• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan antara Koping dengan Resiliensi pada pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan antara Koping dengan Resiliensi pada pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gagal ginjal kronis merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversibel tanpa memperhatikan penyebabnya (Smeltzer, 2001). Istilah penyakit ginjal tahap akhir atau end stage renal disease sering digunakan oleh pemerintah seperti Health Care Financing Administration (HCFA) dan telah menjadi sinonim gagal ginjal kronis. Sidabutar, 1992 (dalam Lubis, 2006) menyatakan bahwa gagal ginjal kronis semakin banyak menarik perhatian dan makin banyak dipelajari karena walaupun sudah mencapai gagal ginjal tahap akhir akan tetapi pasien masih dapat hidup panjang dengan kualitas hidup yang cukup baik disamping prevalensinya yang terus meningkat setiap tahun.

(2)

Pasien gagal ginjal kronis yang mengalami kerusakan fungsi ginjal akan memerlukan terapi seperti cuci darah (hemodialisis) pada jangka waktu tertentu atau melakukan transplantasi ginjal (Pearce, 1995). Waktu yang dibutuhkan pasien selama tindakan hemodialisis berlangsung rata-rata 12-15 jam setiap minggunya, dimana tindakan hemodialisis ini dibagi menjadi dua atau tiga sesi yang setiap sesinya berlangsung 3-6 jam. Tindakan hemodialisis ini akan berlangsung seumur hidup kecuali pasien melakukan transplantasi ginjal (Smeltzer, S.C, Bare, 2005).

Menurut National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC, 2006), hemodialisis merupakan terapi yang paling sering digunakan pada pasien gagal ginjal kronis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Caninsti, R (2007) di unit hemodialisis RSAL Mintoharjo Jakarta, pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis khawatir dan takut jika pada proses hemodialisis terjadi hal-hal diluar dugaan yang menyebabkan pasien meninggal dunia. Pasien juga mengalami depresi berupa hilangnya minat melakukan aktifitas yang menyenangkan, rasa bersalah kepada keluarga, istri/suami karena merasa dirinya sebagai beban, dan perasaan tidak berdaya karena ketergantungan pada hemodialisis seumur hidup. Perubahan yang terjadi dalam hidup pasien hemodialisis merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya stress yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesakitan dan pola perilaku individu.

(3)

sebanyak 5.647 (Cinar et al, 2009). Penelitian oleh Mollahadi (2010) tentang hubungan antara tingkat depresi dengan stres pasien dialisis, didapatkan bahwa 64,5% pasien mengalami depresi, 51,4% stres yang jelas dan 49,7% stres yang tersembunyi. Cristovao pada tahun 1999 (dalam Gerogianni, 2013) melakukan penelitian dengan 1.101 pasien yang menjalani dialisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres yang paling sering dilaporkan oleh pasien adalah kelelahan, ketidakpastian tentang masa depan, keterbatasan dalam liburan dan hilangnya fungsi tubuh serta faktor biaya.

Di Indonesia jumlah pasien yang menjalani hemodialisis tahun 2012 sebanyak 24.141 orang. Di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2013 jumlah pasien yang menderita gagal ginjal sebanyak 191 orang kasus, sedangkan di RS Pirngadi sebanyak 184 orang kasus gagal ginjal secara rutin menjalani pengobatan hemodialisis (Askes, 2013).

Ketergantungan pada obat-obatan dan pemakaian alat dalam jangka waktu yang sangat lama merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya stres bagi pasien yang menderita penyakit gagal ginjal kronik. Pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dalam jangka waktu yang sangat panjang sebenarnya masih memiliki kekuatan dari dalam dirinya untuk beradaptasi dengan pemicu stres. Kemampuan individu untuk bangkit dan beradaptasi dengan kondisinya ini disebut dengan resiliensi.

(4)

menggambarkan sikap dan perilaku manusia ketika individu berhadapan dengan kemalangan atau kesulitan hidup (Sulistyaningsih, 2009). Hasil penelitian Smokowski dkk (2000 dalam Sulistyaningsih, Wiwik (2009), menunjukkan bahwa individu yang berhasil adalah mereka yang memiliki ciri sifat optimis terhadap masa depan, tekun, memiliki kebulatan tekad, dan mampu mengambil pelajaran dari kehidupan masa lalu untuk mengatasi kesulitan hidup. Pendapat ini didukung oleh Penelitian Susan De Nisco (2011) tentang resiliensi pada wanita yang menderita diabetes mellitus 2 pada wanita Afrika mengatakan bahwa individu yang memiliki nilai resiliensi yang tinggi akan mampu mengontrol kadar gula darah, sementara menurut penelitian yang dilakukan oleh Carver dan Scheier (1999 dalam Sulistyaningsih, Wiwik (2009) menyatakan bahwa orang yang optimis mampu mengatasi stres dengan cara yang lebih adaptif daripada orang yang pesimis. Orang optimis cenderung menggunakan coping yang terpusat pada masalah dan berorientasi pada tindakan.

(5)

berfokus pada emosi (emotion focused coping) dengan jenis koping menghindar dari masalah/Avoidance dan menyalahkan orang lain/Blame others.

