• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Perubahan Pengurus Pada Anggaran Dasar Perseroan Berkenaan Dengan Pengelolaan Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Perubahan Pengurus Pada Anggaran Dasar Perseroan Berkenaan Dengan Pengelolaan Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Tidak ada seorangpun yang ingin menjalani kehidupan sebagai seorang

penyandang disabilitas. Namun data dari The World Health Organization (WHO) / Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan sekitar 15% dari populasi dunia (7

miliar orang) hidup dengan beberapa bentuk keterbatasan fisik. Perkiraan jumlah

penyandang disabilitas di seluruh dunia ini meningkat karena menuanya populasi

dunia dan penyebaran penyakit kronis yang cukup cepat, serta peningkatan dalam

metodologi yang digunakan untuk mengukur derajat ketidakmampuan fisik.1

Keterbatasan fisik yang dimiliki oleh penyandang disabilitas selain mempengaruhi

kehidupan sehari-hari sekitar 25 persen dari populasi dunia, juga menyebabkan

terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak para penyandang disabilitas dengan

berbagai cara di seluruh dunia ini.2

Penyandang disabilitas memiliki hak hidup serta kebebasan, yaitu

mendapat perlindungan, adil dan setara dengan hormat dan martabat yang sama

sebagai manusia pada umumnya. Konstitusi Indonesia menjamin akan hal ini

sebagaimana dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD

RI) Tahun 1945, yang berbunyi : "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya". Dimana hak untuk hidup merupakan

1

International Labour Office, 2006, Kaidah ILO tentang Pengelolaan Penyandang Cacat di Tempat Kerja, ILO Publication, Jakarta, hlm. 3.

2

(2)

hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup mutlak harus

dimiliki setiap orang, karena tanpa adanya hak untuk hidup, maka tidak ada

hak-hak asasi lainnya. Perlindungan hak-hak konstitusional penyandang disabilitas juga

dapat dilihat pada Pasal 28D dan Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia (UUD RI) Tahun 1945, berbunyi sebagai berikut :

Pasal 28 D :

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Pasal 28 H ayat (2) :

“Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk

memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan

dan keadilan. “

Selanjutnya, Indonesia membentuk Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, sebagai upaya peningkatan

kesejahteraan sosial penyandang cacat yang merupakan bagian masyarakat

Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama di

segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pasal 5 Undang-Undang Penyandang

Cacat menegaskan bahwa “Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan

kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”.

(3)

Pasal 41 Ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yang menyebutkan bahwa :

"Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil dan

anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus".

Begitu pula dengan Pasal 42 UU HAM yang berbunyi :

"Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental

berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus

atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan

martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan

berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara".

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penyandang cacat memiliki

kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara non disabilitas.

Penyandang disabilitas memiliki hak untuk hidup, dan mempertahankan

kehidupannya. Selain hak untuk hidup, apabila membicarakan isu-isu mengenai

hak asasi manusia, kita juga dapat menemukan bahwa manusia sebagai warga

negara memiliki hak sipil dan politik, serta memiliki hak ekonomi, sosial dan

budaya. Hak sipil dan politik dipandang sebagai hak-hak yang bersumber dari

martabat dan melekat pada setiap manusia yang dijamin dan dihormati

keberadaannya oleh negara agar manusia bebas menikmati hak-hak dan

(4)

tanggung jawab negara.3

Kesadaran akan pentingnya melindungi, dan memastikan agar semua

penyandang disabilitas menikmati hak-haknya secara utuh dan setara, dan untuk

menjunjung penghormatan atas martabat mereka, mendorong dikeluarkannya

Resolusi Nomor A/61/106 tentang Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CPRD) / Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas pada 13 Desember 2006 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini adalah

perjanjian Hak Asasi Manusia (HAM) pertama yang komprehensif dari abad

ke-21 dan merupakan Konvensi Hak Asasi Manusia (HAM) pertama yang terbuka

untuk penandatanganan oleh organisasi integrasi regional. Konvensi ini terdiri

dari 50 pasal dan Optional Protocol, dan mulai berlaku pada 3 Mei 2008 setelah Konvensi ini diratifikasi oleh 20 negara dan Optional Protocol ditandatangani oleh 10 negara.

Hak sipil dan politik meliputi meliputi : hak hidup, hak

bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi, hak bebas dari perbudakan

dan kerja paksa, hak atas kebebasan dan keamanan pribadi, hak atas kebebasan

bergerak dan berpindah, hak atas pengakuan dan perlakuan yang sama dihadapan

hukum, hak untuk bebas berfikir, berkeyakinan dan beragama, hak untuk bebas

berpendapat dan berekspresi, hak untuk berkumpul dan berserikat, dan hak untuk

turut serta dalam pemerintahan.

