BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Kerangka Teori
Teori harus dipahami oleh setiap peneliti, karena dengan teori peneliti
mampu memahami, menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena atau masalah
yang sedang diteliti.Suwardi Lubis menjelaskan bahwa kerangka teori
menggambarkan darimana suatu masalah riset berasal, atau dengan teori mana
masalah itu dikaitkan. Dalam kerangka teori diuraikan tentang pengaliran jalan
pikiran menurut kerangka logis, atau menurut logical construct (Lubis, 1998 : 95).
Jadi kerangka teori disusun berdasarkan pemikiran logis atau berlandaskan
akal sehat yang menjelaskan variabel dan keterhubungan antara
variabel-variabel yang dianggap secara integral menyatukan dinamika dari situasi-situasi
yang diselidiki (Silalahi, 2009 : 95). Adapun teori-teori yang dianggap relevan
dengan penelitian ini adalah :
2.1.1 Media Massa
Media massa merupakan salah satu alat dalam proses komunikasi massa,
karena media massa mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan relatif
lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan terpencar. Media
massa sendiri dalam kajian komunikasi massa sering dipahami sebagai
perangkat-perangkat yang diorganisir untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi
yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu yang relatif singkat (McQuail,
2000:17). Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan
penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara
massal (Bungin, 2006:7).
Perkembangan media massa tidak terlepas dari ilmu komunikasi yang
pada intinya bertujuan untuk menyampaikan pesan karena pada dasarnya media
massa berfungsi menyampaikan pesan kepada masyarakat luas. Sejarah perjalanan
media massa di Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut peran media
komunikasi Indonesia dalam sistem sosial Indonesia, akan dipengaruhi oleh
subsistem social lainnya, termasuk ideologi, politik dan pemerintahan negara
dimana media massa itu berada.
Secara garis besar media massa merupakan "kekuatan keempat" (The
Fourth Estate) dalam menjalankan kontrol sosial terhadap masyarakat setelah
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Media massa terbagi dua, yakni:
media cetak dan elektronik. Media cetak meliputi, surat kabar, majalah, tabloid,
buku newsletter, dan buletin. Sedangkan media elektronik meliputi radio, televisi,
internet, dan film. Media massa memiliki fungsi-fungsi, yakni menyiarkan
informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi.
2.1.1.1 Pengertian Media Massa
Media massa pada awalnya dikenal dengan istilah pers yang berasal dari
bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harafiah pers
berarti cetak, dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau
publikasi secara tercetak (print publications). Dalam perkembangannya pers
mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian sempit dan pers dalam
pengertian luas. Pers dalam arti luas adalah meliputi segala penerbitan, termasuk
media massa elektronika, radio siaran dan televisi siaran, sedangkan pers dalam
arti sempit hanya terbatas pada media massa cetak, yakni surat kabar, majalah dan
buletin kantor berita (Onong 2002:145).
Di Indonesia, kedudukan pers diatur dalam Undang-Undang Pers No.40
tahun 1999. Dalam pasal 1 UU tersebut, pers didefinisikan sebagai lembaga sosial
dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data
dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
Media massa merupakan salah satu alat dalam proses komunikasi massa,
karena media massa mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan relatif
lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan terpencar. Media
massa sendiri dalam kajian komunikasi massa sering dipahami sebagai
perangkat-perangkat yang diorganisir untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi
yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu yang relatif singkat (McQuail,
2000:17). Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan
penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara
massal (Bungin, 2006:7).
Media massa merupakan media informasi yang terkait dengan masyarakat,
digunakan untuk berhubungan dengan khalayak (masyarakat) secara umum,
dikelola secara profesional dan bertujuan mencari keuntungan (Mondry, 2008:
12). Menurut Bungin (2008: 85), media massa merupakan institusi yang berperan
sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Secara umum,
media massa diartikan sebagai alat-alat komunikasi yang bisa menyebarkan pesan
secara serempak dan cepat kepada audiens dalam jumlah yang luas dan heterogen
(Nurudin, 2004: 3).
2.1.1.2 Jenis Media Massa
Mengingat kedudukan media massa dalam perkembangan masyarakat
sangatlah penting, maka industri media massa pun berkembang pesat saat ini. Hal
ini dapat dilihat dari banyaknya stasiun televisi, stasiun radio, perusahaan media
cetak, baik itu surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya. Para pengusaha
merasa diuntungkan dengan mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang
media massa seperti itu. Hal itu disebabkan karena mengelola perusahaan dengan
jenis spesifikasi mengelola media massa adalah usaha yang akan selalu digemari
masyarakat sepanjang masa, karena sampai kapanpun manusia akan selalu haus
akan informasi.
Adapun bentuk media massa antara lain media elektronik (radio, televisi),
2008:85). Media massa dalam konteks jurnalistik pada dasarnya terbatas pada tiga
jenis media (Yunus, 2010: 27), yaitu :
1. Media cetak, yang terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah, buletin/jurnal
dan sebagainya.
2. Media elektronik, yang terdiri dari radio dan televisi.
3. Media online, yaitu media internet seperti website, blog dan lain
sebagainya.
2.1.1.3 Kekuatan Media Massa
Media massa diyakini mempunyai kekuatan yang dahsyat untuk
mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa bisa
mengarahkan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk di masa yang akan
datang. Media massa mampu mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi
kehidupan di masa kini dan masa mendatang (Nurudin, 2005:59).
