• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN LITERATUR - Perancangan Integrasi Metadata Online Public Access Catalog Perpustakaan dengan Repository Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN LITERATUR - Perancangan Integrasi Metadata Online Public Access Catalog Perpustakaan dengan Repository Universitas Sumatera Utara"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1. Database

Basis data atau database merupakan kumpulan dari data yang saling

berhubungan satu sama lain, tersimpan di perangkat keras komputer secara

terstruktur sehingga memberikan kemudahan dalam akses kembali. Database

dapat dikatakan sebagai salah satu komponen yang penting dalam sistem

informasi karena merupakan basis data dalam menyediakan informasi bagi para

pengguna.

Rainer dan Turban (2009, 412) mendefinisikan “Database adalah sekelompok file yang berhubungan secara logika yang menyimpan data dan saling berkaitan”. Sedangkan William dan Sawyer (2011, 164) menjelaskan “Database

merupakan koleksi data yang disimpan secara elektronik dalam sistem komputer”. Apabila melihat dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

database merupakan sekelompok file yang berhubungan secara logika dan

disimpan secara elektronik dan terkomputerisasi sehingga dapat diakses dengan

mudah dan cepat.

Prinsip utama database adalah sebagai pengaturan data dengan tujuan

utama fleksibilitas dan kecepatan pada saat pengambilan data kembali. Aurino

(2007) menjabarkan lebih detail lagi mengenai gambaran sebuah database yaitu

Sekumpulan mengenai data yang saling berhubungan. Hubungan antar data dapat ditunjukan dengan adanya field/kolom kunci dari tiap file/tabel yang ada. Dalam satu file atau tabel terdapat record yang sejenis, sama besar, sama bentuk, yang merupakan satu kumpulan entitas yang seragam. Satu record (umumnya digambarkan sebagai baris data) terdiri dari field yang saling berhubungan menunjukan bahwa field tersebut dalam satu pengertian yang lengkap dan disimpan dalam satu record.

Telah dijelaskan oleh Aurino lebih detail bagaimana bentuk fisik dari

sebuah database yang terdiri dari satu baris data (record)yang sejenis, sama besar

dan sama bentuk yang terdapat dalam satu tabel (file) yang saling berhubungan.

(2)

kolom yang satu dengan kolom yang lainnya dan memiliki satu pengertian

lengkap yang disimpan dalam satu record.

Berikut merupakan gambaran mengenai lingkup sistem database secara

sederhana menurut Elmasri dan Navathe.

Gambar 2.1 Lingkup Sistem Database Secara Sederhana

Sumber: Elmasri dan Navathe 2011, 1

Gambar di atas memperlihatkan bahwa sebuah database tidak hanya

disimpan begitu saja, tetapi diolah dan dikelola oleh sebuah sistem database yang

disebut Database Management System (DBMS). Database ini menggunakan

perangkat lunak (software) tertentu untuk memanipulasinya yang merupakan

bagian dari program aplikasi komputer (computer application programs). Jadi

meski data yang diolah sangat besar, namun dapat tetap tersusun dan terstruktur

untuk meningkatkan kecepatan dalam akses data. Dan dapat diketahui bahwa Application Programs/Queries

Stored Database Definition (Meta-Data)

Stored Database

Users/Programmers

Database System

Software to Process Queries/Programs

Software to Access Stored Data DBMS

(3)

metadata-lah yang mengontrol dan menjadikan data terstruktur serta terkendali

untuk kepentingan database tersebut.

2.1.1. Tujuan Penggunaan Database

Dalam penerapan suatu sistem pasti mempunyai suatu tujuan tertentu.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, database diorganisasikan sedemikian

rupa untuk menemukan kemudahan dalam mengakses data yang dibutuhkan.

Menurut Wardhani (2007) tujuan dari penggunaan database adalah

sebagai berikut:

1. Kecepatan dan kemudahan (speed); dimaksudkan agar user dapat menyimpan, memanipulasi, dan menampilkan kembali data lebih cepat dan mudah daripada cara biasa.

2. Efisiensi ruang penyimpanan (space); dapat mengurangi redundancy, misalnya dengan pengkodean dan membuat relasi.

3. Keakuratan (accuracy); dimaksudkan agar data sesuai dengan aturan dan batasan tertentu.

4. Ketersediaan (availability); yaitu agar data dapat diakses oleh setiap user yang membutuhkan.

5. Kelengkapan (completeness); yaitu dengan menambahkan field pada tabel.

6. Keamanan (security); yaitu pembedaan hak akses untuk setiap user terhadap data yang dapat dibaca atau proses yang dapat dilakukan yang bertujuan agar data yang rahasia tidak jatuh ke tangan user yang tidak berhak, misalnya dengan pengkodean atau membuat akun (username dan password).

7. Kebersamaan (shareability); yaitu mendukung lingkungan multiuser, menghindari inkonsistensi data dan deadlock.

Dari tujuan yang telah dijabarkan di atas, dapat diketahui bahwa database

memiliki kecepatan, kemudahan, keakuratan dan efisiensi dalam menyimpan data

sesuai dengan kebutuhan user; serta memiliki keamanan dan ketersediaan dalam

hal akses dan penyimpanan.

Keuntungan yang diperoleh dari penerapan sebuah database untuk

memenuhi tujuan dari suatu sistem seperti dikemukakan oleh Subekti (2004, 7)

sebagai berikut:

1. Kontrol terpusat data operasional,

(4)

5. Penerapan standardisasi,

6. Penerapan pembatasan keamanan data (security), 7. Integritas data dapat dipelihara,

8. Kebutuhan yang berbeda dapat diselaraskan, dan 9. Independensi data/program.

Dari penerapan database ini diharapkan mampu menghindari atau

meminimalisir ketidak konsistenan data, sehingga data dapat terkontrol secara

terpusat dan integritas data juga dapat dipelihara. Kebutuhan pengguna yang

berbeda juga dapat diselaraskan, serta keamanan dalam pembatasan pengggunaan

data dapat diterapkan (Karyatin 2012, 11).

Mengarah kepada integritas yang tertera pada salah satu keuntungan

penerapan database yang dikemukakan oleh Subekti pada penjelasan di atas,

dalam penelitian ini penulis memfokuskan untuk membahas masalah integrasi

berdasarkan rancangan struktur metadata pada database bibliografis Perpustakaan

USU, yaitu OPAC dan IR.

2.1.2. Struktur pada Database

Sebelum menjabarkan mengenai konten atau komponen metadata dari

database yang diperlukan untuk memulai tahapan integrasi, ada baiknya terlebih

dahulu mengetahui akan tingkatan data dalam sebuah struktur database seperti

yang dijelaskan oleh Widiarti sebagai berikut:

Gambar 2.2 Hierarki/Tingkatan Data dalam Sebuah Struktur Database

Sumber: Widiarti 2008, 39

Database

File

Record

Field

(5)

Lebih lanjut, Widiarti (2008, 39) mengemukakan penjelasan mengenai

lima tingkatan data dalam sebuah struktur database yang telah diketahui pada

gambar di atas, yaitu:

1. Database : merupakan kumpulan dari tabel (file) yang saling berhubungan, database menduduki urutan tertinggi karena di dalamnya semua data disimpan.

2. File : sering disebut entitas. File terdiri atas record yang menggambarkan kesatuan data yang sejenis.

3. Record : merupakan kumpulan kolom (field) yang membentuk suatu record. Satu record menggambarkan informasi tentang individu tertentu.

