• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas III SDN 1 Wulung Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS) terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas III SDN 1 Wulung Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1. Model Pembelajaran TPS

2.1.1.1. Pengertian Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS).

Model pembelajaran Thing-Pair-Share (TPS) adalah salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukan partisipasi kepada orang lain. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tipe Think-Pair-Share (TPS) ini memberikan kesempatan sedikit delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukan partisipasi mereka kepada orang lain.

Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997),menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya . Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami .Guru memilih menggunakan think-pair-share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.

(2)
(3)

sebagai fasilitator bukan sebagai pemberi informasi. Pembelajaran Think-Pair-Share termasuk dalam strategi pembelajaran kooperatif.

Dari uraiaan di atas pendapat yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa Think Pair Share adalah satu strategi mengajar yang di awali dengan suatu kegiatan berupa guru memberikan suatu pertanyaan untuk dipikirkan oleh siswa kemudian meminta siswa untuk mendiskusikan jawaban dengan pasangan, setelah itu meminta salah satu atau beberapa untuk berbagi jawaban yang mereka sepakati kepada siswa sekelas.

2.1.1.1. Karakteristik Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS)

Untuk mengetahui tentang model Think Pair Share (TPS) kita juga perlu mengetahui karakteristiknya Menurut Atik (2007:5) menyatakan karakteristik model Think Pair Share (TPS) ada 3 langkah utama yang dilaksanakan dalam

proses pembelajaran, yaitu langkah Think (berpikir secara

individu),pair (berpasangan) dan share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau dengan seluruh kelas). Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Think ( berpikir)

Pada tahap think, guru mengajukan suatu pernyataan atau masalah yang dikaitkan dengan pembelajaran, siswa ditugasi untuk berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan atau masalah yang diajukan. Dalam menentukan batasan waktu pada tahap ini guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Kelebihan dari tahap ini adalah adanya teknik “time” atau waktu berfikir yang memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir mengenai jawaban mereka sendiri sebelum pertanyaan tersebut dijawab oleh siswa lain. Selain itu, guru dapat mengurangi masalah adanya siswa yang berbicara, karena tiap siswa memiliki tugas untuk dikerjakan sendiri.

2) Pair (berpasangan)

(4)

lebih baik karena siswa mendapat tambahan informasi dan pemecahan masalah yang lain.

3) Share (berbagi)

Pada langkah akhir ini guru menugasi pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi hasil pemikiran mereka dengan pasangan yang lain atau dengan seluruh kelas. Pada langkah ini akan menjadi lebih efektif apabila guru berkeliling dari psangan satu kepasangan yang lainnya. Langkah share (berbagi) merupakan penyempurnaan dari langkah-langkah sebelumny, dalam arti bahwa langkah ini menolong semua kelompok untuk menjadi lebih memahami mengenai pemecahan masalah yang diberikan berdasarkan penjelasan kelompok lain.

2.1.1.3. Langkah-langkah Pembelajaran TPS

Dalam Nurhadi (2005 :120), Lyman dan kawan-kawan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Langkah I : thinking (berpikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berkaitan dengan pelajaran; dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.

Langkah II : pairing (berpasangan)

Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengijinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

Langkah III : sharing (berbagi)

(5)

Dari informasi ini, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran think pair share dapat mengatifkan siswa dalam pembelajaran untuk mengolah informasi dengan pasangannya untuk menyelesaikan suatu masalah.

2.1.1.2. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran TPS

Hartina ( 2008: 12) menyatakan Kelebihan model pembelajaran TPS adalah:

1. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan. 2. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan

pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.

3. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.

4. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil

diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.

5. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses

pembelajaran.

Adapun kelemahan model pembelajaran TPS Hartina (2008: 12) adalah “Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak.” Menurut Lie (2005: 46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa) adalah:

1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor

2. Lebih sedikit ide yang muncul, dan

3. Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok. 2.1.2. Hasil belajar

2.1.2.1. Hakekat Hasil Belajar

(6)

2011: 45), hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 250-251), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenisjenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Sudjana (2010: 22-32), dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah antara lain:

1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai terdiri dari 5 aspek yakni penerimaan, jawaban/reaksi, penialaian, organisasi dan internalisasi.

3. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada 6 aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, kerharmonisa atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif.

(7)

Aunurrahman (2011: 37), hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Walupun tidak semua perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar pada umumnya disertai perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada kebanyakan hal merupakan sesuatu perubahan yang dapat diamati (observable). Akan tetapi juga tidak selalu perubahan tingkah laku yang dimaksudkan sebagai hasil belajar tersebut dapat diamati. Untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa digunakan alat penilaian untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Hasil belajar yang berupa aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik menggunakan alat penilaian yang berbeda-beda. Untuk aspek kognitif digunakan alat penilaian yang berupa tes,

Bagi seorang guru, menilai belajar siswa sebenarnya juga menilai hasil usahanya sendiri. Menilai hasil belajar siswa berfungsi untuk dapat membantu guru dalam menilai kesiapan anak pada suatu mata pelajaran, mengetahui status anak dalam kelas, membantu guru dalam usaha memperbaiki metode belajar mengajar.

