• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Model Problem Based Learning (PBL) 2.1.1.1. Pengertian Model Problem Based Learning - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Me

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Model Problem Based Learning (PBL) 2.1.1.1. Pengertian Model Problem Based Learning - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk Me"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Model Problem Based Learning (PBL)

2.1.1.1. Pengertian Model Problem Based Learning

Kristin dan Nuraini ( 2017 : 372) berpendapat problem based learning

adalah pendekatan pembelajaran menyajikan masalah kontekstual, dan

pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana

mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi

masalah, mengumpulkan dan menganalisa data, menyusun fakta, mengkonstruksi

argument mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau

berkolaborasi dalam pemecahan masalah. Serafino & Cicchelli (dalam Eggen dan

Kauchak, 2012: 307) model problem based learning adalah seperangkat model

mengajar yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan

keterampilan pemecahan masalah, materi dan pengaturan diri. Sedangkan menurut

Arends (dalam Hosnan, 2014: 295) model pembelajaran probem based learning

(PBL) adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada

masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,

menumbuhkembangkan ketrampilan yang lebih tinggi dan inquiry, memandirikan

siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Menurut Anugraheni ( 2018 : 11)

menjelaskan model pembelajaran problem based learning adalah suatu model

pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran serta

mengutamakan permasalahan nyata baik di lingkungan sekolah, rumah, atau

masyarakat sebagai dasar untuk memperoleh pengetahuan dan konsep melalui

kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah. Anugraheni dan Rahmadani

( 2017 : 243) mengemukakan PBL adalah pendekatan pembelajaran yang

menggunakan permasalahan dunia nyata sebagai suatu konteks, guna merangsang

kemampuan berpikir kritis serta kemampuan pemecahan masalah siswa dalam

memahami konsep dan prinsip yang esensi dari materi pelajaran.

Dari berbagai pengertian model pembelajaran problem based learning,

dapat disimpulkan bahwa seperangkan model pembelajaran yang menggunakan

(2)

8 ketrampilan pemecahan masalah dan mengembangkan kemampuan berpikir dalam

melakukan penyelidikan/ mencari jawaban.

2.1.1.2. Karakteristik Model Problem Based Learning

Model pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain

yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau ciri dari model pembelajaran itu sendiri.

Karakteristik yang dimiliki juga merupakan suatu gambaran umum tentang

kegiatan yang dilakukan dengan penerapan pembelajaran model itu sendiri.

Karakteristik model pembelajaran problem based learning menurut Hosnan (2014:

300) adalah sebagai berikut:

1. Pengajuan masalah atau pertanyaan.

Pengaturan pembelajaran tertuju pada masalah atau pertanyaan yang

penting dengan memenuhi kriteria autentik, jelas, mudah dipahami dan

bermanfaat. Sehingga siswa dapat memahami permasalahan yang disajikan

dengan jelas tanpa adanya kesalahan pemahaman.

2. Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu.

Dalam pembelajaran ini, masalah yang diajukan dapat mengaitkan atau

melibatkan berbagai disiplin ilmu. Penyelidikan yang autentik.

3. Penyelidikan dan penyelesaian masalah bersifat nyata.

Siswa dapat menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan

dan meramalkan hipotesis, mencari dan mengumpulkan informasi dari

berbagai sumber, melaksanakan percobaan jika diperlukan, membuat

kesimpulan dan menggambarkan hasil ahir.

4. Menghasilkan dan memamerkan hasil/ karya.

Siswa memiliki tugas untuk menyusun hasil penyelesaian masalah

dalam pembelajaran dalam bentuk karya yang dikomunikasikan didepan

kelas. Bentuk karya yang dimaksud dapat dibuat dalam bentuk laporan.

5. Kolaborasi.

Pada pembelajaran berbasis masalah, penyelesaian tugas-tugas

dilakukan dengan komunikasi dan kerjasama yang baik antar teman dalam

suatu kelompok dengan bimbingan guru.

