• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pegawai 2.1.1 Pengertian pegawai - Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pegawai 2.1.1 Pengertian pegawai - Hubungan Beban Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Pegawai BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Medan Tahun 2015"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pegawai

2.1.1 Pengertian pegawai

Pegawai/ karyawan adalah sumber daya manusia/ penduduk yang bekerja disuatu institusi baik pemerintah maupun swasta (bisnis). Ada beberapa rumusan mengenai siapa pegawai/ karyawan itu sebenarnya. Diantara rumusan itu, antara lain:

1. Ndraha (1999), sumber daya manusia adalah penduduk yang siap, mau dan mampu memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan organisasi atau

he people who are ready, willing, and able to contribute to organizational

goal.

2. Hadari Nawawi, sumber daya manusia adalah potensi yang menjadi motor penggerak organisasi/ perusahaan.

3. Wirawan, sumber daya manusia merupakan sumberdaya yang digunakan untuk menggerakkan dan mensiergikan sumberdaya lain untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa SDM sumberdaya lain menganggur (idle) dan kurang bermanfaat dalam mencapai tujuan organisasi (abdullah, 2014).

(2)

a. Kemampuan fisik, yang dapat digunakan untuk menggerakkan, mengerjakan, atau menyelesaikan sesuatu pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh sumberdaya atau faktor produksi lainnya.

b. Kemampuan psikis, yang dapat membangkitkan spirit , motivasi, semangat dan etos kerja, kreativitas, inovasi dan profesionalisme dalam bekerja. c. Kemampuan karakteristik, yang dapat membangkitkan kecerdasan

(intelektual, emosional, spritual, dan sosial) yang yang membawanya untuk berkembang menjadi lebih mampu dalam menghadapi segala segala macam tantangan.

d. Kemampuan pengetahuan dan keterampilan, yang megantarkannya untuk memiliki kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya. e. Pengalaman hidupnya, yang dapat menyempurnakan pertimbangan dalam

menyelesaikan persoalan yang menyangkut pekerjaannya.

Dengan bahasa yang lebih ringkas karyawan atau sumber daya manusia (SDM) itu, di satu sisi berfungsi sebagai sumberdaya organisasi disamping sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya (uang, mesin, bahan baku, dan metode) dengan kemampuannya yang leading (berada dimuka) untuk berperan melaksanakan fungsi manajerial (menggerakkan) sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya (uang, mesin, bahan baku, dan metode) (Abdullah, 2014).

2.2 Beban Kerja

(3)

bekerja berat seperti buruh bongkar-muat barang di pelabuhan, memikul beban fisik lebih banyak dari pada beban mental ataupun sosial. Sedangkan, beban kerja seorang pengusaha atau manajer, tanggung jawabnya merupakan beban mental yang relatif lebih besar dari beban fisik yaitu dituntut oleh pekerjaannnya. Lain lagi dengan petugas sosial, seperti penggerak lembaga swadaya masyarakat atau gerakan mengentaskan kemiskinan, mereka lebih menghadapi beban kerja sosial-kemasyarakatan (Alamsyah, 2013).

Tenaga kerja memiliki keterbatasan untuk memikul beban sampai pada tingkat tertentu. Selain itu, masing-masing tenaga kerja memiliki batas optimal pembebanan kerja yang berbeda-beda. Prinsip inilah yang mendasari penempatan tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat pula. Derajat ketepatan tersebut dapat diukur melalui kecocokan pengalaman, pengetahuan, keahlian, keterampilan, motivasi, sikap kerja dan lain sebagainya (Alamsyah, 2013).

(4)

beban kerja mental dapat berupa sejauh mana tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki indiidu dengan individu lain ( Manuaba, 2000).

2.2.1 Pengertian beban kerja

Everly dkk (dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu tertentu. Kategori lain dari beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yang timbul karena tugas-tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerjaan. Beban kerja fisikal atau mental yang harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stres pekerjaan. Kesimpulan beban kerja adalah kemampuan tubuh untuk menerima pekerjaan dapat berupa beban fisik dan beban mental.

Schultz (1987) dalam Fraser (1992) beban kerja dibedakan menjadi dua yaitu beban kerja kualitatif dan beban kerja kuantitatif. Beban kerja kuantitatif adalah banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan pada satuan waktu tertentu sedangkan beban kerja kualitatif adalah banyaknya pekerjaan yang dirasakan sulit.