4. Field : merupakan atribut dari record yang menunjukan suatu value/item data.

5. Value : jenjang terkecil yang merupakan isi dari field yang berupa karakter, huruf, dan angka.

Dapat dilihat bahwa jenjang dari tingkatan sebuah data pada database,

dimulai tingkatan yang paling terkecil adalah value yang berupa karakter,

kemudian menyusul field/kolom yang berisi dari kumpulan value, kemudian

record yang merupakan kumpulan dari field, serta file yang menggambarkan

kesatuan data yang sejenis yang terangkum dalam hierarki struktur database.

Value yang merupakan tingkatan paling terkecil dalam hierarki struktur

database memuat informasi berupa struktur metadata yang digunakan sebagai

format/standar untuk pengumpulan data. Penyeragaman metadata pada database

penting untuk dilakukan agar integrasi dapat berjalan. Pada pembahasan

selanjutnya akan dijelaskan mengenai metadata dan integrasi database.

2.1.3. Relational Database Management System (RDMS)

“Dalam basis data (database), terdapat tiga istilah penting yang berkaitan erat satu sama lain yaitu entitas, atribut, dan relationship” (Connolly 2010, 65;

dalam Muliady dkk 2013, 8). Lebih lanjut, Connolly menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan entitas, atribut, dan relationship adalah

(6)

Dan relationship adalah asosiasi atau kumpulan keterhubungan yang mempunyai arti (meaningful association) antar tipe entitas (Conolly 2010, 65).

Konstruksi utama untuk merepresentasikan data dalam model relational

database adalah relasi. Relasi terdiri dari contoh relasi yang berupa tabel, dan

skema relasi yang berupa deskripsi kepala kolom (primary key) dari tabel.

Dalam mendesain sebuah relasi (relational database) perlu dilakukan

identifikasi hubungan tiap-tiap entitas. Adapun solusi untuk menganalisa dan

mengidentifikasi hubungan pada entitas database tersebut adalah dengan

menggunakan Relational Database Management Systems (RDMS). RDMS dapat

mengelola relasi-relasi yang merupakan sekumpulan entitas yang saling berkaitan

pada suatu basis data, dan relasi ini juga akan menggambarkan atau menjelaskan

hubungan antara satu entitas dengan entitas lain.

Adapun yang dimaksud dengan relational database pada RDMS seperti

yang diungkapkan oleh Jae Jin Koh (2007) dalam International Forum on

Strategic Technology IEEE bahwa “Relational database is a group of tables, also

called relations in the database community”.

Sejalan dengan definisi di atas, Suri dan Sharma (2011, 116) dalam

International Journal of Database Management Systems juga menambahkan bahwa “A relational database is a database that comforms to the relational model and could also be defined as a set of relations or a database built in an RDMS”.

Dari dua pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa relational database

merupakan database yang berisi dua atau lebih tabel yang saling berhubungan dan

memungkinkan untuk menjelaskan hubungan antara semua data struktur.

Adapun tujuan utama dari desain relational database pada RDMS

menurut Connolly (2010, 418) adalah untuk “mengelompokkan atribut-atribut ke

dalam relasi-relasi sehingga meminimalisasi redundansi data atau mengurangi

penggunaan tempat penyimpanan yang dibutuhkan oleh sebuah relasi dasar”.

Menurut Simarmata dan Paryudi (2006, 59) “Relasi entitas (entity

relational) didasarkan pada persepsi terhadap dunia nyata yang tersusun atas

(7)

Setiap relasi entitas pasti memiliki suatu batasan. Batasan utama pada relational entity disebut multiplicity, yaitu jumlah (range) dari kejadian yang mungkin terjadi pada suatu entitas yang terhubung ke satu kejadian dari entitas lain yang berhubungan melalui suatu relationship. Relationship yang paling umum dikenal adalah binary relationship (Connolly 2010, 382).

Adapun macam-macam binary relationship yang dipaparkan Connolly

(2010, 382-389) adalah sebagai berikut:

1. One to one relationship

Jika sebuah entitas A berhubungan paling banyak dengan satu entitas B dan sebuah entitas B berhubungan paling banyak dengan satu entitas A.

Gambar 2.3 Simbol Relasi One to One

2. One to many dan many to one relationship

Jika sebuah entitas A berhubungan dengan lebih dari satu entitas B dan sebuah entitas B berhubungan dengan paling banyak satu entitas A, atau sebaliknya.

Gambar 2.4 Simbol Relasi One to Many dan Many to One

3. Many to many relationship

Jika sebuah entitas A berhubungan dengan lebih dari satu entitas B dan sebuah entitas B berhubungan dengan lebih dari satu entitas A.

Gambar 2.5 Simbol Relasi Many to Many

2.2. Metadata

(8)

manajemen pangkalan data” (Haynes 2004). Dalam pengertiannya, metadata sering disebut data tentang data atau informasi tentang suatu informasi.

Perpustakaan sudah lama menciptakan metadata dalam bentuk

pengatalogan koleksi yang bertujuan untuk memudahkan pendeskripsian sumber

informasi dari objek data. Metadata merupakan pilar atau dasar dalam

membangun database pada perpustakaan digital, dimana metadata bukan hanya

sekedar data melainkan data yang berisikan data ataupun informasi data dan data

informasi. Informasi kecil yang cukup representatif dalam suatu metadata akan

memberikan kemudahan dalam pencarian informasi yang dibutuhkan.

Menurut National Information Standards Organization (NISO 2004, 1) “Metadata is key to ensuring that resources will survive and continue to be accessible into the future”. (Metadata adalah kunci untuk memastikan bahwa

sumberdaya akan bertahan dan dapat terus diakses di masa depan).

Dalam hal ini, metadata memberikan kesempatan bagi pustakawan untuk

membuat suatu kerangka metadata yang efektif dan cocok untuk penggunaan

jangka panjang sehingga memungkinkan untuk kemudahan penelusuran (access)

dalam melayankan berbagai jenis sumber informasi kepada pengguna

perpustakaan.

Munculnya perpustakaan digital dan perkembangan informasi di Intenet dan WWW (World Wide Web) semakin memperbesar rasa urgensi untuk membuat standar atau skema metadata (metadata scheme) yang tidak saja cocok untuk description dan discovery sumber-sumber digital (digital resources) tetapi juga untuk keperluan lain seperti pengelolaan, pelestarian, dan penilaian (Aditirto 2006, 2).

Menurut Caplan (2003, 3) dari bagian pengenalan tentang metadata memberikan definisi bahwa “Metadata is here used to mean structured information about an information resources of any media type of format”.

Senada dengan pernyataan di atas, National Information Standards Organization (NISO 2004, 1) melengkapi bahwa “Metadata is structured information that describes, explains, locates, or otherwise makes it easier to

(9)

Dari kedua definisi yang dipaparkan di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa metadata adalah bentuk pengidentifikasian, penjelasan suatu data, atau

diartikan sebagai struktur dari sebuah data yang fungsinya untuk mengelola

sumberdaya elektronik serta memudahkan dalam penemuan informasi yang

relevan.

Lebih lanjut, NISO mengemukakan tiga jenis metadata yang dikutip oleh

Rachmat, yaitu:

1. Metadata deskriptif

Yaitu metadata yang menjelaskan suatu record data dengan tujuan untuk identifikasi atau pencarian data. Beberapa elemen yang bisa masuk dalam metadata ini adalah judul (title), penulis (author), abstraksi (abstract), dan kata kunci (keywords).