Denis McQuail (1987) menggambarkan bahwa media massa memiliki
sumber kekuatan sebagai alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat
yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya,
dan media juga seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan,
bukan saja dalam pengertian pengembangan seni dan simbol, tetapi juga dalam
pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma.
Pengaruh yang besar terhadap massa (dapat membentuk opini publik),
membuat media massa disebut sebagai "kekuatan keempat" (The Fourth Estate)
setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bahkan karena idealisme
dengan fungsi sosial kontrolnya, media massa disebut-sebut sebagai "musuh
2.1.1.4 Fungsi Media Massa
Dalam buku Media Relations: Sarana Membangun Reputasi Organisasi,
dijabarkan fungsi-fungsi media massa secara universal (Wardhani 2008:25), yakni
sebagai berikut:
1. Fungsi menyiarkan informasi (to inform). Penyampai informasi yang
berkaitan dengan peristiwa, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang
dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain atau special event.
Pesan yang informative adalah pesan yang bersifat baru (actual) berupa
data, gambar, fakta, opini dan komentar yang memberikan pemahaman
baru/penambahan wawasan terhadap sesuatu.
2. Fungsi mendidik (to educate). Media massa mendidik dengan
menyampaikan pengetahuan dalam bentuk tajuk, artikel, laporan khusus,
atau cerita yang memiliki misi pendidikan. Berfungsi mendidik apabila
pesannya dapat menambah pengembanga intelektual,pembentukan
watak,penambahan keterampilan/kemahiran bagi khalayaknya serta
mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat.
3. Fungsi menghibur (to entertain), yakni memerikan pesan yang bisa
menghilangkan ketegangan pikiran masyarakat dalam bentuk berita, cerita
pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, sinetron, drama, musik, tari,
dan lainnya. Berfungsi menghibur apabila kahlayak bisa terhibur atau
dapat mengurangi ketegangan, kelelahan dan bisa lebih santai.
4. Fungsi mempengaruhi (to influence). Fungsi mempengaruhi pendapat,
pikiran dan bahkan perilaku masyarakat inilah yang merupakan hal paling
penting dalam kehidupan masyarakat. Karena itulah, media yang memiliki
kemandirian (independent) akan mampu bersuara atau berpendapat, dan
bebas melakukan pengawasan social (social control).
2.1.1.5 Unsur-unsur dan Karakteristik Media Massa
Menurut Djafar H. Assegaf (1991), media massa memiliki 5 ciri :
1. Komunikasi yang terjadi dalam media massa bersifat searah dimana
komunikasi tidak dapat memberikan tanggapan secara langsung kepada
2. Media massa menyajikan rangkaian/aneka pilihan materi yang luas
bervariasi.
3. Media massa dapat menjangkau sejumlah besar khlayak.
4. Media massa menyajikan materi yang dapat mencapai tingkat intelek
rata-rata.
5. Media massa diselenggarakan oleh lembaga masyarakat atau organisasi
yang terstrutur.
Sebuah media bisa disebut media massa jika memiliki karakteristik
tertentu. Menurut Prakosa (2006:39) secara umum karakteristik media massa itu
meliputi :
1. Publisitas, disebarkan kepada khalayak.
2. Universalitas, kesannya bersifat umum.
3. Perioditas, tetap atau berkala.
4. Kontinuitas, berkesinambungan.
5. Aktulitas, berisi hal-hal baru (Romly, 2002:5-6).
Karakteristik media massa menurut cangara (2006) antara lain :
1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari
banyakorang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelola, sampai pada
penyajian informasi.
2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang
memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau
pun terjadi reaksi/umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.
3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak,
karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana
informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu
yang sama.
4. Memakai perantara teknis atau mekanis, seperti radio, televise, surat
kabar dan semacamnya.
5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan
Pemberitaan dalam media massa merupakan elemen yang paling penting
dalam komunikasi massa. Inti dari komunikasi adalah proses penyampaian pesan
yaitu berupa sebuah informasi (berita). Pemberitaan yang baik adalah pemberitaan
yang memenuhi unsure 5 W dan 1 H, yaitu What (peristiwa apa yang terjadi),
When (kapan peristiwa itu terjadi), Where (di mana peristiwa itu terjadi), Who (siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut), Why (mengapa peristiwa tersebut
terjadi), dan How (bagaimana peristiwa tersebut terjadi). (Junaedi, 2007:21-22).
2.1.1.6 Peran Media Massa
Media massa merupakan salah satu sarana untuk pengembangan
kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga
dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya hidup dan norma-norma.
(Dennis McQuail, 1987:1). Media massa sangat berperan dalam perkembangan
atau bahkan perubahan pola tingkah laku dari suatu masyarakat, oleh karena itu
kedudukan media massa dalam masyarakat sangatlah penting. Dengan adanya
media massa, masyarakat yang tadinya dapat dikatakan tidak beradab dapat
menjadi masyarakat yang beradab. Hal itu disebabkan, oleh karena media massa
mempunyai jaringan yang luas dan bersifat massal sehingga masyarakat yang
membaca tidak hanya orang per orang tapi sudah mencakup jumlah puluhan,
ratusan, bahkan ribuan pembaca, sehingga pengaruh media massa akan sangat
terlihat di permukaan masyarakat.
