• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Perilaku Remaja di SMA Negeri 14 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Pola Asuh Keluarga dengan Perilaku Remaja di SMA Negeri 14 Medan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pola Asuh Keluarga

1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga

Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah implementasi dan keputusan yang dilakukan orangtua atau orang dewasa kepada anak sehingga memungkinkan anak menjadi bertanggung jawab, menjadi anggota masyarakat yang baik serta memiliki karakter-karakter baik (Sunarti, 2004).

Pola asuh adalah cara atau metode pengasuhan yang digunakan oleh orangtua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial (Santrock, 2002). Almoudnat ( 2003 dalam Alzahrani, et al., 2014) menambahkan bahwa pola asuh orangtua adalah sebuah proses

pendidikan yang dilakukan oleh orangtua dan dimana anak belajar perilaku, standar, keterampilan dan sikap yang diterima oleh agama, masyarakat dan pendidikan.

1.2. Tipe Pola Asuh Keluarga

Hurlock (1993) membagi pola asuh menjadi tiga yaitu otoriter, demokratis, dan permisif.

1.2.1.Pola asuh otoriter

(2)

sayang serta simpatik. Orangtua memaksa anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, mencoba membentuk tingkah laku anak sesuai dengan tingkah laku mereka serta cenderung mengekang keinginan anak. Orangtua tidak mendorong dan tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri serta jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung-jawab seperti orang dewasa. Orangtua yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik. Orangtua yang otoriter sangat berkuasa terhadap anak. Orangtua memegang kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintahnya dan segala tingkah laku anak dikontrol dengan ketat (Stewart dan Koch, 1983; Hurlock, 1993).

(3)

memiliki kecenderungan untuk agresif dan mempunyai tingkah laku yang menyimpang (Baumrind, 1966 dalam Sunarti, 2004). Baumrind (1989 dalam Papalia, 2008) menambahkan bahwa orangtua otoriter memandang penting kontrol dan kepatuhan tanpa syarat. Mereka mencoba membuat anak menyesuaikan diri dengan serangkaian standar perilaku dan menghukum anak dengan keras atas pelanggaran yang dilakukan anak. Mereka menjadi kurang hangat dibandingkan orangtua lain. Anak mereka cenderung menjadi lebih tidak puas, menarik diri, dan tidak percaya pada orang lain.

1.2.2.Pola asuh demokratis

Stewart dan Koch (1983) menyatakan bahwa orangtua yang demokratis memandang kewajiban dan hak antara orangtua dan anak adalah sama. Orangtua memberikan tanggung-jawab kepada anak atas perbuatannya sampai anak menjadi dewasa secara bertahap. Orangtua selalu berdialog dengan anak-anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Mereka selalu memberikan penjelasan kepada anak, mendorong anak untuk saling membantu dan bertindak secara obyektif. Orangtua dengan pola asuh demokratis tegas, namun hangat dan penuh pengertian.

(4)

dalam pengambilan keputusan, dan dalam menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak. Backman (1986) mengemukakan bahwa semakin demokratis suatu keluarga akan semakin bebas setiap anggota keluarga untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak disukainya maupun mengekspresikan hal-hal yang disukainya dalam interaksinya dengan masing-masing anggota keluarga. Di samping itu, remaja yang memilki orangtua yang menggunakan pola asuh demokratis memiliki hubungan yang lebih harmonis dengan anak lain dan dengan orangtuanya.

(5)

ketertarikan, pendapat, dan kepribadian anak. Mereka mencintai dan menerima tetapi juga menuntut perilaku yang baik, dan kokoh dalam mempertahankan standar, dan memiliki keinginan untuk menjatuhkan hukuman yang bijaksana dan terbatas ketika memang hal tersebut dibutuhkan dalam konteks hubungan yang hangat dan suportif. Mereka menjelaskan logika di belakang tindakan mereka. Anak-anak merasa aman ketika mengetahui bahwa mereka dicintai dan dibimbing secara hangat oleh orangtuanya.

