BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
Teori yang akan dikemukakan adalah merupakan dasar dalam perumusan
hipotesis dan landasan dalam melakukan analisis penelitian ini. Landasan teori ini
akan membahas mengenai desentralisasi fiskal di Indonesia, hubungan antara
desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi, penerimaan daerah (komponen
desentralisasi fiskal), dana perimbangan,serta kemandirian fiskal.
Membandingkan hasil-hasil penelitian sejenisnya atau yang memiliki
tema hampir sama secara empiris, maka dilengkapi juga dengan beberapa
penelitian terdahulu tentang desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi.
Penelitian-penelitian tersebut kemudian digunakan menjadi acuan serta
pembanding dalam penelitian ini.
2.1.1 Disentralisasi Fiskal di Indonesia
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.Salah
satu tujuan desentralisasi dan otonomi daerah adalah untuk menjadikan
pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah
dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Hal ini berdasarkan
lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat mereka dari pada
pemerintah pusat.
Desentralisasi terfokus pada tingkat kabupaten dan kota. Kedua
pemerintahan tersebut berada pada level ketiga setelah pemerintah pusat
dan provinsi. Beberapa pengamat menyarankan bahwa desentralisasi harus
dilaksanakan pada tingkat provinsi karena provinsi dianggap memiliki
kapasitas yang lebih besar untuk menangani seluruh tanggung jawab yang
dilimpahkan dari pada kabupaten dan kota.
Terdapat beberapa alasan untuk mempunyai sistem pemerintahan
yang terdesentralisasi :
(1) Representasi demokrasi, untuk memastikan hak seluruh warga negara
untuk berpartisipasi secara langsung pada keputusan yang akan
mempengaruhi daerah.
(2) Tidak dapat dipraktekkannya pembuatan keputusan yang
tersentralisasi, adalah tidak realistis pada pemerintahan yang sentralistis
untuk membuat keputusan mengenai semua pelayanan rakyat seluruh
negara, terutama pada negara yang berpenduduk besar seperti Indonesia.
(3) Pengetahuan lokal (local knowledge), mereka yang berada pada
daerah lokal mempunyai pengetahuan yang lebih banyak mengenai
kebutuhan lokal, prioritas, kondisi, dll.
(4) Mobilitas sumber daya, mobilitas pada bantuan dan sumber daya dapat
di fasilitasi dengan hubungan yang lebih erat di antara populasi dan
Menurut pasal 14 UU No. 32 tahun 2004, urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan
urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Pada hakekatnya, terdapat tiga prinsip dalam implementasi
otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1. Desentralisasi, yaitu adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada kabupaten/kota sehingga otonomi lebih dititikberatkan
pada daerah tersebut.
2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.
3. Tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan atau desa dan pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau
desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu.
Prinsip-prinsip untuk melaksanakan desentralisasi fiskal, yaitu :
1. Desentralisasi fiskal adalah sebuah sistem yang komprehensif yang
melibatkan level pemerintahan dan mendukung desentralisasi secara
umum.
2. Prinsip money follow function, dimana pelimpahan wewenang harus
diikuti dengan anggaran yang memadai untuk melaksanakan wewenang
tersebut.
3. Adanya kemampuan yang kuat untuk memonitor dan mengevaluasi
4. Harus memperhatikan karakteristik dan kemampuan masing-masing
daerah dalam memberikan wewenang.
5. Harus ada taxing power yang kuat dari pemerintah daerah untuk
melaksanakan tugas-tugas desentralisasi.
6. Pemerintah pusat harus konsisten dalam melaksanakan desentralisasi
dan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya.
7. Dibuat sesederhana mungkin dengan formula yang tidak rumit terutama
dalam pelimpahan wewenang.
8. Desain dana perimbangan harus sesuai dengan tujuan dari desentralisasi
fiskal.
9. Desentralisasi fiskal harus memperhatikan keperntingan-kepentingan
dari tiap level pemerintahan agar tidak terjadi tumpang tindih tugas dan
wewenang.
10. Sistem yang dikembangkan dalam dana perimbangan bisa disesuaikan
dengan perkembangan yang ada.
11. Harus ada daerah yang sukses dan menjadi daerah percontohan untuk
pelaksanaan desentralisasi fiskal.
