• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Publik (Studi Analisis Deskriptif Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Masyarakat Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Terhadap Pemberitaan Kebijakan P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Publik (Studi Analisis Deskriptif Peran Televisi Dalam Pembentukan Opini Masyarakat Desa Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Terhadap Pemberitaan Kebijakan P"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Teori harus dipahami oleh setiap peneliti, karena dengan teori peneliti

mampu memahami, menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena atau masalah

yang sedang diteliti.Suwardi Lubis menjelaskan bahwa kerangka teori

menggambarkan darimana suatu masalah riset berasal, atau dengan teori mana

masalah itu dikaitkan. Dalam kerangka teori diuraikan tentang pengaliran jalan

pikiran menurut kerangka logis, atau menurut logical construct (Lubis, 1998 : 95).

Jadi kerangka teori disusun berdasarkan pemikiran logis atau berlandaskan

akal sehat yang menjelaskan variabel dan keterhubungan antara

variabel-variabel yang dianggap secara integral menyatukan dinamika dari situasi-situasi

yang diselidiki (Silalahi, 2009 : 95). Adapun teori-teori yang dianggap relevan

dengan penelitian ini adalah :

2.1.1 Media Massa

Media massa merupakan salah satu alat dalam proses komunikasi massa,

karena media massa mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan relatif

lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan terpencar. Media

massa sendiri dalam kajian komunikasi massa sering dipahami sebagai

perangkat-perangkat yang diorganisir untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi

yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu yang relatif singkat (McQuail,

2000:17). Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan

penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara

massal (Bungin, 2006:7).

Perkembangan media massa tidak terlepas dari ilmu komunikasi yang

pada intinya bertujuan untuk menyampaikan pesan karena pada dasarnya media

massa berfungsi menyampaikan pesan kepada masyarakat luas. Sejarah perjalanan

media massa di Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut peran media

(2)

komunikasi Indonesia dalam sistem sosial Indonesia, akan dipengaruhi oleh

subsistem social lainnya, termasuk ideologi, politik dan pemerintahan negara

dimana media massa itu berada.

Secara garis besar media massa merupakan "kekuatan keempat" (The

Fourth Estate) dalam menjalankan kontrol sosial terhadap masyarakat setelah

lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Media massa terbagi dua, yakni:

media cetak dan elektronik. Media cetak meliputi, surat kabar, majalah, tabloid,

buku newsletter, dan buletin. Sedangkan media elektronik meliputi radio, televisi,

internet, dan film. Media massa memiliki fungsi-fungsi, yakni menyiarkan

informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi.

2.1.1.1 Pengertian Media Massa

Media massa pada awalnya dikenal dengan istilah pers yang berasal dari

bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harafiah pers

berarti cetak, dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau

publikasi secara tercetak (print publications). Dalam perkembangannya pers

mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian sempit dan pers dalam

pengertian luas. Pers dalam arti luas adalah meliputi segala penerbitan, termasuk

media massa elektronika, radio siaran dan televisi siaran, sedangkan pers dalam

arti sempit hanya terbatas pada media massa cetak, yakni surat kabar, majalah dan

buletin kantor berita (Onong 2002:145).

Di Indonesia, kedudukan pers diatur dalam Undang-Undang Pers No.40

tahun 1999. Dalam pasal 1 UU tersebut, pers didefinisikan sebagai lembaga sosial

dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi

mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data

dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,

(3)

Media massa merupakan salah satu alat dalam proses komunikasi massa,

karena media massa mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan relatif

lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan terpencar. Media

massa sendiri dalam kajian komunikasi massa sering dipahami sebagai

perangkat-perangkat yang diorganisir untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi

yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu yang relatif singkat (McQuail,

2000:17). Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan

penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara

massal (Bungin, 2006:7).

Media massa merupakan media informasi yang terkait dengan masyarakat,

digunakan untuk berhubungan dengan khalayak (masyarakat) secara umum,

dikelola secara profesional dan bertujuan mencari keuntungan (Mondry, 2008:

12). Menurut Bungin (2008: 85), media massa merupakan institusi yang berperan

sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Secara umum,

media massa diartikan sebagai alat-alat komunikasi yang bisa menyebarkan pesan

secara serempak dan cepat kepada audiens dalam jumlah yang luas dan heterogen

(Nurudin, 2004: 3).

2.1.1.2 Jenis Media Massa

Mengingat kedudukan media massa dalam perkembangan masyarakat

sangatlah penting, maka industri media massa pun berkembang pesat saat ini. Hal

ini dapat dilihat dari banyaknya stasiun televisi, stasiun radio, perusahaan media

cetak, baik itu surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya. Para pengusaha

merasa diuntungkan dengan mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang

media massa seperti itu. Hal itu disebabkan karena mengelola perusahaan dengan

jenis spesifikasi mengelola media massa adalah usaha yang akan selalu digemari

masyarakat sepanjang masa, karena sampai kapanpun manusia akan selalu haus

akan informasi.

Adapun bentuk media massa antara lain media elektronik (radio, televisi),

(4)

2008:85). Media massa dalam konteks jurnalistik pada dasarnya terbatas pada tiga

jenis media (Yunus, 2010: 27), yaitu :

1. Media cetak, yang terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah, buletin/jurnal

dan sebagainya.

2. Media elektronik, yang terdiri dari radio dan televisi.

3. Media online, yaitu media internet seperti website, blog dan lain

sebagainya.

2.1.1.3 Kekuatan Media Massa

Media massa diyakini mempunyai kekuatan yang dahsyat untuk

mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa bisa

mengarahkan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk di masa yang akan

datang. Media massa mampu mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi

kehidupan di masa kini dan masa mendatang (Nurudin, 2005:59).