4

3

Indra Setiawan, “Mengenal Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik”, diakses dari Resolusi tersebut memuat hak-hak penyandang disabilitas dan

mengatur langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi tersebut.

4

(5)

Sebagai cerminan tanggung jawab Indonesia sebagai bagian dari masyarakat

dunia dalam memajukan dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) untuk

semua, tertutama pada penyandang disabilitas, dan agar dapat memenuhi tugas

negara yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD

RI) Tahun 1945 dalam melindungi dan memajukan kesejahteraan umum, maka

Pemerintah Indonesia pun menandatangani Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CPRD) / Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas pada 30 Maret 2007 di New York.5 Pada waktu menandatangani Konvensi

Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Indonesia menandatanganinya tanpa reservasi, akan

tetapi tidak Optional Protocol Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.6

Indonesia secara resmi telah menyampaikan instrumen ratifikasi Konvensi

Hak-hak Penyandang Disabilitas kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 30

November 2011. Penyampaian itu dilakukan setelah DPR RI dalam Rapat

Paripurna pada 18 Oktober 2011 yang menyetujui secara aklamasi RUU tentang

Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas menjadi Undang-Undang,

yaitu Undang Nomor 19 Tahun 2011. Dengan disahkannya

Undang-Undang tersebut, maka Indonesia menjadi negara ke-107 yang meratifikasi

Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas. Indonesia sebagai Negara Pihak dari

Konvensi akan memiliki kewajiban untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang

ada di dalam Konvensi, yaitu melakukan berbagai penyesuaian dalam penanganan

kelompok masyarakat disabilitas di berbagai bidang kehidupan. Hal ini mencakup

5

Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, 2013, Buku Informasi Lokakarya Nasional Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Dirham dan Kemenlu RI, Jakarta, Lamp. 2

6

(6)

antara lain penyediaan aksesibilitas dan perubahan pola pikir pada tingkat

pembuat kebijakan serta masyarakat umum guna mewujudkan lingkungan yang

inklusif bagi penyandang disabilitas.7

The Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD) / Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas ini selain merupakan

instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) pertama yang secara komprehensif

membicarakan dan memberikan perhatian pada kebutuhan penyandang disabilitas,

juga merupakan instrumen pembangunan. Upaya ini ditujukan untuk menjamin

aksesibilitas bagi penyandang disabilitas agar dapat berpartisipasi penuh dan

setara dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Aksesibilitas disini tidak

hanya dalam arti fisik, namun juga aksesibilitas yang terkait dengan peraturan

perundangan yang memberikan peluang yang sama bagi penyandang disabilitas

untuk berpartisipasi di semua sektor.8 Konvensi ini sebagai sebuah instrumen

kebijakan atau alat kebijakan (policy instrument) yang dapat dipakai pemerintah, yang bersifat lintas-disabilitas (cross-disability) dan lintas-sektoral ( cross-sectoral), yaitu penanganan dalam satu sektor sangat tergantung pada penanganan di sektor lain.9

7

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “RI Ratifikasi Konvensi Hak-Hak

Penyandang Disabilitas”, diakses dari http://www.kemlu.go.id/songkhla/Pages/News.aspx?IDP=5222&l=id, pada 19 Februari 2015

pukul 20.25

Maka sebagai konsekuensinya, Indonesia wajib melaksanakannya

8

Persatuan Tuna Netra Indonesia, “Komitmen Pemerintah untuk Sosialisasi dan Monitoring Konvensi tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas di Indonesia”, diakses dari

9

Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, op.cit. 9

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, “Menko Kesra: Roh Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas adalah Merubah Paradigma”, diakses dari

(7)

secara bertahap yang dalam terminologi HAM dikenal dengan progress realization. 10

Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas memperkenalkan

paradigma baru dalam pemajuan dan perlindungan hak-hak penyandang

disabilitas, yaitu melihat penyandang disabilitas sebagai subyek penuh yang setara

dalam hak dasar dan kebebasan dasarnya, serta memiliki kapasitas penuh untuk

mengambil keputusan bagi dirinya sendiri, bukan sebagai individu atau kelompok

yang dalam kondisi sakit dan cacat yang hanya membutuhkan penyembuhan

medis dan bantuan kehidupan berupa santunan.11 Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa kata kunci dari Konvensi ini terutama adalah membangun masyarakat yang

inklusif, kemandirian penyandang disabilitas sebagai subyek penuh, dan

aksesibilitas bagi penyandang disabilitas untuk ikut serta dalam kehidupan sosial

dan bernegara secara penuh dan setara. Paradigma baru ini menuntut perombakan

cara penanganan isu mengenai penyandang disabilitas, penerapan pendekatan

komprehensif yang melibatkan semua sektor, serta peningkatan pemahaman dan

kesadaran masyarakat luas mengenai asas-asas yang menjadi pijakan bagi

penghormatan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas.12

Komitmen pemerintah Indonesia terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia

(HAM) khususnya penyandang disabilitas yang tertuang dalam regulasi hukum

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tersebut, tentu menjadi harapan besar

bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan pengakuan hukum, pelayanan

publik, keadilan, kesetaraan serta terbebas dari perlakuan diskriminasi. Walau

10

Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, op.cit.

12

(8)

pada kenyataannya, masih terdapat stigma atau persepsi negatif terhadap

penyandang disabilitas.13Fuller pada tahun 2010 dalam penelitian Dewi tahun

2012 menyebutkan, terdapat tiga kendala utama yang dihadapi penyandang

disabilitas saat berinteraksi dengan lingkungan sekitar, termasuk dengan

pekerjaan, yaitu prasangka komunitas, persepsi negatif, dan keterbatasan dana

perusahaan. Soal prasangka komunitas dan persepsi negatif, Looden dan Roesner

pada tahun 1991 dalam Macy tahun 1996 menyatakan, masyarakat cenderung

memunculkan stereotip bahwa keterbatasan fisik penyandang disabilitas

berbanding lurus dengan tingkat intelektualitas mereka. Masyarakat pun

seringkali memperlakukan rata-rata penyandang disabilitas layaknya seorang

abnormal yang kemudian menimbulkan persepsi bahwa penyandang disabilitas

tidak mampu mengatasi beban hidup mereka sendiri.14

Penemuan fakta juga menunjukkan bahwa perkembangan masyarakat

disabilitas banyak yang tertinggal, karena tidak terpenuhinya hak-hak mereka dan

terjadinya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas15

13

Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, op.cit., Lamp. 5

. Ini terbukti oleh masih

banyaknya pengalaman penyandang disabilitas, khususnya di daerah-daerah, yang

masih ditolak ketika mendaftar ke sekolah regular. Begitu pula di sektor lapangan

kerja, masih terdapat diskriminasi yang menolak penyandang disabilitas hanya

14

Meylisa Badriyani-Riani Rachmawati. “Diversity Program untuk Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas (Studi Eksploratif terhadap Perusahaan BSC Indonesia), diakses dari

15

Buku Informasi:Lokakarya Nasional Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, op.cit.

15Dimas Prasetyo Muharam, “

Akomodasi Kepentingan Penyandang Disabilitas sbg Agenda Prioritas Capres”, diakses dari

16

(9)

karena keterbatasanya, bukan melihat keterampilan dan keahlian serta kualifikasi

pendidikan yang dimiliki.16

Kembali pada persepsi negatif tentang penyandang disabilitas, selain pengaruh faktor eksternal, terjadinya diskriminasi juga tidak terlepas dari sikap

para penyandang disabilitas sendiri dalam memandang diri mereka.17

Dalam hal akses terhadap keadilan bagi penyandang disabilitas di Indonesia

masih terjadi hal-hal seperti: penolakan pelaporan kasus di kepolisian, rendahnya

pengetahuan aparat hukum dan kepolisian terhadap isu disabilitas termasuk

dengan hak-hak para penyandang disabilitas, tidak tersedianya sarana pendukung

seperti petunjuk braille dan penerjemah bahasa isyarat, gedung yang menyulitkan,

penolakan penyandang disabilitas sebagai saksi, sistem administrasi peradilan

yang tidak aksesibel dan rendahnya sosialisasi tentang informasi hukum kepada

penyandang disabilitas. Penemuan fakta lainnya mengenai penyandang disabilitas Sebagian

penyandang disabilitasmasih kurang percaya diri dan cenderung

mengkotak-kotakkan diri. Penyandang disabilitas merasa dirinya kurang dicintai oleh

keluarga dan masyarakat di sekitarnya, tidak bisa melakukan banyak hal

sebagaimana orang normal, dan merasa bahwa penampilannya tidak menarik. Hal

ini membuat mereka mengisolasi diri, malu untuk berinteraksi sosial, dan merasa

dirinya tidak berharga.