Dari beberapa uraian di atas, desentralisasi fiskal adalah sebagai
konsekuensi dari adanya pelimpahan wewenang sehingga daerah juga
lebih leluasa untuk mendapatkan anggaran lebih untuk melaksanakan
tugas desentralisasi.Menurut Tausikal (2008 : 145) “Pemerintah daerah
dalam meningkatkan anggaran bisa melalui optimalisasi penerimaan
2.1.2Hubungan Desentralisasi Fiskal dengan Pertumbuhan Ekonomi
Landasan konsep desentralisasi fiskal, bahwa dengan adanya
pelimpahan wewenang akan meningkatkan kemampuan daerah dalam
melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Kondisi
peningkatan pelayanan barang publik ini dalam kaitannya hubungan antar
daerah otonom akan memberikan kondisi kompetisi persaingan antar
kabupaten/kota untuk memaksimalkan kepuasan bagi masyarakat.
Penyebab mendasar dari peningkatan kemampuan tersebut adalah karena
pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan karakter
masyarakatnya, sehingga program-program dari kebijakan pemerintah
akan lebih efektif untuk dijalankan.
Adanya kebijakan desentralisasi fiskal, secara tidak langsung
memunculkan kompetisi antar daerah otonom dalam meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, dimana daerah dengan pelayanan yang baik
akan memaksimalkan utilitas masyarakat.Desentralisasi fiskal akan
memunculkan kompetisi atau persaingan antar daerah yang pada akhirnya
akan meningkatkan kesamaaan pandangan antara apa yang diharapkan
oleh masyarakat dengan program yang dilakukan oleh pemerintah
daerahnya.
Tingkat kemajuan ekonomi merupakan outcome dari kesesuaian
makin pentingnya peran pemerintah daerah dalam otonomi daerah.Secara
teori, desentralisasi fiskal di perkirakan akan memberikan peningkatan
ekonomi mengingat pemerintah daerah mempunyai kedekatan dengan
masyarakatnya dan mempunyai keunggulan informasi dibanding
pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah dapat memberikan
pelayanan publik yang benar-benar dibutuhkan di daerahnya. Tanggung
jawab fiskal yang semakin besar oleh Pemda dapat menstimulus
pembangunan.Hal ini akan berdampak pada hubungan positif yang akan
terjadi antara pendelegasian fiskal yang semakin besar dengan tingkat
kesejahteraan penduduk di daerah. Adanya desentralisasi fiskal akan
berpotensi memberikan kontribusi dalam bentuk peningkatan efisiensi
pemerintahan dan laju pertumbuhan ekonomi.
2.2Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Wujud dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah pemberian
sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai
dengan potensinya masing-masing.Pendapatan Asli Daerah dalam Halim (2004 :
67) adalah “semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah”. PAD mencerminkan local taxing power yang “cukup” sebagai necessary
condition bagi terwujudnya otonomi daerah yang luas karena nilai dan
proporsinya yang cukup dominan utuk mendanai daerah. Secara teoritis
pengukuran kemandirian daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dalam Andirfa (2009 : 4) merupakan
Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos
Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah
yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan
Asli Daerah adalah : meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya
yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan
mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar
sehingga memberikan hasil yang maksimal. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah
adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan
dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah.
Pendapatan asli daerah terdiri dari:
a. hasil pajak daerah,
b. hasil retribusi daerah,
c. hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang
dipisahkan.
d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
2.2.1 Pajak Daerah
Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk investasi publik.Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut
peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka
yang wewenang pungutannya ada pada daerah.Pajak Daerah dalam
Halim(2004 : 67) merupakan
Pendapatan daerah yang berasal dari pajak.Dapat dilihat bahwa kode rekening pendapatan dibedakan untuk Provinsi dan untuk Kabupaten/Kota. Hal ini terkait dengan Pendapatan Pajak yang berbeda bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2.2.2 Retribusi Daerah
Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan
kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi
daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat
pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa
yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung
oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada
masyaraakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat
dinikmati oleh masyarakat.Retribusi Daerah dalam Halim (2004 : 67)
merupakan “pendapatan daerah yang berasal dari retribusi daerah, dapat
dilihat bahwa Pendapatan Retribusi juga berbeda untuk Provinsi dan untuk
Kabupaten/Kota terkait dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000”.
Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang
diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.
Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu :
2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis,
3. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk,
4. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang
menggunakan / mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang
meliputi :
1. Retribusi jasa umum, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan,
2. Retribusi jasa usaha, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada
dasarnya disediakan oleh sektor swasta.
2.2.3 Perusahaan Daerah
Menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan
berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang
sangat penting dan selalu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan
daerah.
1. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat:
a. memberi jasa,
b. menyelenggarakan pemanfaatan umum,
2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan
pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan
rakyat dengan menggutamakan industrialisasi dan ketentraman
serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur.
3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan
urusan rumah tangganya menurut perundang-undangan yang
mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah.
4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan
mengusai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk
seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.
2.2.4 Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan Asli Daerah yang Sah menurut Halim (2007 : 98)
merupakan “penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemda.
Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah
selain yang disebut dalam Hasil Pengolahan Kekayaan Milik Daerah yang
Dipisahkan”.
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan,
terdapat pula sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan
lain-lain yang sah.Kelompok penerimaan lain-lain-lain-lain dalam pendapatan daerah
Tingkat II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil
penjualan alat berat dan bahan jasa.Penerimaan dari swasta, bunga
walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada
potensi daerah itu sendiri.
2.3 Dana Perimbangan
Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan antar pemerintah daerah
pengembangan ekonomi lokal.Dana Perimbangan dalam Halim (2004 : 69)
merupakan
dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Kelompok Pendapatan berupa Dana Perimbangan ini digolongkan menjadi 3 Jenis Pendapatan (untuk Provinsi) dan menjadi 4 jenis pendapatan (untuk Kabupaten/Kota), yakni Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Bagi Hasil pajak dan bantuan keuangan dari Provinsi (untuk Kabupaten/Kota).
Adapun jenis-jenis dana perimbangan adalah sebagai berikut :
2.3.1 Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi, misalnya dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil
bukan pajak (DBHBP). Dana bagi hasil dibagi berdasarkan persentase
tertentu bagi pemerintah pusat dari eksploitasi sumber daya alam seperti
minyak dan gas, pertambangan dan kehutanan yang dibagi dalam porsi
yang bervariasi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota.
1. Penerimaan Pajak :
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
b. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
c. PPh Orang Pribadi
2. Penerimaan Bukan Pajak :
a. Sektor Kehutanan
b. Sektor Pertambangan Umum
c. Sektor Minyak Bumi dan Gas Alam
d. Sektor Perikanan
2.3.2 Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan
khusus di Daerah tertentu yang merupakan urusan Daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana
dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar
tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.
Dana Alokasi Umum dalam Nordiawan dkk(2008 : 56) adalah
Dana Alokasi Umum merupakan block grants yang diberikan
kepada semua kabupaten/kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara
kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan didistribusikan dengan formula
berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan
bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak
daripada daerah kaya. Dengan kata lain, tujuan penting alokasi DAU
adalah dalam rangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan
publik antara pemerintah daerah. Secara definisi, DAU dapat diartikan
dalam Maryati (2010 : 69) sebagai berikut :
1. Salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang
mengalokasikan didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah
fiskal (fiscal Gap), yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas
fiskal.
2. Instrumen untuk mengatasi horizontal balance, yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah dimana
penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah .
3. Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menentralisasi ketimpangan
kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bagi
Hasil SDA yang diperoleh Daerah.
Dana Alokasi Umum berasal dari APBN yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai
kebutuhan pembelanjaan.Sejak akhir dekade 1950-an, dalam literature
didiskusikan secara luas, serta berbagai hipotesis tentang hubungan ini
diuji secara empiris.
Pemerintah Daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari
Pemerintah Pusat berupa bagi hasil pajak, bagi hasil SDA, Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum
yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD sebagian besar
terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek
pembangunan menjadi sangat berkurang.Kendala utama yang dihadapi
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah minimnya
pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Proporsi PAD yang rendah, di lain pihak, juga menyebabkan
Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola
keuangan daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik langsung maupun
tidak langsung, dibiayai dari dana perimbangan, terutama dana alokasi
umum. Alternatif jangka pendek peningkatan penerimaan Pemerintah
Daerah adalah menggali dari PAD. Aryanto (2011 : 12)
Pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka
panjang dapat menurunkan kagiatan perekonomian, yang pada akhirnya
akan menyebabkan menurunnya PAD. Pelaksanaan kewenangan
Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana
Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK) dan bagian dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari Pajak
Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli
Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan
penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
Seharusnya dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan
secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan
pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut
sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.
Transfer dari Pemerintah Pusat merupakan sumber pendanaan
utama Pemerintah Daerah untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari,
yang oleh Pemerintah Daerah “dilaporkan” di perhitungan APBD. Tujuan
dari transfer ini dalam Rudi (2011 : 12) adalah untuk mengurangi (kalau
tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan
menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh
negeri.