Karakteristik model PBL memberikan cukup ruang untuk mengembangkan

(3)

9 tujuan yaitu mempelajari sejumlah kompetensi yang diperlukan dan

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah yang penting untuk

pembelajaran seumur hidup (Engel dalam Ward dan Lee, 2002: 18).

2.1.1.3. Langkah – Langkah Problem Based Learning

Model PBL dirancang untuk membantu siswa mengembangkan

kemampuan berpikir, dan keterampilan pemecahan masalah. Adapun tujuan dari

hasil belajar yang dicapai dengan model PBL menurut Nur dalam Amir (2009

:4-5), yaitu

1) keterampilan berpikir dan pemecahan masalah (PBL memungkikan siswa

mencapai keterampilan berpikir yang lebih tinggi).

2) pemodelan peran orang dewasa (PBL membantu siswa untuk berkinerja

dalam situasi kehidupan nyata dan belajar pentingnya orang dewasa).

3) pembelajaran yang otonom dan mandiri (PBL memungkinkan siswa

menjadi pelajar yang otonom dan mandiri melalui bimbingan guru dalam

mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata

oleh siswa sendiri dan belajar untuk menyelesaikan tugas secara mandiri).

Menurut Arends (2008:57), untuk mencapai ketiga tujuan tersebut, maka di

dalam pelaksanaannya model PBL memiliki 5 tahap utama (sintaks) yang dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.1 sintaks PBL menurut Arends ( 2008 : 57)

No Fase Perilaku Guru

1 Fase 1 : Memberikan

orientasi tentang

permasalahannya

kepada siswa.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran,

menjelasakan logistik (bahan dan alat) apa yang

diperlukan bagi penyelesaian masalah serta

memberikan motivasi kepada siswa agar

menaruh perhatian terhadap aktivitas

penyelesaian masalah

2 Fase 2 :

Mengorganisasikan

siswa untuk meneliti

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan

dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang

(4)

10 3 Fase 3 : Membantu

investigasi mandiri

dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mencari informasi

yang sesuai, melakukan eksperimen, dan

mencari penjelasan dan pemecahan

masalahnya..

Guru membantu siswa dalam perencanaan dan

pewujudan artefak yang sesuai dengan tugas

yang diberikan seperti laporan, video, dan

model-model serta membantu mereka saling

berbagi satu sama lain terkait hasil karyanya..

5 Fase 5 : Menganalisis

dan mengevaluasi

proses mengatasi

masalah.

Guru membantu siswa melakukan refleksi

terhadap hasil penyelidikan serta proses-proses

pembelajaran yang telah dilakukan.

Sumber : Arends (2008 :57)

2.1.1.4. Kelebihan dan Kelemahan Problem Based Learning

Berdasarkan penjelasan Trianto (2011 : 96-97 ) model pembelajaran

berdasarkan masalah memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan PBL sebagai

model pembelajaran adalah : (1) realistic dengan kehidupan siswa; (2) Konsep

sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) memupuk sifat inquiri siswa; (4) refensi konsep

jadi kuat dan ; (5) memupuk kemampuan problem solving.

Kelemahan PBL antara lain (1) persiapan pembelajaran ( alat, problem,

konsep) yang kopleks; (2) sulitnya mencari problem yang relevan; (3) sering terjadi

miss-konsepsi; dan (4) konsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.

2.1.2. Berpikir Kritis

2.1.2.1. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis.

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang beralasan

dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau

dilakukan (Norris dan Ennis dalam Fisher, 2009:4). Menurut Fisher (2009:1),

kemampuan-kemampuan berpikir perlu diajarkan karena pengajaran selama ini

hanya mengajarkan tentang isi materi pelajaran dan mengesampingkan pengajaran

(5)

