BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Kajian Teori
2.1.1. Model Discovery Learning
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
103 Tahun 2014 mengatakan bahwa:
“Model pembelajaran merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan budaya misalnya discovery learning,
project-based learning, problem-based learning, inquiry learning”.
Joyce & Weil dalam Rusman (2011: 133) mengatakan bahwa model pembelajaran
adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk
kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan
pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Discovery Learning menurut Joreme Bruner dalam Djamarah (2008: 37)
menemukan bahwa seseorang anak didik tidak saja dituntut untuk bisa menerima
pengetahuan saja, tapi dituntut juga bisa untuk mengolah dan bahkan
mengevaluasi serta mengembangkan pengetahuan tersebut. Hosnan (2014: 281)
mengemukakan bahwa pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemuknan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam
ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Sedangkan menurut Kurniasih (2014:
64) discovery learning yaitu teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasikan sendiri.
Hamalik dalam Ilahi (2012: 29) mendefinisikan bahwa discovery learning
yaitu proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual pada
anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga
menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan.
Sedangkan menurut Sund dalam Roestiyah (2008: 20) discovery learning adalah
yang dimaksud dengan proses mental yaitu mengamati, mencerna, mengerti,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan mengukur, dan membuat
kesimpulan.
2.1.2. Tujuan Model Pembelajaran Discovery Learning
Bell dalam Hosnan (2014: 284) mengungkapkan beberapa tujuan spesifik
dari pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut:
a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa
dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola
dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan
(extrapolate) informasi tambahan yang diberikan.
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja
bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
mneggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-keterampilan,
konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih
bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa
kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam
situasi belajar yang baru.
2.1.3. Strategi Medel Pembelajaran Discovery Learning
Dalam pembelajaran dengan penemuan dapat digunakan beberapa strategi
menurut Hosnan (2014: 286), yaitu sebagai berikut:
Strategi ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian data atau contoh khusus
dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat
digunakan sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan.
Mengambil kesimpulan (penemuan) dengan menggunakan strategi induktif
ini selalu mengandung resiko, apakah kesimpilan itu benar ataukah salah.
Karena kesimpulan yang ditemukan dengan strategi induktif sebaiknya selalu menggunakan perkataan “barangkali” atau mungkin.
b. Strategi deduktif
Dalam matematika metode deduktif, memegang peranan penting dalam
hal pembuktian. Karena matematika berisi argumentasi deduktif yang saling
berkaitan, maka metode deduktif memegang peranan penting dalam
pengajaran matematika. Dari konsep matematika yang bersifat umum yang
sudah diketahui siswa sebelumnya, siswa dapat diarahkan untuk menemukan
konsep-konsep lain yang belum ia ketahui sebelumnya.
2.1.4. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning Beberapa keunggulan model discovery learning menurut Kurniasih (2014:
66) yaitu sebagai berikut:
1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan
ketrampilan-ketrampilan dalam proses kognitif.
2. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki
berhasil.
4. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasinya sendiri.
5. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lain.
6. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
7. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses
belajar yang baru.
8. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
9. Mendorong siwa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
10. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik, situasi proses belajar menjadi
lebih terangsang.
Beberapa kelemahan model discovery learning menurut Kurniasih
(2014:67) yaitu sebagai berikut:
1. Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar.
2. Model ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori
atau pemecahan masalah lainnya.
3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang
lama.
4. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,
sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluran kurang mendapat perhatian.
5. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
2.1.5. Karakteristik Discovery Learning
Hosnan (2014: 284) mengemukakan bahwa ciri utama belajar menemukan,
yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3)
kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah
ada.
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh
teori konstruktivisme, yaitu :
Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.
2 Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
3 Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada
hasil.
4 Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.
5 Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
6 Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa.
7 Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
8 Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.
9 Banyak menggunakan terminilogi kognitif untuk menjelaskan proses
pembelajaran; seperti predeksi, inferensi, kreasi dan analisis.
10 Menekankan pentingnya “bagaimana” siswa belajar.
11 Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan
siswa lain dan guru.
12 Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
13 Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
14 Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
15 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman baru yang didasari pada pengalaman nyata.
Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran kontruktivisme tersebut, penerapannya
didalam kelas sebagai berikut :
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar.
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa
waktu kepada siswa untuk merespons.
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru atau siswa
lainnya.
5. Siswa terlibat dalam pengetahuan yang mendorong dan menantang terjadinya
diskusi.
6. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama dan materi-materi
2.1.6. Langkah-langkah Medel Pembelajaran Discovery Learning
Menurut Markaban dalam Hosnan (2014: 16) agar pelaksanaan model
pembelajaran penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, adapun beberapa
langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data
secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang
menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
2. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisasi,
dan menganalisis data tersebut.
3. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dan hasil analisis yang dilakukannya.
4. Prakiraan yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperikasa oleh guru. Hal ini
penting dilakukan untuk meyakinan kebenaran prakiraan siswa, sehingga
akan menujua arah yang hendak dicapai.
5. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran prakiraan tersebut, maka
verbalisasi prakiraan sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk
menyusunnya.
6. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan
soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu
benar.
Sedangkan menurut Ibrahim (2010: 9) langkah-langkah penggunaan
model discovery learning adalah sebagai berikut:
1) Perumusan masalah untuk dipecahkan peserta didik.
2) Penetapan jawaban sementara untuk mengajukan hipotesis.
3) Peserta didik mencari informasi, data, fakta, yang diperlukan untuk menjawab
atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.
4) Menganalisis atau memecahkan masalah dan menguji hipotesis.