Coping didefenisikan sebagai upaya kognitif dan perilaku yang berubah secara konstan untuk mengelola tuntutan eksternal dan atau internal tertentu yang dinilai berat dan melebihi sumber daya (kekuatan) seseorang (Lazarus & Folkman, 1984). Coping dapat juga dikatakan sebagai bentuk adaptasi karena

coping merupakan bagaimana cara seseorang bereaksi terhadap sebuah stimulus yang didapat dari lingkungannya (Costa, Somerfield & McCrae, 1996 dalam Primaldhi 2006).

Lazarus dan Folkman (1984) membagi strategi coping menjadi dua yaitu strategi coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) dan strategi

coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping). Secara umum, Lazarus dan Folkman (1984) menjelaskan bahwa Problem-focused coping

mengarah pada penyelesaian masalah, seperti mencari informasi mengenai suatu masalah, mengumpulkan solusi-solusi yang dapat dijadikan alternatif, mempertimbangkan alternatif dari segi biaya dan manfaatnya, memilih alternatif dan menjalani alternatif yang dipilih (Lazarus dan Folkman, 1984), sedangkan

Emotion-focused coping diarahkan untuk mengurangi perasaan emosional seperti menghindari, meminimalisir, menjaga jarak, selektif memilih perhatian, dan mencari nilai positif dari sebuah peristiwa negatif. Orang yang menggunakan

(6)

memberi sebuah penipuan atau distorsi kenyataan pada diri mereka sendiri (Lazarus dan Folkman, 1984).

Pernyataan Lazarus dan Folkman (1984) didukung oleh penelitian Kumar

et al (2003) di India, pasien yang menjalani terapi hemodialisis lebih sering menggunakan strategi coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping), sedangkan menurut penelitian Yeh,S.J & Chou, H (2007) di Taiwan, pasien hemodialisis lebih sering menggunakan strategi coping yang berorientasi pada emosi. Sementara penelitian Wu Li-Min et al (2013) mengatakan bahwa koping yang berorientasi pada masalah (problem focused coping) adalah koping yang sering digunakan oleh remaja selama menjalani pengobatan kanker, hal ini disebabkan karena problem-focused coping dianggap sebagai faktor pelindung yang mendorong pemulihan pada remaja yang menderita penyakit kanker dan dapat mengurangi kecemasan, kekhawatiran serta meningkatkan resiliensi pada remaja yang menderita penyakit kanker sedangkan koping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping) jarang digunakan.

Allen dan Leary (dalam Susanto, 2012) mengatakan bahwa individu yang mempunyai kemampuan koping tinggi akan cenderung pada PFC (problem focused coping) sedangkan kemampuan koping yang relatif rendah akan cenderung pada EFC (emotion focused coping) dalam penyelesaian masalah. Penelitian Susanto (2012) mengatakan bahwa resiliensi pada individu PFC

(7)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan strategi koping dengan resiliensi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Adam Malik Medan.

1.1. Perumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan strategi koping dengan resiliensi pada pasien Gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Menganalisis hubungan strategi koping dengan resiliensi pada pasien yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Adam Malik Medan Tahun 2014.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik ( umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan) pasien yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

b. Mengidentifikasi strategi koping yang digunakan pasien dalam menjalani tindakan cuci darah (hemodialisis) di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. c. Mengidentifikasi resiliensi pasien yang menjalani hemodialisis di Rumah

Sakit Haji Adam Malik Medan.

d. Menganalisis hubungan karakteristik (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan) dengan resilensi pasien yang menjalani

(8)

e. Menganalisis hubungan strategi koping berfokus masalah dengan resilensi tinggi pada pasien yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

f. Menganalisis hubungan strategi koping berfokus emosi dengan resilensi rendah pada pasien yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian, atau kesimpulan teoritis yang masih harus dibuktikan kebenarannya melalui analisis terhadap bukti-bukti empiris (Setiadi, 2007). Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Ada hubungan strategi koping berfokus pada masalah dengan tingkat resiliensi tinggi pada pasien yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

2. Ada hubungan strategi koping berfokus pada emosi dengan tingkat resiliensi rendah pada pasien yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Rumah Sakit/Unit hemodialisis

(9)

1.5.2. Bagi Praktek keperawatan

Untuk mengembangkan kajian teoritis maupun penelitian yang berhubungan dengan konsep koping dan resiliensi terkait penanganan psikologis pada pasien yang menjalani tindakan cuci darah (hemodialisis)

1.5.3. Bagi Keluarga pasien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu keluarga dalam mempersiapkan strategi koping dan resiliensi anggota keluarga sehingga keberhasilan hemodialisis dapat tercapai dan pasien tetap hidup berkualitas. 1.5.4. Bagi Penelitian selanjutnya

Referensi

Dokumen terkait

Rancangan pengembangan produk yang akan dilaksanakan sebagai berikut: (1) merumuskan tujuan penggunaan produk yaitu untuk menambah kreatifitas pendidik dan

satisfaction of retailers and, on the contrary, poor quality service will cause dissatisfaction; second, service quality has positive influence on trust, which means that good or

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Uiian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam.. Bidang Ilmu

ENDYK MUHAMMAD ASROR... ENDYK

Hubungan persepsi perawat tentang manfaat discharge planning dengan pelaksanaan discharge planning di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, 9 orang

Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pe- ngusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dinyatakan atau dinilai

Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya: (1) pengaruh Pemanfaatan Internet terhadap Prestasi Belajar Kearsipan Siswa kelas X Kompetensi