11 sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah

dan hal-hal yang berbeda dalam jangkauan pengalaman seseorang, (2) pengetahuan

tentang metode-metode pemeriksanaan dan penalaran yang logis dan (3) semacam

suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis

menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif

berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjut yang

diakibatkannya. Kemampuan berpikir kritis memberikan banyak manfaat bagi

siswa, diantaranya dapat meningkatkan dan mengembangkan pemahaman konsep

siswa serta dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya sehingga akan mudah

menyelesaikan soal-soal yang lebih kompleks (Bempah, 2014:3). Hal tersebut

disebabkan karena dalam proses pembelajaran, siswa akan mempertanyakan

berbagai informasi yang diterima dan menggunakan kemampuan berpikirnya untuk

menganalisis dan mengevaluasi permasalahan tersebut dengan menggunakan

alasan yang logis. Slameto ( 2017 : 2 ) Berpikir kritis adalah kegiatan kognitif yang

melibatkan penalaran. Belajar berpikir kritis berarti menggunakan proses mental

seperti mendengar, pengkategorian, seleksi, dan penilaian atau pemutusan.

Kemampuan berpikir kritis memberikan acuan penting dalam berpikir dan

pengerjaan. Itu juga membatu dalam mempertimbangkan sebuah hubungan antara

segala sesuatu yg dianalisa dengan sebuah cara yang lebih akurat.

Dari beberapa pendapat ahli mengenai pengertian berpikir kritis, dapat

disimpulkan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir yang beralasan dan reflektif

yang berfokus untuk memutuskan masalah- masalah dari informasi dengan

pengalaman mencari informasi secara mendalam dengan mendapatkan kesimpulan

dengan alasan- alasan yang logis yang didapatkan.

2.1.2.2. Aspek-Aspek Berpikir Kritis

Berpikir kritis mencakup seluruh proses mendapatkan, membandingkan,

menganalisa, mengevaluasi,internalisasi dan bertindak melampaui ilmu

pengetahuan dan nilai-nilai. Berpikir kritis bukan sekedar berpikir logis sebab

berpikir kritis harus memiliki keyakinan dalam nilai-nilai, dasar pemikiran dan

percaya sebelum didapatkan alasan yang logis dari padanya. Slameto (2017 : 2)

mengemukakan pengembangan kemampuan berpikir kritis merupakan sebuah

(6)

12 suatu permasalahan dari berbagai sudut pandang, analisis, penalaran, penilaian,

penciptaan keputusan, dan persuasi. Semakin baik integrasi semua kemampuan ini

berkembang, semakin mudah bagi kita semua untuk menghadapi masalah-masalah

atau proyek-proyek yang kompleks dengan hasil yang memuaskan. Bloom dalam

Sudjana ( 2008 : 23 -26) mengemukakan kemampuan berpikir kritis terdiri dari 6

tingkatan yang meliputi aspek mengingat, memaham, aplikasi , analisis , evaluasi,

sintesis . Berikut penjelasan dari 6 tingkatan berpikir menurut bloom dalam Sudjana

(2008 : 23-26) sebagai berikut :

1. Mengingat

Mengingat merupakan tipe belajar yang termasuk kognitif tingkat rendah

yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe

hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasyarat bagi pemahaman.

2. Memahami

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari mengingat.Pemahaman dapat

dibedakan kedalam tiga kategori yaitu pemahaman terjemahan, pemahaman

penafsiran dan pemahaman ekstrapolasi/memperluas data.

3. Mengaplikasikan

Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi

khusus. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi

proses pemecahan masalah yang didasari pada kehidupan yang ada

dimasyarakat atau realitas yang ada dalam teks bacaan.

4. Menganalis

Jenjang peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan

tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan

analisis dikelompokan menjadi tiga, yaitu analisis unsur, analisis hubungan,

dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi .

5. Mengevaluasi

Jenjang kemampuan yang menuntut pesert didik untuk dapat

mengevaluasi sutu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan

kriteria tertentu.

(7)

13 Jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan

sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai factor. Hasil yang

diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme.

Tingkatan mengingat, memahami, mengaplikasikan merupakan tingkatan

berpikir aras rendah, sedangkan tingkatan menganalisis, mengevaluasi,

mensistesis merupakan tingkat berpikir aras tinggi. Sehingga untuk

meningkatkan berpikir kritis dalam membuat indikator soal didasarkan pada

tingkatan berpikir arass tinggi.

