• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Uraian Teoritis 4.1.1. Pengertian Stres - Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Dan Kinerja Karyawan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Uraian Teoritis 4.1.1. Pengertian Stres - Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Dan Kinerja Karyawan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Kebun Gunung Pamela Tebing Tinggi"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Uraian Teoritis 4.1.1. Pengertian Stres

Stres mempengaruhi emosi dan suasana hati seseorang. Sebagai contoh, di tempat kerja, kejadian sehari-hari yang menimbulkan stres (tenggat waktu yang tidak masuk akal, teguran dari atasan dan seterusnya), juga pengaruh dari stres yang tertumpuk dari waktu ke waktu (Robbins, 2008 : 25).

Anoraga (2004 : 180) menyatakan bahwa

stres merupakan kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, prosesberpikir, dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar akan mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan dan sebagai hasilnya akan mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Orang yang mengalami stres sering menjadi mudah marah dan tidak relaks atau menunjukkan sikap tidak kooperatif.

4.1.2. Gejala Stres

Menurut Gitosudarmo (2000 : 41) ada tiga tingkatan yang berbeda atau gejala dalam stres yaitu :

(2)

Cooper dan Straw (1995 : 8-15) membagi gejala stres kerja menjadi tiga yaitu : 1. Gejala fisik

Gejala stres menyangkut fisik bisa mencakup nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot tegang, pencernaan terganggu, mencret-mencret, sembelit, letih yang tak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.

2. Gejala-gejala dalam wujud perilaku

Banyak gejala stres yang menjelma dalam wujud perilaku, mencakup: a. Perasaan, berupa : bingung, cemas, dan sedih, jengkel, salah

paham, tak berdaya, tak mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal, tak menarik, dan kehilangan semangat.

b. Kesulitan dalam : berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat keputusan.

c. Hilangnya : kreatifitas, gairah dalam penampilan, minat terhadap orang lain.

3. Gejala-gejala di tempat kerja

Sebagian besar waktu bagi pegawai berada di tempat kerja, dan jika dalam keadaan stres, gejala-gejala dapat mempengaruhi kita di tempat kerja, antara lain:

a. Kepuasan kerja rendah. b. Kinerja yang menurun. c. Semangat dan energi hilang. d. Komunikasi tidak lancar. e. Pengambilan keputusan jelek. f. Kreatifitas dan inovasi berkurang.

g. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif. 4.1.3. Pengertian Stres Kerja

(3)

tututan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang, ia akan mengalami stres kerja.

Stres kerja mengakibatkan kelelahan kerja, seringkali tanda awal dari stres kerja adalah suatu perasaan bahwa dirinya mengalami kelelahan emosional terhadap pekerjaan-pekerjaan. Apabila diminta menjelaskan yang dirasakan, seorang karyawan yang lelah secara emosional akan merasa kehabisan tenaga dan lelah secara fisik untuk menjelaskannya sehingga tidak dapat mengutarakan stres yang dialaminya.

Ada beberapa aspek dalam stres kerja menurut Arfah (2008 : 18-19) antara lain:

a. Kelelahan Emosional

Kelelahan emosional yang gawat dapat sangat melemahkan baik di dalam maupun diluar pekerjaan, sehingga orang-orang yang mengalami hal itu harus mencari cara untuk mengatasinya. Satu cara yang umum mengatasi hal tersebut adalah dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan dengan mengurangi keterlibatan pribadi terhadap persoalan-persoalan yang ada.

b. Perasaan tidak mampu

Bila digabungkan dengan kelelahan emosional, perasaan tidak mampu akan menurunkan motivasi sampai suatu titik dimana kualitas kerja karyawan akan menurun yang akhirnya menuju kepada kegagalan lebih lanjut.

(4)

4.1.4. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja

Schuler (1999 : 233) menyebutkan bentuk yang paling nyata stres kerja Bentuk-bentuk tersebut adalah“empat S”, perubahan organisasi, tingkat kecepatan kerja, lingkungan fisik, pekerja yang rentan terhadap stres.

a. Empat S

Penyebab umum stres bagi hanya pekerja adalah supervisor (atasan), salary (gaji), security (keamanan) dan safety (keselamatan). Aturan-aturan kerja yang sempit dan tekanan yang tiada henti untuk mencapai jumlah produksi yang lebih tinggi adalah penyebab utama stres yang dikaitkan pekerja dengan supervisor.