2. Metadata struktural

Yaitu metadata yang memberikan informasi tambahan terhadap suatu obyek lain. Contohnya: halaman pada buku yang membentuk suatu bab buku.

3. Metadata administratif

Yaitu metadata yang memberikan informasi tambahan terhadap suatu data dengan tujuan untuk pengelolaan record data. Contohnya: kapan dan bagaimana data itu diciptakan, tipe/jenis file, serta informasi mengenai pengguna yang diizinkan untuk mengakses. Jadi, tipe metadata ini tidak langsung berkaitan dengan informasi datanya, melainkan ke pengelolaan. Ada dua tipe metadata administratif, yaitu rights management metadata dan preservation metadata (NISO 2004, 1; dalam Rachmat 2014, 2-3).

Telah dijelaskan oleh NISO lebih detail bahwa jenis-jenis metadata

terbagi atas deskriptif, struktural, dan administratif. Metadata deskriptif digunakan

untuk identifikasi atau pencarian data, metadata struktural digunakan untuk

informasi tambahan berupa metode pendukung untuk pencarian data, dan yang

terakhir metadata administratif digunakan untuk informasi lengkap yang

digunakan dalam pengelolaan record data.

2.2.1. Fungsi Penggunaan Metadata

Metadata dibuat agar mempermudah pengguna dalam melakukan

pencarian data yang relevan, membantu pengguna dalam mengorganisasikan

informasi (data), memudahkan interoperabilitas (multi sistem operasi) sehingga

(10)

digital (mirip dengan digital signature), serta membantu dalam pengarsipan

(archiving) dan pelestarian (preservation) (NISO 2004).

Haynes mengemukakan beberapa fungsi metadata seperti yang dikutip

oleh Prasetya sebagai berikut:

1. Sumber informasi (resources description)

Ini merupakan fungsi yang paling fundamental dari sebuah metadata. Karena sebuah data dapat diidentifikasi sebagai satu kesatuan berbeda dari data lainnya sehingga dapat ditemukan dengan menggunakan suatu pendekatan unik yang ada dalam metadata tersebut.

2. Temu kembali informasi (information retrieval)

Metadata digunakan untuk memasukkan suatu istilah pada semacam konteks semantik, memberitahukan mesin pencari atau aplikasi lain bagaimana memperlakukan suatu unsur metadata sehingga suatu sumber informasi dapat ditemukan dengan istilah tersebut.

3. Pengelolaan informasi (management of information)

Dengan adanya metadata, dapat ditentukan bagaimana melakukan pengelolaan informasi mengenai penyimpanan dan penemuan kembali sumberdaya informasi.

4. Manajemen hak cipta, kepemilikan dan otentisitas (right management, ownership and authenticity)

Mendorong perkembangan metadata dalam dunia penerbitan khususnya media tercetak dan elektronik, menjadi suatu kebutuhan untuk mengelola hak intelektual tersebut dengan baik. Fungsi ini merupakan salah satu fungsi yang menjadi fokus utama untuk menghindari plagiarisme dan melindungi hak cipta atas suatu sumber informasi.

5. Interoperabilitas (interoperability)

Merupakan kemampuan pertukaran data dalam berbagai sistem menggunakan perangkat lunak dan perangkat keras, serta struktur data. Dengan menggunakan metadata, sebuah sistem dapat mengidentifikasi informasi terstruktur yang kemudian sumber informasi tersebut menampilkan informasi sesuai dengan ketentuan tertentu (Haynes 2004; dalam Prasetya 2010, 10-12).

Dapat dilihat bahwa fungsi metadata seperti yang dijabarkan oleh

Haynes, dapat memenuhi berbagai hal yaitu sebagai sumber informasi, temu

kembali informasi, pengelolaan informasi, manajemen hak cipta, kepemilikan dan

(11)

2.2.2. Standar Metadata di Perpustakaan

Seperti yang telah diketahui pada pembahasan sebelumnya, metadata

memiliki standar yang digunakan untuk pengumpulan data.

Beragam standar metadata yang digunakan akan menjadi masalah pada saat integrasi dilakukan. Pada implementasinya, harus digunakan satu jenis metadata yang dapat menyatukan seluruh metadata yang akan digunakan sebagai format standar untuk pengumpulan data. Pemetaan metadata dapat digunakan untuk transformasi elemen yang terdapat pada satu jenis metadata ke jenis metadata lainnya (Gunawan 2011, 8).

Standar metadata yang umum digunakan di perpustakaan adalah MARC

(Machine Readable Cataloging), METS (Metadata Encoding and Transmission

Standard), MODS (Metadata Object Description Standard), dan Dublin Core.

Sesuai dengan ruang lingkup penelitian, pembahasan standar metadata dalam

penelitian ini dibatasi pada Dublin Core dan MARC yang merupakan standar dari

struktur (konten) OPAC dan IR Perpustakaan USU.

2.2.2.1. Standar Metadata MARC dan IndoMARC

MARC merupakan salah satu hasil dan juga sebagai salah satu standar

untuk penulisan katalog koleksi bahan perpustakaan, contohnya pada penerapan

struktur data OPAC. Dalam penerapannya, MARC memiliki standar metadata

yang memiliki elemen lengkap dibandingkan standar metadata lainnya. “Dengan

menggunakan metadata MARC, sebuah dokumen dapat direpresentasikan secara mendetail” (Gunawan 2011, 9).

Dalam situs Library of Congress (LC) dinyatakan bahwa standar

metadata katalog perpustakaan ini dikembangkan pertama kali oleh mereka pada

pertengahan tahun 1960 dan diprakarsai oleh Henriette Avram yang juga seorang

anggota dari LC. Format LC MARC diketahui sangat besar manfaatnya bagi

penyebaran data katalogisasi bahan pustaka ke berbagai perpustakaan di Amerika

Serikat. Keberhasilan ini membuat negara lain turut mengembangkan format

MARC bagi kepentingan nasionalnya masing-masing.

(12)

pendidikan dan pekerjaan di bidang perpustakaan, sehingga MARC dianggap mampu mewakili kebutuhan dunia perpustakaan terhadap sebuah standar metadata. Bahasa yang digunakan MARC terdiri atas angka, huruf, dan karakter sehingga MARC terkadang hanya dimengerti oleh orang-orang yang berada dalam lingkup dunia perpustakaan (Primadesi 2012, 7-11).

Menurut Library of Congress (LC 2008, 1) “A MARC record is composed of three elements: the record structure, the content designation, and the data

content of the record”. (Rekod MARC terdiri dari 3 unsur, yaitu: struktur rekod,

penunjukan konten, dan konten data dari rekod).

Lebih lanjut, LC (2008, 1) menjelaskan lebih detail ketiga unsur yang

merupakan bagian dari rekod MARC diantaranya:

1. Struktur rekod

Merupakan implementasi dari standar internasional Format for Information Exchange (ISO 2709) dari Amerika, dan Bibliographic Information Interchange (ANSI/NISO Z39.2).

2. Penunjukan konten

Kode dan konvensi yang ditetapkan secara eksplisit untuk mengidentifikasi dan mencirikan elemen data dalam catatan dan untuk mendukung manipulasi data yang didefinisikan oleh masing-masing format MARC.

3. Konten data atau isi

Isi dari elemen data yang terbentuk dari rekod MARC biasanya diartikan oleh sebuah standar tertentu. Contohnya adalah International Standard Bibliographic Description (ISBD), Anglo-American Cataloguing Rules (AACR), Library of Congress Subject Headings (LCSH), Tesaurus Subjek, atau peraturan katalogisasi lainnya.