Informasi yang disampaikan di media massa pada umumnya dinilai
masyarakat memiliki kredibilitas yang tinggi, sehinga apa yang diungkapkan
dianggap suatu kebenaran yang ada di masyarakat. Informasi tersebut juga
mampu mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku manusia. Karena itu
media massa dapat dimanfaatkan untuk menyalurkan pesan atau aspirasi
(termasuk di dalamnya pendapat juga kritik) dari berbagai pihak, pemerintah,
Informasi yang disampaikan media massa megenai seseorang, organisasi
atau peristiwa dinilai lebih obyektif, karena informasi yang dapat dipublikasikan
harus memenuhi sejumlah persyaratan tertentu yagn cukup ketat. Misalnya
informasi tersebut haruslah menarik perhatian khalayak luas, khususnya khalayak
media itu sendiri. Menarik perhatian khalayak karena informasinya baru
diketahui, karena keunikan, keluarbiasaan, karena penting bagi mereka dan
sejumlah daya tarik lainnya. (Wardhani 2008:8)
Dalam menjalankan paradigmanya sebagai institusi pelopor perubahan,
media massa memiliki peran (Bungin, 2008: 85):
1. Sebagai institusi pencerahan masyarakat
2. Menjadi media informasi
3. Sebagai media hiburan.
Media merupakan sarana bagi komunikasi dalam menyiarkan informasi,
gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak.
Hal ini menunjukan media massa merupakan sebuah institusi yang penting bagi
masyarakat. Asumsi ini didukung oleh McQuail dengan mengemukakan
pemikirannya tentang media massa :
1. Media merupakan indrustri yang berubah dan berkembang yang
menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan
indrustri lain yang terkait, media juga merupakan indrustri tersendiri yang
memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi
tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya, di lain
pihak,institusi diatur olah masyarakat.
2. Media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan
inovasi dalam masyarakat yang dapat di dayagunakan sebagai pengganti
kekuatan atau sumber daya lainnya.
3. Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan, untuk
menampilkan pristiwa-pristiwa kehidupan masyarakat, baik bertaraf
4. Media sering sekali sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan
saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga
dalm pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan
norma-norma.
5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat
dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan
penilaian normayif yang diburkan dengan berita dan hiburan (McQuail
(1987:83).
2.1.2 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa 2.1.2.1 Pengertian Televisi
Televisi sebagai media komunikasi massa berasal dari dua suku kata yaitu
tele yang berarti jarak dalam bahasa yunani dan visi yang berarti citra atau gambar dalam bahasa latin. Jadi kata “televisi” berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suaranya dari suatu tempat yang berjarak jauh (Olii, 2007: 69).
2.1.2.2 Sejarah Televisi di Indonesia
Kegiatan penyiaran televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus
1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan pesta olahraga se-Asia IV
atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang
disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan status sampai sekarang. Selama
tahun 1962-1963 TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala
kesederhanaannya. Pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin operasi kepada
kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi TPI yang merupakan
stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian dengan RCTI,
SCTV, Indosiar dan ANTV. Sejak tahun 2000, muncul hampir serentak lima
stasiun televis swasta baru (Metro TV, Trans TV, Trans7, TV One dan Global
2.1.2.3 Karakteristik Televisi Sebagai Media Massa
Televisi dapat dikatakan sebagai media komunikasi massa yang dapat
dimiliki oleh masyarakat dibandingkan media massa lainnya. Dengan model audio
visual yang dimilikinya, siaran televisi sangat komunikatif dalam memberikan
pesan. Karena itulah televisi bermanfaat sebagai upaya pembentukan sifat,
perilaku dan sekaligus perubahan pola berpikir (Effendy, 2005: 21).
Televisi sebagai media audiovisual memiliki beberapa sifat diantara lain
(Morrisan, 2004:5) :
1. Dapat didengar dan dilihat bila ada siaran
2. Dapat dilihat dan didengar kembali, bila ditayangkan kembali
3. Daya rangsang tinggi
4. Elektris
5. Sangat mahal
6. Daya jangkau luas
Televisi memiliki beberapa karakteristik (Ardianto, 2004: 128), sebagai
berikut :
1. Audiovisual
Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dilihat
(audiovisual).
2. Berpikir dalam gambar
Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi adalah
pengarah acara. Bila ia membuat naskah acara atau membaca naskah
acara, ia harus berpikir dalam gambar (think in picture). Ada dua tahap
yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar. Pertama adalah
visualisasi, yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan
yang menjadi gambar secara individual. Tahap kedua adalah
penggambaran (picturization), yakni kegiatan merangkai gambar-gambar
individual sedemikian rupa sehingga mengandung makna tertentu
4. Pengoperasian lebih kompleks
Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran lebih
siaran berita saja dapat melibatkan 10 orang lebih. Peralatan yang
digunakan juga lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih rumit
dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan terlatih. Itulah
sebabnya, televisi menjadi lebih mahal daripada media lain, seperti surat
kabar, majalah dan radio siaran.
2.1.3 Pemberitaan
2.1.3.1 Pengertian Pemberitaan
Dalam buku Here’s The News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer
(Olii, 2007: 27), berita didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang
baru, penting dan bermakna (signifikan), yang berpengaruh pada para
pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati oleh mereka. Walter Lippman
(McQuail, 1996: 190) memfokuskan hakikat berita pada proses pengumpulan berita, yang dipandang sebagai upaya menemukan “isyarat jelas yang objektif yang memberartikan suatu peristiwa.”