Menurut Dimyati dan Mudjiono ( dalam Winarti 2012). Hasil belajar dapat dipandang dari dua sisi, yaitu dari sisi siswa dan guru. Dari sisi siswa dikatakan hasil belajar adalah tingkat perkembangan mental siswa lebih baik dibandingkan sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar adalah saat terselesaikannya bahan pelajaran atau materi pembelajaran yang harus disampaikan. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa atau bukti keberhasilan siswa melalui proses pembelajaran diukur dengan alat evaluasi tertentu dan dinyatakan dalam bentuk nilai. Hasil belajar memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran yaitu guna menginformasikan kepada guru mengenai tindak lanjut, guru menyusun atau merancang apa yang akan dilakukan ketika siswa mendapat nilai memenuhi standar KKM maupun siswa yang mendapat nilai di bawah KKM. Pemerolehan hasil belajar yang baik akan mmberikan kebanggaan pada diri sendiri, orang tua, dan orang lain.

(8)

kegiatan belajar baik berupa pengetahuan, sikap maupun keterampilan yang intinya adalah sebuah perubahan.

2.1.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Setiap seseorang belajar pasti terkadang dapat fokus dan mendapatkan hasil maksimal namun terkadang kurang maksimal karena adanya sebuah faktor. Belajar itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar Menurut Munadi (Rusman, 2012:124) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:

1. Faktor Internal

Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.

Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.

2. Faktor Eksternal

Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengurhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.

(9)

2.1.3. Pembelajaran Konvensional

2.1.3.1. Pengertian Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan suatu pembelajaran yang sering digunakan para guru dan pembelajaran ini memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, mengutamakan hasil daripada proses dan pembelajaran berpusat pada guru. Paradigma yang menjadi acuan dari pembelajaran konvensional ini adalah paradigma mengajar.

Djamarah (1996) metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi.

Freire (1999) memberikan istilah terhadap pengajaran konvensional sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber “gaya bank” penyelenggaraan pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.

2.1.3.2. Langkah-langkah Pembelajaran Konvesional

FTK (2011: 26) memberikan langkah-langkah pembelajaran dengan metode konvensional adalah sebagai berikut:

1. Guru memberikan apersepsi terhadap siswa dan memberikan motivasi kepada siswa tentang materi yang diajarkan

2. Guru memberikan motasi

3. Guru menerangkan bahan ajar secara verbal

4. Guru memberikan contoh-contoh.

(10)

benda, orang, tempat, atau contoh tidak langsung, seperti model, miniatur, foto, gambar di papan tulis dan sebagianya.

Contoh-contoh tersebut sedapat mungkin diambil dari lingkungan kehidupan sehari-hari siswa-siswi. Apalagi jika contoh-contoh tersebut diminta dari siswa-siswi tertentu yang sudah dapat menangkap inti persoalan.

Guru memberikan kesempatan untuk siswa bertanya dan menjawab pertanyaannya

5. Guru memberikan tugas kepada siswa yang sesuai dengan materi dan contoh soal yang telah diberikan.

6. Guru mengkonfirmasi tugas yang telah dikerjakan oleh siswa

7. Guru menuntun siswa untuk menyimpulkan inti pelajaran.

Setelah memaparkan beberapa contoh, diberikan kesempatan pada siswa-siswi untuk membuat kesimpulan dan generalisasi mengenai masalah-masalah pokoknya dalam bentuk rumusan, kaidah atau prinsip-prinsip umum.

8. Guru memberikan tanggapan-tanggapan terhadap kesimpulan siswa yang

dapat berupa penyempurnaan, koreksi dan penekanan.

9. Guru memberikan kesimpulan final dalam rumusan yang sejelas-jelasnya.

10.Mengecek pengertian atau pemahaman siswa

Pada akhir pengajaran, guru mengecek pemahaman siswa atas pokok persoalan yang baru dibicarakan dengan berbagai cara, misalnya:

1. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai pokok persoalan;

2. Menyeluruh siswa membuat ikhtisar/ringkasan;

3. Menyeluruh siswa menyempurnakan/membatalkan pertanyaan-pertanyaan

(statement) yang dikemukakan guru mengenai bahan yang telah diajarkan; 4. Menyeluruh siswa mencari contoh-contoh sendiri;

5. Menugaskan siswa mendemonstrasikan/mempergunakan sebagian bahan

(11)

2.1.3.3. Kelebihan dan kelemahan Pembelajaran Konvensional

Purwoto (2003) mengatakan bahwa kelebihan dan kekurangan metode konvensional adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan metode konvensional antara lain: (1) Dapat menampung kelas

besar, tiap murid mendapat kesempatan yang sama untuk mendengarkan dan karenanya biaya yang diperlukan menjadi relative lebih murah. (2) Bahan pengajaran atau keterangan dapat diberikan secara lebih urut oleh guru. Konsep-konsep yang disajikan secara hirarki akan memberikan fasilitas belajar pada siswa. (3) Guru dapat memberikan tekanan terhadap hal-hal yang penting, sehingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin. (4) Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa. (5) Kekurangan atau tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan metode ini.

b. Adapun Kelemahan metode konvensional antara lain: (1) Pelajaran

(12)

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Tedapat beberapa penelitian pendahulu yang meneliti tentang Think Pair Share yaitu penelitian Andry Vernando (2012), Kristina Monika (2012), dan Novita Apriani (2012).