(5)

2.2.2 Jenis beban kerja

Beban kerja meliputi 2 jenis, sebagaimana dikemukakan oleh Munandar (2001) ada 2 jenis beban kerja, yaitu :

1 Beban kerja kuantitatif, meliputi :

a Harus melaksanakan observasi peserta secara ketat selama jam kerja.

b Banyaknya pekerjaan dan beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan.

c Kontak langsung pegawai peserta secara terus menerus selama jam kerja.

d Rasio pegawai dan peserta 2 Beban kerja kualitatif, meliputi :

a Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di rumah sakit.

b Tanggung jawab yang tinggi

c Harapan pimpinan terhadap pelayanan yang berkualitas. d Tuntutan keluarga peserta terhadap keselamatan peserta.

e Setiap saat dihadapkan pada pengambilan keputusan yang tepat.

f Menghadapi peserta dengan karakteristik tidak berdaya, koma dan kondisi terminal.

2.2.3 Beban tambahan kerja

(6)

suatu pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan beban tambahan merupakan beban yang ditimbulkan akibat faktor lingkungan dalam suatu pekerjaan yang dapat berakibat atau mempengaruhi kondisi jasmani dan rohani (Kurniawati, 2013),

Beban tambahan kerja ini dapat berupa kondisi atau lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karna lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan dan harus diatasi oleh tenaga kerja atau karyawan yang bersangkutan (Kurniawati, 2013).

2.2.4 Faktor-faktor yang dapat menjadi beban tambahan

Beban tambahan diperoleh dari lingkungan atau situasi kerja. Ada beberapa faktor yang dapat menjadi beban tambahan menurut (Alamsyah,2013), antara lain:

a. Faktor fisik, meliputi bangunan gedung, volume udara perkapita, luas lantai kerja, penerangan,suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, kecepatan aliran udara, kebisingan, vibrasi/ getaran, radiasi gelombang elektromagnetik, dan lain sebagainya.

b. Faktor kimiawi, meliputi semua zat kimia organik dan anorganik yang dapat berupa gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan ataupun zat padat.

c. Faktor biologis, meliputi semua makhluk hidup yang berada dalam lingkungan kerja yang dapat mengganggu pekerjaan.

(7)

disesuaikan dengan fungsi alat indera manusia, postur dan cara kerja yang mempertimbangkan aspek antropometri dan fisiologi manusia.

e. Faktor mental dan psikologi, yaitu reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksana kerja dan lain-lain.

2.2.5 Dampak beban kerja

Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari- hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan. Sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba,2000).

2.2.6 Metode pengukuran beban kerja mental 1. Pengukur Objektif Beban kerja mental

Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisiologis (karena terkuantifikasi dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif). Kelelahan mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari tubuh dan pusat kesadaran. Pendekatan yang bisa dilakukan antara lain :

1. Pengukuran variilitas denyut jantung

(8)

3. Flicker test

4. Pengukuran kadar asam saliva 5. Dll

2. Pengukuran Subjektif Beban Kerja Mental

Metode pengukuran beban kerja yang secara subjektif merupakan pengukuran beban kerja mental berdasarkan persepsi subjektif responden/ pekerja.

Subjective measures merupakan cara termudah untuk memperkirakan mental

workload pada pekerja dalam menampilkan tugas-tugas tertentu. Secara umum, metode yang digunakan yaitu dengan menanyakan apa/ bagaimana yang ia rasakan tentang beban pada tugas-tugas yang dikerjakan. Sheridan & stassen (1979, dalam Meshkati et. Al., 1992., dalam Wilson & Corlett, 1992) menjelaskan bahwa pada Subjective measures, pekerja diminta untuk menilai beban kerja yang ia alami berdasarkan suatu skala berupa daftar kata kunci yang menggambarkan tingkatan workload yang berbeda.

Sanders & Mc Cormick (1993) berpendapat bahwa metode subjective measures seperti rating scales lebih mudah dalam proses administrasi dan lebih dapat diterima oleh pekerja yang diminta untuk mengerjakan rating scale tersebut. Selain itu, juga dapat digunaka questionnaire dan interview (Meshkati et. Al., 1992, dalam Wilson & Corlett, 1992) yang ana metode-metode subjective measures juga bisa dikategorikan model self-report (de Waard, 1996).