Defenisi lain dari berita, menurut James A. Wollert (Sumadiria, 2005: 64)
adalah berita merupakan apa saja yang ingin dan perlu diketahui oleh orang atau
lebih luas lagi oleh masyarakat. Dengan melaporkan berita, media massa
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa saja yang mereka
butuhkan. Sedangkan menurut Assegaf (Mondry, 2008: 83), berita merupakan
informasi yang menarik perhatian masyarakat yang disusun sedemikian rupa dan
disebarluaskan secepatnya, sesuai periodisasi media.
Dalam kerja media, peristiwa tidak dapat langsung disebut sebagai berita,
tetapi dia harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut mempunyai nilai
berita. Nilai berita tersebut menyediakan standar dan ukuran bagi wartawan
sebagai pedoman kerja dari praktik jurnalistik. Sebuah berita yang mempunyai
unsur nilai berita paling tinggi memungkinkan untuk ditempatkan dalam headline,
sedangkan berita yang tidak mempunyai unsur nilai berita atau setidaknya tidak
berdampak besar akan dibuang. Penentuan nilai berita ini merupakan prosedur
2.1.3.2 Unsur-unsur Pemberitaan
Terdapat beberapa unsur berita yang terkait dengan nilai berita (Mondry,
2008: 141) :
1. Akurat
Suatu berita harus ditulis dengan cermat, baik data seperti angka dan nama
maupun pernyataan.
2. Lengkap
Penulisan berita harus lengkap dan utuh sehingga pihak lain tahu
informasinya dengan benar, tetapi bukan berarti menulis berita harus
dipanjang-panjangkan karena itu tidak efisien.
3. Kronologis
Berita sebaiknya ditulis berdasarkan waktu peristiwa agar urutannya jelas
dan lancar, tidak membingungkan pembaca.
4. Magnitude (daya tarik)
Berita harus ditulis dengan mempertimbangkan daya tariknya.Bila daya
tarik informasi yang diperoleh tidak ada, informasi itu tidak layak
dijadikan berita.
5. Balance (berimbang)
Penulisan berita harus balance. Artinya, dalam menulis berita tidak boleh
ada pemihakan bila terdapat pihak yang berbeda.
2.1.3.3 Penilaian Terhadap Kualitas Pemberitaan
Penilaian terhadap kualitas pemberitaan di televisi dapat ditinjau dari
beberapa hal. Denis McQuail (Morrisan, 2010: 62) mengajukan suatu kerangka
kerja dalam memberikan penilaian terhadap kualitas pemberitaan di televisi, yaitu:
1. Kebebasan media
Kebebasan media mengacu pada hak-hak untuk menyatakan sesuatu
secara bebas dan kebebasan dalam membentuk opini. Dalam mewujudkan
kebebasan media harus terdapat akses bagi masyarakat menuju ke
berbagai saluran informasi dan juga kesempatan untuk menerima berbagai
yaitu media dalam pemberitaannya harus dapat menyajikan informasi yang
mewakili berbagai suara atau pandangan yang beragam dan memberikan
tanggapan terhadap berbagai keinginan atau kebutuhan yang beragam.
Menurut McQuail (Morissan, 2010: 63), beberapa kriteria yang dapat
dijadikan tolak ukur dalam menilai kebebasan media adalah sebagai
berikut:
a. Tidak adanya praktik sensor, perizinan atau berbagai bentuk
kontrol oleh pemerintah sehingga tidak menghambat hak
masyarakat untuk menerbitkan atau menyebarluaskan berita dan
opini serta tidak adanya kewajiban untuk mempublikasikan sesuatu
yang tidak dikehendaki untuk dipublikasikan.
b. Hak yang sama bagi seluruh masyarakat untuk menerima secara
bebas dan mendapatkan akses ke sumber-sumber berita, opini,
pendidikan dan budaya.
c. Kebebasan bagi media untuk memperoleh informasi dari
sumber-sumber yang relevan. Dalam arti, sumber-sumber-sumber-sumber yang relevan
juga punya hak untuk menolak.
d. Tidak ada pengaruh tersembunyi dari pemilik media atau
pemasang iklan dalam hal pemilihan berita atau opini.
e. Kebijakan redaksi berita yang aktif dan kritis dalam
menyampaikan berita dan opini.
2. Keragaman berita
Prinsip keragaman berita (diversity) adalah upaya media untuk menyajikan
berita yang lengkap dengan menggunakan prinsip keadilan atau (fairness).
Media harus menyajikan berita secara proporsional, berdasarkan topik
-topik yang relevan bagi masyarakat atau dengan kata lain, pemberitaan di
televisi harus mampu mencerminkan keragaman kebutuhan atau minat
audiens terhadap berita. Keragaman berita dapat dinilai berdasarkan empat
kriteria:
a. Media dalam menyajikan isi berita harus mampu menyajikan
keragaman realitas sosial, ekonomi dan budaya dalam masyarakat
b. Media dalam menyebarkan berita harus mampu memberitakan
kesempatan yang lebih kurang sama terhadap berbagai pandangan
dalam masyarakat, termasuk pihak minoritas dalam masyarakat.
c. Media harus bisa berfungsi sebagai forum bagi berbagai pandangan
dan kepentingan yang berbeda dalam masayarakat.
d. Media harus mampu menyajikan pilihan berita yang relevan pada
waktu tertentu (dalam hal adanya peristiwa besar) dan juga
keragaman berita pada waktu lainnya.