Gaji adalah penyebab stres bila dianggap tidak diberikan secara adil. Banyak karyawan merasa mereka dibawah non rendah dibandingkan dengan rekan-rekan mereka. Para karyawan mengalami stres kerja ketika merasa tidak pasti apakah mereka tetap mempunyai pekerjaan bulan depan, minggu depan, atau bahkan besok. Bagi banyak karyawan rendahnya keamanan kerja bahkan lebih menimbulkan stres kerja dari rendahnya keselamatan kerja. Tekanan produksi meningkat, ketakutan mengenai keselamatan tempat kerja dapat meningkat sampai ke titik di mana produksi justru semakin menurun. Hal ini, pada gilirannya dapat mengarah kepada suatu lingkaran setan yang tidak produktif bagi para karyawan dan juga perusahaan.

b. Perubahan Organisasi

Perubahan yang dibuat oleh perusahaan biasanya melibatkan sesuatu yang penting dan disertai ketidakpastian. Banyak perubahan dibuat tanpa pemberitahuan. Walaupun kabar-kabar burung sering beredar bahwa akan ada perubahan, bentuk perubahan yang pasti hanya sebatas spekulasi. Para pekerja was-was apakah perubahan tersebut akan mempunyai dampak, barang kali dengan mengganti dengan pekerja baru, atau dipindah tugaskan. Akibatnya, banyak karyawan menderita gejala-gejala stres kerja.

c. Tingkat Kecepatan Kerja

(5)

karena pekerja tidak dapat memuaskan kebutuhan yang penting untuk mengendalikan situasi. Menurut laporan, para pekerja yang bekerja pada pekerjaan-pekerjaan dengan kecepatan yang ditentukan oleh mesin merasa lelah diakhir giliran mereka, dan tidak dapat bersantai segera setelah bekerja karena pengeluaran adrenalin yang meningkat selama bekerja.

d. Lingkungan Fisik

Walaupun otomatisasi kantor adalah suatu cara meningkatkan produktivitas, hal itu juga mempunyai kelemahan-kelemahan yang berhubungan dengan stres kerja. Suatu aspek otomatisasi kantor yang mempunyai karekteristik berkaitan dengan stres adalah Video Display Terminal (VDT) : Swedia dan Norwegia telah mengambil banyak tindakan yang berhubungan dengan peralatan ini. Aspek lain lingkungan kerja yang berkaitan stres adalah tempat kerja yang sesak, kurangnya kebebasan pribadi, dan kurangnya pengawasan.

e. Pekerja Yang Rentan Stres

Manusia memang berbeda dalam meberikan respon terhadap penyebab stres kerja. Perbedaan klasik adalah yang disebut perilaku tipe A dan perilaku tipe B. Orang-orang dengan perilaku tipe A suka melakukan hal-hal menurut cara mereka sendiri, mau mengeluarkan banyak tenaga untuk memastikan bahwa tugas-tugas yang sangat sulit pun dikerjakan dengan cara yang mereka sukai. Orang-orang tipe A menghabiskan sebagian besar waktunya mengarahkan energi kepada hal-hal yang tidak biasanya dalam lingkungan.

Orang-orang dengan perilaku tipe B umumnya toleran. Mereka tidak mudah frustasi atau marah dan mereka juga tidak menghabiskan banyak energi dalam memberikan respon terhadap hal-hal yang tidak sesuai. Orang-orang tipe B merupakan supervisor yang hebat. Mereka mungkin akan memberikan kebebasan yang besar kepada bawahannya tetapi juga mungkin tidak akan memberikan dukungan ke atas yang diperlukan untuk kepemimpinan yang efektif.

Faktor-faktor di pekerjaan yang bcrdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan kedalam lima kategori besar Hurrel (dalam Munandar, 2001 : 381-401) yaitu :

(6)

1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan

Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas.Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup : kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.

2. Peran Individu dalam Organisasi

Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian, tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masaiah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meiiputi : konflik peran dan keterpaksaan peran (role ambiguity).

3. Pengembangan Karir

Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi:

a. Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya b. Peluang mengembangkan kctrampilan yang baru

c. Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir. Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.

4. Hubungan dalam Pekerjaan

Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Kahn dkk, dalam Munandar, 2001 : 395).

5. Struktur dan iklim Organisasi

(7)

6. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan

Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.

7. Ciri-ciri Individu

Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan keakapan (antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor-faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.