1.2.3.Pola asuh permisif

(6)

Anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif akan tumbuh menjadi anak yang kontrol dirinya rendah, kurang bertanggung jawab, tidak terampil dalam mengatasi masalah dan mudah frustasi. Anak kurang mengembangkan pengetahuannya yang sudah ada. Anak cenderung impulsif dan agresif, sehingga bermasalah dalam pergaulan sosialnya. Rendahnya keterampilan emosi sosial menyebabkan kepercayaan dirinya rendah. Anak yang dibesarkan dengan gaya asuh permisif menunjukkan tidak matangnya tingkat perkembangan sesuai usianya.

2. Perilaku Remaja

2.1. Pengertian Perilaku

Skiner (1938 dalam Notoatmodjo 2007) menyatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari manusia yang sangat luas, antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku adalah penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil dari berbagai faktor, yaitu faktor internal maupun eksternal seperti perhatian, pengamatan, pikiran, ingatan, dan fantasi.

2.2. Tipe Perilaku

(7)

2.2.1.Perilaku tertutup (Covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2.2.2.Perilaku terbuka (Overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dapat dengan mudah diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.3. Domain Perilaku

Bloom (1908 dalam Notoatmodjo 2010) membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain, antara lain: pengetahuan, sikap dan tindakan.

2.3.1.Pengetahuan

(8)

berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai memanggil memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu dan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dan dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

(9)

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk merangkum komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2.3.2.Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Komponen pokok sikap menurut Allport (1954 dalam Notoatmodjo 2010) sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

(10)

pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:

a. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (Responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemohkan atau adanya risiko lain.

2.3.3.Tindakan atau Praktik (Practice)

(11)

tindakan, sebab untuk terwujuudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yakni: a. Respons terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

b. Praktik secara mekanisme (Mechanism)

Praktik secara mekanisme adalah apabila seseorang telah dapat melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis.

c. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, artinya apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas, tetapi sudah dilakukan modifikasi.

Skema 1: Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan

Skema 1. Hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan STIMULUS

(Rangsangan)

PROSES STIMULUS

REAKSI TERBUKA (Tindakan)

(12)

Skema di atas menjelaskan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, dan sikap. Apabila adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bertahan lama. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Papalia, Old, dan feldman (2008) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor keturunan (hereditas/genetik) dan lingkungan. Faktor keturunan merupakan penurunan sifat dari orangtua. Keturunan (hereditas) tidak dapat diukur secara langsung, peneliti perilaku genetik bergantung pada 3 tipe utama riset korelasional, yaitu: keluarga, adopsi dan kembar. Anggota keluarga langsung memiliki kemiripan genetik yang lebih besar dari keluarga jauh, kembar monozigotik memiliki kemiripan genetik yang lebih besar dibandingkan kembar dizygotik, dan anak adopsi lebih mirip secara genetik dengan keluarga asalnya dari pada keluarga pengadopsi.

(13)

mengubah manusia menjadi tidak mampu bersosialisasi dan berperilaku dengan sesamanya. (Purwanto, 1998). Para penganut aliran perilaku genetik menyadari bahwa efek pengaruh genetik terhadap perilaku sangat jarang terjadi, dan lingkungan dapat memberikan pengaruh yang substansial sebanyak 50%. Bahkan terkadang lingkungan dapat mengalahkan kondisi yang telah ditentukan secara genetik (Rutter, 2002 dalam Papalia et al., 2008).

2.5. Pengertian Remaja

Remaja adalah periode ketika karakteristik seksual primer dan sekunder berkembang dan matang. Pubertas pada remaja perempuan dimulai pada usia antara 8-14 tahun dan dapat berakhir pada usia 17 tahun. Pubertas pada remaja laki-laki dimulai pada usia antara 9-16 tahun dan dapat berakhir pada usia 18-19 tahun (Muscari, 2001).

2.6. Tugas – Tugas Perkembangan Remaja

(14)

Tugas perkembangan remaja pertengahan menurut Havighurst (1965 dalam Agustiani 2006) adalah sebagai berikut:

a. Mencapai relasi baru dan lebih matang bergaul dengan teman seusia dari kedua jenis kelamin.