(10)

juga menunjukkan bahwa masih rendahnya informasi dan sosialisasi hak-hak

penyandang disabilitas sebagai individu di dalam sistem peradilan.18

Berangkat dari latar belakang tersebut di atas, makatulisan skripsi ini diberi

judul “Perlindungan Hukum atas Hak-Hak dari Penyandang Disabilitas Menurut

Convention On The Rights Of Person With Disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas) dan Pengaturan Hukum Nasional Indonesia”.

b. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan Hak Asasi Manusia secara universal dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 1948 dan relevansinya dengan

Convention on the rights of person with disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas)?

2. Bagaimana hak-hak dari penyandang disabilitas berdasarkan Convention on the rights of person with disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas)?

3. Bagaimana hak-hak dari penyandang disabilitas menurut hukum nasional

Indonesia sebelum dan sesuah lahirnya CRPD?

18Cucu Saidah,

(11)

c. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk pengaturan Hak Asasi Manusia secara universal dalam Universal

Declaration of Human Rights (UDHR) 1948 dan relevansinya dengan

Convention on the rights of person with disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas)?

2. Untuk mengetahui hak-hak dari penyandang disabilitas berdasarkan

Convention on the rights of person with disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas).

3. Untuk mengetahui hak-hak dari penyandang disabilitas berdasarkan hukum

nasional Indonesia (UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat).

Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis

Secara teoritis penulisan ini yakni diharapkan dapat memberi sebuah informasi,

menambah wacana berpikir dan kesadaran bersama dalam berbagai bidang

keilmuan, khususnya Hukum dan Hak Asasi Manusia mengenai hak-hak

penyandang disabilitas.

2. Manfaat secara praktis

a. Secara praktis atau terapan penulisan ini diharapkan dapat memberi

masukan kepada semua pihak baik akademisi dan masyarakat umum yang

(12)

d. Keaslian Penulisan

Judul dari skripsi ini adalah “Perlindungan Hukum atas Hak-Hak dari

Penyandang Disabilitas Menurut Convention On The Rights Of Person With Disabilities dan Pengaturan Hukum Nasional Indonesia”.Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap judul skripsi yang ada di Perpustakaan,

belum ada tulisan skripsi yang mengangkat judul ini. Oleh karena itu tulisan ini

bukan merupakan hasil penggandaan dari karya tulis orang lain dan keaslian

penelitian ini terjamin adanya.

e. Tinjauan Kepustakaan

Untuk menghindari keragu-raguan pada bab-bab selanjutnya, maka terlebih

dahulu ditegaskan pengertian judul di atas secara umum, mengenai pengertian

perlindungan hukum, hak, penyandang disabilitas, Convention on the rights of person with disabilities (CPRD) atau Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, dan Hukum Nasional.

1. Perlindungan Hukum, menurut Satijipto Raharjo adalah memberikan

pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain

dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati

semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.19

2. Hak, memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan,

kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh

19

(13)

undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk

menuntut sesuatu, derajat atau martabat.20

3. Penyandang Disabilitas

Disabilitas berasal dari kata dalam Bahasa Inggris 'disability'. Disability

memiliki arti ketidakmampuan. Ketidakmampuan yang dimaksud di sini

bukanlah ketidakmampuan yang semata disebabkan oleh faktor internal

dalam diri seorang individu tetapi juga faktor eksternal yang menghambat

seseorang untuk melakukan kegiatan dan meningkatkan kapasitas diri.21

• Seseorang yang menggunakan kursi roda bisa saja mengalami kesulitan

dalam mendapatkan pekerjaan, bukan karena ia menggunakan kursi roda

namun karena ada hambatan-hambatan lingkungan misalnya bis atau Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention On The Rights Of Person With Disabilities) tidak secara eksplisit menjabarkan mengenai disabilitas. Pembukaan Konvensi menyatakan : “Disabilitas merupakan

sebuah konsep yang terus berubah dan disabilitas adalah hasil interaksi antara

orang yang penyandang disabilitas/mental dengan hambatan perilaku dan

lingkungan yang menghambat partisipasi yang penuh dan efektif di tengah

masyarakat secara setara dengan orang lain’.

Disabilitas merupakan hasil interaksi antara masyarakat yang sifatnya tidak

inklusif dengan individual, contohnya:

20

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta.

21

Melina Margaretha, “Disabilitas dalam Ketangguhan: Berangkat dari Sumberdaya yang Belum Termanfaatkan”, dari

(14)

tangga yang tidak bisa mereka akses sehingga menghalangi akses mereka

ke tempat kerja.

• Seseorang yang memiliki kondisi rabun dekat ekstrim yang tidak memiliki

akses untuk mendapatkan lensa korektif mungkin tidak akan dapat

melakukan pekerjaan sehari-harinya. Orang yang sama yang memiliki

resep untuk menggunakan kacamata yang tepat akan dapat melakukan

semua tugas itu tanpa masalah.22

4. Convention on the rights of person with disabilities (CPRD) atau Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas

Merupakan Konvensi Hak Asasi Manusia (HAM) yang dibuat oleh Badan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 13 Desember 2006 dan mulai

berlaku pada 3 Mei 2008 mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

5. Hukum Nasional yang dimaksud dalam tulisan ini adalah Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.

f. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian hukum secara

normatif karena dalam penelitian yang dilakukan untuk penulisan skripsi ini

mendasarkan pada data sekunder yang berasal dari data kepustakaan.23

22

International Labour Office, “Mempromosikan Pekerjaan Layak Bagi Semua Orang: Membuka Kesempatan pelatihan dan Kerja bagi Penyandang Disabilitas”, dari

23

(15)

Bahan pustaka bidang hukum yang digunakan sesuai dengan ketentuan

bahan-bahan dasar suatu penelitian, terdiri dari :

1. Bahan hukum primer, yaitu produk-produk hukum berupa konvensi-konvensi

internasional, seperti Convention on the rights of person with disabilities

(CPRD) Tahun 2006, The Universal Declarations of Human Rights Tahun 1948, dan undang-undang nasional Indonesia, seperti Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

2. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, makalah-makalah, dan bahan

sejenis sepanjang mengenai hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini.

3. Bahan hukum tersier / penunjang, mencakup bahan-bahan yang memberikan

petunjuk terhadap bahan hukum primer.

g. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan penulisan ini terbagi ke dalam lima bab yang

masing-masing bab terdiri dari sub bab yang dikembangkan jika memerlukan pembahasan

yang lebih terperinci :

1. Bab I adalah merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,

tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan skripsi.

2. Bab II adalah bahasan mengenai aspek historis dan yuridis Hak Asasi

Manusia (HAM) yang terdiri dari beberapa sub bab, mengenai definisi dan

(16)

dalam Universal Declaration of Human Rights 1948 (DUHAM) dan relevansinya dengan Convention On The Rights Of Person With DisabilitiesTahun 2006 (Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas Tahun 2006).

3. Bab III memuat bahasan mengenai aspek historis dan normatif dari

Convention On The Rights Of Person With DisabilitiesTahun 2006(Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas Tahun 2006), yang terdiri

dari 4 (empat) sub bab, yaitu mengenai sejarah Convention on The Rights of Person With Disabilities(Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas),Ruang Lingkup dan Fokus Konvensi Hak-Hak Penyandang

Disabilitas, Kewajiban Negara Pihak Konvensi, serta Hak-Hak Penyandang

Disabilitas berdasarkan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

4. Bab IV memuat bahasan mengenai perlindungan hukum penyandang

disabilitas dalam hukum nasional. Bab ini terdiri dari 3 (tiga) sub bab, yaitu:

Kekuatan Mengikat Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, konsep

negara hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia,Peratifikasian

Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Indonesia, serta Perlindungan

Hukum Penyandang Disabilitas Menurut Hukum Nasional Indonesia.

5. Bab V adalah merupakan bagian penutup yang memuat kesimpulan dari

bab-bab terdahulu mengenai pembahasan dan saran yang dimuat untuk

Referensi

Dokumen terkait

Suatu program yang ditulis dengan versi bahasa C tertentu akan dapat dikompilasi dengan versi bahasa C yang lain hanya dengan sedikit modifikasi.. C adalah bahasa

is 10 percent or more of the greater, in absolute amount, of (a) the combined reported profit of all operating segments that reported a profit or (b) the combined reported loss

 those skills that allow a written message to be decoded into speech in order to ascertain its meaning.  those skills that allow a spoken message to be encoded in writing,

KOMPETENSI PROFESIONAL & PEDAGOGIS GURU BAHASA INGGRIS DALAM BERBAGAI TUNTUTAN PROFESI.. Tim Pengabdian pada Masyarakat PPs Pendidikan Bahasa

Hasil belajar siswa menggunakan nilai post test dengan teknik analisis data statistik uji-t satu sampel ( one sample t-test ). Hasil penelitian ini menunjukan penuntun

Analisis Tujuan Penerapan Metode Diskusi dalam Pembelajaran Mata Kuliah Manajemen Pendidikan (MP). Metode diskusi merupakan salah satu cara untuk menyampaikan

Untuk beban mati yang bekerja pada gording adalah beban berat sendiri yang terdiri dari berat penutup atap dan berat plafond1. Berat

Proses penerapan nilai-nilai ajaran Islam dalam pembelajaran mata pelajaran umum yang dilaksanakan oleh guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Tinambung Kabupaten