(9)

a. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)

SWAT khusus didesain untuk mengukur workload pekerjaan dalam system yang bervariasi untuk beberapa tugas. SWAT mengkombinasikan rating pada tiga dimensi workload; time load, mental efford load, dan stress load (Reid & Nygren, 1998, dalam Wickens & Hollands, 2000). Tiga dimensi workload

tersebut adalah:

1. Time load atau beban waktu yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas.

2. Mental effort atau beban usaha mental, yang berarti benyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

3. Psychological stress atau beban tekanan psikologis yang menunjukkan tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.

Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) dikembangkan oleh Gary B. Reid dari Divisi Human Engineering pada Armstrong

Laboratory, Ohio-USA digunakan menganalisa beban kerja yang dihadapi oleh seseorang yang harus melakukan aktivitas (baik yang merupakan beban kerja fisik maupun mental) yang bermacam-macam. Dalam penerapannya, SWAT akan memberikan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk mengkuantifikasikan beban kerja dari aktivitas yang bermacam-macam yang harus dilakukan oleh seorang pekerja.

(10)

Masing-masing terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi. Dalam penerapannya setiap tigkatan untuk ketiga faktor tersebut akan dikombinasikan sehingga akhirnya membentuk 27 kombinasi tingkatan beban kerja mental. Prosedur penerapan metode SWAT terdiri dari dua tahapan, yaitu tahapan penskalaan (Scale Development) dan tahap penilaian (Event Scoring)

Pada langkah pertama, 27 kombinasi tingkatan beban kerja mental diurutkan dengan berdasarkan persepsi yang dipahami oleh responden. Data hasil pengurutan kemudian ditransformasikan ke dalam sebuah skala interval dari beban kerja dengan range 0-100. Pada tahap penilaian, sebuah aktivitas atau kejadian akan dinilai dengan menggunakan rating 1 sampai 3 (rendah, sedang, dan/atau tinggi) untuk setiap tiga dimensi atau faktor yang ada. Nilai skala yang berkaitan dengan kombinasi tersebut (yang didapat dari tahap penskalaan) kemudian dipakai sebagai nilai beban kerja untuk aktivitas yang bersangkutan. Semaksimal mungkin diusahakan agar selama proses pengumpulan data dalam penerapan metode SWAT tidak mengganggu pekerjaan dari subyek (pekerja) yang diteliti.

(11)

Tabel 2.1 Dimensi dari Metode SWAT

No

1

Time Load often have spare time, interruptions

or overlap among activities occur

infrequently or not at all

occasionally have spare

time,interruptions or overlap among

activities occur infrequently

Almost never have spare time,

Interrupions or overlap among

activities are very frequent , or

occur all the time

2 Mental Effort load Very little conscious mental effort or

concentration required. Activity is

almost automatic, requiring little or

no attention

Moderate conscious mental effort or

concemtration required. Complexity

of activity is moderately high due to

uncertainly, unpredictability, or

unfamiliarity. Considerable

attention required.

Extensive mental effort and

(12)

comlex activity requiring total

attention.

3 Psychological Stress

Load

Little confusion, risk, frustration, or

anxiety axists and can be easily

accomodated

Moderate stress due to confusion,

frustation or anxiety noticeably adds

to workload. Significant

compensation is required to

maintain adequate performance.

High to very intense stress due to

confusion, frustation, or anxiety.

High extreme determination and

self-control required.

Sumber : Reid, G. B And Nygren, T. E. 1988, The Subjective Workload

Assessment Technique: a scaling procedure for measuring mental workload

b. NASA TLX

Dalam NASA TLX terdapat 6 dimensi ukuran beban kerja yaitu :

1. Mental demand, tuntutan aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan dalam pekerjaan (contoh: berpikir, memutuskan, menghitung, mengingat, melihat, mencari).

(13)

3. Temporal demand, tekanan waktu yang dirasakan selama pekerjaan atau elemen pekerjaan berlangsung.

4. Performance, keberhasilan di dalam mencapai target pekerjaan

5. Effort, usaha yang dikeluarkan secara mental dan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai level performansi pekerja.

6. Frustation level, rasa tidak aman, putus asa, tersinggung, stres, dan terganggu dibanding dengan perasaan aman,puas,cocok, nyaman, dan kepuasaan diri yang dirasakan selama mengerjakan pekerjaan tersebut.

Langkah pengukuran dengan menggunakan NASA TLX sebagai berikut (Meshkati, 1988) :

1. Pembobotan

Responden/ pekerja diminta untuk membandingkan dua dimensi yang berbeda dengan metode perbandingan berpasangan. Total perbandingan berpasangan untuk keseluruhan dimensi (6 dimensi) yaitu 15.

2. Pemberian Rating

Dalam tahap ini, responden diminta memberikan penilaian/rating terhadap keenam dimensi beban mental.

(14)

2.3 Stres Kerja

Masalah stres banyak dibicarakan orang, namun tidak setiap orang mengerti dengan tepat apa stres itu. Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang-pendek yang tidak sama, pernah atau akan mengalaminya. Tak seorangpun dapat terhindar dari padanya. Bayi bisa terkena stres, balita bisa kedatangan stres. Kaum remaja tak bisa luput daripadanya. Kaum muda tak mungkin terhindar. Orang dewasa pasti mengalmi, kelompok lansia apalagi (Hardjana, 1994).

2.3.1 Pengertian stres kerja

Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntututan-tututan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya. Stres adalah keseimbangan antara bagaimana kita memandang tuntutan-tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat mengatasi semua tuntutan–tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat mengatasi semua tuntutan yang menentukan apakah kita tidak merasakan stres, merasakan distres atau eustres (Looker, 2005)

(15)

keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Robbins, 2006).

Robbins (2003) mendefinisikan bahwa: “ stres adalah sebagai kondisi

dinamik yang didalamnya individu engalami peluang, kendala (constrains), atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting ”.

Para pekerja atau pegawai disetiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang memicu terjadinya stres kerja (Rini, 2002). Stres pada pekerja merupakan hasil interaksi dari kondisi kerja dengan sifat (trait) yang ada pada pegawai, sehingga menimbulkan perubahan bahwa fungsi fisiologis, psikologis atau keduanya.

Stres terbentuk dari berbagai hal. Stres adalah kumpulan hasil, respons,

jalan, dan pengalaman yang berkaitan, yang disebabkan oleh berbagai “ stresor

keadaan atau peritiwa yang menyebabkan stres. Stres adalah suatu kondisi atau perasaan yang dialami ketika seseorang menganggap bahwa “ tuntutan-tuntutan melebihi sumber daya sosial dan personal yang mampu dikerah kan seseorang ” (Manktelow, 2007).

(16)

sebuah gejala yang timbul akibat adanya kesenjangan (gap) antara realita dan idealita, antarakeinginan dan kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara peluang dan potensi (Musbikin, 2005).

Wardoyo (2008) menyatakan bahwa stres kerja ialah merupakan “ tekanan ” yang didapatkan secara tidak sengaja, atau “ pembebanan ” yang diperoleh

dengan sengaja, diadakan untuk suatu tujuan. Stres kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan.

2.3.2 Faktor penyebab stres kerja

Terdapat lima faktor penyebab yang umum terdapat di tempat kerja (Cooper dan Alison, 1995), yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan tugas, peran dalm organisasi, hubungan di tempat kerja, perkembangan karir, dan perubahan organisasi.

(17)

Davis (2002) menyatakan bahwa, “ Stres kerja disebabkan adanya tugas

yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi pimpinan ”. Supervisor

yang kurang pandai. Seorang pimpinan dalam menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di bawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada atasan. Jika seorang pimpinan pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar. Luthans (2002) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri dari 4 (empat) hal utama, yakni :

1 Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.

2 Organizational stressor, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.

3 Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik antar individu, interpersonal dan intergrup.

(18)

2.3.3 Gejala-gejala stres

Ada beberapa gejala stres dapat dilihat dari berbagai faktor yang menunjukkan adanya perubahan baik secara fisiologis, psikologis, dan sikap. Perubahan fisiologis ditandai oleh adanya gejala-gejala seperti merasa letih/ lelah, kehabisan tenaga, pusing, gangguan pencernaan, sedangkan perubahan psikologis ditandai oleh adanya kecemasan berlarut-larut, sulit tidur, napas tersengal-sengal, dan berikutnya perubahan sikap seperti keras kepala, mudah marah, tidak puas terhadap apa yang dicapai, dan sebagainya (Wijono, 2010).

2.3.4 Dampak stres kerja

Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau pegawai yang stres akan menunjukkan perubahan prilaku. Perubahan prilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa prilaku melawan stres (fight) atau berdiam diri (freeze). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.

(19)

Sementara itu Cox (dalam Handoyo, 2001) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres, yaitu:

1. Pengaruh psikologis, yang berupa kegelisahan, agresi, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah.

2. Pengaruh prilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu makan atau makan berlebihan, penyalahgunaan obta-obatan, menurunnya semangat untuk berolah raga yang berakibat timbulnya beberapa menyakit. 3. Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya

konsentrasi, dan peka terhadap ancaman.

4. Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya, atau memicu timbulnya penyakit tertentu.

Sebuah organisasi atau perusahaan dapt dianalogika sebagai tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula jika banyak diantara pegawai di dalam organisasi mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stres yang dialami oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi mengundang masalah yang lebih serius (Rini, 2002).

(20)

kepuasan kerja, turunnya kinerja, absenteisme, perputaran kerja meningkat, serta secara total produktifitas menurun. Untuk menanggulanginya diperlukan biaya. Biaya bertambah, sedangkan produktivitas menurun, jadi jelas merugikan perusahaan.

2.3.5 Teori akibat stres kerja

Hans selye adalah seorang tokoh yang pertama kali mengemukakan konsep stres kerja dengan pendekatan biologi pada tahun 1930. Menurut hans selye stres adalah reaksi umum fisiologis dan psikologis tubuh terhadap setiap kebutuhan. Stres merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban. Seseorang dikatakan stres apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan merespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, stres ini didapat dari lingkungan, kondisi diri dan pikiran (Fraser, 1992).

(21)

Aanonsen telah mengamati timbulnya lebih banyak tukak lambung pada para pekerja shift dan pada pekerja malam hari, terutama bila sering terjadi penggantian atau shift. Meskipun suatu bentuk stres kerja, namun juga meliputi baik perubahan-perubahan yang terjadi dalam irama biologis normal (circadian) maupun perubahan-perubahan di dalam kebiasaan tubuh (Fraser,1992).

2.3.6 Hubungan beban kerja dengan stres kerja

Menurut Hurrel (dalam Munandar, 2001) dan Manuaba (2000) salah satu faktor penyebab stres kerja adalah beban kerja, faktor-faktor pekerjaan yang dapat menimbulkan stres adalah dalam kategori faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan adalah fisik dan tugas, tugas mencakup beban kerja, kerja malam dan penghayatan dari resiko dan bahaya.

2.3.7 Pendekatan organisasi dalam mengelola stres kerja

Dalam setiap mengahadapi stres kerja, individu dihaarapkan dapat lebih efektif dalam mengatasi atau mengelolanya. Dengan demikian, dapat mengurangi adanya pemborosan, mengurangi absensi kerja, dan prestasi kerja diharapkan dapat lebih meningkat dalam organisasi (Wijono, 2010).

(22)

Untuk dapat mengatasi dan mengelolah stres kerja dengan cara yang efektif, individu diharapkan mempunyai program-program pengelolah stres kerja. Pernyataan ini seperti yang dikatakan oleh para ahli bahwa dari 500 firma yang sangat besar mempunyai lebih dari 90% yang terdiri dari program-program khusus untuk menolong para karyawan dalam mengatasi stres kerja mereka. Selanjutnya menurut Rose & Veiga, 1984 (dalam Wijono, 2010) juga menunjukkan bahwa program-program pengelolahan stres kerja dalam suatu organisasi dapat menjadi efektif untuk mengurangi stres kerja mereka.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengelola stres dalam organisasi, yaitu :

1. Meningkatkan komunikasi

Salah satu cara yang efektif untuk mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran adalah meningkatkan komunikasi yang efektif diantara manajer dan karyawan, sehingga akan tampak garis-garis tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara keduanya. Situasi semacam ini dapat mengurangi timbulnya stres kerja dalam organisasi.

2. Sistem penilaian dan ganjaran yang efektif

(23)

sesuatu keadaan (mengurangi ketidakjelasan tugas). Situasi ini terjadi bila hubungan diantara atasan dan bawahan berada dalam suatu suasana kerja dan sistem penilaian prestasi kerja efektif.

3. Meningkatkan partisipasi

Untuk dapat mengurangi ketidakjelasan peran dan konflik peran, pengelolahan erlu meningkatkan partisipasi terhadap proses pengambilan keputusan, sehingga setiap karyawan yang ada dalam organisasi mempunyai tanggung jawab bagi peningkatan prestasi kerja karyawan. Dengan demikian, kesempatan partisipasi yang diberikan oleh manajer kepada karyawan-karyawannya dalam menyumbang pikiran atau gagasan-gagasannya, memungkinkan karyawan dapat meningkatkan prestasi dan kepuasan kerjanya dan mengurangi stres kerjanya.