2.3.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan
khusus, karena itu alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat
sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional
khusus.Dana Alokasi Khusus menurut Nordiawan (2008 : 58) adalah
“dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan perioritas nasional”.
1. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik daerah terpencil yang tidak
mempunyai akses yang memadai ke daerah lain.
2. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung
transmigrasi.
3. Kebutuhan prasaran dan sarana fisik yang terletak di daerah
pesisir/kepulauan yang kurang memadai.
4. Kebutuhan sarana dan prasarana fisik di daerah guna mengatasi dampak
kerusakan lingkungan.
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang berasal dari APBN, yang
dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan
tertentu. Dana Alokasi Khusus merupakan bagian dari dana perimbangan.
Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah
tertentu untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan
memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Yang dimaskudkan
sebagai daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan
yang bersifat khusus. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus memperhatikan
ketersediaan dana dalam APBN berarti bahwa besaran Dana Alokasi
Khusus tidak dapat dipastikan setiap tahun.
Dana Alokasi Khusus digunakan khusus untuk membiayai
investasi pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik
dengan umur ekonomis yang panjang.Dalam keadaan tertentu Dana
prasarana dan sarana tertentu untuk periode terbatas, tidak melebihi 3
(tiga) tahun.
2.3.4 Pinjaman Daerah
Membiayai kebutuhan daerah berkaitan dengan penyediaan
prasarana yang dapat menghasilkan (pengeluaran modal), daerah juga
dapat melakukan pinjaman baik dari dalam negeri (Pusat dan Lembaga
Keuangan) maupun dari luar negeri dengan persetujuan Pusat.
2.3.5 Lain-Lain Pendapatan
Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan
dana darurat. Hibah kepada daerah, yang bersumber dari luar negeri,
dilakukan melalui pemerintah (pusat). Pemerintah mengalokasikan dana
darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak (bencana
nasional dan atau peristiwa luar biasa) yang tidak dapat diatasi oleh daerah
dengan menggunakan sumber APBD.
2.4 Kemandirian Fiskal
Indikator kemandirian fiskal dikenal dengan namaautonomy indicator.
Indicator ini mengatur otonomi (tingkat kemandirian fiskal) dari pemerintah
daerah. Sebagai contoh, jika persentase pendapatan atau belanja pemerintah
daerah adalah kecil dibandingkan dengan total pendapatan atau belanja Negara,
maka tingkat kemandirian daerah tersebut dinilai tinggi jika semua kebutuhan
fiskal dibiayai oleh pemerintah daerah sendiri, dalam hal pemerintah tersebut
menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal.
kebutuhan pendanaaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (antara lain kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan). Setiap kebutuhan pendanaan tersebut diukur secara berturut-turut menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB, dan IPM, sedangkan kepastian fiskal daerah dihitung berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil.
Kemandirian fiskal dapat diukur dengan indicator otonomi yang terdiri
atas berbagai ukuran kemandirian fiskal.Salah satu argumen yang mendasari
penggunaan indicator ini adalah suatu daerah dapat memperoleh dana
perimbangan yang kecil dari pemerintah pusat, namun pendelegasian fiskal di
daerah tersebut akan dipandang cukup tinggi apabila pemerintah daerah mampu
mendanai pengeluaran dengan PAD yang dimilikinya. Proxy level kemandirian
fiskal dapat dijelaskan dengan rasio antara lain :
1. Rasio total PAD seluruh kabupaten di suatu propinsi terhadap total pendapatan,
baik yang memperhitungkan DAU dan DAK.
2. Rasio total PAD seluruh kabupaten/kota di suatu propinsi terhadap total
pendapatan, tanpa memperhitungkan DAU dan DAK.
3. Rasio PAD terhadap total pengeluaran.
4. Rasio PAD terhadap dana perimbangan.
Rasio PAD terhadap total pengeluaran menyajikan tingakt independensi
suatu daerah dalam membiayai pengeluaran APBD. Semakin besar rasio PAD
terhadap total penegluaran semakin besar pula tingkat otonomi di daerah tersebut.
