• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parsons: Teori Tindakan Sosial - Perilaku Pemilih Etnis Karo Dalam Pemilihan Bupati Kabupaten Karo Periode 2010-2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parsons: Teori Tindakan Sosial - Perilaku Pemilih Etnis Karo Dalam Pemilihan Bupati Kabupaten Karo Periode 2010-2015"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parsons: Teori Tindakan Sosial

Tindakan sosial menekankan pada orientasi subjektif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu. Pilihan-pilihan ini secara normatif diatur atau dikendalikan oleh nilai atau standar normatif bersama. Hal ini berlaku untuk tujuan-tujuan yang ditentukan individu serta alat-alat yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan itu juga dalam memenuhi kebutuhan fisik yang mendasar ada pengaturan normatifnya (Doyle Paul Johnson 1986: 113).

Prinsip-prinsip dasar ini bersifat universal dan mengendalikan semua tipe perilaku manusia tanpa memandang konteks budaya tetentu. Untuk mencapai tujuan ini penting untuk membentuk suatu strategi dalam mengidentifikasi elemen-elemen dasar yang membentuk gejala dan untuk mengembangkan seperangkat kategori dan untuk membahas tipe-tipe kasus yang berbeda khususnya elemen-elemen dasar apa saja yang terdapat, orientasi apa yang berbeda yang dapat ditujukan dengan strategi ini., bagaimana orientasi subjektif yang terdapat pada individu berbeda, cocok satu sama lain atau menghasilkan tindakan yang saling tergantung yang membentuk suatu sistem sosial

(2)

1. Orientasi motivasional

Orientasi ini menunjuk pada keinginan individu yang bertindak untuk memperbesar kepuasaan dan mengurangi kekecewaan.

Orientasi ini terdiri dari 3 dimensi yaitu:

a. Dimensi Kognitif yaitu menunjuk pada pengetahuan orang bertindak mengenai situasinya khususnya dihubungkan pada kebutuhan dan tujuan pribadi. Dimensi ini mencerminkan kemampuan dasar manusia untuk membedakan antara rangsangan-rangsangan yang berbeda dan membuat generalisasi dengan satu rangsangan dengan rangsangan lainnya.

b. Dimensi katektif atau emosional yaitu menunjuk pada reaksi katektif atau emosional dan orang yang bertindak terhadap situasi atau berbagai aspek didalamnya. Ini juga mencerminkan kebutuhan dan tujuan individu. Umumnya, orang memiliki suatu reaksi emosional positif terhadap elemen-elemen dalam lingkungan itu yang memberikan kepuasan atau dapat digunakan sebagai alat dalam mencapai tujuan, dan reaksi yang negatif terhadap aspek-aspek dalam lingkungan itu yang mengecewakan.

(3)

2. Orientasi nilai

Orientasi ini menunjuk pada standar-standar normatif yang mengendalikan pilihan-pilihan individu (alat dan tujuan) dan prioritas sehubungan dengan adanya kebutuhan dan tujuan-tujuan yang berbeda. Orientasi ini terdiri dari 3 dimensi yaitu:

a. Dimensi kognitif yaitu menunjuk pada standar-standar yang digunakan dalam menerima atau menolak berbagai interoretasi kognitif mengenai situasi.

b. Dimensi apresiatif yaitu menunjuk pada standar yang tercakup pada pengungkapan perasaan atau keterlibatan emosi atau afektif. c. Dimensi moral yaitu menunjuk pada standar-standar abstrak yang

digunakan unyuk menilai tipe-tipe tindakan alternatif menurut implikasinya terhadap sistem itu secara keseluruhan baik individual maupun sosial dimana tindakan itu berakar.

(4)

Dalam kerangka umum ini, variabel-variabel berpola itu memperlihatkan lima pilihan dikotomi yang harus diambil seorang secara eksplisit atau implisit dalam menghadapi orang lain dalam situasi sosial apa saja. Pilihan-pilihan itu antara lain yaitu:

1. Afektivitas versus netralitas afektif.

Ini merupakan dilema mengenai apakah mencari atau mengharapkan kepuasaan emosional dari orang lain atau tidak, dalam suatu situasi sosial. Pilihan yang jatuh ke afektivitas akan berarti bahwa orang-orang yang terlibat itu akan berhubungan satu sama lain secara emosional, dan saling memberikan kepuasan secara langsung.

2. Orientasi diri versus orientasi kolektif

Dilema ini berhubungan dengan kepentingan yang harus diutamakan. Orientasi diri akan berarti bahwa kepentingan pribadi orang itu sendirilah yang mendapat prioritas, sedangkan orientasi kolektif akan berarti bahwa kepentingan orang lain atau kolektivitas secara keseluruhan yang harus diprioritaskan. Artinya dimensi moral kolektiflah yang diutamakan.