Melatih kemampuan berpikir kritis siswa dalam memberikan suatu

permasalahan hendaknya harus memperhatikan beberapa indikator yang harus

diperhatikan. Kneedler (dalam Hendra Surya, 2013: 179-180),

mengemukakan bahwa langkah- langkah berpikir kritis itu dapat

dikelompokkan menjadi tiga langkah :

1. Mengenali masalah (defining and clarifying problem)

a. Mengidentifikasi isu-isu atau permasalahan pokok.

b. Membandingkan kesamaan dan perbedaan-perbedaan.

c. Memilih informasi yang relevan.

d. Merumuskan/memformulasi masalah.

2. Menilai informasi yang relevan

a. Menyeleksi fakta, opini, hasil nalar (judgment).

b. Mengecek konsistensi.

c. Mengidentifikasi asumsi.

d. Mengenali kemungkinan faktor stereotip.

e. Mengenali kemungkinan bias, emosi, propaganda, salah penafsiran

kalimat (semantic slanting).

f. Mengenali kemungkinan perbedaan orientasi nilai dan ideologi.

3. Pemecahan masalah / penarikan kesimpulan

a. Mengenali data yang diperlukan dan cukup tidaknya data.

b. Meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari keputusan atau

pemecahan masalah atau kesimpulan yang diambil

Facione dalam Filsaime ( 2008 : 66-68 ) mengemukakan enam kemampuan

(8)

14 dan memberi makna data atau informasi, (2) analisis, yaitu kemampuan untuk

mengidentifikasi hubungan dari informasi-informasi yang dipergunakan untuk

mengekspresikan pemikiran atau pendapat, (3) evaluasi, yaitu kemampuan untuk

menguji kebenaran dari informasi yang digunakan dalam mengekspresikan

pemikiran atau pendapat, (4) inferensi, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi

dan memperoleh unsur-unsur yang diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan

yang masuk akal, (5) eksplanasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan atau

menyatakan hasil pemikiran berdasarkan bukti, metodologi, dan konteks. (6)

regulasi diri, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur berpikirnya.

Perkins dan Murphy (2006 : 298 – 307 ) menyatakan berpikir kritis melalui

empat tahap penting sebagai berikut.

1. Klarifikasi (clarification)

Tahap klarifikasi meliputi semua aspek menyatakan, mengklarifikasi,

menggambarkan atau mendefinisikan masalah. Aktivitas yang dilakukan

adalah menyatakan masalah, menganalisis pengertian dari masalah,

mengidentifikasi sejumlah asumsi yang mendasari, mengidentifikasi

hubungan diantara pernyataan atau asumsi, mendefinisikan atau mengkritisi

definisi pola-pola yang relevan.

2. Assesmen (assessment)

Tahap assesmen merupakan tahap melalui aspek-aspek seperti membuat

keputusan pola situasi, mengemukakan fakta-fakta argument atau

menhubungkan dengan masalah yang lain. Aktivitas yang dilakukan adalah

memberikan alasan penalaran yang dilakukan valid, mengajukan informasi

lain yang relevan, menentukan kriteria penilaian seperti kredibilitas sumber,

membuat penilaian keputusan berdasarkan kriteria atau situasi dan topik,

dan memberikan fakta untuk pilihan penilaian kriteria.

3. Penyimpulan (inference)

Tahap penyimpulan merupakan tahap menghubungkan antara sejumlah

ide, menggambarkan kesimpulan yang tepat baik melalui deduksi maupun

induksi, menggeneralisasi, menjelaskan, dan menyusun hipotesis. Aktivitas

(9)

15 kesimpulan yang tepat, mencapai simpulan, menggeneralisasi dan

menunjukkan hubungan antara sejumlah ide.

4. Strategi/taktik

Tahap strategi/taktik merupakan tahap mengajukan, membahas, atau

mengevaluasi, sejumlah tindakan yang mungkin. Aktivitas yang dilakukan

adalah mengambil tindakan, menggambarkan tindakan yang mungkin,

mengevaluasi sejumlah tindakan dan memprediksi hasil tindakan.