Denis McQuail (1987) menggambarkan bahwa media massa memiliki

sumber kekuatan sebagai alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat

yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya,

dan media juga seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan,

bukan saja dalam pengertian pengembangan seni dan simbol, tetapi juga dalam

pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma.

Pengaruh yang besar terhadap massa (dapat membentuk opini publik),

membuat media massa disebut sebagai "kekuatan keempat" (The Fourth Estate)

setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bahkan karena idealisme

dengan fungsi sosial kontrolnya, media massa disebut-sebut sebagai "musuh

(5)

2.1.1.4 Fungsi Media Massa

Dalam buku Media Relations: Sarana Membangun Reputasi Organisasi,

dijabarkan fungsi-fungsi media massa secara universal (Wardhani 2008:25), yakni

sebagai berikut:

1. Fungsi menyiarkan informasi (to inform). Penyampai informasi yang

berkaitan dengan peristiwa, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang

dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain atau special event.

Pesan yang informative adalah pesan yang bersifat baru (actual) berupa

data, gambar, fakta, opini dan komentar yang memberikan pemahaman

baru/penambahan wawasan terhadap sesuatu.

2. Fungsi mendidik (to educate). Media massa mendidik dengan

menyampaikan pengetahuan dalam bentuk tajuk, artikel, laporan khusus,

atau cerita yang memiliki misi pendidikan. Berfungsi mendidik apabila

pesannya dapat menambah pengembanga intelektual,pembentukan

watak,penambahan keterampilan/kemahiran bagi khalayaknya serta

mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat.

3. Fungsi menghibur (to entertain), yakni memerikan pesan yang bisa

menghilangkan ketegangan pikiran masyarakat dalam bentuk berita, cerita

pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, sinetron, drama, musik, tari,

dan lainnya. Berfungsi menghibur apabila kahlayak bisa terhibur atau

dapat mengurangi ketegangan, kelelahan dan bisa lebih santai.

4. Fungsi mempengaruhi (to influence). Fungsi mempengaruhi pendapat,

pikiran dan bahkan perilaku masyarakat inilah yang merupakan hal paling

penting dalam kehidupan masyarakat. Karena itulah, media yang memiliki

kemandirian (independent) akan mampu bersuara atau berpendapat, dan

bebas melakukan pengawasan social (social control).

2.1.1.5 Unsur-unsur dan Karakteristik Media Massa

Menurut Djafar H. Assegaf (1991), media massa memiliki 5 ciri :

1. Komunikasi yang terjadi dalam media massa bersifat searah dimana

komunikasi tidak dapat memberikan tanggapan secara langsung kepada

(6)

2. Media massa menyajikan rangkaian/aneka pilihan materi yang luas

bervariasi.

3. Media massa dapat menjangkau sejumlah besar khlayak.

4. Media massa menyajikan materi yang dapat mencapai tingkat intelek

rata-rata.

5. Media massa diselenggarakan oleh lembaga masyarakat atau organisasi

yang terstrutur.

Sebuah media bisa disebut media massa jika memiliki karakteristik

tertentu. Menurut Prakosa (2006:39) secara umum karakteristik media massa itu

meliputi :

1. Publisitas, disebarkan kepada khalayak.

2. Universalitas, kesannya bersifat umum.

3. Perioditas, tetap atau berkala.

4. Kontinuitas, berkesinambungan.

5. Aktulitas, berisi hal-hal baru (Romly, 2002:5-6).

Karakteristik media massa menurut cangara (2006) antara lain :

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari

banyakorang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelola, sampai pada

penyajian informasi.

2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang

memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima. Kalau

pun terjadi reaksi/umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.

3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak,

karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana

informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu

yang sama.

4. Memakai perantara teknis atau mekanis, seperti radio, televise, surat

kabar dan semacamnya.

5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan

(7)

Pemberitaan dalam media massa merupakan elemen yang paling penting

dalam komunikasi massa. Inti dari komunikasi adalah proses penyampaian pesan

yaitu berupa sebuah informasi (berita). Pemberitaan yang baik adalah pemberitaan

yang memenuhi unsure 5 W dan 1 H, yaitu What (peristiwa apa yang terjadi),

When (kapan peristiwa itu terjadi), Where (di mana peristiwa itu terjadi), Who (siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut), Why (mengapa peristiwa tersebut

terjadi), dan How (bagaimana peristiwa tersebut terjadi). (Junaedi, 2007:21-22).

2.1.1.6 Peran Media Massa

Media massa merupakan salah satu sarana untuk pengembangan

kebudayaan, bukan hanya budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga

dalam pengertian pengembangan tata-cara, mode, gaya hidup dan norma-norma.

(Dennis McQuail, 1987:1). Media massa sangat berperan dalam perkembangan

atau bahkan perubahan pola tingkah laku dari suatu masyarakat, oleh karena itu

kedudukan media massa dalam masyarakat sangatlah penting. Dengan adanya

media massa, masyarakat yang tadinya dapat dikatakan tidak beradab dapat

menjadi masyarakat yang beradab. Hal itu disebabkan, oleh karena media massa

mempunyai jaringan yang luas dan bersifat massal sehingga masyarakat yang

membaca tidak hanya orang per orang tapi sudah mencakup jumlah puluhan,

ratusan, bahkan ribuan pembaca, sehingga pengaruh media massa akan sangat

terlihat di permukaan masyarakat.

Informasi yang disampaikan di media massa pada umumnya dinilai

masyarakat memiliki kredibilitas yang tinggi, sehinga apa yang diungkapkan

dianggap suatu kebenaran yang ada di masyarakat. Informasi tersebut juga

mampu mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku manusia. Karena itu

media massa dapat dimanfaatkan untuk menyalurkan pesan atau aspirasi

(termasuk di dalamnya pendapat juga kritik) dari berbagai pihak, pemerintah,

(8)

Informasi yang disampaikan media massa megenai seseorang, organisasi

atau peristiwa dinilai lebih obyektif, karena informasi yang dapat dipublikasikan

harus memenuhi sejumlah persyaratan tertentu yagn cukup ketat. Misalnya

informasi tersebut haruslah menarik perhatian khalayak luas, khususnya khalayak

media itu sendiri. Menarik perhatian khalayak karena informasinya baru

diketahui, karena keunikan, keluarbiasaan, karena penting bagi mereka dan

sejumlah daya tarik lainnya. (Wardhani 2008:8)

Dalam menjalankan paradigmanya sebagai institusi pelopor perubahan,

media massa memiliki peran (Bungin, 2008: 85):

1. Sebagai institusi pencerahan masyarakat

2. Menjadi media informasi

3. Sebagai media hiburan.

Media merupakan sarana bagi komunikasi dalam menyiarkan informasi,

gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak.

Hal ini menunjukan media massa merupakan sebuah institusi yang penting bagi

masyarakat. Asumsi ini didukung oleh McQuail dengan mengemukakan

pemikirannya tentang media massa :

1. Media merupakan indrustri yang berubah dan berkembang yang

menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan

indrustri lain yang terkait, media juga merupakan indrustri tersendiri yang

memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi

tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya, di lain

pihak,institusi diatur olah masyarakat.

2. Media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan

inovasi dalam masyarakat yang dapat di dayagunakan sebagai pengganti

kekuatan atau sumber daya lainnya.

3. Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan, untuk

menampilkan pristiwa-pristiwa kehidupan masyarakat, baik bertaraf

(9)

4. Media sering sekali sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan

saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga

dalm pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan

norma-norma.

5. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk

memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat

dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan

penilaian normayif yang diburkan dengan berita dan hiburan (McQuail

(1987:83).

2.1.2 Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa 2.1.2.1 Pengertian Televisi

Televisi sebagai media komunikasi massa berasal dari dua suku kata yaitu

tele yang berarti jarak dalam bahasa yunani dan visi yang berarti citra atau gambar dalam bahasa latin. Jadi kata “televisi” berarti suatu sistem penyajian gambar berikut suaranya dari suatu tempat yang berjarak jauh (Olii, 2007: 69).

2.1.2.2 Sejarah Televisi di Indonesia

Kegiatan penyiaran televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus

1962, bertepatan dengan dilangsungkannya pembukaan pesta olahraga se-Asia IV

atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang

disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan status sampai sekarang. Selama

tahun 1962-1963 TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala

kesederhanaannya. Pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin operasi kepada

kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi TPI yang merupakan

stasiun televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian dengan RCTI,

SCTV, Indosiar dan ANTV. Sejak tahun 2000, muncul hampir serentak lima

stasiun televis swasta baru (Metro TV, Trans TV, Trans7, TV One dan Global

(10)

2.1.2.3 Karakteristik Televisi Sebagai Media Massa

Televisi dapat dikatakan sebagai media komunikasi massa yang dapat

dimiliki oleh masyarakat dibandingkan media massa lainnya. Dengan model audio

visual yang dimilikinya, siaran televisi sangat komunikatif dalam memberikan

pesan. Karena itulah televisi bermanfaat sebagai upaya pembentukan sifat,

perilaku dan sekaligus perubahan pola berpikir (Effendy, 2005: 21).

Televisi sebagai media audiovisual memiliki beberapa sifat diantara lain

(Morrisan, 2004:5) :

1. Dapat didengar dan dilihat bila ada siaran

2. Dapat dilihat dan didengar kembali, bila ditayangkan kembali

3. Daya rangsang tinggi

4. Elektris

5. Sangat mahal

6. Daya jangkau luas

Televisi memiliki beberapa karakteristik (Ardianto, 2004: 128), sebagai

berikut :

1. Audiovisual

Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dilihat

(audiovisual).

2. Berpikir dalam gambar

Pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara televisi adalah

pengarah acara. Bila ia membuat naskah acara atau membaca naskah

acara, ia harus berpikir dalam gambar (think in picture). Ada dua tahap

yang dilakukan dalam proses berpikir dalam gambar. Pertama adalah

visualisasi, yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan

yang menjadi gambar secara individual. Tahap kedua adalah

penggambaran (picturization), yakni kegiatan merangkai gambar-gambar

individual sedemikian rupa sehingga mengandung makna tertentu

4. Pengoperasian lebih kompleks

Dibandingkan dengan radio siaran, pengoperasian televisi siaran lebih

(11)

siaran berita saja dapat melibatkan 10 orang lebih. Peralatan yang

digunakan juga lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih rumit

dan harus dilakukan oleh orang-orang yang terampil dan terlatih. Itulah

sebabnya, televisi menjadi lebih mahal daripada media lain, seperti surat

kabar, majalah dan radio siaran.

2.1.3 Pemberitaan

2.1.3.1 Pengertian Pemberitaan

Dalam buku Here’s The News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer

(Olii, 2007: 27), berita didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang

baru, penting dan bermakna (signifikan), yang berpengaruh pada para

pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati oleh mereka. Walter Lippman

(McQuail, 1996: 190) memfokuskan hakikat berita pada proses pengumpulan berita, yang dipandang sebagai upaya menemukan “isyarat jelas yang objektif yang memberartikan suatu peristiwa.”

Defenisi lain dari berita, menurut James A. Wollert (Sumadiria, 2005: 64)

adalah berita merupakan apa saja yang ingin dan perlu diketahui oleh orang atau

lebih luas lagi oleh masyarakat. Dengan melaporkan berita, media massa

memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa saja yang mereka

butuhkan. Sedangkan menurut Assegaf (Mondry, 2008: 83), berita merupakan

informasi yang menarik perhatian masyarakat yang disusun sedemikian rupa dan

disebarluaskan secepatnya, sesuai periodisasi media.

Dalam kerja media, peristiwa tidak dapat langsung disebut sebagai berita,

tetapi dia harus dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut mempunyai nilai

berita. Nilai berita tersebut menyediakan standar dan ukuran bagi wartawan

sebagai pedoman kerja dari praktik jurnalistik. Sebuah berita yang mempunyai

unsur nilai berita paling tinggi memungkinkan untuk ditempatkan dalam headline,

sedangkan berita yang tidak mempunyai unsur nilai berita atau setidaknya tidak

berdampak besar akan dibuang. Penentuan nilai berita ini merupakan prosedur

(12)

2.1.3.2 Unsur-unsur Pemberitaan

Terdapat beberapa unsur berita yang terkait dengan nilai berita (Mondry,

2008: 141) :

1. Akurat

Suatu berita harus ditulis dengan cermat, baik data seperti angka dan nama

maupun pernyataan.

2. Lengkap

Penulisan berita harus lengkap dan utuh sehingga pihak lain tahu

informasinya dengan benar, tetapi bukan berarti menulis berita harus

dipanjang-panjangkan karena itu tidak efisien.

3. Kronologis

Berita sebaiknya ditulis berdasarkan waktu peristiwa agar urutannya jelas

dan lancar, tidak membingungkan pembaca.

4. Magnitude (daya tarik)

Berita harus ditulis dengan mempertimbangkan daya tariknya.Bila daya

tarik informasi yang diperoleh tidak ada, informasi itu tidak layak

dijadikan berita.

5. Balance (berimbang)

Penulisan berita harus balance. Artinya, dalam menulis berita tidak boleh

ada pemihakan bila terdapat pihak yang berbeda.

2.1.3.3 Penilaian Terhadap Kualitas Pemberitaan

Penilaian terhadap kualitas pemberitaan di televisi dapat ditinjau dari

beberapa hal. Denis McQuail (Morrisan, 2010: 62) mengajukan suatu kerangka

kerja dalam memberikan penilaian terhadap kualitas pemberitaan di televisi, yaitu:

1. Kebebasan media

Kebebasan media mengacu pada hak-hak untuk menyatakan sesuatu

secara bebas dan kebebasan dalam membentuk opini. Dalam mewujudkan

kebebasan media harus terdapat akses bagi masyarakat menuju ke

berbagai saluran informasi dan juga kesempatan untuk menerima berbagai

(13)

yaitu media dalam pemberitaannya harus dapat menyajikan informasi yang

mewakili berbagai suara atau pandangan yang beragam dan memberikan

tanggapan terhadap berbagai keinginan atau kebutuhan yang beragam.

Menurut McQuail (Morissan, 2010: 63), beberapa kriteria yang dapat

dijadikan tolak ukur dalam menilai kebebasan media adalah sebagai

berikut:

a. Tidak adanya praktik sensor, perizinan atau berbagai bentuk

kontrol oleh pemerintah sehingga tidak menghambat hak

masyarakat untuk menerbitkan atau menyebarluaskan berita dan

opini serta tidak adanya kewajiban untuk mempublikasikan sesuatu

yang tidak dikehendaki untuk dipublikasikan.

b. Hak yang sama bagi seluruh masyarakat untuk menerima secara

bebas dan mendapatkan akses ke sumber-sumber berita, opini,

pendidikan dan budaya.

c. Kebebasan bagi media untuk memperoleh informasi dari

sumber-sumber yang relevan. Dalam arti, sumber-sumber-sumber-sumber yang relevan

juga punya hak untuk menolak.

d. Tidak ada pengaruh tersembunyi dari pemilik media atau

pemasang iklan dalam hal pemilihan berita atau opini.

e. Kebijakan redaksi berita yang aktif dan kritis dalam

menyampaikan berita dan opini.

2. Keragaman berita

Prinsip keragaman berita (diversity) adalah upaya media untuk menyajikan

berita yang lengkap dengan menggunakan prinsip keadilan atau (fairness).

Media harus menyajikan berita secara proporsional, berdasarkan topik

-topik yang relevan bagi masyarakat atau dengan kata lain, pemberitaan di

televisi harus mampu mencerminkan keragaman kebutuhan atau minat

audiens terhadap berita. Keragaman berita dapat dinilai berdasarkan empat

kriteria:

a. Media dalam menyajikan isi berita harus mampu menyajikan

keragaman realitas sosial, ekonomi dan budaya dalam masyarakat

(14)

b. Media dalam menyebarkan berita harus mampu memberitakan

kesempatan yang lebih kurang sama terhadap berbagai pandangan

dalam masyarakat, termasuk pihak minoritas dalam masyarakat.

c. Media harus bisa berfungsi sebagai forum bagi berbagai pandangan

dan kepentingan yang berbeda dalam masayarakat.

d. Media harus mampu menyajikan pilihan berita yang relevan pada

waktu tertentu (dalam hal adanya peristiwa besar) dan juga

keragaman berita pada waktu lainnya.

3. Gambaran Realitas

Berita yang mengandung bias pada akhirnya akan menjadi berita bohong

atau propaganda sebagaimana sebuah cerita fiksi. Beberapa ciri berita

yang mengandung bias, antara lain sebagai berikut:

a. Media memberikan terlalu memberikan banyak waktu untuk

menyampaikan pandangan pejabat dan kalangan elit masyarakat

saja.

b. Berita luar negeri hanya terfokus pada negara-negara kaya saja.

c. Media menyampaikan pandangan yang mengandung bias karena

cara pandang yang sempit terhadap nasionalisme atau kesukuan.

d. Berita terlalu mengutamakan nilai-nilai yang terlalu mendukung

peran pria atau sebaliknya.

e. Kepentingan kelompok minoritas diabaikan atau dipinggirkan.

f. Terlalu berlebihan dalam menyajikan berita kriminal dan

mengabaikan realitas sesungguhnya di masyarakat.

4. Objektivitas Berita

Salah satu konsep penting dalam menilai kualitas suatu berita adalah sifat

objektif berita tersebut. Westerstahl dalam penelitiannya di Swedia

mengemukakan pemberitaan yang objektif harus memiliki dua kriteria

(Morissan, 2010: 64), yaitu:

1. Faktualitas

Sifat faktual (faktualitas) mengacu pada bentuk laporan berupa

peristiwa atau pernyataan yang dapat diperiksa kebenarannya

(15)

antara fakta dan komentar. Sifat faktualitas suatu berita mencakup

keseimbangan, informatif dan netralitas

2. Tidak Berpihak

Media harus memiliki sikap tidak memihak dengan cara, antara

lain menjaga jarak dan bersikap netral dengan objek pemberitaan.

Sikap ketidakberpihakan suatu media terdiri dari kebenaran dan

relevan. Pemberitaan di media massa memiliki hubungan yang

kuat dengan opini publik. Masyarakat memperoleh informasi

melalui pemberitaan di media massa. Pengetahuan yang diperoleh

dari media massa, menjadi bahan pembicaraan diantara mereka.

Ada kalanya mereka mengembangkan gagasan itu untuk dijadikan

bahan diskusi. Inilah yang menjadi langkah awal terbentuknya

opini publik.

2.1.4 Opini Publik

2.1.4.1 Sejarah Opini Publik

Public Opinion dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan “pendapat umum“, dengan demikian public diterjemahkan dengan “umum“ sedangkan opinion dialih bahasakan dengan “pendapat“. Dalam Ilmu Komunikasi

terdapat istilah lain yaitu public relations yang umumnya diterjemahkan dengan “hubungan masyarakat“, dalam hal ini public diterjemahkan dengan “masyarakat“, sedangkan relations diterjemahkan dengan “hubungan“ (Sunarjo, 1984 :22).

Adapun cara mengetahui adanya opini publik, dapat diketahui pada tahun

1963, Indonesia berkonfrontasi dengan Belanda mengenai Irian Barat. Di radio,

surat kabar, rapat-rapat umum, pidato-pidato, ceramah-ceramah dan lain-lain

orang membicarakan tentang Irian Barat. Pada umumnya pembicara-pembicara

itu cenderung kepada pendapat bahwa Irian Barat adalah milik pemerintah

Indonesia, oleh karena itu bangsa Indonesia wajib merebutnya kembali, dan hal

(16)

dikarenakan dapat mengambil suatu keputusan bersama. Gejala demikian

biasanya disebut public opinion atau opini publik.

Adapun dari gejala tersebut diatas, dapat diketahui bahwa adanya

pengertian tentang pendapat itu sama dengan opinion, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Selalu diketahui dari pernyataan-pernyataan.

2. Merupakan sintesa atau kesatuan dari banyak pendapat.

3. Mempunyai pendukung dalam jumlah yang besar.

Dari awal abad ke-17 sampai dengan abad ke-19, terdapat paham

liberalisme, yaitu kemerdekaan mengeluarkan pendapat adalah demi kebenaran,

atau kebebasan akan membantu orang dalam menemukan kebenaran. Sisa – sisa filsafat liberalisme masih ada, bahkan dipertahankan, sehingga umumnya setiap

undang – undang Negara manapun mempunyai pasal tentang kebebasan mengeluarkan opini. Indonesia mempunyai pasal 29 UUD 1945, sedangkan dalam

Declaration of Human Right 1948), kebebasan tercantum dalam pasal 19. Kebebasan mengeluarkan opini dipertahankan demi kebenaran (Susanto,1985:2).

Beberapa ahli meninjau kebenaran:

1. Coherence theory, antara opini – opini yang dimiliki seseorang harus ada

kesesuaian. Hal itu merupakan satu kesatuan bulat. Teori ini merupakan

landasan berkembangnya ideologi – ideologi pada abad ke-19, sehingga

seakan – akan teori ini hanya membenarkan opini sendiri dan menyalahkan opini orang lain. Dilihat dari ilmu jiwa sosial yang

menyalahkan coherence theory ini, ternyata dalam diri manusia terdapat banyak opini dan norma – norma yang bertentangan satu sama lain yang membuatnya tak dapat diramalkan.

2. Correspondence theory, pernyataan manusia harus sesuai kenyataan. Teori ini merupakan landasan filsafat, opini yang menang adalah opini yang

benar. Ilmu jiwa sosial banyak digunakan dalam memenangkan opini

suatu opini maka kebenaran teori ini disangsikan.

3. Pragmatisme, yang tumbuh pada akhir abad 19 dan disebarkan oleh

(17)

popular kembali, menurutnya pemikiran kebenaran tetap harus dicari,

karena orang mudah keliru. Pragmatisme sangat hati – hati menyatakan

sesuatu itu benar, jadi teori ini menyatakan semua opini adalah relatif.

Pemikiran ini tidak tergolong pragmatisme. Justru pragmatisme sebaliknya

berpegang pada prinsip manusia bertanggung jawab atas opini – opininya, karena opini adalah penggerak dari tindakan.

Opini seseorang adalah hasil pengalamannya, yang diajarkan kepadanya.

Karena itu pragmatisme sangat menitikberatkan kepada pendidikan dalam

mencari kebenaran, harus dapat dibuktikan sebagian benar pada masa lampau,

sekarang dan masa depan. Dalam hal ini, pragmatisme menjelaskan pengaruh

norma – norma pada manusia yang akan menentukan masa depannya, khusus pikiran individunya. Jika pragmatisme ditinjau dari segi masyarakat, ternyata di

dalam masyarakat tidak ada kebenaran yang mutlak bagi individu, karena

kebebasan adalah juga hak – hak anggota masyarakat lain.

2.1.4.2 Pengertian Opini Publik

Opini yang berarti tanggapan ataupun pendapat merupakan suatu jawaban

terbuka terhadap suatu persoalan ataupun isu. Menurut Cutlip dan Center

(Sastropoetro, 1990 : 41), opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai

suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan

tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda

-beda. Opini timbul sebagai suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau

isu. Subjek dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi

pertama dimana orang yang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang

lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur

ini mendorong orang untuk saling mempertentangkannya (Sunarjo, 1984 : 31).

Pengertian publik menurut Emory. S. Bagardus, adalah sejumlah orang

yang dengan suatu acara mempunyai pandangan yang sama mengenai suatu

masalah atau setidak-tidaknya mempunyai kepentingan yang bersama dalam

sesuatu hal (Sunarjo, 1984 : 20). John Dewey dalam The Publik and its Problem

mendefenisikan publik sebagai kelompok individual yang sama-sama terpengaruh

(18)

kepentingan menciptakan publiknya sendiri (Djamaluddin, 1994: 105). Menurut

Bernard Berelson dalam tulisannya berjudul “Communication and Public Opinion” (Komunikasi dan Pendapat/Opini Publik) mengemukakan bahwa dengan pendapat publik diartikan people’s response atau jawaban rakyat

(persetujuan, ketidaksetujuan/penolakan atau sikap acuh tak acuh) terhadap

issue-issue/hal-hal yang bersifat politis dan sosial yang memerlukan perhatian umum,

seperti hubungan internasional, kebijaksanaan dalam negeri, pemilihan (umum)

untuk calon-calon, dan hubungan antar kelompok etnik (Sastropoetro, 1990 : 55).

Menurut Cutlip dan Center dalam bukunya “Effective Public Relation”,

opini publik adalah suatu hasil penyatuan dari pendapat individu-individu tentang

masalah umum (Sastropoetro, 1990 : 52). Mariam D. Irish dan James W. Prothro

dalam The Politics of American Democracy (1965) memberi defenisi pendapat umum: “the expression of attitude on a social issue”. Dalam defenisi ini ada tida unsur yaitu : dinyatakan (express), (attitude) sikap, social issue atau masalah

masyarakat (Susanto, 1985: 91).

Hennessy menegaskan bahwa, “Pada setiap persoalan yang muncul, opini publik merupakan kumpulan pandangan yang terukur atau tersimpulkan, yang

dipegang oleh orang-orang yang menaruh kepentingan terhadap kepentingan

tersebut (Djamaluddin, 1994: 105).

Opini publik diartikan sebagai proses komunikasi mengenai soal-soal

tertentu, yang apabila dibawa dalam bentuk tertentu kepada orang-orang tertentu

akan memberikan efek tertentu juga. Opini publik tidak bersifat permanen, sering

terjadi pergeseran-pergeseran berdimensi jamak karenaterjadi perbedaan

penafsiran (persepsi) diantara peserta komunikasi. Setiap kali jaringan komunikasi

berubah, maka opini publik juga berubah. Perubahan dalam opini publik disebut dengan “dinamika komunikasi”, sedangkan substansi opini publik tidak berubah karena ketika proses pembentukan opini publik berlangsung, pengalaman dari

peserta komunikasi itu telah terjadi.

Menurut William Albiq, opini publik adalah suatu jumlah dari pendapat

individu-individu yang diperoleh melalui perdebatan. Opini publik dapat

(19)

yang dihitung secara “numerik” (menurut jumlah). Mayoritas opini adalah opini yang dinyatakan atau sedikit-sedikitnya dirasakan oleh lebih dari separuh

orang-orang dari suatu kelompok atau suatu lingkungan (Sumarno, 1990: 29).

2.1.4.3 Proses Pembentukan Opini Publik

Ronald D. Smith mengungkapkan, proses pembentukan opini dimulai dari

beberapa tingkatan:

1. Awareness, berkaitan dengan kesadaran publik terhadap informasi yang diperoleh.

2. Acceptance, tahap dimana publik merespon secara emosional informasi yang mereka terima.

3. Action, terkait aksi yang akan dimunculkan mengenai suatu informasi. Aksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu opini dan sikap.

Terdapat tiga tahap dalam pembentukan opini publik, yaitu: efek kognitif,

efek afektif, dan efek konatif (Effendy, 2003: 318).

1. Efek kognitf, berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga

khalayak yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak

mengerti menjadi mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas.

Contoh pesan komunikasi melalui media massa yang menimbulkan efek

kognitif antara lain berita, tajuk rencana, artikel dan sebagainya.

2. Efek afektif, berkaitan dengan perasaan. Akibat dari pemberitaan di media

itu yang akhirnya menimbulkan perasaan tertentu pada khalayak, dan

perasaan ini hanya bergejolak di dalam hati saja.

3. Efek konatif, dimana efek ini berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha

yang memiliki kecenderungan memunculkan sebuah tindakan atau

kegiatan. Efek konatif tidak langsung muncul sebagai akibat terpaan media

massa, melainkan harus melalui efek kognitif dan efek afektif terlebih

dulu. Dan opini publik merupakan hasil akhir dari proses tersebut dan

masuk pada efek konatif.

Bernard Hennessy (Olii, 2007: 40) mengemukakan lima faktor

terbentuknya pendapat umum (opini publik):

1. Adanya isu

(20)

3. Pilihan yang sulit

4. Suatu pernyataan

5. Jumlah orang yang terlibat

Opini dapat dinyatakan melalui perilaku, sikap tindak, mimik muka atau

bahasa tubuh (body language) atau berbentuk simbol-simbol tertulis berupa

pakaian yang dikenakan, makna sebuah warna. Menurut R.P. Abelson (Cutlip

2006: 242), bukan perkara yang mudah untuk memahami opini seseorang dan

publik karena berkaitan dengan unsur-unsur pembentuknya, yaitu :

1. Kepercayaan mengenai sesuatu (belief)

2. Apa yang sebenarnya dirasakan untuk menjadi sikapnya (attitude)

3. Persepsi (perception), yaitu sebuah proses memberikan makna yang

berakar dari beberapa faktor, yakni :

a. Latar belakang budaya, kebiasaan dan adat istiadat yang dianut

seseorang/masyarakat.

b. Pengalaman masa lalu seseorang/kelompok tertentu menjadi landasan

atau pendapat atau pandangan.

c. Nilai-nilai yang dianut (moral, etika, dan keagamaan yang dianut atau

nilai-nilai yang berlaku di masyarakat)

d. Berita-berita dan pendapat-pendapat yang berkembang yang kemudian

mempunyai pengaruh terhadap pandangan seseorang. Bisa

diartikanberita-berita yang dipublikasikan itu dapat berfungsi sebagai

pembentukopini masyarakat.

George Carslake Thompson dalam “The Nature of Public Opinion” mengemukakan bahwa dalam suatu publik yang menghadapi issue dapat timbul berbagai kondisi yang berbeda-beda (Sastropoetro, 1990: 106), yaitu:

1. Mereka dapat setuju terhadap fakta yang ada atau mereka boleh tidak

setuju.

2. Mereka dapat berbeda dalam perkiraan atau estimation, tetapi juga boleh tidak berbeda pandangan.

3. Perbedaan yang lain ialah bahwa mungkin mereka mempunyai sumber

(21)

Hal-hal yang diutarakan itu merupakan sebab timbulnya kontroversi

terhadap issue-issue tertentu. Selanjutnya dikemukakannya bahwa orang-orang

yang mempunyai opini yang tegas, mendasarkannya kepada rational grounds atau

alasan-alasan yang rasional yang berarti “dasar-dasar yang masuk akal dan dapat

dimengerti oleh orang lain“.

Kemudian, dalam hubungannya dengan penilaian terhadap suatu opini

publik, perlu diperhitungkan empat pokok, yaitu :

1. Difusi, yaitu apakah pendapat yang timbul merupakan suara terbanyak,akibat adanya kepentingan golongan.

2. Persistence, yaitu kepastian atau ketetapan tentang masa berlangsungnya issue karena disamping itu, pendapat pun perlu diperhitungkan.

3. Intensitas, yaitu ketajaman terhadap issue.

4. Reasonableness atau suatu pertimbangan-pertimbangan yang tepat dan beralasan.

2.1.4.4 Kekuatan Dalam Opini Publik

Opini publik atau pendapat umum sebagai suatu kesatuan pernyataan

tentang suatu hal yang bersifat kontroversial merupakan suatu penilaian sosial,

maka opini publik memiliki peranan penting dalam kehidupan bernegara,

terutama yang menganut paham demokrasi, karena melekat di dalamnya beberapa

kekuatan yang perlu diperhatikan :

1. Opini publik dapat menjadi suatu hukuman sosial terhadap orang atau

sekelompok orang dalam bentuk rasa malu, rasa dikucilkan, rasa dijauhi,

rasa rendah diri.

1. Opini publik sebagai pendukung bagi kelangsungan berlakunya norma

sopan santun dan susila, baik antara yang muda dan yang lebih tua,

maupun antara yang muda dengan sesamanya.

2. Opini publik dapat mempertahankan eksistensi suatu lembaga atau juga

menghancurkan suatu lembaga institusi.

3. Opini publik dapat mempertahankan atau menghancurkan kebudayaan.

(22)

2.1.5 Peran Media Massa Dalam Opini Publik

2.1.5.1 Hubungan Media Massa Dengan Opini Publik

Media massa dipandang memiliki pengaruh yang kuat dalam membangun opini publik. Media massa merupakan “alat” untuk menyampaikan pendapat umum, karena tidak adanya batasan ruang dan waktu sehingga memungkinkan

memiliki pengaruh yang kuat pula. Media massa memberikan

penekanan-penekanan pada pemberitaan tertentu sehingga menciptakan isu -isu penting.

Media massa menyampaikan informasi tertentu dan membawa aspirasi suatu

kelompok atau golongan. Publik yang merupakan bagian dari massa tertarik

terhadap suatu isu aktual menyangkut kepentingan umum melalui media massa.

Dominick (Ardianto, 2004: 58) menyebutkan tentang dampak komunikasi massa

pada pengetahuan, persepsi dan sikap orang-orang. Media massa terutama televisi,

yang menjadi agen sosialisasi (penyebaran nilai-nilai) memainkan peranan

penting dalam transmisi sikap, persepsi dan kepercayaan.

Setiap kali jaringan komunikasi berubah, opini publik juga berubah. Salah

satu faktor penyebab pergeseran dalam opini publik adalah media massa. Interaksi

antara media dengan institusi masyarakat menghasilkan produk isi media (media

content). Oleh audiens, isi media diubah menjadi gugusan-gugusan makna,

apakah yang dihasilkan dari proses penyandian pesan itu, menurut Meyer, sangat

ditentukan oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya, pengalaman

yang lalu, kepribadian dan selektivitas dalam penafsiran (Olii, 2007: 50).

Opini publik dapat direkayasa dan dibentuk dengan memanfaatkan media

massa. Opini publik yang terbentuk ini dapat bernilai positif maupun negatif.

Media massa berupaya menciptakan citra dan opini publik yang positif kepada

(23)

2.1.5.2 Fungsi Media Massa Dalam Pembentukan Opini Publik

Salah satu fungsi pokok media massa (Olii, 2007: 89) adalah sebagai

sumber informasi dan pendapat tentang berbagai peristiwa dalam masyarakat.

Media massa memiliki beberapa fungsi dalam opini publik (McQuail, 1996: 55),

yaitu:

1. Fungsi Informasi

Media menjadi fasilitas untuk mendiseminasikan pernyataan sumber yang

dapat menjadi opini publik.

2. Fungsi mediasi

Media menempatkan diri sebagai penghubung antara realitas sosial yang

obyektif dengan pengalaman pribadi seseorang. Media dimanfaatkan

untuk membentuk opini publik yang berlandaskan fakta empiris di tengah

masyarakat.

3. Fungsi Amplifikasi

Media dijadikan sarana untuk memperkuat pernyataan yang dilontarkan

seseorang untuk berubah menjadi pendapat umum yang berkembang.

4. Media merupakan instrumen strategis yang tidak dapat dilepaskan dalam

public opinion processing.

2.1.5.3 Kelebihan Media Massa Dalam Pembentukan Opini Publik

Kelebihan media massa dalam proses pembentukan opini public

(McQuail, 1996: 51) antara lain :

1. Media massa mampu menjangkau lebih banyak orang dan wilayah

geografis yang lebih luas.

2. Format dan isi media selalu berhubungan dengan publik. Posisi media

sering menjadi public sphere.

3. Media sebagai juru bahasa yang menjelaskan dan memberi makna

terhadap suatu peristiwa yang menjadi public opinion.

4. Media massa bisa menjadi jaringan interaktif yang menghubungkan

(24)

2.2 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan kerangka berpikir yang bersifat teoritis serta

tersusun secara sistematis mengenai masalah yang diteliti (Adi, 2004 :29).

Sementara Suwardi Lubismengemukakan bahwa kerangka konsep merupakan

kemampuan peneliti menyusun konsep operasional peneliti yang bertitik tolak

pada kerangka teori dan tujuan penelitian. Dalam kerangka konsep harus bisa

menunjukkan sistematis variabel-variabel penelitian yang menunjukkan kerangka

operasional (Lubis, 1998 : 110-111).

Adapun konsep atau variabel yang terdapat di dalam penelitian ini adalah

Opini Masyarakat Desa Mulio Rejo, Sunggal, Deli Serdang Terhadap

Pemberitaan Kebijakan Pemerintah Mengenai Kasus Narkoba di Televisi. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut :

Media Massa

Televisi

Pemberitaan

Peran Media Massa Dalam Pembentukan Opini Publik

Fungsi Amplifikasi

(25)

2.3 Definisi Operasional

2.3.1 Operasionalisasi Variabel

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dibentuk operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian

dalam penelitian sebagai berikut:

Tabel 2

Operasional Variabel

Variabel Penelitian Indikator

Fungsi Media Massa Dalam

Pembentukan Opini Publik

1.Fungsi Informasi

2.Fungsi Mediasi

3.Fungsi Amplifikasi

Karakteristik Responden 1.Jenis Kelamin

2.Usia

3.Pendidikan

4.Pekerjaan

2.3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal

yang didefinisikan yang dapat diamati. Adapun yang menjadi definisi operasional

dalam penelitian ini adalah:

1. Fungsi Media Massa Dalam Pembentukan Opini Masyarakat :

a. Fungsi informasi, yaitu fungsi media televisi sebagai fasilitas untuk

menyebarluaskan berita mengenai kebijakan pemerintah menghukum

mati pengedar narkoba, yang kemudian menimbulkan opini publik.

b. Fungsi mediasi, yaitu fungsi televisi sebagai media penghubung antara

kebijakan pemerintah menghukum mati pengedar narkoba dengan

(26)

menjadi sarana pembentukan opini publik yang berlandaskan fakta

empiris di tengah masyarakat.

c. Fungsi amplifikasi, yaitu fungsi televisi untuk memperkuat pernyataan

yang disampaikan seorang sumber, terkait kebijakan pemerintah

menghukum mati pengedar narkoba, yang kemudian berkembang

menjadi pendapat umum.

2. Karakteristik Responden:

a. Jenis Kelamin, yaitu jenis kelamin dari responden laki-laki atau

perempuan

b. Usia, yaitu umur atau usia dari responden.

c. Pendidikan, yaitu tingkat pendidikan terakhir responden.

d. Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan dari responden.

e. Penghasilan, yaitu besar pendapatan responden dari pekerjaan yang

Gambar

Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Segala upaya telah dilakukan pemerintah guna mencegah serta memberantas tindak pidana korupsi baik dengan pembentukan serta pembaharuan Undang-undang dari segala aspek,

Peraturan daerah No.13 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah akan dijelaskan di dalam penelitian ini dimulai dari penjelasan mengenai latar belakang. peraturan daerah

Dalam matematika, khususnya dalam teori ring non-komutatif, aljabar modern, dan teori modul, Teorema Jacobson Density adalah teorema yang dikonsentrasikan dalam pembahasan

Hasil uji statistik dengan Wilcoxon pada kelompok eksperimen didapatkan hasil nilai signifikan p=0,02 (p<0,05), maka terdapat perbedaan kemampuan bersosialisasi

Langkah-langkah yang harus kita lakukan untuk menyajikan informasi yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dapat disebut sebagai

Auto Daya Keisindo sering adanya kesalahan input data dan adanya kecurangan dari pihak sales yang memalsukan PO atau SPK yang mengakibatkan pengendalian intern penjualan

Dari hasil perhitungan menggunakan metode transportasi dengan dua alternatif yaitu tenaga kerja tetap dan tenaga kerja berubah, sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal

Hasil dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah siswa-siswi SMK YAPIM Siak Hulu bisa membuat video konten dengan Software Camtasia dan mampu mengunggahnya ke Fanpage