Masing-masing negara mengembangkan format MARC sendiri sesuai

dengan kebutuhan spesifik dari negara tersebut, sebagai contoh: Indonesia

mengembangkan IndoMARC, Inggris mengembangkan UKMARC, Rusia

mengembangkan RUSMARC, dan Malaysia mengembangkan MALMARC.

Menurut Taylor (2004), format MARC menjadi berbeda penerapannya di

beberapa negara karena beberapa hal diantaranya:

1. MARC merupakan pengembangan sistem katalogisasi, 2. Adanya perbedaan subject control dan sistem klasifikasi, 3. Perbedaan bahasa resmi yang digunakan,

(13)

5. Perbedaan set karakter dan kode, dan

6. Beberapa perbedaan teknik yang pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan pengembang konsep MARC tersebut.

IndoMARC merupakan implementasi dari International Standard

Organization (ISO) 2709 untuk Indonesia, yang merupakan format untuk

tukar-menukar informasi bibliografi melalui format digital atau media terbacakan mesin

(machine-readable). Informasi bibliografi biasanya mencakup pengarang, judul,

subjek, catatan, data penerbitan dan deskripsi fisik (Suharyanto 2012, 2).

IndoMARC menguraikan format cantuman bibliografi yang sangat

lengkap terdiri dari 700 elemen dan dapat mendeskripsikan dengan baik objek

fisik sumber pengetahuan, seperti monograf (BK); manuskrip (AM); dan terbitan

berseri (SE) termasuk buku pamflet, lembar tercetak, atlas, skripsi, tesis dan

disertasi (baik diterbitkan ataupun tidak), dan jurnal buku langka (LC 2008, 2).

Lebih lanjut, LC (2008) mengemukakan metadata MARC yang terdiri

atas beberapa ruas dan elemen dengan dilengkapi kode tengara, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Unsur Metadata MARC

No Ruas dan Kode

Tengara (tag) Keterangan

1. Ruas nomor dan kode

015 Nomor bibliografi nasional 020 Nomor untuk ISBN

022 Nomor untuk serial ISSN 040 Sumber pengatalogan 041 Kode bahasa

043 Kode wilayah 2. Notasi klasifikasi dan/atau nomor panggil

082 Nomor DDC (Dewey Decimal Classification) 084 Nomor klasifikasi lainnya.

Biasanya diisi dengan nomor panggil buku. 3. Ruas entri utama

100 Entri utama – nama orang

110 Entri utama – nama badan korporasi 111 Entri utama – nama pertemuan 130 Entri utama – judul seragam 4. Ruas judul dan yang berhubungan dengan judul

240 Judul seragam

(14)

judul, judul paralel, pernyataan tanggung jawab 246 Bentuk variasi judul/judul lain

5. Ruas edisi, impresium, dan sebagainya 250 Pernyataan edisi

255 Data matematik bahan kartografi 256 Karakteristik berkas komputer

260 Publikasi, distribusi, dan sebagainya (tempat, penerbit, dan tahun)

6. Ruas deskripsi fisik

300 Deskripsi fisik

306 Waktu putar (rekaman suara, film, rekaman radio) 310 Frekuensi publikasi mutakhir

362 Tanggal publikasi dan/atau rancangan urutan 7. Ruas pernyataan seri

440 Pernyataan seri/entri tambahan judul 490 Pernyataan seri (tanpa entri tambahan) 8. Ruas catatan

521 Catatan kelompok pembaca 538 Catatan rincian sistem 9. Ruas akses subjek

600 Entri tambahan subjek – nama orang

610 Entri tambahan subjek – nama badan korporasi 611 Entri tambahan subjek – nama pertemuan 630 Entri tambahan subjek – judul seragam 650 Entri tambahan subjek – topik

651 Entri tambahan subjek – wilayah 10. Ruas entri tambahan

700 Entri tambahan – nama orang

710 Entri tambahan – nama badan korporasi 711 Entri tambahan – nama pertemuan

740 Entri tambahan – judul analitik atau judul lain 11. Ruas entri tambahan seri

800 Entri tambahan seri – nama orang

810 Entri tambahan seri – nama badan korporasi 811 Entri tambahan seri – nama pertemuan 830 Entri tambahan seri – judul seragam 14. Ruas kepemilikan, lokasi, dan sebagainya

(15)

Contoh metadata MARC seperti yang dipaparkan oleh Hagen adalah sebagai

berikut:

Gambar 2.6 Contoh Metadata MARC

Sumber: Hagen 2013, 9

2.2.2.2. Standar Metadata Dublin Core

Dublin Core Metadata Element Set (DCMES) atau yang biasa disebut

sebagai Dublin Core merupakan standar metadata yang sangat terkenal dan

dipakai secara luas di berbagai bidang ilmu termasuk salah satunya perpustakaan,

yaitu pada USU-IR. “Standar metadata Dublin Core memiliki elemen yang sederhana, namun efektif untuk merepresentasikan berbagai sumber daya” (Gunawan 2011, 6).

008 050621s2005 wvu bm s000 0 eng d 035__ |a (OCoLC)ocm60695171 040__ |a WVU |c WVU

043__ |a n-us-wv

099__ |a Electronic |a Thesis |a 2005 |a Burns, S. 1001_ |a Burns, Shirley Stewart.

24510 |a Bringing down the mountains |h [electronic resource] : |b the impact of mountaintop removal surface coal mining on

southern West Virginia communities, 1970-2004 / |c Shirley L. Stewart Burns.

24630 |a Impact of mountaintop removal surface coal mining on southern West Virginia communities, 1970-2004

260__ |a Morgantown, W. Va. : |b [West Virginia University Libraries], |c c2005.

500__ |a Title from document title page.

500__ |a Document formatted into pages; contains x, 232 p. : ill. (some col.), maps.

500__ |a Includes abstract.

502__ |a Thesis (Ph. D.)--West Virginia University, 2005. 504__ |a Includes bibliographical references (p. 210-225). 530__ |a WVU users: Also available in print for a fee.

538__ |a System requirements: World Wide Web browser and PDF reader. 650_0 |a Mountaintop removal mining |z West Virginia.

650_0 |a Strip mining |z West Virginia. 650_0 |a Coal trade |z West Virginia.

7102_ |a West Virginia University. |t Theses. History.

(16)

National Information Standards Organization (NISO 2004, 3)

menyatakan bahwa Dublin Core muncul sejak tahun 1995 tepatnya di kota

Dublin, Ohio. Dengan dukungan dari Online Computer Library Center (OCLC)

dan National Center for Supercomputing Applications (NCSA), metadata Dublin

Core dibangun berdasarkan 15 unsur yang bertujuan untuk mendeskripsikan

kumpulan elemen yang dibuat oleh suatu mesin pengendali informasi berbasis

web.