Dalam melatih menjadi pemikir kritis yang baik dibutuhkan kesadaran dan

keterampilan memaksimalkan kerja otak melalui langkah-langkah berpikir kritis

yang baik yang harus diperhatiakn, sehingga kerangka berpikir dan cara berpikir

tersusun dengan pola yang baik. Walau memang belum ada rumusan

langkah-langkah berpikir kritis yang dapat dijadikan tolak ukur atau parameter yang baku.

Sebab, berpikir kritis adalah proses yang sedang berlangsung bukan hasil yang

mudah dikenali. Namun dari pendapat beberapa tokoh mengenai aspek berpikir

kritis memiliki persamaan. Seperti tahap pertama Perkins dan Murphy yaitu

klarifikasi sama dengan pendapat Kneedler bahwa tahapan berpikir kritis mulai

dari klarifikasi yaitu mengidentifikasi masalah dan mampu mengidentifikasi

hubungan dari pernyataan.

Berdasarkan uraian teori yang telah dikemukakan oleh para ahli, sebenarnya

mempunyai persamaan yang terdiri dari 4 tahapan yaitu klarifikasi, assessment,

inference, strategi, maka dalam penelitian ini mengacu pada tahap berpikir Perkins

dan Murphy (2006 : 298 – 307). Indikator kemampuan berpikir kritis siswa pada

penelitian ini mengacu pada indikator kemampuan berpikir kritis Perkins dan

Murphy ( 2006 : 301) dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2.2. lndikator Pencapaian Kemampuan Berpikir Kritis Penelitian menurut

Perkins dan Murphy ( 2006 : 301 )

No Tahapan

Berpikir

Kritis

Deskripsi Indikator Berpikir Siswa

1. Clarificatio

n

Tahap dimana

siswa menyatakan

masalah dan

a. Siswa dapat menentukan

informasi yang diketahui dalam

(10)

16 menganalisis

pengertian dari

masalah

b. Siswa dapat merumuskan

pertanyaan yang diminta dari soal

2. Assesment Tahap dimana

a. Siswa dapat menggali lebih dalam

informasi - informasi lain relevan

dengan pertanyaan pada soal

b. Siswa dapat menentukan

ide/konsep yang akan digunakan

untuk menyelesaikan soal.

3. Inference Tahap dimana

siswa membuat

kesimpulan dan

mengeneralisasi.

a. Siswa dapat mencapai simpulan

dari masalah

b. Siswa dapat menggeneralisasikan

simpulan sesuai fakta pada soal

4. Strategies Tahap dimana

a. Siswa dapat menggunakan

informasi relevan yang telah

diperoleh sebelumnya untuk

mengerjakan soal dengan runtut

dan benar.

b. Siswa dapat menjelaskan langkah

penyelesaian soal yang sudah

ditemukan dengan baik.

2.1.3. Hubungan Problem Based Learning dengan kemampuan berpikir kritis.

Berdasarkan karakteristik pembelajaran problem based learning berkaitan erat

dengan melatih kemampuan berpikir kritis melalui langkah – langkah ( sintaks )

pada model pembelajaran PBL. Oleh karena itu, indikator kemampuan berpikir

kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa sebagai berikut : a) Mencari

pernyataan atau pertanyaan yang jelas artinya atau maksudnya, b) Mencari dasar

atas suatu pernyataan, c) Berusaha untuk memperoleh informasi terkini,

d)Menggunakan dan menyebutkan sumber yang dapat dipercaya, e)

(11)

17 pembicaraan, g) Berusaha mengingat pertimbangan awal atau dasar, h) Mencari

alternatif-alternatif, i) Bersikap terbuka, j) Mengambil posisi (atau mengubah

posisi). apabila bukti-bukti dan dasar dasar sudah cukup baginya untuk menentukan

posisinya, k) Mencari ketepatan seteliti-telitinya, l)Berurusan dengan

bagian-bagian secara berurutan hingga mencapai seluruh keseluruhan yang kompleks, m)

Menggunakan kemampuan atau ketrampilan kritisnya sendiri, n) Peka terhadap

perasaan, tingkat pengetahuan dan tingkat kerumitan berpikir orang lain, o)

Menggunakan kemampuan berpikir kritis orang lain.