“Semakin besar PAD yang diterima pemerintah daerah maka ketergantungan
terhadap pemerintah pusat seyogianya kian mengecil sehingga derajat
DJPK dalam Deskripsi dan Analisis APBD 2011 menjelaskan bahwa
kemandirian fiskal dapat diketahui melalui rasio kemandirian daerah yang
dicerminkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan, serta
rasio transfer terhadap total pendapatan.Dua rasio tersebut memiliki sifat
berlawanan, yaitu semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi kemandirian daerah
dan sebaliknya untuk rasio transfer.
2.5 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menerangkan atau mengukur prestasi dari
perkembangan suatu perekonomian.Dalam kegiatan ekonomi yang sebenarnya
pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fiskal yang terjadi di suatu
negara, seperti pertambahan jumlah dan produksi barang industri, perkembangan
infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi kegiatan
ekonomi yang sudah ada, dan berbagai perkembangan lainnya.
Pertumbuhan ekonomi dalam James (2010 : 16) adalah “perkembangan
kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang
diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat
meningkat”. Ukuran yang sering di gunakan dalam menghitung pertumbuhan
ekonomi adalah Produk Domestik Bruto (PDB).
Terdapat tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi
dari setiap bangsa, yaitu :
1. Akumulasi Modal
2. Pertumbuhan Penduduk
Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan
keterkaitan antara satu dengan yang lain. Timbulnya peningkatan kinerja pada
suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong
kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini
akan mendorong pertumbuhan ekonomi semakin pesat. pertumbuhan ekonomi
adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pemakaian indikator
pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama,
misalnya sepuluh, duapuluh, lima puluh tahun atau bahkan lebih. Pertumbuhan
ekonomi akan terjadi artinya harus berasal dari kekuatan yang ada di dalam
perekonomian itu sendiri.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses di mana terjadi kenaikan produk
nasional bruto riel. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila
terjadi pertumbuahn output riel. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah
bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan taraf hidup diukur dengan
output riel per kapita. Karena itu, pertumbuhan ekonomi terjadi bila tingkat
kenaikan output riel total lebih besar daripada tingkat pertambahan penduduk.
Ada beberapa sumber strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan
ekonomi tergantung pada bagaimana kita mengklasifikasikan.Salah satu
klasifikasinya adalah faktor-faktor fisik dan faktor-faktor manajemen yang
mempengaruhi penggunaan sumber-sumber tersebut. Meskipun dipunyai sumber
dominan untuk pertumbuhan yang kuantitasnya cukup banyak serta dengan
kualitas cukup tinggi tetapi bila manajemen penggunaannya tidak menunjang
2.6 Pengaruh Pendapatan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Peningkatan PAD sebenarnya merupakan akses dari Pertumbuhan
Ekonomi.Daerah yang Pertumbuhan Ekonominya positif mempunyai
kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD.Dari perspektif ini seharusnya
Pemerintah Daerah lebih berkosentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi
lokal untuk menciptakan Pertumbuhan Ekonomi daripada sekedar mengeluarkan
produk perundang-undangan terkait dengan pajak dan retribusi daerah.
Pertumbuhan Ekonomi merupakan meningkatnya tingkat kegiatan ekonomi pada
suatu daerah yang kemudian akan berdampak pada tingkat kemakmuran dan
Kemandirian Daerah. Pertumbuhan inidalam akan terjadi apabila masing-masing
aspek dalam suatu daerah bekerjasama dalam meningkatkan kualitas kegiatan
ekonomi seperti contoh dengan meningkatkan investasi maka secara langsung
juga akan meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi. Setiyawati (2007 : 214)
2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu
1. Mochamad Rizky Azzumar (2011)
Penelitian yang dilakukan oleh Mochamad Rizky Azzumar ingin melihat
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Investasi Swasta, Tenaga
Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2005-2009 (Studi Kasus
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah).Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data kuantitatif dan sumber data yang digunakan adalah data
ini seluruhnya menggunakan data sekunder dari 35 Kabupaten/kota Provinsi Jawa
Tengah tahun 2005-2009.Penelitian ini menggunakan alat pengolahan data
dengan menggunakan Eviews 6.Untuk mengetahui besarnya pengaruh dari suatu
variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent
variable) maka penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda
(Multiple Linier Regression Method) dengan metode kuadrat terkecil atau
Ordinary Least Square (OLS).Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa dari hasil
estimasi regresi yang sudah dilakukan diketahui bahwa variabel pendapatan asli
daerah dan tenaga kerja secara signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah sedangkan dana perimbangan dan investasi swasta tidak
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu bagi pemerintah daerah agar lebih
mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk
menambah aset tetap seperti peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap
lainnya.