Lebih lanjut, NISO mengemukakan metadata Dublin Core yang terdiri

atas 15 unsur tersebut, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2 Unsur Metadata Dublin Core

No Elemen Keterangan

1. Title Judul dari sumber informasi

2. Creator Pencipta sumber informasi

3. Subject Pokok bahasan sumber informasi, biasanya dinyatakan dalam bentuk kata kunci atau nomor klasifikasi

4. Description Keterangan suatu isi dari sumber informasi, misalnya berupa abstrak, daftar isi atau uraian

5. Publisher Orang atau badan yang mempublikasikan sumber

informasi

6. Contributor Orang atau badan yang ikut menciptakan sumber informasi

7. Date Tanggal penciptaan sumber informasi

8. Type Jenis sumber informasi, novel, laporan, peta dan

sebagainya

9. Format Bentuk fisik sumber informasi, format, ukuran, durasi, sumber informasi

10. Identifier Nomor atau serangkaian angka dan huruf yang mengidentifikasikan sumber informasi. Contoh: URI atau alamat situs

11. Source Rujukan ke sumber asal atau suatu sumber informasi 12. Language Bahasa yang intelektual yang digunakan sumber

informasi

13. Relation Hubungan antara satu sumber informasi dengan sumber informasi lainnya

14. Coverage Cakupan isi ditinjau dari segi geografis atau periode waktu

15. Rights Pemilik hak cipta sumber informasi

(17)

Dublin Core merupakan salah satu skema metadata yang digunakan untuk

web resource description and discovery. Lima belas elemen Dublin Core yang

telah dijelaskan dalam standar ini adalah bagian dari metadata kosakata dan

spesifikasi teknis yang dikelola oleh Dublin Core Metadata Initiative (DCMI).

Seperti yang dikemukakan oleh Ajie (2011, 3) metadata Dublin Core

memiliki beberapa kekhususan sebagai berikut:

1. Memiliki deskripsi yang sangat sederhana,

2. Semantic atau arti kata yang mudah dikenali secara umum, dan

3. Bersifat expandable yang memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut.

Contoh metadata Dublin Core seperti yang dipaparkan oleh Greenberg, yaitu:

Gambar 2.7 Contoh Metadata Dublin Core

Sumber: Greenberg 2010, 8

2.3. Database Bibliografis Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.3.1. Pengertian dan Konsep Katalog Perpustakaan

Katalog perpustakaan lahir dari konsep sistem temu balik informasi yang

merupakan salah satu unsur vital dalam kegiatan penelusuran di perpustakaan.

Dalam perkembangannya katalog perpustakaan telah mengalami perubahan dari

segi fisik, pemanfaatan, serta kemudahan akses yang dilakukan oleh pengguna

dalam pencarian sumberdaya informasi di perpustakaan.

Zahiruddin dan Ahmed (2007, 4) dalam artikelnya mengatakan bahwa

pengembangan Web OPAC sebagai katalog generasi keempat pada pertengahan

tahun 1990 memberikan kenyamanan kepada pengguna, karena dilengkapi dengan <dc:title>Godiva Chocolatier</dc:title>

<dcterms:alternative>Godiva store</dcterms:alternative> <dc:creator>Nancy Confection</dc:creator>

<dc:creator>Confection, Nancy</dc:creator> <dc:subject>Chocolate</dc:subject>

<dc:subject xsi:type="dcterms:lcsh">Truffles (Confectionery)</dc:subject>

<dcterms:created xsi:type=“dcterms.W3CDTF">

2008--6--28</dcterms:created>

<dc:identifier>http://www.godiva.com</dc:identifier> <dcterms:abstract>Provides access to

(18)

kemampuan untuk menelusur katalog secara online melalui desain antar muka

(interface) yang menarik dan mudah digunakan.

Menurut Supriyanto dan Muhsin (2008, 134) “OPAC (Online Public Access Catalog) adalah sebuah fitur yang digunakan untuk memfasilitasi

pengunjung untuk mencari katalog koleksi perpustakaan yang dapat diakses oleh umum”.

Tedd seperti yang dikutip oleh Hasugian (2009, 154) menyatakan hal

yang sama namun lebih mendetail bahwa OPAC adalah

Sistem katalog terpasang yang dapat diakses secara umum, dan dapat dipakai pengguna untuk menelusur pangkalan data katalog, untuk memastikan apakah perpustakaan menyimpan karya tertentu, untuk mendapatkan informasi tentang lokasinya, dan jika sistem katalog dihubungkan dengan sistem sirkulasi, maka pengguna dapat mengetahui apakah bahan pustaka yang sedang dicari sedang tersedia di perpustakaan atau sedang dipinjam.

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa OPAC atau disebut juga

sebagai katalog perpustakaan (library catalog) merupakan sebuah databaseonline

berupa cantuman bibliografi yang dibangun oleh suatu perpustakaan yang

ditujukan untuk pengguna perpustakaan dalam menelusur pangkalan data

sumberdaya informasi (koleksi) yang dimiliki perpustakaan.

“Kebutuhan pengguna berkomunikasi dengan sistem komputer dalam rangka memecahkan suatu pertanyaan atau permintaan (query), merupakan aspek paling penting pada OPAC” (Hasugian 2003, 4).

Menurut Archives Library Information Center (ALIC) pada website

kelembagaan National Archives and Records Administration (NARA 2014),

disebutkan bahwa OPAC memungkinkan pencarian dengan kombinasi penulis

(author), judul (title), subjek/kata kunci (subject/keyword), tanggal publikasi

(publication date), serta format fisik (physical format).

Penggunaan OPAC di suatu perpustakaan tentunya memiliki suatu tujuan

tertentu bagi pengguna. Menurut Kusmayadi dan Andriaty (2006, 53) beberapa

tujuan yang ingin dicapai dalam pemanfaatan OPAC adalah:

(19)

2. Mengurangi beban biaya dan waktu yang diperlukan dan yang harus dikeluarkan oleh pengguna dalam mencari informasi.

3. Mengurangi beban pekerjaan dalam pengelolaan pangkalan data sehingga dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja.

4. Mempercepat pencarian informasi.

5. Dapat melayani kebutuhan informasi masyarakat dalam jangkauan yang luas.

Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan utama dari

pemanfaatan OPAC di perpustakaan adalah untuk membantu pengguna dalam

kemudahan penelusuran sumber informasi yang tersedia di perpustakaan. Salah

satu tujuan lainnya dari penggunaan OPAC ini yaitu sebagai sarana temu kembali

informasi yang biasa digunakan oleh sejumlah perpustakaan agar dapat saling

bertukar data bibliografis.

2.3.2. Pengertian dan Konsep Repositori Institusi Perguruan Tinggi

Repositori Institusi atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai

Institusional Repository (disingkat IR) merupakan sebuah media penyimpanan

data-data digital hasil penelitian akademik dalam suatu lingkungan perguruan

tinggi. Keberadaan IR telah menjadi suatu infrastruktur penting bagi perguruan

tinggi dengan menyediakan akses penuh dan terbuka untuk hasil-hasil penelitian

civitas akademikanya.

Dalam sejarahnya, keberadaan IR tidak terlepas dari fenomena Open

Archives Initiative (OAI) yang berkembang di tahun 1990-an.

Pada mulanya hasil karya intelektual di lembaga disimpan secara lokal dan hanya melibatkan ilmuwan di satu jurusan saja. Namun, setelah OAI muncul dan memperkenalkan protokol untuk harvesting, maka mulai ada kesempatan untuk saling bertukar koleksi antar departemen/jurusan yang kemudian meluas hingga ke seluruh institusi. Dari sinilah lahir konsep dan praktik simpanan kelembagaan untuk hasil karya intelektual institusi (Pendit 2008, 139).