Model Problem Based Learning erat kaitannya dengan karakteristik kemampuan

berpikir kritis. Model PBL lebih menekankan pada usaha penyelesaian masalah

melalui kegiatan penyelidikan. Kegiatan penyelidikan peserta didik ini tentunya

membutuhkan informasi dari segala sumber. Keterampilan mengolah informasi

merupakan salah satu ciri dari kemampuan berpikir kritis.

Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah pembelajaran yang didasarkan

pada masalah. Siswa akan membangun pengetahuannya melalui masalah

kontekstual yang diberikan. Dari masalah yang disajikan, siswa akan memecahkan

masalah tersebut berdasarkan pengetahuan yang telah ada, kemudian membentuk

pengetahuan-pengetahuan baru hingga terbentuk suatu konsep lengkap matematika.

2.1.4. Matematika

2.1.4.1. Hakikat Matematika

Menurut James dalam Suherman, dkk (2003:16) matematika adalah ilmu

tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang

berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi

ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Menurut Soedjadi

(2000:11),mengemukakan pengertian matematika yaitu: (1) Matematika adalah

cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik; (2) Matematika

adalah pengetahuantentang bilangan dan kalkulasi; (3) Matematika adalah

pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan; (4)

Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang

ruang dan bentuk; (5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur yang logik;

(6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Menurut

Jujun S (2007:190) , matematika merupakan bahasa yang eksak,cermat, dan

(12)

18 matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan

kemampuan berfikir dan beragumentasi, memberikan kontribusi dalam

menyelesaikan masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja sehingga matematika

sangatlah penting untuk kita pelajari.

Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pola

berpikir yang terstruktur dan terorganisasi dengan pembuktian yang logis dengan

bahasa yang eksak, cermat dan aksioma dengan konsep-konsep yang berhubungan

satu dengan yang lain yang telah dibuktikan kebenarannya yang terbagi ke dalam

ruang lingkup tiga bidang yaitu aljabar, analisi, dan geometri.

2.1.4.2. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok, karena

keberhasil dari pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana

proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara professional. Suherman,

dkk (2003:8), menyatakan bahwa pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan

yang memberi bantuan agar program belajar tumbuh dan berkembang secara

optimal. Mulyasa (2002:100), berpendapat bahwa pembelajaran pada hakikatnya

adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi

perbedaan perilaku ke arah yang lebih baik. Dari pengertian ini dapat dikatakan

proses belajar mengajar akan berhasil jika mampu memberikan perubahan dalam

pengetahuan,pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap dalam diri siswa.

Pembelajaran matematika di SD sesuai dengan tujuan mata pelajaran matematika

yang tertuang pada standar isi bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan salah satunya siswa mampu memahami konsep

dan menjelaskan keterkaitan antar konsep dalam memecahkan masalah

menggunakan penalaran dalam mencari solusi/ bukti dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu kriteria dalam proses keberhasilan pembelajaran matematika adalah

dalam hal penyampaian materi yang tepat. Karena keberhasilan siswa dalam

memahami konsep pembelajaran matematika tak terlepas dari cara guru

menyampaikan materi. Soegandi dan Anugraheni (2017 : 128) menyatakan

keberhasilan pembelajaran matematika salah satu caranya yaitu dalam

penyampaian materi, misalnya dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses

(13)

19 atau metode pembelajaran yang menarik perhatian siswa agar siswa minat dengan

pembelajaran matematika dan dapat memahami konsep matematika dengan baik.