3. Gambaran Realitas
Berita yang mengandung bias pada akhirnya akan menjadi berita bohong
atau propaganda sebagaimana sebuah cerita fiksi. Beberapa ciri berita
yang mengandung bias, antara lain sebagai berikut:
a. Media memberikan terlalu memberikan banyak waktu untuk
menyampaikan pandangan pejabat dan kalangan elit masyarakat
saja.
b. Berita luar negeri hanya terfokus pada negara-negara kaya saja.
c. Media menyampaikan pandangan yang mengandung bias karena
cara pandang yang sempit terhadap nasionalisme atau kesukuan.
d. Berita terlalu mengutamakan nilai-nilai yang terlalu mendukung
peran pria atau sebaliknya.
e. Kepentingan kelompok minoritas diabaikan atau dipinggirkan.
f. Terlalu berlebihan dalam menyajikan berita kriminal dan
mengabaikan realitas sesungguhnya di masyarakat.
4. Objektivitas Berita
Salah satu konsep penting dalam menilai kualitas suatu berita adalah sifat
objektif berita tersebut. Westerstahl dalam penelitiannya di Swedia
mengemukakan pemberitaan yang objektif harus memiliki dua kriteria
(Morissan, 2010: 64), yaitu:
1. Faktualitas
Sifat faktual (faktualitas) mengacu pada bentuk laporan berupa
peristiwa atau pernyataan yang dapat diperiksa kebenarannya
antara fakta dan komentar. Sifat faktualitas suatu berita mencakup
keseimbangan, informatif dan netralitas
2. Tidak Berpihak
Media harus memiliki sikap tidak memihak dengan cara, antara
lain menjaga jarak dan bersikap netral dengan objek pemberitaan.
Sikap ketidakberpihakan suatu media terdiri dari kebenaran dan
relevan. Pemberitaan di media massa memiliki hubungan yang
kuat dengan opini publik. Masyarakat memperoleh informasi
melalui pemberitaan di media massa. Pengetahuan yang diperoleh
dari media massa, menjadi bahan pembicaraan diantara mereka.
Ada kalanya mereka mengembangkan gagasan itu untuk dijadikan
bahan diskusi. Inilah yang menjadi langkah awal terbentuknya
opini publik.
2.1.4 Opini Publik
2.1.4.1 Sejarah Opini Publik
Public Opinion dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan “pendapat umum“, dengan demikian public diterjemahkan dengan “umum“ sedangkan opinion dialih bahasakan dengan “pendapat“. Dalam Ilmu Komunikasi
terdapat istilah lain yaitu public relations yang umumnya diterjemahkan dengan “hubungan masyarakat“, dalam hal ini public diterjemahkan dengan “masyarakat“, sedangkan relations diterjemahkan dengan “hubungan“ (Sunarjo, 1984 :22).
Adapun cara mengetahui adanya opini publik, dapat diketahui pada tahun
1963, Indonesia berkonfrontasi dengan Belanda mengenai Irian Barat. Di radio,
surat kabar, rapat-rapat umum, pidato-pidato, ceramah-ceramah dan lain-lain
orang membicarakan tentang Irian Barat. Pada umumnya pembicara-pembicara
itu cenderung kepada pendapat bahwa Irian Barat adalah milik pemerintah
Indonesia, oleh karena itu bangsa Indonesia wajib merebutnya kembali, dan hal
dikarenakan dapat mengambil suatu keputusan bersama. Gejala demikian
biasanya disebut public opinion atau opini publik.
Adapun dari gejala tersebut diatas, dapat diketahui bahwa adanya
pengertian tentang pendapat itu sama dengan opinion, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataan.
2. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat.
3. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar.
Dari awal abad ke-17 sampai dengan abad ke-19, terdapat paham
liberalisme, yaitu kemerdekaan mengeluarkan pendapat adalah demi kebenaran,
atau kebebasan akan membantu orang dalam menemukan kebenaran. Sisa – sisa filsafat liberalisme masih ada, bahkan dipertahankan, sehingga umumnya setiap
undang – undang Negara manapun mempunyai pasal tentang kebebasan mengeluarkan opini. Indonesia mempunyai pasal 29 UUD 1945, sedangkan dalam
Declaration of Human Right 1948), kebebasan tercantum dalam pasal 19. Kebebasan mengeluarkan opini dipertahankan demi kebenaran (Susanto,1985:2).
Beberapa ahli meninjau kebenaran:
1. Coherence theory, antara opini – opini yang dimiliki seseorang harus ada
kesesuaian. Hal itu merupakan satu kesatuan bulat. Teori ini merupakan
landasan berkembangnya ideologi – ideologi pada abad ke-19, sehingga
seakan – akan teori ini hanya membenarkan opini sendiri dan menyalahkan opini orang lain. Dilihat dari ilmu jiwa sosial yang
menyalahkan coherence theory ini, ternyata dalam diri manusia terdapat banyak opini dan norma – norma yang bertentangan satu sama lain yang membuatnya tak dapat diramalkan.
2. Correspondence theory, pernyataan manusia harus sesuai kenyataan. Teori ini merupakan landasan filsafat, opini yang menang adalah opini yang
benar. Ilmu jiwa sosial banyak digunakan dalam memenangkan opini
suatu opini maka kebenaran teori ini disangsikan.
3. Pragmatisme, yang tumbuh pada akhir abad 19 dan disebarkan oleh
popular kembali, menurutnya pemikiran kebenaran tetap harus dicari,
karena orang mudah keliru. Pragmatisme sangat hati – hati menyatakan
sesuatu itu benar, jadi teori ini menyatakan semua opini adalah relatif.