“Simpanan kelembagaan untuk hasil karya intelektual institusi saat ini telah dilayankan kepada publik dalam bentuk database berbasis website” (Ware

2004, 3). Hal ini dilakukan karena adanya tuntutan perkembangan zaman yang

mengharuskan perpustakaan untuk mengolah seluruh koleksi dan aset yang

(20)

pengguna (user). Kebutuhan akan pemrosesan data yang cepat dan akurat, secara

tidak langsung menuntut perpustakaan untuk melakukan pengembangan dalam

bidang teknologi guna mendukung proses operasional di dalam perpustakaan.

Dalam pandangan inilah, akhirnya repositori digital muncul dan mulai berkembang sejak tahun 2003 pada saat Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Hewlett Packard Corporation bekerjasama mengembangkan DSpace yang menjadi program aplikasi dalam pembangunan dan pengelolaan IR (Lynch 2003, 1).

Dikutip dalam jurnal Association of Research Library (ARL), Lynch (2003, 2) mengemukakan bahwa IR diartikan sebagai “a set of services that a university offers to the members of its community for the management and

dissemination of digital materials created by the institution and its community

members”.

Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa IR merupakan serangkaian

pelayanan yang disediakan oleh perguruan tinggi kepada pengguna atau civitas

akademika sebagai media pengelolaan dan penyebaran bahan digital yang

dihasilkan oleh lembaga maupun civitas akademika itu sendiri.

Hal selaras juga dikemukakan Suprayitno yang dikutip dalam Hasan

(2012, 3) disebutkan bahwa “Repositori Institusional merupakan sebuah konsep

untuk mengumpulkan, mengelola, menyebarkan dan melestarikan karya-karya

ilmiah civitas perguruan tinggi yang hasil karya tersebut dikelola dalam bentuk

digital untuk dimanfaatkan kembali dalam menunjang kegiatan akademik”.

Pada umumnya kegiatan hasil penelitian dinilai akan terus mengalami

perkembangan dan meningkat setiap tahunnya, sehingga mengharuskan

perpustakaan untuk beralih menggunakan alternatif lain dalam mengolah dan

menyajikan koleksi karya ilmiah (tercetak) ke dalam bentuk/media digital yang

bertujuan untuk pelestarian jangka panjang sehingga tidak terbatas ruang dan

waktu dalam hal kemudahan akses dan lokasi penyimpanan.

Dalam segi bentuk dan pemanfaatannya, Ware (2004, 3) mendefinisikan

IR sebagai berikut

(21)

sehingga dapat mengumpulkan, menyimpan, dan menyebarkan luaskan yang merupakan bagian dari proses komunikasi ilmiah.

Lain halnya dengan Bailey (2005), yang berfokus pada keragaman bahan

digital IR yang mencakup

A variety of materials produced by scholars from many units, such as e-prints, technical reports, theses and dissertations, data sets, and teaching materials. Some institutional repositories are also being used as electronic presses, publishing e-books and e-journals.

Dari berbagai definisi mengenai IR yang telah dikembangkan

berdasarkan konsep dan maknanya seperti yang terangkum dalam beberapa

definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa IR merupakan media

penyimpanan data-data digital akademik (hasil penelitian) seperti disertasi, tesis,

skripsi, kertas karya, dan karya ilmiah lainnya yang dihasilkan oleh suatu civitas

akademika (mahasiswa, dosen, peneliti) dalam sebuah lingkungan perguruan

tinggi yang kemudian disebarkan serta dipelihara dalam sistem elektronik

(database berbasis website).

Adanya IR dalam lingkungan perguruan tinggi memudahkan pengguna

terutama civitas akademika dalam menelusur informasi ilmiah agar dapat dengan

mudah ditemukan (information retrieval) sekaligus juga sebagai sarana promosi

untuk perguruan tinggi dalam hal penyampaian hasil-hasil penelitian yang

dilakukan oleh civitas akademika perguruan tinggi tersebut.

2.4. Integrasi Online Public Access Catalog Perpustakaan dengan

Institusional Repository

Dalam perkembangannya sebagai media penyedia informasi, sebuah

perpustakaan dituntut untuk lebih dinamis, mudah, cepat, dan akurat dalam segala

hal terutama dari segi pelayanan maupun fasilitas penelusuran sumber informasi

yang disajikan kepada penggunanya. Dikatakan demikian agar keberadaan

perpustakaan dapat dipertahankan ditengah banyaknya persaingan global penyedia

informasi yang semakin canggih dan tentu saja hal ini menjadi kompetitor bagi

(22)

Telah diketahui bahwa OPAC dan IR sama-sama memegang peranan

penting dalam sistem temu kembali (information retrieval system) yang menjadi

unsur penting dalam kegiatan penelusuran informasi di perpustakaan. Dewasa ini

terlihat bahwa pengguna memiliki keterbatasan waktu dalam melakukan

pencarian dan penelusuran informasi yang tersebar di situs web Perpustakaan

(OPAC dan IR) dalam bentuk publikasi elektronik (digital publishing) maupun

sumber informasi bibliografis bahan tercetak (printed materials). Hal ini terjadi

karena para pengguna harus melakukan penelusuran dengan database yang

berbeda untuk mengakses sumber informasi yang dibutuhkan, sehingga akan

dapat menyulitkan beberapa pengguna yang memiliki keterbatasan waktu dalam

menelusur dan memanfaatkan informasi. Jika ditinjau lebih jauh lagi, hal ini

secara perlahan akan mengakibatkan penurunan efisiensi serta kinerja dari layanan

organisasi perpustakaan.

Mannino (2007) menyebutkan bahwa database itu bersifat interrelated

yang artinya saling berhubungan, data yang awalnya disimpan sebagai unit

terpisah dapat dikoneksikan satu sama lain sesuai dengan hubungan (relationship)

yang dibangun. Pernyataan ini didukung oleh Fathansyah (2007) yang

menyatakan bahwa sistem database dapat mengintegrasikan sekumpulan data

yang saling berhubungan satu dengan lainnya dan membuatnya ke dalam

beberapa aplikasi yang diterapkan dalam suatu organisasi.

Layanan OPAC dan IR di perpustakaan sudah menjadi kebutuhan dalam

penelusuran informasi bagi penggunanya, sehingga menuntut perpustakaan untuk

mengolah seluruh koleksi dan aset yang dimilikinya dalam hal pemanfaatan serta

kemudahan akses yang dilakukan oleh pengguna (user). Kebutuhan akan

pemrosesan data yang cepat dan akurat, secara tidak langsung menuntut

perpustakaan untuk melakukan pengembangan dalam bidang teknologi guna

mendukung proses operasional di dalam perpustakaan.

Dalam hal inilah integrasi database bibliografis perpustakaan penting

untuk dilakukan karena seringkali pengguna memiliki keterbatasan waktu dalam

pencarian informasi yang tersebar di berbagai database perpustakaan dalam

(23)

Diperlukan suatu sistem yang terintegrasi antar database perpustakaan seperti

integrasi OPAC dengan IR agar dapat mempermudah pengguna dalam melakukan

penelusuran informasi.

Seperti yang diungkapkan oleh Lenzirini (2002) dalam Aisa (2012) bahwa “Integrasi database merupakan suatu proses menggabungkan atau menyatukan data yang berasal dari sumber berbeda agar dapat membantu pengguna untuk melihat kesatuan data”. Dengan demikian, tujuan integrasi kedua database bibliografis tersebut diketahui sangat besar manfaatnya pada pelayanan

sebuah perpustakaan yang bertujuan untuk efektivitas dan efisiensi pengguna

dalam menelusur sumber informasi atau koleksi yang dimiliki perpustakaan agar

tidak lagi berpindah database dalam mencari sumber informasi yang sama.