5) Menarik kesimpulan dan jawaban atau generalisasi.
2.1.7. Hakikat Pembelajaran Matematika
Shadiq (2014: 13) matematika adalah ilmu yang membahas pola atau
keteraturan. Seperti halnya tuntutan untuk memanfaatkan penalaran induktif pada
awal proses pembelajaran, perubahan definisi matematika diatas bertujuan agar
para siswa belajar mencerna ide-ide baru, mampu menyesuaikan diri terhadap
perubahan, mampu menangani ketidakpastian, mampu menemukan keteraturan
dan mampu memecahkan masalah yang tidak lazim. Sedangkan menurut Kline
dalam Abdurrahman (2009: 252) mendefinisikan matematika merupakan bahasa
simbolis dan ciri utamanya adalah menggunakan cara bernalar deduktif, tetapi
juga tidak melupakan cara bernalar induktif. Hamzah (2014: 58) mengemukakan
bahwa matatematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi, ilmu
deduktif tentang keluasan atau pengukuran dan letak, tentang bilangan-bilangan
dan hubungan-hubungannya, ide-ide, struktur-struktur dan hubungan yang diatur
menurut urutan yang logis, tentang struktur logika mengenai bentuk yang
terorganisasi atau susunan besaran dan konsep-konsep mulai dari unsur yang tidak
didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau pastulat akhirnya ke
dalil atau teorama, dan berbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan
geometri.
Gagne dalam Sumardjono, dkk (2012: 13) mengartikan pembelajaran
sebagai pengaturan peristiwa yang berada di luar diri siswa, yang direncanakan
guna memudahkan prosesbelajar dalam diri siswa. Sedangkan kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran ini merupakan
pengertian pembelajaran menurut Hamalik (2011: 57).
Wahyudi (2013: 14) pembelajaran matematika yaitu sebagai proses yang
sengaja direncanakan dengan tujuan ntuk menciptakan suasana lingkungan (kelas
atau sekolah) yang memungkinkan siswa belajar matematika di sekolah.
Sedangkan menurut Muhsetyo, dkk (2010: 26) pembelajarn matematika adalah
proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian
kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi bahan
2.1.8. Hasil Belajar
2.1.8.1. Pengertian Hasil Belajar
Winkel dalam Purwanto (2014: 45) Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukan suatu aktivitas
atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Belajar
adalah aktifitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengang
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan
manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya.
Susanto (2013: 5) hasil belajar merupakan perubahan-perubahan yang
terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar.
2.1.8.2. Faktor – faktor Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Susanto (2013: 12)
antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
1. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dalam diri peserta
didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor ini meliputi:
kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,
kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berasal dari luar diri peserta didik yang
mempengaruhi hasil belajar yantu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang
berantakan keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang
tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku
yang kurang baik dari orangtua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang relevan
Berdasarkan hasil penelitian yang penah dilakukan oleh Fransiskus (2012)
dengan judul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing
(Guided Discovery) Terhadap Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika
Kelas III SDN Tlogo Kecamatan Tuntan Kabupaten Semarang Semester II Tahun
Ajaran 2011/2012. Menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada
penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery)
terhadap hasil belajar Matematika bagi siswa kelas III semester II SD Negeri
Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2011/2012. Nilai
rata-rata posttest hasil belajar kelas eksperimen 74,8571, dan kelas kontrol
62,9333. Hal tersebut menunjukan ada perbedaan hasil belajar yang sangat
signifikan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Artinya bahwa rata-rata
nilai kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Hasil Uji t-test
(Independent Samples T-Test) nilai posttest diketahui bahwa nilai t Equal
variances assumed adalah 5,627 dan tingkat signifikansi (Sig. 2-tailed) 0,000.
Berdasarkan hasil nilai posttest uji t dan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05 maka
ada pengaruh yang sangat signifikan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saputri, Lisa (2012) dengan judul
Pengaruh Penggunaan Model Discovery pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan
Bunyi Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga
Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 menyimpulkan bahwa dalam
pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen menggunakan metode
discovery dapat memberikan pengaruh yang positif. Terlihat dari nilai sig
(2-tailed) 0,000 bahwa sangat signifikan.
2.3. Kerangka Pikir
Model kerangka berfikir dibawah ini merupakan penerapan model
pembelajaran terhadap hasil belajar matematika. Sebagai populasi yaitu siswa
kelas 5A dan 5B, pembelajaran kelas 5A dengan model discovery learning materi
jaring-jaring bangun ruang, sedangkan kelas 5B menggunakan metode
(treatment) guru memberikan pretest terlebih dahulu pada siswa kelas 5A dan
5B,sedangkan posttest diberikan sesudah model discovery learning diterapkan di
kelas 5A dan metode konvensional diterapkan di kelas 5B. Kedua metode yang
diterapkan di kelas 5A dan 5B untuk mengetahui hasil belajar matematika, apakah
ada pengaruh atau tidak model discovery learning yang diterapkan di kelas 5A
dengan metode konvensional yang diterapkan di kelas 5B SD Negeri Kesongo 01
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015. Adapun
kerangka berfikir pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Pretest Kelompok
Eksperimen
Kelompok Kontrol
Model discovery learning mata
pelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang
Metode konvensional mata pelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang
Posttest
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis Penelitian hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk pertanyaan menurut Sugiyono (2010: 96). Hipotesis
dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang merupakan jawaban sementara atas
masalah yang dirumuskan. Mengacu pada landasan teori dan kerangka berpikir
diatas, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model discovery learning
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas 5 SD Negeri Kesongo 1.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model discovery learning