji dalam jumlah besar,

tapi dapat digunakan untuk uji sedatif. Tiap kelompok tikus terdiri dari 20

ekor, setengah kelompok dibagi menjadi 3 kelompok kecil dan diberi petidin

dengan dosis berturut-turut 2, 4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok dibagi

menjadi dua yaitu kelompok petidin dan senyawa uji dengan dosis 25% dari

LD50. Persen analgetik dihitung dengan bantuan metode rangsang panas.

e. Metode antagonis nalorfin

Uji analgetik dengan metode ini bertujuan untuk menunjukkan aksi obat-obat

seperti morfin. Nalorfin memiliki kemampuan untuk meniadakan aksi dari

morfin. Hewan uji yang biasa digunakan dalam metode ini adalah tikus,

mencit, dan anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik kemudian

segera diikuti pemberian nalorfin (0,5-10,0 mg/kg BB) secara intravena.

Teori menyebutkan bahwa nalorfin dapat menggantikan ikatan morfin dengan

reseptornya.

f. Metode kejang oksitosin

Oksitosin merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitori

posterior, yang dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga menimbulkan

kejang pada tikus. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus betina dengan berat

badan 120-140 mg, diberi estrogen dengan pemberian 15 mg dietilstilbestrol

secara subkutan pada paha hewan uji. Setelah 10 minggu, hewan uji siap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(50)

29

untuk tes efek analgetik. Senyawa yang akan diuji diberikan secara subkutan

15 menit sebelum pemberian secara intraperitonial 2 unit oksitosin (dosis

ED50). Persen penurunan kejang dideterminasi dan ED50 dapat diperkirakan.

g. Metode pencelupan pada air panas

Sepuluh ekor tikus disuntik intraperitonial dengan senyawa uji, kemudian

ekor tikus dicelupkan dalam air panas (suhu 58° C). Respon tikus terlihat dari

hentakan ekornya dari air panas.

2. Golongan analgetika nonnarkotika

a. Metode induksi kimia

Metode ini menggunakan zat kimia yang diinjeksikan pada hewan uji secara

intraperitonial pada mencit yang sudah diberi senyawa uji secara oral pada

selang waktu tertentu, sehingga akan menimbulkan rasa nyeri. Beberapa zat

kimia yang biasa digunakan antara lain asam asetat dan fenil kuinon. Respon

nyeri pada mencit adalah geliat berupa kontraksi perut disertai tarikan kedua

kaki belakang dan perut menempel pada lantai. Geliat diamati setiap 5 menit

selama 1 jam. Pemberian analgetik akan mengurangi rasa nyeri sehingga

jumlah geliat yang terjadi berkurang. Penelitian ini menggunakan metode

rangsang kimia sebagai metode pengujian efek analgetik karena metode ini

sederhana, mudah dilakukan, dan cukup peka untuk pengujian

senyawa-senyawa yang memiliki efek analgetik lemah. Efek analgetik dapat dievaluasi

menggunakan persen penghambatan terhadap geliat, yaitu:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(51)

30

% penghambatan terhadap geliat = 100 – [(P/K) x 100]

Keterangan:

P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian obat yang ditetapkan K = jumlah rata-rata geliat hewan uji kelompok kontrol negatif

b. Metode pedodolorimetri

Hewan uji diletakkan pada kandang yang bagian alasnya terbuat dari

kepingan metal sehingga bisa dialiri arus listrik. Respon yang timbul yaitu

ketika hewan uji mengeluarkan teriakan dengan pengukuran yang dilakukan

setiap 10 menit selama 1 jam.

c. Metode rektodolometri

Tikus diletakkan dalam kandang yang dibuat khusus dengan alas tembaga

yang kemudian dihubungkan dengan sebuah gulungan yang berfungsi sebagai

penginduksi. Ujung lain dari gulungan tersebut kemudian dihubungkan

dengan silinder elektroda tembaga. Pada gulungan bagian atas terdapat suatu

konduktor yang dihubungkan dengan suatu voltmeter yang sensitif untuk

dapat mengubah 0,1 volt. Respon berupa suara teriakan tikus dapat

ditimbulkan dengan pemberian tegangan sebesar 1 sampai 2 volt.

I. Landasan Teori

Sutomo (2003) dan Supriyatna (2007) melaporkan adanya flavonoid pada

daun kepel. Sunarni (2006) berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa

flavonoid golongan flavon pada fraksi etanol ekstrak air daun kepel yaitu :

- Isolat A1 : 7,3’,4-trihidroksi-5-0-gula-flavon

- Isolat B2 : 5,4’-dihidroksi-7-0-tersubtitusi-3-0-gula flavon

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(52)

31

- Isolat B3 : 5,7,4’-trihidroksi-3-0-gula flavon

- Isolat B4a : 3,7,4’-trihidroksi flavon

- Isolat B4b : 3,7,3’,4’-tetrahidroksi-5-metilflavon

Dari kelima isolat tersebut, isolat B4b memiliki aktivitas antioksidan paling

tinggi dibanding isolat lain, hal ini mungkin dikarenakan isolat B4b mempunyai

gugus o-diOH dan 3-OH bebas. Maka dengan adanya ekstrak etanol daun kepel,

diharapkan kandungan antioksidannya mampu menangkap radikal bebas berlebih

sehingga tidak akan terjadi kerusakan jaringan yang dapat menimbulkan nyeri.

Sriwidodo (2004) juga melaporkan bahwa daun kepel memiliki efek

antiinflamasi. Mekanisme terjadinya inflamasi mirip dengan nyeri dimana terjadi

pelepasan mediator-mediator penyebab peradangan seperti serotonin, bradikinin,

prostaglandin, dll. Berdasarkan hasil tersebut, maka diharapkan ekstrak etanol daun

kepel juga memiliki efek sebagai analgetika. Adanya flavonoid pada daun kepel

diduga menghambat enzim lipooksigenase dan siklooksigenase sehingga

menyebabkan perombakan asam arakhidonat terganggu yang mengakibatkan

pelepasan mediator penyebab peradangan menjadi terganggu dan peradangan akan

dihambat.

J. Hipotesis

Pemberian ekstrak etanol daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl) Hook. f. & Th) pada mencit putih jantan per oral memiliki efek analgetik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(53)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan

menggunakan rancangan acak lengkap pola satu arah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variabel bebas dari penelitian ini adalah kelompok perlakuan yang meliputi

kelompok kontrol negatif yang diberi CMC Na 0,5%, kelompok kontrol

positif yang diberi suspensi parasetamol, dan kelompok perlakuan suspensi

ekstrak etanol daun kepel dengan menggunakan 4 peringkat dosis.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah daya analgetik. Daya analgetik

adalah angka dalam persen yang menunjukkan persentase jumlah mencit

yang tahan terhadap rangsang setelah pemberian ekstrak etanol daun kepel.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

1) Galur hewan uji, yaitu mencit dengan galur Swiss

2) Jenis kelamin hewan uji, yaitu mencit jantan

3) Umur hewan uji, yaitu antara 2-3 bulan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(54)

33

4) Berat badan hewan uji, yaitu antara 20-30 gram

5) Cara pemberian bahan uji, yaitu per oral

6) Asal bahan uji, yaitu dari Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan

Tanaman Obat Dan Obat Tradisional, Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah

b. Variabel pengacau tak terkendali

1) Suhu ekstraksi adalah temperatur lingkungan selama proses ekstraksi

berlangsung

2) Ketahanan mencit adalah kemampuan mencit dalam menahan rasa sakit

3) Kemampuan absorpsi mencit adalah kemampuan absorpsi ekstrak etanol

daun kepel oleh mencit

3. Definisi operasional

a. Efek analgetik

Efek analgetik merupakan kemampuan suatu zat dalam menghambat rasa

nyeri baik dengan mengurangi atau menghilangkan kesadaran, yang

ditunjukkan dengan berkurangnya respon nyeri.

b. Daya analgetik

Daya analgetik menunjukkan seberapa besar suatu zat tertentu dalam

memberi efek analgetik, yang ditunjukkan dengan besarnya nilai persen

penghambatan terhadap respon (geliat).

c. Uji efek analgetik

Uji efek analgetik menggunakan metode rangsang kimia yaitu suatu

metode uji analgetik yang menggunakan rangsang kimia berupa asam

asetat yang diberikan secara intraperitoneal pada mencit yang sudah diberi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(55)

34

senyawa uji secara oral pada selang waktu tertentu. Respon nyeri pada

mencit adalah geliat berupa kontraksi perut disertai tarikan kedua kaki

belakang dan perut menempel pada lantai. Geliat diamati setiap 5 menit

selama 1 jam.

d. Ekstrak etanol daun kepel

Ekstrak etanol diperoleh dengan cara mengekstraksi bahan, yaitu daun

kepel, dalam pelarut etanol dengan menggunakan metode perkolasi

sehingga didapat ekstrak etanol daun kepel.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan

a. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa mencit jantan, galur

Swiss, berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan, yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Daun Kepel

Bahan uji yang digunakan berupa daun kepel yang diperoleh dari Balai Besar

Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Obat Dan Obat Tradisional,

Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah pada bulan Agustus

2007.

2. Bahan Kimia

a. Parasetamol : berupa serbuk hablur berwarna putih; tidak berbau dan rasa

sedikit pahit. Larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N dan juga mudah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(56)

35

larut dalam etanol (Anonim, 1995). Parasetamol yang digunakan dalam

penelitian diperoleh dari Brataco Chemica.

b. CMC Na : berupa serbuk halus atau berbentuk granul berwarna putih, bersifat

higroskopis (Anonim, 1995), diperoleh dari Brataco Chemica.

c. Asam asetat glasial : berupa cairan jernih; tidak berwarna; bau khas, tajam

jika diencerkan dengan air; rasa asam (Anonim, 1979), diproduksi oleh

Merck dengan kualitas pro analisis.

d. Etanol : berupa cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap; bau khas; rasa

panas (Anonim, 1979), diperoleh dari Asia Lab.

D. Alat atau Instrumen Penelitian

Peralatan yang digunakan meliputi:

1. Alat Ekstraksi

a. Seperangkat alat gelas berupa beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, pipet tetes, mikropipet, batang pengaduk.

b. Perkolator

c. Corong Buchner

d. Rotary Vacum Evaporator merek Janke&Kunkel IKA laboratechnik.

e. Pompa vacum merek Anleitung Lesen.

2. Alat Uji Geliat

a. Kotak kaca tempat pengamatan geliat

b. Stopwatch

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(57)

36

c. Jarum yang digunakan untuk pemberian per oral, berupa jarum yang

ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagia

Gambar

Tabel 1. Jumlah kumulatif geliat pada penetapan dosis asam asetat ..........
Tabel 23. Data % penghambatan terhadap geliat seluruh kelompok
Gambar 1. Struktur kimia isolat ekstrak etanol daun kepel (Sunarni, 2006)
Gambar 2. Kerangka flavonoid (1a) dan sistem penomoran turunan flavonoid (1b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas teknis penggunaan panel surya pada gedung perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNS dan mengukur tingkat

Indikator kinerja makro digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan yang akan dicapai melalui berbagai program dan kegiatan dalam mewujudkan Misi Keempat (Tabel

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kapabilitas kepemimpinan kepala sekolah dan kinerja guru, baik sendiri- sendiri maupun secara bersama-sama dengan mutu

Dari hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara perdarahan postpartum pada ibu bersalin dengan berat bayi makrosomia.Berat bayi lahir yang lebih dari normal atau

Kini dengan memanfaatkan Wireless Messaging API (Application Programming Interface) dari J2ME parapembuat program Java dapat mengembangkan sendiri sebuah aplikasi pengiriman

Sebuah index space juga dapat ditentukan pada storage group, dan index space bisa ditentukan pada storage group yang sama atau tidak sesuai dengan tabel yang

perusahaan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa para pemegang saham pada perusahaan go public di Indonesia cenderung menginginkan direktur utama untuk melakukan

OPEN adalah senarai ( list ) yang digunakan untuk menyimpan simpul-simpul yang pernah dibangkitkan dan nilai heuristiknya telah dihitung tetapi belum terpilih