Adapun manfaat integrasi database adalah untuk efisiensi pengguna,

beberapa diantaranya yaitu:

1. Pengguna tidak perlu lagi berpindah antara satu situs ke situs lainnya saat

menelusur informasi.

2. Pengguna tidak perlu mengetikan query yang sama sebanyak dua kali

dalam penelusuran di situs/database yang dituju.

3. Pengguna dapat melihat dan memperoleh hasil pencarian sekaligus dalam

satu interface.

4. Menghemat waktu dalam menelusur informasi terkait sehingga

penelusuran informasi yang relevan tidak memakan waktu yang lama.

5. Meningkatkan kepuasan pengguna dalam memanfaatkan layanan

informasi perpustakaan.

Tse (2004) menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 3 model dalam

integrasi, yaitu:

1. Integrasi presentasi

(24)

Gambar 2.8 Integrasi Presentasi

Keuntungan dari model integrasi presentasi adalah resiko dan biaya rendah, teknologi yang tersedia relatif stabil, mudah untuk dilakukan, cepat untuk diimplementasikan, dan tidak perlu merubah data sumber. Sedangkan kelemahan ada pada performan, persepsi, dan tidak adanya interkoneksi antara aplikasi dan data.

2. Integrasi data

Merupakan suatu model integrasi data yang dilakukan langsung pada database atau struktur data dari aplikasi dengan mengabaikan presentasi dan bisnis logic ketika membuat integrasi. Model integrasi data dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.9 Integrasi Data

Keunggulan dari model integrasi data ada pada fleksibilitas yang lebih baik dari model presentasi dan memungkinkan data dapat digunakan oleh aplikasi lain. Namun jika ada perubahan model data, maka integrasi tidak dapat berfungsi lagi.

Data Data

Common Presentation

Presentation

Package Aplication Presentation

Legacy Aplication

User Interface

integras

Data Data

User Interface

(25)

3. Integrasi fungsional

Merupakan suatu model yang melakukan integrasi pada level business logic dengan memanfaatkan distributed processing middleware. Model integrasi fungsional dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.10 Integrasi Fungsional

Keunggulan dari integrasi fungsional ada pada kemampuan integrasi yang kuat diantara model integrasi yang lain. Selain itu, model integrasi fungsional menggunakan true code reuse infrastructure untuk beberapa aplikasi pada enterprise.

Penelitian ini menggunakan model integrasi presentasi sesuai dengan

tema penelitian yaitu membahas tentang perancangan struktur metadata (konten)

dan user interface untuk integrasi OPAC dan USU-IR. Namun kendala yang

sering terjadi adalah format metadata pada interface penelusuran yang tidak

seragam sehingga dapat menyulitkan penelusur untuk mengakses informasi pada

database tersebut. Diperlukan adanya keseragaman antara OPAC dan USU-IR

yang memungkinkan pengguna untuk mengakses informasi secara cepat walaupun

berbeda format metadata sehingga perlu ditinjau kembali bagaimana sistem

terintegrasi agar tidak ada lagi database yang terpisah dan penelusuran informasi

yang relevan juga tidak memakan waktu yang lama. Middleware

Package Aplication

Data Data

Presentation

Package Aplication Aplication

(26)

2.4.1. Pengalaman Perpustakaan dalam Integrasi OPAC Perpustakaan

dengan Repository

Pengalaman perpustakaan atau rangkuman penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnya sangat penting untuk dipelajari dan dipahami

sebagai bahan acuan dan referensi bagi penulis dalam melakukan penelitian ini. “Seorang peneliti harus belajar dari peneliti lain, untuk menghindari duplikasi dan pengulangan penelitian atau kesalahan yang sama seperti yang dibuat oleh peneliti sebelumnya” (Masyhuri dan Zainuddin 2008, 100).

Adapun pengalaman peneliti sebelumnya yang telah melakukan dan

menerapkan pengintegrasian kedua database bibliografis perpustakaan perguruan

tinggi (katalog koleksi dengan repository/konten lokal) akan dijelaskan melalui

tabel di bawah ini.

Tabel 2.3 Informasi Penelitian Terdahulu

Tahun Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

2007 Mutsikiwa

Dari hasil penelitian, terbukti bahwa

ETD dapat terintegrasi dengan web

OPAC dalam satu tampilan antar

muka (interface). Penelusuran

terintegrasi diterapkan pada situs

web OPAC Perpustakaan UZ untuk

mengakses data fulltext publikasi

elektronik yang terdapat dalam UZ

ETD.

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa Admire (2007) melakukan penelitian dengan judul “Integrating UZ ETD with Web OPAC” studi kasus pada Perpustakaan University of Zimbabwe (UZ), South Africa. Dalam penelitian yang

disampaikan pada Innopac Users Group South Africa Conference di Pretoria

tersebut, Admire memberi gagasan untuk mengintegrasikan ETD (Electronic

Theses and Dissertations) dengan web OPAC, sehingga web OPAC dapat

(27)

Dalam laporan tersebut diketahui bahwa ETD untuk publikasi bahan

elektronik di Perpustakaan UZ mengalami statistik penelusuran yang cukup

rendah, namun untuk akses katalog koleksi perpustakaan statistiknya cenderung

tinggi. Berbeda jauh jika kita lihat pada Perpustakaan USU dengan statistik

penelusuran bahan publikasi elektronik yang cukup tinggi dan untuk statistik

penelusuran katalog koleksi perpustakaan cenderung rendah. Namun kedua hal ini

bukan menjadi pertimbangan atau inti dari permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini, mengingat bahwa integrasi itu penting dilakukan agar pengguna

dapat lebih mudah untuk mengakses sumber informasi atau koleksi yang dimiliki

perpustakaan secara efektif dan efisien.

Lebih lanjut, Admire memaparkan desain akhir struktur metadata web

OPAC yang akan digunakan untuk integrasi kedua database. Admire mengekspor

metadata yang terdapat pada UZ ETD menggunakan software Millennium Server

untuk mengubah format metadata Dublin Core sehingga menghasilkan format

rekod MARC untuk diimplementasikan ke dalam struktur web OPAC.

Berikut adalah hasil akhir struktur data (konten) yang terdapat dalam web

OPAC yang telah terintegrasi dengan ETD pada situs web Perpustakaan UZ.

Tabel 2.4 Struktur Data Integrasi OPAC dengan UZ-ETD

Sumber: Situs web Perpustakaan UZ

Adapun struktur metadata seperti yang dipaparkan pada menu MARC

Display situs web integrasi OPAC UZ adalah sebagai berikut:

LEADER 00000ntm 2200205uu 4500

No Kategori OPAC

(Struktur Data/Konten)

Kode Tag Metadata MARC

Kode Tag Keterangan

1. Author 100 Entri utama untuk nama orang

2. Title 245 Area judul

3. Publication Info 260 Keterangan publikasi

4. Connect to Fulltext Article 856 Lokasi file dan akses informasi

5. Call Number 090 Nomor panggil koleksi

6. Thesis 502 Catatan disertasi

7. Bibliography 504 Catatan bibliografi

8. Subject 650 Entri tambahan subjek – topik

(28)

090 TD195.W295 MAS 100 1 Masocha, Mhosisi.

245 10 Solid Waste Disposal in Victoria Falls Town: |bSpatial Dynamics, Environmental Impacts, Health Threats and Socioeconomic Benefits. / |cMhosisi Masocha. -2004. 260 Not Published.