Berdasarkan uraian tujuan dapat diketahui bahwa pembelajaran matematika

mempunyai tujuan yang sangat luas. Dengan melatih cara berfikir dan bernalar

dalam menarik kesimpulan, siswa akan terbiasa menganalisis suatu masalah atau

hal-hal yang baru dengan tepat, sehingga kesimpulan yang diperolehnya adalah

benar. Dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar untuk mengasah

kemampuan berpikir kritis pendidik bisa melalui pengenalan topik dengan masalah

yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Semakin berkembang penuh keterampilan

berpikir murid, semakin sering mereka belajar. Kemudian semakin sering mereka

belajar tentang satu topik, semakin baik mereka mampu berpikir kritis tentang topik

itu. Pembelajaran adalah dampak dari berpikir. Retensi pemahaman, dan

penggunaan aktif pengetahuan bisa tercipta hanya dengan pengalaman

pembelajaran dimana murid berpikir tentang, dan berpikir dengan, apa yang mereka

pelajari.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penilitian yang dilakukan oleh Gunantara,dkk pada tahun 2014 yang

berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V”.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data hasil penelitian, diperoleh hasil

penelitian yang menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based

learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah yakni dari

siklus I ke siklus II sebesar 16,42% dari kriteria sedang menjadi tinggi. Hasil

penelitian menunjukan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran

Matematika.

Penelitian yag dilakukan oleh Riana Rahmasari (2016) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas IV SD” , berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan

dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran PBL (Problem Based

(14)

20 siswa mendapat nilai 65-75 dan baru 5 siswa yang mendapat nilai >75. Setelah

siklus 1 hasil nilai mata pelajaran IPA meningkat menjadi 23 siswa yang memiliki nilai ≥65 dan hanya satu siswa saja yang memiliki nilai ≤65. Dari 23 siswa yang nilainya memenuhi kriteria ketuntasan minimal, 13 diantaranya sudah memiliki

nilai >75.

Penelitian yang dilakukan oleh Indri Anugraheni pada tahun 2018 yang berjudul “Meta Analisis Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis di Sekolah Dasar “. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa penerapan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) sudah banyak dilakukan peneliti. Hasil analisis

meta menunjukkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) mampu

meningkatkan berpikir kritis siswa yang terendah 2,87% sampai yang tertinggi

33,56% dengan peningkatan yang signifikan sebesar 12,73%.

Penelitian yang dilakukan oleh Linda Rachmawati pada tahun 2015 yang

berjudul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan

Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SDN Pringapus 2 Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek” menunjukkan bahwa model pembelajaran problem based learning dapat meningkat hasil pembelajaran. Hasil data menunjukan pada siklus I terdapat

17 siswa atau 51,5% yang nilainya masih belum mencapai standar ketuntasan

belajar minimal (SKBM). Pada siklus I perolehan rata-rata hasil belajar siswa yaitu

63,4. Perolehan skor tersebut berbeda dengan yang dicapai saat siklus II yaitu

rata-rata 80,94 dan hanya 4 siswa atau 12,12% yang hasil belajarnya belum mencapai

standar ketuntasan belajar minimal (SKBM). Secara klasikal keberhasilan pada

siklus I yaitu 48,4 % dengan kriteria cukup sedangkan pada siklus II yaitu 87,9%

dengan kriteria sangat baik.

Berdasarkan penelitian diatas, peneliti akan melakukan penelitian dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Peneliti mempunyai

tujuan yang sama dengan ketiga penelitian di atas yaitu untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan model pembelajaran Problem

Based Learning. Namun dalam hal ini peneliti fokus meningkatkan kemampuan

(15)

21 2.3. Kerangka Berpikir.

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan, Peranan guru dalam

pemilihan model pembelajaran yang kurang variatif dan masih sering menggunakan

model konvesional,Siswa yang masih sulit dalam memahami materi dan

menyelesaikan soal matematika yang mengindikasikan kemampuan berpikir kritis

siswa yang masih rendah, kurangnya model pembelajaran yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis hal ini berdampak terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa yang masih rendah.