2. Ardi Hamzah (2009)
Penelitian ini mempelajari hubungan antara pengaruh PendapatanAsli
Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Publik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi,
Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 38
Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006) Penelitian ini
menggunakan sample pada 38 daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah PAD dan Dana Perimbangan
secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Publik secara langsung
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan secara
tidak langsung melalui Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kemiskinan dan penggangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi
secara langsung berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan tetapi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap penggangguran.
3. Indriasari Kusumadewi (2010)
Penelitian mengenai Pengaruh Dana perimbangan, Investasi swasta, dan
Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi yang dilakukan oleh Kusumadewi
menyimpulkan bahwa dana perimbangan, investasi swasta, dan tenaga kerja
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dalam
penelitian ini dinyatakan bahwa hubungan antara dana perimbangan dengan
pertumbuhan ekonomi provinsi tergolong kecil. Hal ini disebabkan karena
pemerintah daerah provinsi dirasa kurang tepat dalam menempatkan dana
sehingga tidak menciptakan efek multiplier untuk menunjang pertumbuhan
ekonomi. Investasi swasta dan tenaga kerja mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi akan tetapi masih
dibutuhkan upaya-upaya dalam peningkatan kualitas dan kinerjanya dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi.
4. Maolana Amin Iskandar (2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Maolana Amin Iskandar adalah Pengaruh
Belanja Modal, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal terhadap
di Pulau Jawa Periode 2006-2010). Populasi dalam penelitian ini adalah
kabupaten dan kota di Pulau Jawa, data yang digunakan adalah selama lima tahun.
Penelitian ini menggunakan data panel, sehingga masing-masing data akan
dianggap satu data terpisah untuk setiap tahunnya.
Data yang akan dianalisis adalah data yang bersumber dari Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) kabupaten/kota periode 2006 sampai dengan 2010
yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementrian
Keuangan. Hasil dari penelitian ini adalah Belanja Modal dan Dana Perimbangan
tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah, sementara
Kemandirian Fiskal dinilai berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi secara
signifikan.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel
ekonomi daerah. Jalur (Studi Pada 38 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode 2001-2006)
H1 Ekonomi Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa Periode 2006-2010).
2.8Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.8.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasikan sebagai masalah penting.Dalam penelitian ini, variabel
independen adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan
dan Kemandirian Fiskal.Sedangkan variabel dependennya adalah
Pertumbuhan Ekonomi.
Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
HH
Pendapatan Asli Daerah (X1)
Dana Perimbangan (X2)
H3
H4 Gbr 2.1. Kerangka Konseptual
Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah pertumbuhan
ekonomi sebagai objek utama penelitian dan juga sebagai variabel
dependen penelitian. Dan variabel lainnya sebagai variabel independen
yakni antara lain : pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan
kemandirian fiskal. Pemberlakuan sistem desentralisasi fiskal akan mampu
mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah. Untuk menunjang hal
tersebut pemerintah baik pusat maupun daerah berupaya untuk
meningkatkan sumber pendapatan daerah berupa PAD dan Dana
Perimbangan.Jika peningkatan PAD berdampak buruk terhadap
perekonomian maka belum dapat dikatakan bahwa peningkatan PAD
merupakan keberhasilan pembangunan di era desentralisasi fiskal. Untuk
itu diperlukan dana perimbangan sebagai penyeimbang dari melemahnya
jumlah PAD yang dihasilkan. Faktor-faktor lainnya seperti kemandirian
fiskal juga merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.
Desentralisasi fiskal diharapkan mampu membawa dampak positif
terhadap pelaksanaan pembangunan yang dahulunya bersifat
sentralistik.Maka dari itu penetapan kebijakan desentralisasi fiskal menjadi Kemandirian Fiskal
momentum bagi masyarakat dan pemerintah di pusat maupun di daerah
untuk memperbaiki sistem pengelolaan pendanaan daerah yang lebih
proporsional dan merata disetiap daerah khususnya daerah provinsi
Sumatera Utara sebagai objek penelitian.
2.8.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis menyatakann hubungan yang diduga secara logis antara dua
variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara
empiris.Hipotesis dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban
sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan
pengujian secara empiris.Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini
adalah :
1. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara parsial terhadap
Pertumbuhan Ekonomi.
2. Dana Perimbangan berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan
Ekonomi.
3. Kemandirian Fiskal berpengaruh secara parsial terhadap Pertumbuhan
Ekonomi.
4. Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Kemandirian Fiskal