Tujuan utama: Belajar melihat anak perempuan sebagai wanita dan anak laki-laki sebagai pria, untuk menjadi manusia dewasa diantara orang dewasa lainnya. Belajar bekerja sama dengan orang lain dengan tujuan umum/ tujuan bersama tanpa memperdulikan perasaan pribadi, dan belajar untuk menjadi pimpinan tanpa mendominasi.

b. Mencapai maskulinitas dan femininitas dari peran sosial

Tujuan utama: Menerima dan belajar mengenai peran sosial maskulinitas dan femininitas yang dibenarkan dalam lingkungan orang dewasa.

c. Menerima perubahan fisik dan menggunakannya secara efektif.

Tujuan utama: Merasa bangga atau memiliki toleransi terhadap kondisi fisiknya, dapat menggunakan dan memelihara tubuhnya secara efektif dengan kepuasan pribadi.

d. Mencapai ketidaktergantungan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.

(15)

e. Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.

Tujuan utama: Mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan berkeluarga. Khusus untuk wanita untuk mendapatkan pengetahuan penting dalam mengelola rumah dan mengasuh anak.

f. Menyiapkan diri untuk karir ekonomi.

Tujuan utama: Mengorganisasikan suatu perencanaan dan berusaha dengan berbagai cara untuk mencapai tingkat karir yang teratur untuk merasa mampu membina kehidupan.

g. Menemukan set dari nilai-nilai dan sistem etika sebagai petunjuk dalam berperilaku mengembangkan ideologi.

Tujuan utama: Mencapai identitas seperti menyeleksi dan menyiapkan karir dalam bekerja atau pekerjaan rumah dan politik/pembentukan dari ideologi sosial.

h. Mencapai tingkah laku sosial secara bertanggung jawab.

Tujuan utama: Mengembangkan ideologi sosial untuk berpartisipasi sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, agama, dan nasionalisme.

3. Pola Asuh Keluarga terhadap Remaja

(16)

lain: memberikan perhatian lebih kepada remaja, bersama-sama mendiskusikan tentang rencana sekolah ataupun kegiatan di luar sekolah, memberikan kebebasan dalam batas tanggung jawab, mempertahankan komunikasi terbuka dua arah (Setiawati dan Dermawan, 2008). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa orangtua yang efektif adalah orangtua yang memperlakukan anaknya dengan hangat, mendukung anak secara positif, menetapkan batasan-batasan dan nilai-nilai, mengikuti dan memonitor perilaku anak, serta konsisten dalam menegakkan aturan-aturan (Sunarti, 2004).

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan bebapa masalah pokok dalam ketentuan UU tersebut yang masih menititik-tekankan peranan kelembagaan yang bersifat formal dalam upaya pengetasan

Pembuatan binary tree lebih mudah menggunakan binary search tree (binary sorted tree) dengan cara : “ Jika nilai dari simpul yang akan disisipkan lebih besar dari simpul parent,

Secara singkat dapat kita katakan bahwa : dengan menyatakan sinyal sinus ke dalam bentuk fasor, maka perbandingan antara tegangan elemen dan arus elemen merupakan suatu

sumber alam lampung selatan, maka hipotesis yang peneliti ajukan adalah pengembangan sumber daya manusia mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas kerja karyawan..

Tujuan dari penelitian ini yaitu ingin mengetahui penerapan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) masa maupun SPT tahunan telah dilaksanakan dengan baik sesuai

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara koreografi Nong Anggrek termasuk dalam tari kreasi kelompok dan kreatifitas terlihat pada pribadi Sherly Fatmarita serta

Sikap masyarakat khususnya suami di Surabaya tentang pemberitaan “Ibu Baik-Baik Terancam Suamu Nakal” di Jawa Pos adalah respon yang diberikan oleh masyarakat

1.1.   Terdapat  assosiasi  yang  signifikan  antara  jenis  pekerjaan  dengan  persepsi  orang  tua  terhadap  pen- didikan.  Demikian  pula  antara  jenis