4. Memperkaya Tugas

Setiap manajer perlu memberikan dan memperkaya tugas kepada karyawan agar mereka dapat lebih bertanggung jawab, lebih mempunyai makna tugas yang dikerjakan, akan lebih baik dalam melaksanakan pengendalian serta umpan balik terhadap produktivitas kerja karyawan baik secara kuantitas maupun kualitas. Situasi semacam ini dapat meningkatkan motivasi kerja dan memenuhi kebutuhan karyawan sehingga dapat mengurangi stres yang ada dalam diri mereka.

5. Mengembangkan keterampilan, kepribadian dan pekerjaan.

(24)

keterampilan dapat diperoleh melalui latihan-latihan yang sesuai dengan kebutuhan karyawan dan organisasi atau pengembangan kepribadian yang dapat mendukung usaha pengembangan pekerjaan baik secara kuantitas maupun kualitas (Wijono, 2010).

2.4 BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang berubah menjadi Badan Hukum Publik yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun masyarakat umum.

(25)

Pada tahun 2014, pemerintah menargetkan sebanyak 121,6 juta penduduk akan diberikan jaminan kesehatan oleh BPJS kesehatan. Jumlah dimaksud diasumsikan berasal dari program pemerintah Jamkesmas (96,4 Juta jiwa ), peserta yang dikelolah oleh PT. Askes (persero) (17,2 juta jiwa), peserta jaminan pelayanan kesehatan (JPK) Jamsostek (5,5 juta jiwa), dan dari peserta program jaminan masyarakat umum pemerintah menargetkan seluruh masyarakat yaitu sebanyak 257,5 juta jiwa akan dijamin oleh BPJS. Data terakhir yang di dapat dari website BPJS kesehatan yang dimutakhirkan tanggal 9 Desember 2015 terdapat 133.606.661 jiwa yang telah terdaftar di BPJS kesehatan.

BPJS Kesehatan di kantor cabang utama Medan terdiri dari 88 pegawai yang dibagi dalam 6 unit, yaitu : 7 pegawai di unit umum dan TI, 6 pegawai di unit keuangan dan penagihan, 6 pegawai di unit kepesertaan dan pelayanan peserta, 4 pegawai di unit manajemen pelayanan kesehatan primer, 5 pegawai di unit pemasaran, 59 orang di unit manajemen pelayanan kesehatan rujukan dan 1 pegawai sebagai kepala cabang utama. Pegawai pada setiap unit inilah yang nantinya menjalankan tugas sesuai dengan job description masing-masing unitnya. Agar dapat tercapai pelayanan yang prima dan maksimal serta target yang telah ditetapkan dapat dicapai (Profil BPJS Kesehatan, 2015).

2.5 Kerangka Konsep

(26)

VARIABEL BEBAS VARIABEL TERIKAT

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah: Adanya Hubungan beban kerja terhadap stres kerja pada pegawai BPJS kesehatan di kantor cabang utama Medan tahun 2015.

Gambar

Tabel 2.1 Dimensi dari Metode SWAT

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian daya serap karbon aktif kulit durian terhadap zat warna tekstil merah menggunakan metode Spektrofotometer UV-Visible menunjukkan kondisi adsorpsi optimum

Aktifitas kitinase terbaik yang dihasilkan pada inokulasi dari starter selama 5 hari, didapatkan pada laju aerasi 1 vvm, dengan aktifitas enzim yang lebih tinggi

“Strand Woven Bamboo Product” (lantai, dinding, dan plafond) harus di Stacking (ditumpuk dengan rongga agar ada sirkulasi udara) pada area yang akan dipasang selama

Pada tanggal 23 Juni 1999, Pemerintah secara resmi menunjuk KAP Prasetio Utomo yang berafiliasi dengan Arthur Anderson, dan dibantu oleh BPKP untuk melakukan audit terhadap

Penelitian ini didesain dengan fragmen/penggalan dari penelitian pengembangan dengan langkah analisis kebutuhan dilakukan melalui penelitian eksplorasi di kawasan pasir pantai

Kaitannya dengan penegakan hukum sebagai salah satu fungsi Kepolisian dalam hal perkara tindak pidana korupsi di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Kota

PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR.. DAN MINAT BACA

Kondisi suhu udara sangat berpengaruh terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan, karena berbagai jenis spesies memiliki persyaratan suhu lingkungan hidup ideal atau optimal, serta