Penelitian Andri Fernando (2012) yang berjudul Pengaruh Penerapan pembelajaran Tipe Think Pair Share (TPS) dengan Pemberian Reward Terhadap Motivasi Belajar IPA ( Studi di kalangan siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012) Hasil Penelitian menunjkan bahwa ada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair share dengan pemberian reward terhadap motivasi belajar siswa. Hal ini ditunjukan dengan pemembadingkan hasil nilai t hitung yang di peroleh sebesar (-4.238) dan t tabel sebesar (2.179). untuk nilai signifikansinya di peroleh nilai sebesar 0,001. Oleh karena –t hitung <t tabel (-4.238<2.179) dan nilai sig (0,001) <0.05, mqkq Ho di tolak, rtinya bahwa ada perbedaan antara hasil dari pengukuran awal dan pengukuran akhir. Hasil penelitian ini diukur dengan menggunakan Uji Paired sample T test. Analisis data diolah dengan menggunakan bantuan SPSS 17.0 for windows.

(13)

Belajar IPA Kelas V SDN 01 Nampu Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”.

Penelitian Novita Apriani (2012) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaraan Kooperatif Tipe Think Pair Shareterhadap Hasil Belajar IPA Siswa Sekolah Dasar. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen sebesar 77,55 lebih besar daripada rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok kontrol sebesar 70,85 dengan besarnya nilai t adalah -3,776 dengan tingkatsignifikansisebesar 0,000, karena besarnya t hitung -3,776> dari t tabel 1,993 maka hipotesis yang diajukan diterima berarti ada perbedaan yang sangat signifikan antara nilai posttest kelas kontrol dengan nilai posttest kelas eksperimen yang artinya terdapat perbedaan pengaruh yang sangat signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share terhadap hasil belajar IPA Siswa sekolah dasar SDN Salatiga.

2.3. Kerangka Pikir

(14)

Dalam model pembelajaran Think Pair Share (TPS) ini, siswa dapat menyelesaikan masalah dalam IPA dengan bekerja sama dengan pasangannya yang diawali dengan pemikiran secara individu. Sehingga siswa dapat menggali potensi yang dimilikinya dan dapat didiskusikan pada kelompok. Sehingga model pembelajaran IPA dengan pendekatan struktural “Think-Pair-Share” dapat menghasilkan hasil belajar IPA daripada penggunaan model pembelajaran konvensional.

Pada tahap thinking, siswa diberi kesempatan untuk memikirkan pemecahan dari suatu soal secara mandiri. Kegiatan itu akan sangat membuat mereka bertanya-tanya sehingga akhirnya akan timbul interaksi yang kuat antara mereka dengan materi.

(15)

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah dan tinjauan pustaka serta kerangka pemikiran tersebut maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan model

pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) terhadap hasil belajar IPA siswa kelas III SDN 1 Wulung Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015 .

Ha : Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan model

Referensi

Dokumen terkait

kepemilikan saham, faktor internal dan faktor eksternal terhadap nilai perusahaan.. Terdapat dua struktur kepemilikan saham yaitu kepemilikan

b) Tahap pekerjaan lapangan, meliputi mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perilaku kebiasaan membaca pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang.

Variabel bebas Struktur kepemilikan Struktur Kepemilikan, Kebijakan Dividen, Kebijakan Utang Nilai Perusahaan, Kinerja Perusahaan, Kesempatan Bertumbuh Perusahaan

pusat pemerint ahan kecamat an j uga harus merupakan wil ayah yang st rat egis, dapat dij angkau ol eh sebagian besar masyarakat desa yang t ersebar dal am

Sehingga dampak iring yang dimaksudkan dalam hal ini adalah dapat memberikan dorongan kepada mahasiswa lain berupa dampak dari adanya program beasiswa bidikmisi yang

Farland (1969) bahwa di Indonesia politisi yang memiliki pengaruh dan kekuasaan, yang dapat bersumber dari ekonomi, kekerabatan atau patron klien sejarah terdahulu, tetap

Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian

Kesimpulan dari penelitian ini ada pengaruh lama kerja terhadap kadar hemoglobin pada petugas SPBU di Kota Jombang.. Kata kunci : Lama Kerja,