Pemikiran ini tidak tergolong pragmatisme. Justru pragmatisme sebaliknya
berpegang pada prinsip manusia bertanggung jawab atas opini – opininya, karena opini adalah penggerak dari tindakan.
Opini seseorang adalah hasil pengalamannya, yang diajarkan kepadanya.
Karena itu pragmatisme sangat menitikberatkan kepada pendidikan dalam
mencari kebenaran, harus dapat dibuktikan sebagian benar pada masa lampau,
sekarang dan masa depan. Dalam hal ini, pragmatisme menjelaskan pengaruh
norma – norma pada manusia yang akan menentukan masa depannya, khusus pikiran individunya. Jika pragmatisme ditinjau dari segi masyarakat, ternyata di
dalam masyarakat tidak ada kebenaran yang mutlak bagi individu, karena
kebebasan adalah juga hak – hak anggota masyarakat lain.
2.1.4.2 Pengertian Opini Publik
Opini yang berarti tanggapan ataupun pendapat merupakan suatu jawaban
terbuka terhadap suatu persoalan ataupun isu. Menurut Cutlip dan Center
(Sastropoetro, 1990 : 41), opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai
suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan
tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda
-beda. Opini timbul sebagai suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau
isu. Subjek dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi
pertama dimana orang yang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang
lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur
ini mendorong orang untuk saling mempertentangkannya (Sunarjo, 1984 : 31).
Pengertian publik menurut Emory. S. Bagardus, adalah sejumlah orang
yang dengan suatu acara mempunyai pandangan yang sama mengenai suatu
masalah atau setidak-tidaknya mempunyai kepentingan yang bersama dalam
sesuatu hal (Sunarjo, 1984 : 20). John Dewey dalam The Publik and its Problem
mendefenisikan publik sebagai kelompok individual yang sama-sama terpengaruh
kepentingan menciptakan publiknya sendiri (Djamaluddin, 1994: 105). Menurut
Bernard Berelson dalam tulisannya berjudul “Communication and Public Opinion” (Komunikasi dan Pendapat/Opini Publik) mengemukakan bahwa dengan pendapat publik diartikan people’s response atau jawaban rakyat
(persetujuan, ketidaksetujuan/penolakan atau sikap acuh tak acuh) terhadap
issue-issue/hal-hal yang bersifat politis dan sosial yang memerlukan perhatian umum,
seperti hubungan internasional, kebijaksanaan dalam negeri, pemilihan (umum)
untuk calon-calon, dan hubungan antar kelompok etnik (Sastropoetro, 1990 : 55).
Menurut Cutlip dan Center dalam bukunya “Effective Public Relation”,
opini publik adalah suatu hasil penyatuan dari pendapat individu-individu tentang
masalah umum (Sastropoetro, 1990 : 52). Mariam D. Irish dan James W. Prothro
dalam The Politics of American Democracy (1965) memberi defenisi pendapat umum: “the expression of attitude on a social issue”. Dalam defenisi ini ada tida unsur yaitu : dinyatakan (express), (attitude) sikap, social issue atau masalah
masyarakat (Susanto, 1985: 91).
Hennessy menegaskan bahwa, “Pada setiap persoalan yang muncul, opini publik merupakan kumpulan pandangan yang terukur atau tersimpulkan, yang
dipegang oleh orang-orang yang menaruh kepentingan terhadap kepentingan
tersebut (Djamaluddin, 1994: 105).
Opini publik diartikan sebagai proses komunikasi mengenai soal-soal
tertentu, yang apabila dibawa dalam bentuk tertentu kepada orang-orang tertentu
akan memberikan efek tertentu juga. Opini publik tidak bersifat permanen, sering
terjadi pergeseran-pergeseran berdimensi jamak karenaterjadi perbedaan
penafsiran (persepsi) diantara peserta komunikasi. Setiap kali jaringan komunikasi
berubah, maka opini publik juga berubah. Perubahan dalam opini publik disebut dengan “dinamika komunikasi”, sedangkan substansi opini publik tidak berubah karena ketika proses pembentukan opini publik berlangsung, pengalaman dari
peserta komunikasi itu telah terjadi.
Menurut William Albiq, opini publik adalah suatu jumlah dari pendapat
individu-individu yang diperoleh melalui perdebatan. Opini publik dapat
yang dihitung secara “numerik” (menurut jumlah). Mayoritas opini adalah opini yang dinyatakan atau sedikit-sedikitnya dirasakan oleh lebih dari separuh
orang-orang dari suatu kelompok atau suatu lingkungan (Sumarno, 1990: 29).
2.1.4.3 Proses Pembentukan Opini Publik
Ronald D. Smith mengungkapkan, proses pembentukan opini dimulai dari
beberapa tingkatan:
1. Awareness, berkaitan dengan kesadaran publik terhadap informasi yang diperoleh.
2. Acceptance, tahap dimana publik merespon secara emosional informasi yang mereka terima.
3. Action, terkait aksi yang akan dimunculkan mengenai suatu informasi. Aksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu opini dan sikap.
Terdapat tiga tahap dalam pembentukan opini publik, yaitu: efek kognitif,
efek afektif, dan efek konatif (Effendy, 2003: 318).
1. Efek kognitf, berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga
khalayak yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak
mengerti menjadi mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas.
Contoh pesan komunikasi melalui media massa yang menimbulkan efek
kognitif antara lain berita, tajuk rencana, artikel dan sebagainya.
2. Efek afektif, berkaitan dengan perasaan. Akibat dari pemberitaan di media
itu yang akhirnya menimbulkan perasaan tertentu pada khalayak, dan
perasaan ini hanya bergejolak di dalam hati saja.
3. Efek konatif, dimana efek ini berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha
yang memiliki kecenderungan memunculkan sebuah tindakan atau
kegiatan. Efek konatif tidak langsung muncul sebagai akibat terpaan media
massa, melainkan harus melalui efek kognitif dan efek afektif terlebih
dulu. Dan opini publik merupakan hasil akhir dari proses tersebut dan
masuk pada efek konatif.
Bernard Hennessy (Olii, 2007: 40) mengemukakan lima faktor
terbentuknya pendapat umum (opini publik):
1. Adanya isu
3. Pilihan yang sulit
4. Suatu pernyataan
5. Jumlah orang yang terlibat
Opini dapat dinyatakan melalui perilaku, sikap tindak, mimik muka atau
bahasa tubuh (body language) atau berbentuk simbol-simbol tertulis berupa
pakaian yang dikenakan, makna sebuah warna. Menurut R.P. Abelson (Cutlip
2006: 242), bukan perkara yang mudah untuk memahami opini seseorang dan
publik karena berkaitan dengan unsur-unsur pembentuknya, yaitu :
1. Kepercayaan mengenai sesuatu (belief)
2. Apa yang sebenarnya dirasakan untuk menjadi sikapnya (attitude)
3. Persepsi (perception), yaitu sebuah proses memberikan makna yang
berakar dari beberapa faktor, yakni :
a. Latar belakang budaya, kebiasaan dan adat istiadat yang dianut
seseorang/masyarakat.
b. Pengalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan
atau pendapat atau pandangan.
c. Nilai-nilai yang dianut (moral, etika, dan keagamaan yang dianut atau
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat)
d. Berita-berita dan pendapat-pendapat yang berkembang yang kemudian
mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa
diartikanberita-berita yang dipublikasikan itu dapat berfungsi sebagai
pembentukopini masyarakat.
George Carslake Thompson dalam “The Nature of Public Opinion” mengemukakan bahwa dalam suatu publik yang menghadapi issue dapat timbul berbagai kondisi yang berbeda-beda (Sastropoetro, 1990: 106), yaitu:
1. Mereka dapat setuju terhadap fakta yang ada atau mereka boleh tidak
setuju.
2. Mereka dapat berbeda dalam perkiraan atau estimation, tetapi juga boleh tidak berbeda pandangan.
3. Perbedaan yang lain ialah bahwa mungkin mereka mempunyai sumber
Hal-hal yang diutarakan itu merupakan sebab timbulnya kontroversi
terhadap issue-issue tertentu. Selanjutnya dikemukakannya bahwa orang-orang
yang mempunyai opini yang tegas, mendasarkannya kepada rational grounds atau
alasan-alasan yang rasional yang berarti “dasar-dasar yang masuk akal dan dapat
dimengerti oleh orang lain“.
Kemudian, dalam hubungannya dengan penilaian terhadap suatu opini
publik, perlu diperhitungkan empat pokok, yaitu :
1. Difusi, yaitu apakah pendapat yang timbul merupakan suara terbanyak,akibat adanya kepentingan golongan.
2. Persistence, yaitu kepastian atau ketetapan tentang masa berlangsungnya issue karena disamping itu, pendapat pun perlu diperhitungkan.
3. Intensitas, yaitu ketajaman terhadap issue.
4. Reasonableness atau suatu pertimbangan-pertimbangan yang tepat dan beralasan.
2.1.4.4 Kekuatan Dalam Opini Publik
Opini publik atau pendapat umum sebagai suatu kesatuan pernyataan
tentang suatu hal yang bersifat kontroversial merupakan suatu penilaian sosial,
maka opini publik memiliki peranan penting dalam kehidupan bernegara,
terutama yang menganut paham demokrasi, karena melekat di dalamnya beberapa
kekuatan yang perlu diperhatikan :
1. Opini publik dapat menjadi suatu hukuman sosial terhadap orang atau
sekelompok orang dalam bentuk rasa malu, rasa dikucilkan, rasa dijauhi,
rasa rendah diri.
1. Opini publik sebagai pendukung bagi kelangsungan berlakunya norma
sopan santun dan susila, baik antara yang muda dan yang lebih tua,
maupun antara yang muda dengan sesamanya.
2. Opini publik dapat mempertahankan eksistensi suatu lembaga atau juga
menghancurkan suatu lembaga institusi.
3. Opini publik dapat mempertahankan atau menghancurkan kebudayaan.
2.1.5 Peran Media Massa Dalam Opini Publik
2.1.5.1 Hubungan Media Massa Dengan Opini Publik
Media massa dipandang memiliki pengaruh yang kuat dalam membangun opini publik. Media massa merupakan “alat” untuk menyampaikan pendapat umum, karena tidak adanya batasan ruang dan waktu sehingga memungkinkan
memiliki pengaruh yang kuat pula. Media massa memberikan
penekanan-penekanan pada pemberitaan tertentu sehingga menciptakan isu -isu penting.
Media massa menyampaikan informasi tertentu dan membawa aspirasi suatu
kelompok atau golongan. Publik yang merupakan bagian dari massa tertarik
terhadap suatu isu aktual menyangkut kepentingan umum melalui media massa.