502 Thesis (MPHIL) - - University of Zimbabwe, 2004. 504 Includes bibliographical references.

650 0 Waste disposal.

650 0 Environmental management.

700 1 Tevera, Daniel S (Prof.) |eSupervisor. 710 2 Geography |bUniversity of Zimbabwe.

856 40 |zFull-Text Article Accessible Only On Campus

|uhttp://ethesis.uz.ac.zw/theses/available/etd-09242004-113058/

Berikut adalah tampilan (user interface) konten struktur web OPAC

setelah diintegrasikan dengan data fulltext UZ ETD yang dapat diakses melalui

situs web uzlibsys.uz.ac.zw.

Gambar 2.11 User Interface Konten Web Integrasi OPAC dengan UZ-ETD

Sumber: Situs web Perpustakaan UZ

Dengan demikian, hasil penelitian Admire menunjukkan bahwa

(29)

Adapun persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian

saat ini, yaitu:

1. Persamaan Penelitian:

a. Sama-sama melakukan penelitian mengenai integrasi database

bibliografis perguruan tinggi, yaitu katalog koleksi dan konten lokal

(repository).

b. Data primer penelitian sama-sama menggunakan metadata Dublin

Core dan MARC, karena pada dasarnya semua perpustakaan di

dunia telah menerapkan standar metadata tersebut untuk

pengidentifikasian sumber informasi database bibliografis

perpustakaan. Seperti layaknya Perpustakaan UZ, IR pada

Perpustakaan USU juga menggunakan standar metadata Dublin

Core dan pada web OPAC-nya menggunakan standar metadata

MARC.

2. Perbedaan Penelitian:

a. Jika pada penelitian Admire (2007) dilakukan pada database

Perpustakaan UZ Afrika Selatan, pada penelitian ini dilakukan pada

database Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU)

Indonesia.

b. Jika pada penelitian Admire (2007) Perpustakaan UZ menggunakan

ETD untuk penyimpanan konten lokalnya, dalam penelitian ini

Perpustakaan USU menggunakan IR untuk penyimpanan konten

lokalnya.

c. Penelitian Admire (2007) dilatarbelakangi oleh laporan atau data

statistik penelusuran yang cukup rendah untuk akses publikasi

bahan elektronik pada database ETD, namun untuk akses informasi

bibliografi bahan tercetak pada database katalog koleksi terlihat

cukup tinggi, sehingga perpustakaan perlu menggunakan alternatif

lain dalam meningkatkan statistik penelusuran database ETD

tersebut salah satunya adalah dengan melakukan integrasi database

(30)

membangun latar belakang penelitian berdasarkan peningkatan

pelayanan kepada pengguna agar lebih efektif dan efisien dalam

melakukan penelusuran dengan kedua database (OPAC dan

USU-IR) sehingga dapat membantu beberapa pengguna yang memiliki

keterbatasan waktu dalam menelusur dan memanfaatkan informasi

yang dibutuhkan.

2.4.2. Perbandingan Metadata OPAC Perpustakaan dengan Repository

Dalam penerapannya, OPAC dan IR menggunakan format metadata yang

berbeda. IR menggunakan format metadata Dublin Core sedangkan katalog

koleksi (OPAC) menggunakan format metadata MARC.

Berikut akan dijabarkan mengenai perbedaan format metadata pada

struktur database IR dan OPAC.

Tabel 2.5 Pemetaan Format Metadata IR dan OPAC

Metadata Format Bibliografis

IR (Dublin Core) OPAC (MARC)

dc.title 245a (pernyataan judul)

dc.title.alternative 246 (judul alternatif) dc.title.translated 242 (judul terjemahan)

dc.creator 100a (pengarang/entri utama nama orang) dc.subject 650a (topik judul/entri tambahan subjek) dc.subject 653a (subjek kosakata terkendali) dc.description.abstract 520a (abstrak)

dc.description.note 504 (catatan bibliografi)

dc.publisher 260a+b (tempat publikasi dan nama institusi) dc.contributor 720a (nama penanggung jawab) dc.contributor role 720e (penunjukan: pemandu/pengawas)

dc.date 008 (tanggal penyerahan)

dc.type 655 (tipe dokumen)

dc.identifier 856u (lokasi file dan akses informasi)

dc.language 008 (bahasa)

thesis.degree.name 502a (catatan disertasi) thesis.degree.level 502a (gelar Doctoral/Master) thesis.degree.discipline 710b (entri tambahan nama subjek)

(31)

Lebih detail lagi, Gunawan menjabarkan mengenai pemetaan metadata

MARC dan Dublin Core seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.6 Pemetaan Format Metadata IR dan OPAC

IR (Dublin

Core) OPAC (MARC)

Contributor 100, 110, 111, 700, 710, 711, 720

Coverage 651, 662

Creator 751, 752

Date 008/07-10 260$c$g

Description 500-599, except 506, 530, 540, 546

Format 340, 856$q

Identifier 020$a, 022$a, 024$a, 856$u

Language 008/35-37, 041$a$b$d$e$f$g$h$j, 546

Publisher 260$a$b

Relation 530, 760-787$o$t

Rights 506, 540

Source 534$t, 786$o$t

Subject 050, 060, 080, 082, 600, 610, 611, 630, 650, 653

Title 245, 246

Type Leader06, Leader07, 655

Sumber: Gunawan 2011, 7

Pemetaan metadata ini akan digunakan sebagai dasar perancangan

struktur data (cantuman data bibliografi) spesifik pada OPAC dan IR untuk

memasukkan item data. Kerangka struktur data yang telah dijabarkan pada tabel

di atas telah disesuaikan menurut daftar dan nomor kode bidang yang terdapat

Gambar

Gambar 2.1 Lingkup Sistem Database Secara Sederhana
Gambar 2.2 Hierarki/Tingkatan Data dalam Sebuah Struktur Database
Gambar 2.4 Simbol Relasi  One to Many dan Many to One
Tabel 2.1 Unsur Metadata MARC
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan tingkat insomnia sebelum dan sesudah diberikan terapi yoga pada lansia di UPT Panti Wredha Budhi Dharma Ponggalan Umbulharjo Yogyakarta didapatkan hasil dari

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas karunia dan rahmat- Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ IDENTIFIKASI UPAYA-

1.6 “Ve “Vendng ndngjar jarje” je” sipa sipas s kupt kuptimit të imit të për përgjit gjithshë hshëm m kri krimina minalist listik, ik, dhe dhe në në

dilakukan pengambilan data primer dengan melakukan pengamatan langsung di terminal Alang-alang lebar. Ini dilakukan/diamati terhadap kendaraan masuk dan keluar dari

intrusion detektion system (IDS) dengan mengunakan Base ( Basic Analysis And Security Engine ) dan sensor Snort pada server data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi

Adapun alasan peneliti memilih medan makna verba berjalan pada masyarakat Melayu Ngabang karena pertama, dilihat dari sisi pembentukan kata BMDN berbeda dengan bahasa

'HQJDQ PHQJJXQDNDQ SHQHOLWLDQ VWXGL HNVSORUDWLI GDQ WHNQLN SHQJXPSXODQ GDWD EHUXSD REVHUYDVL ZDZDQFDUD VWXGL GRNXPHQWDVL GDQ NHSXVWDNDDQ GLSHUROHK KDVLO SHQHOLWLDQ VHEDJDL

(2) Pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan