BAB II
ASPEK HISTORIS DAN YURIDIS HAK ASASI MANUSIA
A. Definisi dan Sejarah Hak Asasi Manusia
Secara etimologis, Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan terjemahan dari
“droits de l’home” dalam bahasa Perancis, dan menselijke rechten dalam bahasa
Belanda. Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam bahasa inggris dikenal dengan
empat istilah yaitu (a) human rights; (b) fundamental rights; (c) citizens’ rights;
dan (d) collective rights. Human rights dianggap sebagai terminologi yang paling
memadai dan paling komprehensif dan terminologi ini dapat menampung aspek
internasional dan aspek nasional dari Hak Asasi Manusia.24
Awalnya istilah Hak Asasi Manusia (HAM) berasal dari kata “natural
rights” (hak alamiah) yang biasa digunakan pada masa pencerahan
(enlightenment). Istilah ini kemudian mendapat penolakan karena konsepsinya
yang menyatakan bahwa hak ini tidak perlu mendapat pengakuan dari pemerintah
atau hukum. Istilah “natural rights” lantas digantikan dengan istilah “the rights
of man”. Istilah ini juga dinilai tidak tepat karena bisa menimbulkan persepsi
diskriminasi gender terkait dengan arti dari kata “man” (manusia / pria). Istilah
“human rights” (Hak Asasi Manusia / HAM) digunakan oleh Eleanor Roosevelt
24
(anggota Komisi HAM PBB) ketika ia membantu pembuatan rancangan Deklarasi
Hak Asasi Manusia PBB. Istilah terakhir ini dipergunakan hingga kini.25
Human rights sendiri diturunkan dari konsep natural rights, yaitu hak yang
ditempatkan Tuhan dalam diri setiap manusia. Merujuk padanatural rights
berlaku prinsip “setiap manusia sama di hadapan Tuhan”. Wataknya yang religius
ini berubah menjadi sekuler dalam human rights yang mengenal prinsip “setiap
manusia sama di hadapan hukum.”26 Sedangkan terminologi fundamental rights
disebut demikian karena dia menjadi dasar dari semua hukum yang lebih rendah.
Fundamental rights hanya lebih mengacu pada aspek nasional.27
25
Jelly Leviza, 2014, Bahan Kuliah Hukum dan HAM, Universitas Sumatera Utara, Medan, hlm. 16
26
Marianus Kleden, 2008, Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Komunal, Lamalera, Yogyakarta, hlm. 69.
27
Eko Riyadi, op.cit.
Istilah citizens’
rights diketemukan di dalam Declaration des droits de l’Homme et du Citoyen
tahun 1789 di Prancis. Penyebutan citizens’ rights masih dianggap memungkinkan
sepanjang hak yang dimaksud adalah seperti kebebasan berbicara, berorganisasi
dan berkumpul, termasuk kebebasan untuk bergerak melewati batas negara. Hari
ini, hanya tinggal sedikit dari hak-hak politik yang bisa disebut sebagai citizens’
rights seperti hak untuk memilih dan dipilih. Terminologi yang keempat adalah
collective rights yang diketemukan dalam African Charter on Human and
Peoples’ Rights tahun 1981. Piagam ini memberikan pembedaan yang cukup
tegas antara individual rights dan collective rights. Di antara empat terminologi
‘Hak Asasi Manusia’ dianggap sebagai terminologi yang paling komprehensif dan
memadai serta dalam praktik paling banyak digunakan.28
Tidaklah mudah untuk menemukan definisi yang mendetail mengenai Hak
Asasi Manusia di dalam instrumen internasional dan buku-buku internasional.
Instrumen dan buku tersebut biasanya hanya memberikan karakter, prinsip dan
bagaimana memahami Hak Asasi Manusia. Rhona K.M. Smith mengutip Vienna
Declaration and Programme of Action 1993 untuk mengkerangka Hak Asasi
Manusia, yaitu “Human rights and fundamental freedoms are the birthright of all
human being; their protection and promotion is the first responsibility of
government”.29 Sedangkan R. Kirk memberi definisi “human rights as signifying
all privileges and immunities prossessed by human beings in a civil social
order.”30
Instrumen internasional Hak Asasi Manusia juga tidak memberikan definisi
detail tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
misalnya secara langsung menyebutkan dalam Pasal 1 yaitu “All human being are
born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and
conscience and should act toward one another in a spirit of brotherhood” (Semua
orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain
dalam semangat persaudaraan).31
28Ibid.
29
Rhona K. M. Smith, 2014, Textbook on International Human Rights, sixth edition, oxford university press, Oxford, New York, hlm. 1.
30
A. Masyhur Effendi, 1980, Tempat Hak-Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional / Nasional, Alumni, Bandung, hlm. 20.
31
Adapun pengertian Hak Asasi Manusia menurut Darji Darmodiharjo adalah
hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa.32 Hak asasi ini menjadi dasar dari hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang lain. A. Masyhur Effendi menyatakan Hak Asasi
Manusia adalah hak milik bersama umat manusia yang diberikan oleh Tuhan
untuk selama hidup.33
32
A. Masyhur Effendi, op.cit.
33Ibid.
Hak Asasi Manusia adalah hak yang diberikan Tuhan atau
manifestasi hak istimewa manusia, sehingga harus berada pada manusia. Hak
Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia
manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh
masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan
martabatnya sebagai manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir
dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang
berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari
hak-hak tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut
(inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh
seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti
menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata
lain, hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani. Dari pengertian di
atas kemudan lahirlah paham persamaan kedudukan dan hak antara umat manusia
manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan jenis
kelamin, ketidaksempurnaan fisik, ras suku, agama dan status sosial.34
34
Udiyo Basuki, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia:Studi Ratifikasi Konvensi Hak-hak Disabilitas (Convention on The Rights of Persons with Disabilities)”, didownload dari
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (HAM) disebutkan mengenai pengertian Hak Asasi Manusia,
bahwa :
“Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan
merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Berdasarkan bunyi undang-undang tersebut ditegaskan bahwa adanya
kewajiban dari setiap individu untuk menghormati hak asasi orang lain.
Kewajiban tersebut dengan tegas dituangkan dalam undang-undang sebagai
seperangkat kewajiban sehingga apabila tidak dilaksanakan maka tidak mungkin
akan terlaksana dan tegaknya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
Undang-undang ini memandang kewajiban dasar manusia merupakan sisi lain dari Hak
Asasi Manusia. Tanpa menjalankan kewajiban dasar manusia, adalah tidak
mungkin terlaksana dan tegaknya Hak Asasi Manusia, sehingga dalam
pelaksanaannya, hak asasi seseorang harus dibatasi oleh kewajiban untuk
menghormati hak asasi orang lain.
Persoalan yang kemudian timbul ialah manusia sebagai makhluk sosial dan
politik (zoon politicon / man is a social and political being) hidup dalam satu
masyarakat dan negara, membawa konsekuensi lebih lanjut tentang adanya satu
golongan manusia yang disebut pemimpin / penguasa, dan golongan lain yang
disebut rakyat. Kemudian timbul persoalan tentang Hak Asasi Manusia,
lebih-lebih bagi penguasa dengan legalitas hukum yang dimiliki, menafsirkan Hak
Asasi Manusia secara subyektif.35
Sejarah pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana disebut
terdahulu bersumber dari teori hak alamiah (natural rights theory). Teori alamiah
mengenai hak itu bermula dari teori hukum alamiah (natural law theory). Dalam
perkembangannya melawan kekuasaan muncul Gerakan pembaharuan
(Renaissance) yang mengharapkan kembali kebudayaan Yunani dan Romawi
yang menghormati orang perorang. Gerakan pembaharuan diteruskan oleh aliran
hukum alam yang dipelopori oleh Thomas Aquinas.Dalam teori hukum
alamiahnya, Thomas Aquinas berpijak pada pandangan thomistik yang
mempotulasi hukum alamiah sebagai bagian dari hukum Tuhan yang sempurna
dan dapat diketahui melalui penggunaan nalar manusia.
Hal ini menimbulkan reaksi masyarakat yang
kemudian berkembang, dan menjadi awal pemikiran mengenai Hak Asasi
Manusia.
kekuasaan Raja saja yang dibatasi oleh aturan-aturan ilahi, tetapi semua manusia
dianugerahi identitas indvidual yang unik; yang terpisah dari negara di mana ia
36
Diakses dar
memiliki hak alamiah yang menyatakan bahwa setiap individu adalah makhluk
otonom.37
Hugo de Groot, yang merupakan seorang ahli hukum Belanda yang
dinobatkan sebagai “Bapak Hukum Internasional”, atau yang lebih dikenal dengan
nama Latinnya, Grotius, mengembangkan lebih lanjut teori hukum alam Aquinas
dengan memutus asal-usulnya yang teistik dan membuatnya menjadi produk
pemikiran sekuler yang rasional. Perkembangan selanjutnya, salah seorang kaum
terpelajar pasca-Renaisans, John Locke, mengajukan pemikiran mengenai teori
hak-hak alamiah. Gagasan Locke mengenai hak-hak alamiah inilah yang
melandasi munculnya revolusi hak dalam revolusi yang terjadi di Inggris,
Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18.38
a. Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215. Magna Charta yang
memiliki 63 pasal, lahir sebagai bentuk protes keras dari kalangan
bangsawan kepada Raja Jhon Lackland (1199-1216), yang memberikan
jaminan perlindungan hak-hak bagi kaum bangsawan dan kalangan
gereja.
Hak Asasi Manusia (HAM) di Inggris dapat dilihat dari adanya berbagai
dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan, yaitu:
39
Isi dari Magna Charta adalah sebagai berikut :
37
Retno Kusniati, “Sejarah Perlindungan Hak Hak Asasi Manusia dalam Kaitannya dengan Konsepsi Negara Hukum”, didownload dari
15.30, hlm. 5
38Op.cit. 39
- Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan,
hak, dan kebebasan Gereja Inggris.
- Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk
memberikan hak-hak sebagai berikut :
- Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati
hak-hak penduduk.
- Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti
dan saksi yang sah.
- Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap,
dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan
hukum sebagai dasar tindakannya.
- Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur
ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
b. Petition of Rights, berisi petisi yang diajukan oleh para bangsawan kepada
raja di depan parlemen pada tahun 1628. Petisi Hak tersebut mengatur
bahwa penetapan pajak dan hak-hak istimewa harus seizin parlemen, tidak
ada orang yang boleh ditangkap tanpa tuduhan yang sah.40
d. Glorius Revolutionmenghasilkan Bill of Rights yang ditandatangani oleh
Raja Willem III pada tahun 1689. Saat itu kekuasaan kerajaan beralih ke
parlemen. Bill of rights memuat tentang penetapan pajak, pembuatan
40
undang-undang dan tentara harus seizin parlemen; parlemen berhak
mengubah keputusan raja dan pemilihan parlemen berlaku bebas.41
Perkembangan usaha perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di
Amerika Serikat dimulai dengan adanya United States’ Declaration of
Independence pada 1776 yang disusun Thomas Jefferson, yang menandai
kemerdekaan Amerika Serikat. Deklarasi kemerdekaan ini diumumkan secara
aklamasi oleh 13 negara bagian, yang secara garis besar berisi asas pengakuan
persamaan manusia, dengan alasan Tuhan telah menciptakan manusia dengan
hak-hak tertentu yang tidak dapat dirampas, antara lain: hak untuk hidup(rights of
life), hak kebebasan(liberty), dan hak untuk mengejar kebahagiaan (the pursuit of
Happiness).42
“We hold these truths to be self-evident, that all men are created
equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable
Rights, that among these are Life, Liberty and the pursuit of Happiness.” Berikut adalah kutipan dari United States’ Declaration of
Independence :
43
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika
sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan Hak-Hak Asasi Manusia
dalam konstitusinya. Thomas Paine mengatakan bahwa Revolusi Amerika ini
bukanlah semata untuk bangsa Amerika Serikat sendiri, melainkan senantiasa
41
Ibid.
42
Woro Winandi, Modul Hukum HAM dan Demokrasi, didownload dari http://worowinandi.dosen.narotama.ac.id/bahan-ajar/ , pada 03 Maret 2015 pukul 21.00, hlm. 12.
43
Wikipedia, United States Declaration of Independence, diakses dari
untuk seluruh umat manusia.44
Hak-hak tersebut lebih lanjut dikodifikasi dalam
diperluas dari masa ke masa untuk dapat diterapkan secara menyeluruh melalui
putusan yudisial dan undang-undang, serta mencerminkan norma-norma
masyarakat yang terus berkembang, dimana Bill of Rights mengartikulasikan
berbagai hak untuk dinikmati oleh semua warga negara termasuk kebebasan dan
kesetaraan. Bill of Rights memuat tentang kebebasan beragama (Amandemen I),
berbagai persyaratan yang berkaitan dengan proses hukum dan hak atas
pengadilan yang adil (Amandemen V, VI, VII, VIII), dan kebebasan pribadi dan
harta benda (Amandemen IV).45
Pada tahun 1789 di Perancis, dikeluarkan pernyataan tentang hak-hak
manusia dan warga negara (Declaration des droits de L’homme et du citoyen) Hal ini juga disampaikan oleh Presiden Amerika,
Presiden Flanklin D. Roosevelt, dalam amanat yang diucapkannya di depan
Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941, yang dikenal sebagai Four
Freedom, yaitu :
- Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech
and expression).
- Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya (freedom of religion).
- Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
- Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
44
H.J. Morgenthau, 2010, “Politik Antar Bangsa”, hlm.296.
45
atau. Deklarasi Perancis ini terinspirasi dari United States’ Declaration of
Independence.46Deklarasi yang dicetuskan pada awal Revolusi Prancis ini,
merupakan bentuk perlawanan terhadap kekuasaan lama yang sewenang-wenang
di bawah kepemimpinan Jenderal Lafayette yang terkenal dengan simbol Liberte
(Kemerdekaan), Egalite (persamaan) dan Fraternite (persaudaraan), yang berkuasa
secara absolut. Naskah The French Declaration of The Rights of Manini dimulai
dengan pernyataan bahwa “Manusia yang lahir adalah merdeka dan setara dalam
hak asasinya”.47
”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan
masalah-masalah internasional dibidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan,
dan menggalakan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia
dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis
kelamin, bahasa atau agama …”
Deklarasi ini bertujuan untuk menjamin Hak Asasi Manusia yang
tercantum dalam konstitusi. Sejarah perjuangan Hak Asasi Manusia terus
berlanjut hingga abad ke 20 dengan lahirnya The Universal Declarations of
Human Rights.
B. Hak Asasi Manusia dalam The Universal Declarations of Human Rights
1948 (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia-DUHAM 1948)
Dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), komitmen untuk
memenuhi, melindungi HAM serta menghormati kebebasan pokok manusia
secara universal ditegaskan secara berulang-ulang, diantaranya dalam Pasal 1 (3):
46Ibid.
Komitmen ini kemudian ditindaklanjuti oleh PBB melalui pembentukan
instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, yaitu: Universal Declaration
of Human Rights (Resolution 217 A (III), 1948), International Convenant on
Economic, Social, and Cultural Rights1966 (Resolution 2200 A (XXI), 1966),
International Covenant on Civil and Political Rights1966 (Resolution 2200 A
(XXI), 1966), The Convention on The Elemination of All Forms of Discrimination
Against Women (Resolution 34/180, 1981), dan The Convention on The Rights of
The Child (Resolution 44/25, 1989).
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) mengumumkan The
Universal Declarations of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia / DUHAM) pada 10 Desember 1948 yang terdiri dari 30 (tiga puluh)
pasal dan ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Javier Perez de Cuellar.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) ini diumumkan sebagai suatu
standar pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara.
Hak-hak yang disuarakannya disebarkan lewat pengajaran dan pendidikan, serta
lewat langkah-langkah progresif, secara nasional dan internasional, guna
menjamin pengakuan dan kepatuhan yang bersifat universal dan efektif
terhadapnya.48
DUHAM 1948, sebagai instrumen induk,dijabarkan dalam dua instrumen
pokok, yakni, masing-masing,Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,
Sosial, danBudaya/KIHESB (International Convenant on Economic, Social, and
48
Cultural Rights/ ICESCR) tahun1966 danKovenan Internasional tentang Hak Sipil
dan Politik/KIHSP(International Covenant on Civil and Political
Rights/ICCPR)pada 1966. Kedua kovenan ini dirancang oleh Komisi Hak
AsasiManusia, badan bawahan Dewan Ekonomi dan Sosial namunpengukuhan
dan penerimaannya dilakukan oleh MajelisUmum PBB.49
Awalnya, DUHAM ditetapkan sebagai norma yang tidak mengikat, atau
hanya sebagai common standard of achievement, tetapi lambat laun berkembang
menjadi “hukum adat” internasional.50
J. G Starke menyatakan bahwa deklarasi ini sesungguhnya merupakan tahap
pertama dari tiga tahap program yang dirancang untuk menjadi sebuah
International Bill of Rights yang didasarkan atas kewajiban-kewajiban yang
mengikat negara-negara secara universal dan diperkuat dengan perangkat kerja
dewan dan administrasi yang efektif
Kedudukan DUHAM sebagai common
standard of achievement ditegaskan dalam considerans deklarasi, di antaranya
menyebutkan bahwa “deklarasi diproklamirkan sebagai suatu dasar pelaksanaan
umum bagi semua bangsa dan semua negara dengan tujuan agar setiap orang dan
setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa .. berusaha .. mempertinggi
penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan...”
51
49
Eko Riyadi, at.al., op.cit., hlm. 47.
50
A.Gunawan Setiardja, 1993, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 85.
51
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional,
. Tiga tahapan tersebut adalah:
a. Sebuah deklarasi yang menetapkan bermacam-macam hak manusia
b. Serangkaian ketentuan covenant yang mengikat negara-negara untuk
menghormati hak-hak yang telah ditetapkan tersebut, dan
c. Langkah-langkah dan perangkat kerja untuk pelaksanaannya.
Dua puluh satu pasal pertama dalam deklarasi ini menampilkan hak-hak
yang sama dengan yang terdapat dalam Bill of Rights yang termakhtub di dalam
Konstitusi Amerika Serikat sebagaimana yang telah diperbarui saat ini. Hak-hak
sipil dan politik ini meliputi hak asasi atas perlindungan yang sama dan tidak
pandang bulu, perlindungan hukum dalam proses peradilan, privasi dan integritas
pribadi, serta partisipasi politik. Namun pasal 22 sampai dengan pasal 27
menciptakan kebiasaan baru, dimana pasal-pasal ini mengemukakan hak atas
tunjangan ekonomi dan sosial seperti jaminan sosial, suatu standar bagi ke
hidupan yang layak, dan pendidikan. Hak-hak ini menegaskan bahwa
sesungguhnya semua orang mempunyai hak atas pelayanan-pelayanan
kesejahteraan dari negara.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) ini mengandung makna
ganda, baik ke luar (antar negara-bangsa) maupun ke dalam (intra negara-bangsa),
berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negaranya masing-masing.
Makna keluar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antarnegara, agar tidak
terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan
nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa
masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintahnya.52
Bagi anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), saat ini DUHAM
bersifat mengikat, sebab sudah menjadi ius cogens. Dengan demikian, setiap
pelanggaran atau penyimpangan dari DUHAM di suatu negara anggota PBB,
bukan semata-mata menjadi masala intern rakyat dari negara yang bersangkutan,
melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara
anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah
pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau
lembaga-lembaga HAM internasional lainnya untuk mengutuk, bahkan menjatuhkan sanksi
internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.53
Manfred Nowak menyebut bahwa prinsip Hak Asasi Manusia ada empat,
yaitu universal (universality), tak terbagi (indivisibility), saling bergantung
(interdependent), dan saling terkait (interrelated). Rhona K. M. Smith
menambahkan prinsip lainnya, yaitu kesetaraan (equality) dan non-diskriminasi
(non-discrimination). Beberapa kalangan menyebutkan bahwa prinsip tak terbagi
(indivisibility), saling bergantung (interdependent), dan saling terkait
(interrelated) merupakan prinsip turunan dari prinsip universal (universality).
C. Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia (HAM)
54
52
M. Afif Hasbullah, 2005, Politik Hukum Ratifikasi Konvensi HAM di Indonesia, UNISDA Lamongan dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 36
53
Ibid., hlm. 37
54
Prinsip tak terbagi (indivisibility) dimaknai dengan “semua Hak Asasi
Manusia adalah sama-sama penting dan oleh karenanya tidak diperbolehkan
mengeluarkan hak-hak tertentu atau kategori hak tertentu dari bagiannya.” Prinsip
universal (universality) dan prinsip tak terbagi (indivisibility) dianggap sebagai
“dua prinsip kudus / suci paling penting” (the most important sacred principle).
Dua-duanya menjadi slogan utama dalam ulang tahun Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (DUHAM) yang kelima puluh, yaitu semua Hak Asasi Manusia
untuk semua manusia (all human rights for all). Juga ditegaskan dalam pasal 5
Deklarasi Wina tentang Program Aksi yang berbunyi “semua Hak Asasi Manusia
adalah universal, tak terbagi, saling bergantung, saling terkait (all human rights
are universal, indivisibile, interdependent and interrelated).
Kesetaraan (equality) dianggap sebagai prinsip Hak Asasi Manusia yang
sangat fundamental. Kesetaraan dimaknai sebagai perlakuan yang setara, dimana
pada situasi yang sama harus diperlakukan sama, dan dimana pada situasi berbeda
-- dengan sedikit perdebatan—diperlakukan secara berbeda. Kesetaraan juga
dianggap sebagai prasyarat mutlak dalam negara demokrasi. Kesetaraan di depan
hukum, kesetaraan kesempatan, kesetaraan akses dalam pendidikan, kesetaraan
dalam mengakses peradilan yang fair dan lain-lain, merupakan hal penting dalam
Hak Asasi Manusia. Diskriminasi terjadi ketika setiap orang diperlakukan atau
memiliki kesempatan yang tidak setara seperti inequality before the law,
inequality of treatment, inequality or education opportunity dan lain-lain.
Diskriminasi kemudian dimaknai sebagai a situation is discriminatory of inequal
(sebuah situasi dikatakan diskriminatif atau tidak setara jika situasi sama
diperlakukan secara berbeda dan/atau situasi berbeda diperlakukan sama).
Prinsip non-diskriminasi kemudian menjadi sangat penting dalam Hak Asasi
Manusia. Diskriminasi memiliki dua bentuk, yaitu:
a. Diskriminasi langsung, yaitu ketika seseorang, baik langsung maupun
tidak langsung diperlakukan secara berbeda daripada lainnya
b. Diskriminasi tidak langsung, yaitu ketika dampak praktis dari hukum
dan/.atau kebijakan merupakan bentuk diskriminasi walaupun hal itu
tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi.
Pemahaman diskriminasi kemudian meluas dengan dimunculkannya
indikator diskriminasi yaitu berbasis pada ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, pendapat politik atau opini lainnya, nasionalitas atau kebangsaan,
kepemilikan atas suatu benda, status kelahiran atau status lainnya. Namun
demikian, perkembangan gagasan Hak Asasi Manusia memunculkan terminologi
baru, yaitu diskriminasi positif (affirmative action). Diskriminasi positif dimaknai
sebagai memperlakukan orang secara sama padahal situasinya berbeda dengan
alasan positif. Hal ini diperlukan agar perbedaan yang mereka alami tidak terus
menerus terjadi. Tindakan afirmatif ini membolehkan negara memperlakukan
secara lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili, seperti adanya kuota
30 persen keterwakilan perempuan di parlemen sebagaimana diatur di dalam
undang-undang pemilihan umum atau penerimaan perempuan di dunia kerja
kualifikasi dan pengalaman yang sama kemudian melamar pekerjaan yang sama,
maka perusahaan atau negara diizinkan untuk menerima si perempuan hanya
dengan alasan karena lebih banyak laki-laki yang melamar pekerjaan tersebut dan
secara umum laki-laki telah banyak bekerja dibanding perempuan.55
Pada tanggal 10 Desember 1948, Sidang Umum PBB mengadopsi Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). DUHAM 1948 ini memang bukan
instrumen yuridis. Namun, DUHAM 1948 itu sendiri atau ketentuan-ketentuan
tertentunya, menjadi landasan dibuatnya instrumeninternasional Hak Asasi
Manusia lain, baik yang tidak mengikat secara hukum maupun yang mengikat
secara hukum yang menyangkut tema Hak Asasi Manusia atau kelompok
pemangku Hak Asasi Manusia tertentu serta dirujuk oleh instrumen-instrumen
regional Hak Asasi Manusia, peraturan perundang-undangan nasional negara
mengenai atau yang berkenaan dengan Hak Asasi Manusia. Karena penerimaan
universal ini maka memang layaklah pendapat yang menyatakan bahwa DUHAM
1948 sudah menjadi hukum kebiasaan internasional (customary international
law).
D. Pengaturan HAM Secara Universal dalam Deklarasi Universal HAM (DUHAM) Tahun 1948 dan Relevansinya dengan CRPD
56
Instrumen-instrumen international Hak AsasiManusia lain yang mengikat
secara hukum yang menjabarkansecara langsung ketentuan tertentu yang termuat
dalamDUHAM 1948 dan menjadikannya norma-norma hukuminternasional
55
Ibid., hlm. 17.
56
adalah Konvensi mengenai Status Pengungsi,1951; Konvensi tentang Hak Politik
Perempuan, 1952;Konvensi tentang Status Orang Tanpa Kewarganegaraan,
1954(pembuatannya diprakarsai oleh Dewan Ekonomi dan Sosial);Konvensi
tentang Pengurangan Nirkewarganegaraan, 1954;dan Konvensi tentang
Kewarganegaraan Perempuan Kawin,1957.
Terdapat kritik akan pernyataan Dagener dan Quinn bahwa DUHAM tidak
memberi perhatian kepada penyandang disabilitas; bahwa penyandang disabilitas
tidak dimasukkan ke dalam kelompok tersendiri yang rentan terhadap pelanggaran
Hak Asasi Manusia.Akan tetapi, Sidang Umum PBB ini sejak awal telah
memproklamirkan bahwa Deklarasi “sebagai standar bersama untuk pencapaian
bagi semua umat manusia...” Selain itu, terdapat instrumen-instrumen
international Hak AsasiManusia yang mengikat secara hukum yang
menjabarkansecara langsung ketentuan tertentu yang termuat dalamDUHAM
1948dan menjadikannya norma-norma hukum internasional. Contohnya adalah
Konvensi mengenai Status Pengungsi,1951; Konvensi tentang Hak Politik
Perempuan, 1952;Konvensi tentang Status Orang Tanpa Kewarganegaraan,
1954(pembuatannya diprakarsai oleh Dewan Ekonomi dan Sosial);Konvensi
tentang Pengurangan Nirkewarganegaraan, 1954;dan Konvensi tentang
Kewarganegaraan Perempuan Kawin,1957.
Terdapat juga instrumen-instrumen internasional Hak Asasi Manusiayang
mengikat secara hukum yang merupakan penjabaran,pengembangan, dan
pengukuhan secara hukum deklarasiyang dikeluarkan sebelumnya
DUHAM 1948), antara lain : Konvensi tentang Hak Anak, 1989 (berasal
dariDeklarasi tentang Hak Anak, 1959); Konvensi Internasionaltentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965(berasal dari Deklarasi
tentang Penghapusan Segala BentukDiskriminasi Rasial, 1963); Konvensi tentang
PenghapusanSegala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 1979 (berasaldari
Deklarasi tentang Penghapusan Diskriminasi terhadapPerempuan, 1967); dan
Konvensi tentang Hak PenyandangDisabilitas, 2006 (berasal dari Deklarasi
tentang Hak OrangCacat, 1975). 57
Hak-hak yang terkandung dalam DUHAM yang diadopsi di dalam
pasal-pasal yang terdapat dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas
Pasal 1 DUHAM 1948 menyatakan bahwa “Semua manusia terlahir dalam
keadaan bebas dan setara dalam martabat dan hak-hak...”Pasal 2 menyatakan
bahwa “Setiap orang berhak atas semua hak-hak dan kebebasan yang dinyatakan
didalam Deklarasi, tanpa adanya pembedaan dalam bentuk apapun seperti ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa,agama, pendapat politik dan lainnya,
kewarganegaraan atau asal usul sosial, properti, kelahiran atau status lainnya”.
Tidak perlu diragukan bahwa penyandang disabilitas telah tercakup di dalam
Deklarasi ini,walau tidak disebutkan secara khusus.
58
1. Hak untuk hidup
, yaitu :
Hak untuk hidup merupakan hak mutlak setiap orang dan termasuk dalam
kategori non-derogable rights yaitu hak yang tidak dapat dikurangi. Dalam
pasal 3 DUHAM disebutkan bahwa :
57
Ibid., hlm. 47-48.
58
Center for Reproductive Rights, 2009, “Reproductive Rights are Human Rights”, New
“Everyone has the right to life...”
(Setiap orang memiliki hak untuk hidup)
Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas juga menyebutkan mengenai
hak untuk hidup, yang dapat dilihat dalam pasal 10:
“States Parties reaffirm that every human being has the
inherent right to lifeand shall take all necessary measures to ensureits effective enjoyment by persons with disabilities on an equal basiswith others.”
(Negara-Negara pihak menegaskan kembali bahwa setiap manusia memiliki hak yang melekat untuk hidup dan wajib mengambil seluruh langkah yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan secara efektif oleh penyandang disabilitas atas dasar kesamaan dengan manusia lain).
Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, maka jelaslah bahwa hak untuk
hidup yang merupakan hak mutlak yang dimiliki oleh setiap orang, diakui
dan dilindungi baik dalam DUHAM juga dalam Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas.
2. Hak atas Kebebasan dan Keamanan
Pasal 3 DUHAM menyatakan bahwa :
“Everyone has the right to . . . liberty and security of person.”
(Setiap orang memiliki hak untuk.. kebebasan dan keamanan
pribadi)
Pasal 14 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan :
arbitrarily, and that any deprivation of liberty is in conformity with the law, and that the existence of a disability shall in no case justify a deprivation of liberty.”
(Negara-Negara Pihak wajib menjamin penyandang disabilitas, atas dasar kesamaan dengan yang lain : 1) Menikmati hak atas kebebasan dan keamanan; 2) Tidak dicabut kebebasannya tanpa alasan hukum atau secara sepihak, dan bahwa setiap pencabutan kebebasan adalah selaras dengan hukum, dan bahwa adanya disabilitas tidak menjadi alasan pembenaran bagi pencabutan kebebasan)
Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, maka jelaslah bahwa hak atas
kebebasan dan keamanan pribadi diakui dan dilindungi baik dalam
DUHAM juga dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
3. Hak Atas KesehatanTermasuk dalam Bidang Kesehatan Seksual dan
Reproduksi
Pasal 25 DUHAM menyatakan :
“Everyone has the right to a standard of living adequate forthe
health and well-being of himself and of his family.”
(Setiap orang memiliki hak atas tingkat kehidupan yang memadai
bagi kesehatan dan kesejahteraannya sendiri dan keluarganya)
Pasal 25 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan :
“States Parties recognize that persons with disabilities have the right to the enjoyment of the highest attainable standard of health without discrimination on the basis of disability... In particular, States Parties shall: Provide persons with disabilities with the same range, quality and standard of free or affordable health care and programmes as provided to other persons, including in the area of sexual and reproductive health and population-based public health programmes...”
tersedia tanpa diskriminasi atas dasar disabilitas mereka... Secara khusus, negara-negara pihak wajib : menyediakan bagi penyandang disabilitas, program dan perawatan kesehatan gratis atau terjangkau, kualitas dan standar yang sama dengan orang lain, termasuk dalam bidang kesehatan seksual dan reproduksi serta program kesehatan publik berbasis populasi)
Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, jelas bahwa perlindungan atas
kesehatantermasuk dalam bidang kesehatan seksual dan reproduksi
dijamin baik dalam DUHAM, juga dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang
Disabilitas.
4. Hak untuk Menikah dan Kesetaraan dalam Pernikahan
Pasal 16 DUHAM menyatakan :
(1) “Men and women of full age, without any limitation due torace, nationality or religion, have the right to marry and to found a family. They are entitled to equal rights as to marriage, during marriage and at its dissolution. (2) Marriage shall be entered into only with the free and fullconsent of the intending spouses.”
(1. Laki-laki dan perempuan dewasa, tanpa ada pembatasan apapun berdasarkan ras, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam hal perkawinan, dalam masa perkawinan dan pada saat berakhirnya perkawinan.
2. Perkawinan hanya dapat dilakukan atas dasar kebebasan dan persetujuan penuh dari pihak yang hendak melangsungkan perkawinan)
Pasal 23 (1) Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan :
“States Parties shall take effective and appropriate measuresto eliminate discrimination against persons with disabilities in all mattersrelating to marriage, family, parenthood and relationships, on an equalbasis with others, so as to ensure... the right of all persons with disabilities who are of marriageable age to marry and to found a family onthe basis of free and full consent of the
(Negara-Negara Pihak harus mengambil kebijakan-kebijakan yang efektif dan sesuaiuntuk menghapuskan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dalam segala permasalahan terkait dengan perkawinan, keluarga, peran orang tua, dan hubungan pribadi, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, untuk menjamin:Diakuinya hak-hak setiap orang penyandang disabilitas yang sudah cukupumur untuk kawin dan membentuk keluarga berdasarkan persetujuan bebas dan penuh dari calon pasangannya)
Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, dinyatakan secara jelas bahwa hak
untuk menikah dan kesetaraan dalam pernikahan dijamin dan dilindungi
oleh DUHAM dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
5. Hak Atas Kesetaraan dan Non-Diskriminasi
Pasal 2 DUHAM menyatakan:
“Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status.”
(Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasiini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin,bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain)
Pasal 6 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan :
“States Parties recognize that women and girls with disabilities are subject to multiple discrimination, and in this regard shall takemeasures to ensure the full and equal enjoyment by them of all humanrights and fundamental freedoms.”
bagi mereka atas semua Hak Asasi Manusia dan kebebasan fundamental)
Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, hak atas kesetaraan dan
non-diskriminasi yang dimiliki oleh setiap orang, diakui dan dijamin baik
dalam DUHAM juga dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
6. Hak untuk Tidak Menjadi Sasaran Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan
Martabat Manusia
Pasal 5 DUHAM menyatakan :
“No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman
ordegrading treatment or punishment.Disability Rights
Convention”
(Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam,
diperlakukan atau dikukumsecara tidak manusiawi atau dihina)
Pasal 15 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan:
Article 15(1): No one shall be subjected to torture or to cruel, inhumanor degrading treatment or punishment. In particular, no one shall besubjected without his or her free consent to medical or scientificexperimentation.
2. Negara-Negara Pihak harus mengambil semua kebijakan peraturan perundang-undangan, administratif, yudisial atau kebijakan lainnya yang efektif guna mencegah penyandang disabilitas, berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya, menjadi korban dari penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia)
Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, jelas bahwa hak untuk tidak
menjadi sasaran penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia diakui dan
dilindungi baik dalam DUHAM juga dalam Konvensi Hak-Hak