Mengajar matematika di sekolah tidak hanya menyangkut membuat siswa

memahami materi matematika yang diajarkan. Namun, terdapat tujuan-tujuan lain

misalnya, kemampuan-kemampuan yang harus dicapai oleh siswa ataupun

ketrampilan serta perilaku tertentu yang harus siswa peroleh setelah ia mempelajari

matematika. Dalam mempelajari matematika orang harus berpikir agar dia mampu

memahami konsep-konsep matematika yang dipelajari serta mampu menggunakan

konsep-konsep tersebut secara tepat ketika dia harus mencari jawaban bagi berbagai

soal matematika. Soal matematika yang dihadapi seseorang seringkali tidaklah

dengan segera dapat dicari solusinya sedangkan dia diharapkan untuk dapat

menyelesaikan soal tersebut. Karena itu ia perlu memiliki kemampuan berpikir agar

dengannya ia dapat menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapinya.Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses

pembelajaran adalah model pembelajaran yang digunakan. Salah satu model yang

dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah

model pembelajaran problem based learning.

Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang

menggunakan masalah nyata yang ditemui di lingkungan sebagai dasar untuk

memperoleh pengetahuan dan konsep melalui kemampuan berpikir kritis dan

memecahkan masalah. Model ini dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa.

Langkah – langkah dalam PBL yang berawal dari masalah, kemudian siswa

menganalisi masalah , dan mencari jawaban dari masalah yang dihadapi sehingga

siswa dapat menemukan konsep – konsep sendiri dalam pembelajaran matematika.

Penerapan model pembelajaran problem based learning salah satu nya bertujuan

(16)

22 dengan menggunakan model problem based learning, siswa dapat meningkatkan

(17)

23 Pembelajaran Awal

Peranan guru

dalam pemilihan model

pembelajaran yang kurang variatif dan

masih sering

menggunakan model konvesional

siswa kesulitan mengerjakan soal cerita matematika, Banyak siswa yang belum memahami hubungan dari pernyataan – pernyataan yang ada di soal cerita matematika sehingga siswa kebingungan dalam menyelesaikan / cara mengerjakan soal cerita matematika.

Kemampuan Berpikir kritis masih rendah

Pembelajaran Menggunakan Model Problem Based Learning

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, serta memberikan motivasi kepada siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas penyelesaian masalah.

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.

Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang sesuai, dan mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya.

Guru membantu siswa dalam perencanaan dan pewujudan yang sesuai dengan tugas yang diberikan seperti laporan dan presentasi.

Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap hasil penyelidikan serta proses-proses pembelajaran yang telah dilakukan.

(18)

24 2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan

sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Penerapan model pembelajaran problem based learning dapat

meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran

matematika, melalui langkah – langkah yaitu memberikan orientasi

tentang permasalahan kepada siswa, mengorganisasikan siswa untuk

meneliti, membantu investigasi mandiri dan kelompok, mengembangkan

dan mempresentasikan artefak dan exhibit, kemudian terakhir

menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah akan

meningkatkan kemampuuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran

matematika.

2. Penerapkan model pembelajaran problem based learning dalam mata

pelajaran matematika materi pecahan dapat meningkatkan kemampuan

Gambar

Tabel 2.1 sintaks PBL menurut Arends ( 2008 : 57)

Referensi

Dokumen terkait

Theoretically, this study is expected to enrich the literature on need analysis for economics and business students of vocational school in the context of 2013

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Gaya hidup berpengaruh secara parsial dan besar terhadap keputuasan masyarakat dalam belanja secara ol line menunjukkan

Penulis melakukan analisa produk yang lebih banyak diproduksi dalam perusahaan tersebut dengan menggunakan klasifikasi ABC, kemudian melakukan peramalan terhadap data hisotri

Permasalahan yang dihadapi Guru SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Mana- jemen Pascasertifikasi Di Kota semarang dalam pelaksanaan kegiatan PKB antara lain dikemukakan oleh

Objek pada pembahasan penelitian ini yang akan dibahas adalah SMK Negeri 6 Bandung ,untuk mengetahui manajemen pemeliharaan dan perawatan yang dilaksanakan pihak

Tahap analisis yang dilakukan penulis pada pengembangan multimedia secara umum dibagi menjadi dua, yaitu analisis kebutuhan, dan analisis lingkungan. Analisis

adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama

Aktivitas siswa yang melaksanakan prakerin pada industri BUMN dengan golongan besar sangat aktif dan di- namis serta sangat menujukkan pro- fesionalisme kerja yang