Dominick (Ardianto, 2004: 58) menyebutkan tentang dampak komunikasi massa
pada pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang. Media massa terutama televisi,
yang menjadi agen sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) memainkan peranan
penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan.
Setiap kali jaringan komunikasi berubah, opini publik juga berubah. Salah
satu faktor penyebab pergeseran dalam opini publik adalah media massa. Interaksi
antara media dengan institusi masyarakat menghasilkan produk isi media (media
content). Oleh audiens, isi media diubah menjadi gugusan-gugusan makna,
apakah yang dihasilkan dari proses penyandian pesan itu, menurut Meyer, sangat
ditentukan oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya, pengalaman
yang lalu, kepribadian dan selektivitas dalam penafsiran (Olii, 2007: 50).
Opini publik dapat direkayasa dan dibentuk dengan memanfaatkan media
massa. Opini publik yang terbentuk ini dapat bernilai positif maupun negatif.
Media massa berupaya menciptakan citra dan opini publik yang positif kepada
2.1.5.2 Fungsi Media Massa Dalam Pembentukan Opini Publik
Salah satu fungsi pokok media massa (Olii, 2007: 89) adalah sebagai
sumber informasi dan pendapat tentang berbagai peristiwa dalam masyarakat.
Media massa memiliki beberapa fungsi dalam opini publik (McQuail, 1996: 55),
yaitu:
1. Fungsi Informasi
Media menjadi fasilitas untuk mendiseminasikan pernyataan sumber yang
dapat menjadi opini publik.
2. Fungsi mediasi
Media menempatkan diri sebagai penghubung antara realitas sosial yang
obyektif dengan pengalaman pribadi seseorang. Media dimanfaatkan
untuk membentuk opini publik yang berlandaskan fakta empiris di tengah
masyarakat.
3. Fungsi Amplifikasi
Media dijadikan sarana untuk memperkuat pernyataan yang dilontarkan
seseorang untuk berubah menjadi pendapat umum yang berkembang.
4. Media merupakan instrumen strategis yang tidak dapat dilepaskan dalam
public opinion processing.
2.1.5.3 Kelebihan Media Massa Dalam Pembentukan Opini Publik
Kelebihan media massa dalam proses pembentukan opini public
(McQuail, 1996: 51) antara lain :
1. Media massa mampu menjangkau lebih banyak orang dan wilayah
geografis yang lebih luas.
2. Format dan isi media selalu berhubungan dengan publik. Posisi media
sering menjadi public sphere.
3. Media sebagai juru bahasa yang menjelaskan dan memberi makna
terhadap suatu peristiwa yang menjadi public opinion.
4. Media massa bisa menjadi jaringan interaktif yang menghubungkan
2.2 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kerangka berpikir yang bersifat teoritis serta
tersusun secara sistematis mengenai masalah yang diteliti (Adi, 2004 :29).
Sementara Suwardi Lubismengemukakan bahwa kerangka konsep merupakan
kemampuan peneliti menyusun konsep operasional peneliti yang bertitik tolak
pada kerangka teori dan tujuan penelitian. Dalam kerangka konsep harus bisa
menunjukkan sistematis variabel-variabel penelitian yang menunjukkan kerangka
operasional (Lubis, 1998 : 110-111).
Adapun konsep atau variabel yang terdapat di dalam penelitian ini adalah
Opini Masyarakat Desa Mulio Rejo, Sunggal, Deli Serdang Terhadap
Pemberitaan Kebijakan Pemerintah Mengenai Kasus Narkoba di Televisi. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut :
Media Massa
Televisi
Pemberitaan
Peran Media Massa Dalam Pembentukan Opini Publik
Fungsi Amplifikasi
2.3 Definisi Operasional
2.3.1 Operasionalisasi Variabel
Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dibentuk operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian
dalam penelitian sebagai berikut:
Tabel 2
Operasional Variabel
Variabel Penelitian Indikator
Fungsi Media Massa Dalam
Pembentukan Opini Publik
1.Fungsi Informasi
2.Fungsi Mediasi
3.Fungsi Amplifikasi
Karakteristik Responden 1.Jenis Kelamin
2.Usia
3.Pendidikan
4.Pekerjaan
2.3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal
yang didefinisikan yang dapat diamati. Adapun yang menjadi definisi operasional
dalam penelitian ini adalah:
1. Fungsi Media Massa Dalam Pembentukan Opini Masyarakat :
a. Fungsi informasi, yaitu fungsi media televisi sebagai fasilitas untuk
menyebarluaskan berita mengenai kebijakan pemerintah menghukum
mati pengedar narkoba, yang kemudian menimbulkan opini publik.
b. Fungsi mediasi, yaitu fungsi televisi sebagai media penghubung antara
kebijakan pemerintah menghukum mati pengedar narkoba dengan
menjadi sarana pembentukan opini publik yang berlandaskan fakta
empiris di tengah masyarakat.
c. Fungsi amplifikasi, yaitu fungsi televisi untuk memperkuat pernyataan
yang disampaikan seorang sumber, terkait kebijakan pemerintah
menghukum mati pengedar narkoba, yang kemudian berkembang
menjadi pendapat umum.
2. Karakteristik Responden:
a. Jenis Kelamin, yaitu jenis kelamin dari responden laki-laki atau
perempuan
b. Usia, yaitu umur atau usia dari responden.
c. Pendidikan, yaitu tingkat pendidikan terakhir responden.
d. Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan dari responden.
e. Penghasilan, yaitu besar pendapatan responden dari pekerjaan yang