4.1.5. Sumber Potensial Dari Stres Kerja

Ada tiga kategori penderita stres kerja potensial yakni : lingkungan, organisasional, dan individual (Robbins, 2008 : 379).

a. Faktor Lingkungan

(8)

b. Faktor Organisasi

Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat

menimbulkan stres kerja. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu

yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenengkan. Faktor-faktor ini dapat dikategorikan pada tuntutan tugas, tuntutan peran, dan tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tingkat hidup organisasi.

c. Faktor Individual

Lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam sepekan. Namun pengalaman dan masalah yang dijumpai orang di luar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan dapat melebihi dari pekerjaan. Maka kategori ini mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan. Terutama sekali faktor-faktor ini adalah persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan kateristik kepribadian bawaan.

4.1.6. Dampak Stres Kerja

Menurut Gitosudarmo (2000 : 54) menjelaskan :

dampak stres kerja dapat menguntungkan atau merugikan karyawan. Dampak yang menguntungkan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan bersemangat sebaik- baiknya, namun jika stres tidak mampu diatasi maka akan menimbulkan dampak yang merugikan karyawan. Dampak-dampak dari stres kerja meliputi :

a. Faktor fisik seperti meningkatnya tekanan darah, meningkatnya kolesterol, penyakit jantung koroner.

b. Faktor psikologi seperti ketidakpuasan kerja, murung, rendahnya kepercayaan, mudah marah.

c. Faktor organisasi seperti ketidakhadiran, kelambatan-kelambatan, rendahnya prestasi kerja dan sabotase.

Menurut Rini (2002) dampak stres kerja akan berpengaruh pada perusahaan dan juga individu yang mengalaminya. Dampaknya sebagai berikut :

Dampak Stres pada Perusahaan

1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.

(9)

4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.

5. Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya atau karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang. Dampak Stres pada Individu

Dampak stres kerja bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal

1. Kesehatan

Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi dengan sistem kekebalan untuk mencegah serangan penyakit. Istilah "kebal" ini dikemukakan oleh dua orang peneliti yaitu Memmler dan Wood untuk menggambarkan kekuatan yang ada pada tubuh manusia dalam mencegah dan mengatasi pengaruh penyakit tertentu, dengan cara memproduksi antibodi.

Sistem kekebalan tubuh manusia ini bekerja sama secara integral dengan sistem fisiologis lain, dan kesemuanya berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik maupun psikis yang cara kerjanya di atur oleh otak. Seluruh sistem tersebut sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor psikososial seperti stres dan immunocompetence (derajat keaktifan dan keefektifan dari sistem kekebalan tubuh).

2. Psikologis

Stres berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus-menerus. Menurut istilah psikologi, stres berkepanjangan ini disebut stres kronis. Stres kronis sifatnya menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan-lahan. Stres kronis umumnya terjadi di seputar masalah kemiskinan, kekacauan keluarga, terjebak dalam perkawinan yang tidak bahagia, atau masalah ketidakpuasan kerja. Akibatnya, orang akan terus-menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan.

3. Interaksi Interpersonal

(10)

Selain itu, orang stres cenderung mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya, individu tersebut akan lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah, mudah emosi.

4.1.7. Pengertian Motivasi

Kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Menurut Malthis dan Jackson bahwa ”motivasi adalah sebuah dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam kekosongan. Sedangkan kebutuhan, keinginan hasrat dan dorongan semuanya serupa dengan kata motif”. Dan Anoraga (2004 : 160) menyatakan bahwa ”motivasi merupakan hal/sesuatu yang mendorong seseorang berbuat sesuatu. Motivasi suatu individu dapat timbul dari dalam dari luar individu. Dan keduanya mempunyai pengaruh terhadap perilaku dan prestasi kerja”. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.

Sehubungan dengan uraian di atas, dapat dibedakan dua bentuk motivasi kerja. Kedua bentuk tersebut adalah sebagai berikut :

1. Motivasi Intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu, sebuah kesadaran terhadap pentingnya atau manfaat/makna pekerjaan yang dilaksankannya.

(11)

melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah/gaji yang tinggi, jabatan/posisi yang terhormat atau memiliki kekuasaan yang besar, pujian, hukuman dan lain-lain.

Lingkungan suatu organisasi atau perusahaan terlihat kecenderungan penggunaan motivasi ekstrinsik lebih dominan daripada motivasi intrinsik. Kondisi itu terutama disebabkan tidak mudah untuk menumbuhkan kesadaran dari dalam diri pekerja, sementara kondisi kerja di sekitarnya lebih banyak menggiringnya pada mendapatkan kepuasan kerja yang hanya dapat dipenuhi dari luar dirinya.

2.1.8. Teori-teori Motivasi

Perkembangann teori manajemen juga mencakup teori-teori motivasi yang berbeda-beda. Ciri-ciri motivasi menurut Anoraga (2004 : 160) yaitu :

1. Majemuk.

2. Dapat berubah-ubah.

3. Berbeda-beda bagi tiap individu.

4. Ada beberapa motif yang tidak disadari oleh individu yang bersangkutan.

Menurut Gibson (dalam Anoraga, 2004 : 160-164) , ada 2 (dua) kelompok teori motivasi, yaitu :

1. Teori Kepuasan

Teori ini menitikberatkan pada faktor-faktor dalam diri orang, yang menggerakkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilaku. Yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah :

a. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow b. Teori Dua Faktor Herzberg. c. Teori ERG Alferder.

d. Teori Kebutuhan Mc Clelland.

(12)

a. Teori Hierarki Kebutuhan – Maslow

Abraham Maslow, penyusun teori ini, menghipotesiskan bahwa dalam diri setiap manusia terdapat lima tingkatan kebutuhan yaitu:

1. Kebutuhan fisiologis, termasuk lapar, haus, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan badaniah lainnya.

2. Kebutuhan akan rasa aman, termasuk keamanan dan perlindungan terhadap gangguan fisik serta emosional.

3. Kebutuhan sosial, termasuk kasih sayang, penerimaan oleh masyarakat, keanggotaan kelompok, dan kesetiakawanan.

4. Kebutuhan penghargaan, termasuk harga diri, kemandirian, keberhasilan, status, pengakuan, dan perhatian.

5. Kebutuhan akan aktualisasi, termasuk kemampuan berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri.

Menurut Maslow, bila kebutuhan tingkat pertama terpenuhi, kebutuhan berikutnya menjadi dominan. Begitu seterusnya secara hierarki.

Maslow dalam Handoko (2003 : 256) mendasarkan “konsep hierarki kebutuhan pada dua prinsip. Pertama, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hirarki dan kebutuhan terendah sampai yang tertinggi, seperti Gambar 2.1. Kedua, suatu kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku”.

Gambar 2.1 Hirarki kebutuhan dari Maslow, dalam teori dan penerapannya sebagai motivasi manajerial. Handoko (2003 : 256)

Kebutuhan aktualisasi diri dan pemenuhan diri (self-actulization needs)

Kebutuhan harga diri (esteem needs) Kebutuhan social (social needs)

Kebutuhan keamanan dan rasa aman (safety and security needs)

(13)

b. Teori Dua Faktor –Herzberg

Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu faktor pemeliharaan dan faktor yang memotivasi orang. Faktor pemeliharaan merupakan kondisi ekstrinsik dari karyawan yang akan menimbulkan ketidakpuasan dan motivator merupakan faktor yang menggerakkan tingkat motivasi.

Adapun faktor intrinsik terdiri dari upah, keamanan kera, kondisi kerja, status prosedur perusahaan, dan lain-lain. Faktor ekstrinsik terdiri dari prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan untuk berkembang.

Teori Motivasi – Pemeliharaan dari Herzberg dalam Handoko (2003 : 259) berdasarkan penelitiannya, yang dilakukannya dengan wawancara terhadap lebih dari dua ratus insinyur dan akuntan. “Hezberg menemukan dua kelompok faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi. Faktor penyebab kepuasan kerja (job satisfaction) mempunyai pengaruh pendorong bagi prestasi dan semangat kerja, dan faktor penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) mempunyai pengaruh negatif.”

Berikut teori motivasi-pemeliharaan atau teori motivasi-higienis atau teori dua faktor, yang sebenarnya pararel pada teori hirarki kebutuhannya Maslow.

Tabel 2.1

Faktor-Faktor Pemuas dan Pemeliharaan dalam Kerja Faktor-Faktor Pemuas Faktor-Faktor Pemeliharaan

Prestasi Kebijaksanaan dan administrasi

perusahaan

Penghargaan Kualitas pengendalian teknik Pekerjaan kreatif dan menantang Kondisi kerja

Tanggung jawab Hubungan kerja

Kemajuan dan peningkatan Status pekerjaan Keamanan kerja Kehidupan pribadi Penggajian

(14)

c. Teori ERG – Alderfer

Menurut teori ini ada 3 (tiga) kebutuhan pokok manusia yaitu ERG (Existence, Relation Needs, dan Growth Needs).

Teori kebutuhan ERG mempunyai asumsi sebagai berikut :

1. Apabila kebutuhan keberadaan kurang terpenuhi, individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

2. Apabila kebutuhan berhubungan dengan orang lain kurang terpenuhi maka individu terdorong untuk memenuhi kebetuhan keberadaan.

3. Apabila kebutuhan akan pertumbuhan kurang terpenuhi maka makin besar hasrat untuk memenuhi kebutuhan akan pertumbuhan tersebut.

d. Teori Kebutuhan – Mc Clelland

Menurut teori ini kebutuhan manusia ada tiga, yaitu kebutuhan akan kekuasaan, kebutuhan akan berafiliasi, dan kbutuhan akan berprestasi. Apabila orang kebutuhannya akan mendesak maka orang tersebut akan termotivasi untuk memenuhinya. Jika kebutuhan kekuasaan makin tinggi maka orang akan berusuha untuk bersikap: senang memberi perhatian untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain, mencari posisi pimpinan, dan berusaha tampil berbicara di muka umum.

Jika kebutuhan afiliasi mendesak, orang akan bersikap dan bertindak untuk membentuk orang lain yang membutuhkan, berusaha membina hubungan yang menyenangkan dan saling pengertian. Jika kebutuhan untuk berprestasi makin tinggi maka orang akan berusaha menetapkan suatu tujuan yang penuh tantangan namun masih mungkin dicapai, melakukan pendekatan yang realistis terhadap risiko, dan bertanggung jawab atas penyelesaiannya.

(15)

2. Teori Proses

Teori ini menitikberatkan pada bagimana perilaku itu digerakkan, diarahkan, didukung, dan dihentikan. Yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah :

a. Teori Vroom ; b. Teori Skinner ; c. Teori Adams ; d. Teori Locke.

Berikut ini akan dijelaskan teori-teori yang termasuk dalam kelompok teori proses.

a. Teori Vrooms

Menurut Vroom, perilaku kerja individu ditentukan dengan memperkirakan hasil alternatif yang akan diperoleh melalui perilaku tersebut. Menurutnya orang dapat dimotivasi untuk berprilaku kerja tertentu bila :

1. Ada harapan bahwa bila usaha ditingkatkan akan mendapatkan balas jasa.

2. Adanya prestasi dari orang yang bersangkutan bahwa ada kemungkinan tujuan akan tercapai dan ia akan menerima jasa.

Motivasi merupakan fungsi dari valensi dan ekspetasi. Valensi merupakan penilaian atas balas jasa yang diterima sebagai hasil usahanya. Ekspetasi merupakan harapan individu bahwa peningkatan usahanya akan mengarah pada peningkatan balas jasa.

b. Teori Skinner

Teorinya didasarkan pada hukum pengaruh, bahwa perilaku individu yang mempunyai konsekuensi negatif cenderung tidak diulang dan yang mempunyai konsekuensi positif cenderung diulang (menjelaskan penguatan berkenaan dengan pengetahuan yang terjadi, segala konsekuensi perilaku).

c. Teori Adams

Teori ini menjelaskan persamaan berdasarkan perbandingan yang dibuat individu.

d. Teori Locke

(16)

2.1.9. Faktor-Faktor Motivasi

Faktor-faktor motivasi kerja yang paling kuat adalah terpenuhinya kebutuhan dasar untuk mempertahankan hidup yaitu makan, minum, tempat tinggal, dan sejenisnya. Kemudian kebutuhannya meningkat yaitu keinginan mendapatkan keamanan hidup. Dalam taraf yang lebih maju, apabila rasa aman telah terpenuhi mereka mendambakan barang mewah, status, dan kemudian prestasi.

Menurut teori situasi kerja Stoner, J.A.F dan R.E. Freeman (Handoko, 2003 : 156), situasi kerja yang dapat mempengaruhi motivasi kerja adalah:

a. Kebijakan perusahaan, seperti skala upah dan tunjangan pegawai (cuff, pensiun dan tunjangan-tunjangan), umumnya mempunyai dampak kecil terhadap prestasi individu. Namun kebijaksanaan ini benar-benar mempengaruhi keinginan karyawan untuk tetap bergabung dengan atau meninggalkan organisasi yang bersangkutan dan kemapuan organisasi untuk menarik karyawan baru.

b. Sistem balas jasa atau sistem imbalan, kenaikan gaji, bonus, dan promosi dapat menjadi motivator yang kuat bagi prestasi seseorang jika dikelola secara efektif. Upah harus dikaitkan dengan peningkatan prestasi sehingga jelas mengapa upah tersebut diberikan, dan upah harus dilihat sebagai sesuatu yang adil oleh orang-orang lain dalam kelompok kerja, sehingga mereka tidak akan merasa dengki dan membalas dendam dengan menurunkan prestasi kerja mereka.

(17)

Berdasarkan uraian di atas, dapat terlihat bahwa secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kerja sangat bervariasi. Namun secara umum faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja, yang datangnya dari dalam diri seseorang. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja yang bersumber dari lingkungan kerja perusahaan.

2.1.10. Pengertian Kinerja Karyawan

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Pada umumnya kinerja dan prestasi kerja adalah pengertian yang sama di manadipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan kerja dari tenaga kerja yang bersangkutan.

Ivancevich et. al (2006 : 251) mendefenisikan bahwa “kinerja merupakan suatu hasil yang diinginkan dari perilaku yang mencakup usaha, motivasi diri untuk menyesuaikan, ketekunan dan pengabdian atau tidak menerima”. Dan menurut Soeprihanto (2002 : 7), “kinerja merupakan hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama”.

(18)

dilakukan untuk memberikan informasi yang akurat terhadap perusahaan mengenai pekerjaan.

Kinerja (performance) pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen-elemen seperti kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran, dan kemampuan bekerja sama” (Malthis dan Jackson, 2009 : 378).

2.1.11. Kriteria Kinerja

Kriteria merupakan dimensi-dimensi evaluasi penilaian suatu hal. Sehingga yang dimaksud dengan kriteria kinerja adalah dimensi-dimensi evaluasi penilaian pada kinerja. Malthis dan jackson (2009 : 378) menyatakan:

Kriteria pekerjaan (job criteria) atau dimensi yang spesifik dari kinerja pekerjaan akan mengidentifikasi elemen yang paling penting dalam pekerjaan tersebut. Kriteria pekerjaan adalah faktor paling penting yang dilakukan orang dalam pekerjaan mereka karena mendefinisikan apa yang dibayar organisasi untuk dilakukan oleh karyawan.

Oleh karena itu, kinerja dari individu pada kriteria pekerjaan harus diukur dan dibandingkan terhadao standar, dan kemudian hasilanya dikomunikasikan kepada karyawan.

Manajer menerima tiga jenis informasi berbeda mengenai bagaimana para karyawan melakukan pekerjaan mereka sebagai dasar kriteria penilaian kerja yaitu:

(1) Informasi berdasar-sifat mengidentifikasi sifat karakter subjektif dari karyawan – seperti sikap, inisiatif, atau kreativitas.

(2) Informasi berdasar-prilaku berfokus pada prilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja.

(19)

Sulistiyani dan Teguh menyatakan ada enam hal yang dapat dinilai dalam kriteria kinerja yaitu :

1) Kualitas, menyangkut kesesuain hasil dengan yang diingini,

2) Kuantitas, jumlah yang dihasilkan baik dalam nilai uang, jumlah unit atau jumlah lingkaran aktivitas,

3) Ketepatan waktu,

4) Efektivitas biaya, menyangkut penggunaan resoris organisasi secara maksimal,

5) Kebutuhan supervisi, menyangkut perlunya bantuan atau intervensi supervisi dalam pelaksanaan pegawai,

6) Dampak interpersonal, menyangkut peningkatan harga diri, hubungan baik dan kerjasama diantara teman kerja maupun bawahan.

Sedangkan, Kingler (dalam Sulistiyani dan Teguh, 2009 : 280) menyatakan evaluasi performance yang pada dasarnya mencakup 2 (dua) kriteria:

1) Evaluasi yang didasarkan pada kriteria perorangan (person based). Di mana menilai ciri-ciri kepribadian para pegawai, karakteristik, tingkah laku, yang sering mengarah pada penilaian subyektif. 2) Evaluasi yang didasarkan pada performance based. Di mana

mengukur perilaku para pegawai dibandingkan dengan perilaku-perilaku yang sebelumnya.

Ada banyak teori mengenai sistem evaluasi kinerja. Ivancevich et. al (2006 : 216) menjelaskan bahwa evaluasi kinerja memiliki beberapa peran utama, antara lain :

1. Menyediakan suatu dasar untuk alokasi penghargaan, termasuk kenaikan gaji, promosi, transfer, pemberhentian, dan sebagainya. 2. Mengidentifikasikan karyawan yang berpotensi tinggi,

3. Mengukur validasi dari efektivitas prosedur pemilihan karyawan 4. Mengevaluasi program pelatihan sebelumnya dan

5. Menstimulasi perbaikan kinerja di masa mendatang

6. Mengembangkan cara untuk mengatasi hambatan dan penghambat kinerja.

7. Mengidentifikasi kesempatan pengembangan dan pelatihan.

(20)

Ivancevich et. al (2006 : 251) juga menjelaskan mendiagnosis masalah atau menilai kinerja adalah aspek penting dari manajemen motivasi yang efektif dan dalam model diagnostik kinerja menggambarkan suatu cara sistematis bagi manajer dan bawahan untuk secara bersama menunjukkan penyebab dari ketidakpuasan dan masalah kinerja.

Dalam model ini para manajer dan bawahan yang berkinerja rendah seharusnya menggunakan proses logika selangkah demi selangkah. Mulai dari memeriksa persepsi saat ini dari kinerja dan kemudian melanjutkan model hingga masalah kinerja diidentifikasikan. Model berfokus pada tujuh masalah berikut:

a. Masalah Persepsi. Suatu masalah persepsi menyatakan bahwa manajer bawahan memiliki pandangan yang berbeda mengenai tingkat kinerja bawahan saat ini. Jika ketidaksetujuan ini tidak dipecahkan, tidaklah berguna untuk melanjutkan proses diagnostik. Seluruh proses pemecahan masalah didasarkan pada pemikiran bahwa kedua pihak mengenali keberadaan suatu masalah dan tertarik untuk memecahkannya.

b. Masalah Sumber Daya. (Kemampuan memiliki tiga komponen, dan seharusnya dieksplorasi dengan cara yang ditunjukkan dalam model. Urutan ini mengurangi reaksi penolakan bawahan). Kinerja yang buruk mungkin berasal dari kurangnya dukungan sumber daya (daya meliputi bahan baku dan dukungan personel, dan juga kerja sama dari kelompok kerja yang saling bergantungan)

c. Masalah Pelatihan. Individu mungkin diminta untuk melakukan tugas yang melampaui keterampilannya atau tingkat pengetahuannya saat ini. Masalah ini dapat diatasi melalui pelatihan atau pendidikan tambahan.

d. Masalah Sikap. Ini merupakan masalah yang paling sulit dari ketiga masalah kemampuan untuk dipecahkan karena merupakan hal yang paling mendasar. Hal ini termasuk menyesuaikan ulang persyaratkan pekerjaan seseorang saat ini, menugaskan ulang seseorang di posisi yang lain, atau terakhir, melepaskan orang itu dari organisasi.

e. Masalah Ekspetasi. Masalah ini dihasilkan dari komunikasi yang buruk berkenaan dengan tujuan pekerjaan atau persyaratan pekerjaan. Hal ini sering muncul ketika bawahan tidak cukup terlibat dalam proses penetapan tujuan atau standar. Ketika hal ini menghasilkan ekspetasi yang tidak realistis atau berlebihan, motivasi akan menurun.

(21)

g. Masalah Salience (Kemenonjolan). Salience merujuk pada tingkat kepentingan di mana seorang individu terikat pada penghargaan yang tersedia. Sering kali intensif yang ditawarkan untuk mendorongg kinerja yang tinggi tidak dianggap bernilai oleh individu tertentu. Masalah salience menunjukkan kebutuhan bagi manajer untuk kreatif dalam menghasilkan berbagai penghargaan dan fleksibel dalam memungkinkan bawahan untuk memilih di antara berbagai penghargaan yang ada.

(22)

Sedangkan menurut Robbins (2008 : 155) hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.

1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Ini berkaitan dengan jumlah keluaran yang dihasilkan.

2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran ”tingkat kepuasan”, yaitu seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaian suatu kegiatan.

2.1.12. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Malthis dan Jackson (2009 : 113) menyebutkan, “Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi bagaimana individu bekerja. Faktor-faktor tersebut adalah: kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut (Ability-A), tingkat usaha yang dicurahkan (Effort-E), dukungan organisasi (Support-S)”.

Menurut Schuler (1999 : 232) kualitas kerja atau kinerja mengacu pada kualitas sumber daya manusia yakni antara lain:

a. Pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelijensi dan daya fikir serta pengeuasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan.

b. Ketrampilan (skill), kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki karyawan.

(23)

Sedangkan menurut Tika (2006 : 121), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain efektifitas dan efisiensi, otoritas, disiplin, dan inisiatif.

1. Efektivitas dan Efisiensi.

Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien.

2. Otoritas (wewenang).

Arti otoritas adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam organisasi formal yang dimiliki (diterima) oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (sumbangan tenaganya). Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.

3. Disiplin

Disiplin kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia kerja. 4. Inisiatif.

Berkaitan dengan daya dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif adalah gaya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi.

4.2. Penelitian Terdahulu

(24)

Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis kuantitatif, analisis kualitatif dan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitiannya adalah terbukti bahwa variabel stres kerja yang terdiri dari konflik kerja, beban kerja, waktu kerja, karakteristik tugas, dukungan kelompok dan pengaruh kepemimpinan berpengaruh pada kinerja karyawan melalui motivasi kerja. Di mana, stres kerja yang terjadi terlalu rendah dapat menyebabkan tidak termotivasinya karyawan untuk bekerja dan stres kerja yang terlalu tinggi dapat menyebabkan karyawan frustasi dan penurunan dalam prestasi kerja.

Susanto (2011) melakukan penelitian dengan judul "Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Medan”. Penelitian ini menganalisis pengaruh stres kerja terhadap motivasi kerja dan pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan pada semua karyawan bagian umum di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Medan yang berjumlah 50 orang.

Teknik analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja dan stres kerja berpengaruh secara signifikan juga terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja.

4.3. Kerangka Konseptual

(25)

upah yang tidak memadai, motivasi yang menurun baik dari diri sendiri maupun dari pimpinan, masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua dan lain- lain.

Stres yang berlebihan pada halnya akan berpengaruh pada kemampuan kerja seseorang. Di mana dalam kurun waktu yang sama seseorang yang bekerja dituntut untuk mampu bekerja sesuai dengan prosedur dan mencapai target yang ada. Dan sering kali, seseorang tidak mengetahui dan menyadari bahwa ia menghadapi tekanan karenanya tidak mengevaluasinya.

Akibatnya dapat fatal dan dapat terlihat dari fisik, kognitif dan afektif juga perilakunya yang berubah. Oleh karena itu, diperlukan motivasi untuk tetap menjaga semangat kerja dan kepedulian pada hasil kerja yang efektif, terintegrasi dengan upaya untuk mendapatkan kinerja yang baik.

Berdasarkan teori di atas, maka dapat dibuat secara skematis kerangka konseptual dalam penelitian ini yaitu dapat dijelaskan bahwa variabel stres kerja (variabel X) yakni konflik kerja (X1), beban kerja (X2) dan waktu kerja (X3) berpengaruh secara langsung pada kinerja karyawan (variabel Y2) melalui motivasi kerja (variabel Y1).

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Pengaruh Stres Kerja terhadap Motivasi dan Kinerja

Karyawan (Y2) 1

Motivasi Kerja (Y1)

Konflik Kerja (X1)

Beban Kerja (X2)

Waktu Kerja (X3)

2 ∈

2

(26)

4.4. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan pernyataan peneliti tentang hubungan antara variable-variabel dalam penelitian, serta merupakan pernyataan yang paling spesifik. Hipotesis juga berupa pernyataan mengenai konsep yang dapat dinilai benar atau salah jika menunjuk pada suatu fenomena yang diamati dan diuji secara empiris (Kuncoro, 2009 : 59).

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka hipotesi dari penelitian ini adalah :

a. Stres kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja pada PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Kebun Pamela Tebing Tinggi

Gambar

Gambar 2.1 Hirarki kebutuhan dari Maslow, dalam teori dan
Tabel 2.1 Faktor-Faktor Pemuas dan Pemeliharaan dalam Kerja
Gambar 2.2. Model Diagnostik Kinerja. Ivancevich et.  al (2006 :  252)
Gambar 2.3  Kerangka Konseptual Pengaruh Stres Kerja terhadap Motivasi dan  Kinerja Karyawan

Referensi

Dokumen terkait

Lampu lalu lintas adalah suatu rangkaian peralatan elektronika yang digunakan untuk mengatur lalu lintas di jalan raya. Outputnya berupa led merah, kuning

[r]

Apabila dalam keadaan tertentu komunikasi melalui telepon selular gagal dan tidak dapat diterima oleh GSM modem yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti gangguan jaringan, maka

• Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang mengurutkan dan menuliskan urutan peristiwa pada teks (Bahasa Indonesia KD 3.8 dan 4.8) serta

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Hasil penelitian menunjukkan produksi ASI pada ibu postpartum setelah diberikan intervensi pijat oksitosin semuanya (100%) mempunyai produksi ASI cukup dan hasil uji

The following issues are addressed: the definition of school culture, the effects of culture on schools in general and teachers in particular, the assumptions held by school

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai konsentrasi pestisida golongan karbamat dengan jenis karbofuran dan metomil di perairan Pantai Mlonggo, Kabupaten