3. Universalisme versus partikularisme

(5)

tertentu yang terdapat pada kedua pihak. Hubungan tertentu itu seperti kelompok, suku, agama ,dan sebagainya.

4. Askripsi versus prestasi

Parsons melihat variabel ini (dan yang berikutnya) berbeda dengan ketiga variabel sebelumnya dalam hal di mana yang diperlihatkan adalah persepsi orang yang bertindak atau klasifikasi orang lain dan bukan orientasi pribadinya. Intinya, orang lain dapat dilihat dan dinilai menurut siapa mereka atau apa yang mereka buat. Dalam askripsi, orang lain diperlakukan menurut mutu atau sifatnya yang khusus yang membatasi keterlibatannya dalam suatu hubungan sosial. Para anggota keluarga misalnya, diperlakukan lain dari orang lain hanya karena keanggotaannya dalam keluarga itu. Sama halnya sifat-sifat atau mutu askriptif seperti latar belakang etnis atau rasialmungkin dipertimbangkan sebagai dasar penilaian perbedaan itu. Sebaliknya, pola prestasi menekankan pada penampilan atau kemampuan yang nyata.

5. Spesifitas versus kekaburan

(6)

Dalam suatu hubungan yang bersifat spesifik, kewajiban untuk membuktikan akan ada pada orang yang memberi tuntutan pada orang lain untuk membenarkan tuntutan itu, sedangkan dalam hubungan yang ditandai oleh kekaburan, kewajiban untuk membuktikan akan ada pada orang kepada siapa tuntutan itu dijatuhkan untuk menjelaskan mengapa tuntutan itu tidak terpenuhi (Doyle Paul Johnson 1986:116-119).

2.2 Konsep Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih memiliki hubungan erat dengan pemilih itu sendiri dalam menjatuhkan pilihan politiknya. Ada 5 pendekatan yang digunakan untuk melihat perilaku pemilih yaitu :

1. Pendekatan Struktural

(7)

2. Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosilogis cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan dengan konteks sosial. Kongkretnya, pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal (kota-desa), pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan, dan agama.

3. Pendekatan Ekologis

Pendekatan ekologis hanya relevan apabila dalam suatu daerah pemilihan terdapat perbedaan karakteristik pemilih berdasarkan unit teritorial, seperti desa, kelurahan, kecamatan, dan kabupaten. Pendekatan ekologis ini penting sekali digunakan karena karakteristik data hasil pemilihan umum untuk tingkat provinsi berbeda dengan karakteristik data kebupaten, atau karakteristik data kabupaten berbeda dengan karakteristik data tingkat kecamatan.

4. Pendekatan Psikologi Sosial

(8)

5. Pendekatan Rasional

Pendekatan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk kalkulasi untung dan rugi. Yang dipertimbangkan tidak hanya “ongkos” memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif berupa pilihan yang ada. Pertimbangan ini digunakan pemilih dan kandidat yang hendak mencalonkan diri untuk terpilih sebagai wakil rakyat atau penjabat pemerintah. Bagi pemilih pertimbangan untuk dan rugi digunakan untuk membuat keputusan tentang partai atau kandidat yang dipilih, terutama untuk membuat keputusan apakah ikut memilih atau tidak ikut memilih.

2.3Konsep Etnisitas

2.3.1 Pengertian Etnik

(9)

Suku bangsa yang sering disebut etnik atau golongan etnik mempunyai tanda-tanda atau ciri-ciri karekteristiknya. Ciri-ciri tersebut terdiri dari: ( Payung Bangun 1998:63)

a. Memiliki wilayah sendiri

b. Mempunyai struktur politik sendiri berupa tata pemerintahan dan pengaturan kekuasaan yang ada

c. Adanya bahasa sendiri yang menjadi alat komunikasi dalam interaksi

d. Mempunyai seni sendiri (seni tari lengkap dengan alat-alatnya, cerita rakyat, seni ragam hias dengan pola khas tersendiri)

e. Seni dan teknologi arsitektur serta penataan pemukiman

f. Sistem filsafat sendiri yang menjadi landasan pandangan, sikap dan tindakan

g. Mempunyai sistem religi (kepercayaan, agama) sendiri.

(10)

2.3.2 Etnis Karo

Etnis Karo merupakan etnis yang mendiami salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yait suku Karo didominasi dengan warna perhias

Kehidupan kelompok etnis Karo tidak terlepas dari kebudayaannya sebab, kebudayaan ada karena ada masyarakat pendukungnya. Sebagai masyarakat yang terisolir dipedalaman dataran tinggi karo dan sekitarnya, ternyata sebagai sebuah komunitas disana terbentuk juga sebuah budaya yang menjadi patron bagi masyarakat Karo dalam berhubungan dengan sang pencipta alam berserta lainnya dan khususnya hubungan antara masyarakat didalamnya. Kesemuaan pola hubungan tersebut dalam sebuah aturan tidak tertulis yang mengatur disebut dengan budaya. Aspek budaya yang dimana menurut Singarimbun merupakan identitas masyarakat Karo ada 4 yang meliputi yaitu Merga, Bahasa, Kesenian dan adat istiadat.

Merga adalah identitas masyarkat Karo yang unik. Bagi orang Karo merga

(11)

merga dan bere-bere ditanyakan didapatkan identitas melalui terombo atau silsilah, selanjutnya masuk kepada tema pembicaraan berikutnya. Melalui merga maka masyarakat Karo dapat membuat rakut sitelu atau daliken sitelu, tutur siwaluh dalam kehidupan sehari-hari. Ada 5 merga dalam orang Karo yaitu Ginting, Karo-Karo, Perangin-angin, Tarigan dan Sembiring.

Bahasa dan aksara Karo merupakan karya budaya yang memiliki budaya

yang tidak ternilai harganya. Suku Karo memiliki aksara, berarti leluhur Karo dulunya sudah pandai baca-tulis alias tidak buta huruf. Menurut Profesor Hendry Guntur Tarigan bahwa Bahasa Karo adalah bahasa tertua kedua di Indonesia setelah Bahasa Kawi ( Sansekerta/Jawa Kuno).

Kesenian Karo adalah kesenian tradisional yang terdiri dari Gendang dan pakaian adat, bersamaan hadirnya orang Karo. Acara gendang ini ditampilkan dalam setiap acara adat, seperti adat perkawinan, kematian, dan mengket rumah. Gendang Karo terdiri dari gong, penganak, kecapi, serune surdam. Sedangkan pakaian adat karo terdiri dari uis nipes, beka buluh, sertali, rudang-rudang, gelang sarong, uis arinteneng, uis emas-emas, ragi jenggi dan tapak gajah, kelam-kelam, anting kodang-kodang.

(12)

kerjasama didalam keluarga. Kalimbubu merupakan sebagai tempat meminta dan tempat bertanya, selalu diperlukan restunya dalam adat dan penghormatan dalam musyawarah adat. Senina merupakan sukut yang punya pesta. Dan anak beru merupakan pekerja dalam pesta, yakni yang mengetahui keadaan senina dan kalimbubu, dan menjaga jangan sampai ada yang rusak dalam peradatan. (Sarjani Tarigan: 6-7). Kedua, tutur siwaluh yang artinya konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, terdiri dari delapan golongan yaitu :

1 Puang kalimbubu, yaitu kalimbubu dari kalimbubu seseorang.

2 Kalimbubu, yaitu kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu.

3 Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan sub

merga yang sama.

4 Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan,

jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).

5 Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung.

Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.

6 Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena

mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.

7 Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga

(13)

perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri. Anak beru ini terdiri lagi atas:

1. Anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.

2. Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara

langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere bere mama.

(14)

adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.

1. Konsep Pilkada

Pilkada merupaka wakil kepala daerah secara langsung di yang memenuhi syarat untuk itu. Pilkada ini merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.

2. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepada desa selama ini telah dilakukan secara langsung.

3. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubenur, Bupati dan Walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupatenm dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan wakil kepala daerah.

(15)

kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.

5. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas karunia dan berkat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

Pemilihan respirator harus berdasarkan pada tingkat pemaparan yang sudah diketahui atau diantisipasi, bahayanya produk dan batas keselamatan kerja dari alat pernafasan yang

dengan bentuk dan hasil serta dampak kegiatan. Evaluasi kegiatan secara tidak langsung dapat dilihat dari informasi yang beredar melalui media masa dan penilaian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi: (1) bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran melalui

berbentuk benang dengan penampang melintang yang umumnya berbentuk berbentuk benang dengan penampang melintang yang umumnya berbentuk bulat, sedangkan kepala sari,

5) Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk mencapai KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yaang tersedia dalam silabus dan KD

Berdasarkan hasil pembahasan dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persentase sekolah terklasifikasi hitam tingkat kota/kabupaten yang ada di Provinsi

(2) Dalam penyaluran pembiayaan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank atau Perusahaan Pembiayaan memperoleh dana dari Bank Kustodian dan menyerahkan aset berupa