• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI A. Pengertian Asuransi - Aspek Hukum Pertanggungan Jaminan Hari Tua Bagi Karyawan Pt. Bank Cimb Niaga Tbk Cabang Bukit Barisan Medan Pada Perusahaan Asuransi Aia Financial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI A. Pengertian Asuransi - Aspek Hukum Pertanggungan Jaminan Hari Tua Bagi Karyawan Pt. Bank Cimb Niaga Tbk Cabang Bukit Barisan Medan Pada Perusahaan Asuransi Aia Financial"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI

A. Pengertian Asuransi

Istilah asuransi dalam bahasa Belanda adalah Verzekering dan dalam bahasa Inggris adalah Insurance yang berarti jaminan atau pertanggungan. Penulis-penulis Indonesia yang mempergunakan istilah pertanggungan yaitu Soekardono dan Subekti, selanjutnya Wirjono Prodjodikoro untuk pertanggungan dipakai istilah asuransi.

Dalam hukum asuransi orang mempertanggungkan disebut Tertanggung sedangkan orang yang menanggung disebut Penanggung, sedangkan Wirjono Prodjodikoro menggunakan istilah Terjamin untuk tertanggung dan Penjamin untuk penanggung.

Hidup ini penuh dengan resiko dan manusia selalu berusaha memperkecil

resiko tersebut, maka dari itu setiap orang akan berusaha menjamin kesejahteraan keluarganya. Salah satu jalan untuk menjamin kesejahteraan tersebut adalah dengan jalan menutup perjanjian asuransi.

Dalam membicarakan asuransi, maka terdapat beraneka ragam pendapat para sarjana dan masing-masing pendapat tersebut satu dengan yang lainnya cenderung menunjukkan perbedaan. Adanya pendapat yang berbeda tersebut sebenarnya tidaklah memperlihatkan suatu pertentangan yang sungguh-sungguh, melainkan keinginan para perumus untuk memasukkan unsur-unsur yang sebanyak-banyaknya di satu pihak dan pembatasan unsur-unsur di pihak lainnya. Hal yang demikian disebabkan karena adanya peninjauan yang satu dengan yang lainnya saling meninjau dari sisi yang berlainan.

Pengertian asuransi sebagaimana diuraikan dalam Ensiklopedia Umum adalah:

(2)

mempertanggungkan harus membayar sejumlah uang yang disebut premi kepada penanggung.10

Mengenai hal ini, Emmy Pangaribuan Simanjuntak tidak sependapat apabila perjanjian asuransi digolongkan ke dalam perjanjian untung-untungan. Dikatakannya bahwa dalam banyak hal ketentuan dalam Pasal 1774 KUHPerdata itu tidak tepat, sebab didalam perjanjian untung-untungan itu para pihak secara sengaja dan sadar menjalani suatu kesempatan untung-untungan dengan prestasi secara timbal balik tidak seimbang. Perjanjian yang demikian ini dilarang oleh undang-undang apabila itu merupakan suatu permainan atau perjudian dan undang-undang tidak akan memberikan perlindungan kepadanya (Pasal 1778 KUHPerdata). Yang dibolehkan hanya mengenai perjanjian asuransi (Pasal 1775-Pasal 1787 KUHPerdata). Alasan lainnya adalah bahwa dalam perjanjian asuransi, penanggung didalam mempertimbangkan resiko yang akan ditanggungnya, ia juga menerima suatu kontra prestasi yang disebut premi dari tertanggung. Dengan mengutip pendapat Mr. T. J. Dorhout Mees yang mengatakan bahwa Pasal 1774

Pasal 246 KUHD merumuskan asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskan dari kerugian karena kehilangan, kerugian atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita oleh karena suatu kejadian yang tidak pasti.

Menurut Pasal 1 Sub 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Sedangkan dalam KUHPerdata Buku III Bab XV Pasal 1774 ditegaskan bahwa asuransi termasuk dalam golongan persetujuan untung-untungan, yaitu suatu persetujuan yang hasilnya mengenai untung rugi bagi semua pihak maupun bagi sementara, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Bentuk lainnya adalah bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.

10

(3)

KUHPerdata yang memasukkan perjanjian asuransi ke dalam perjanjian untung-untungan hanyalah dalam arti bahwa besarnya kewajiban penanggung dalam asuransi itu akan ditentukan oleh kejadian-kejadian yang kemudian akan terjadi, maka hal itu lebih memperkuat pendapatnya bahwa tidak tepat dikatakan bahwa asuransi termasuk ke dalam perjanjian untung-untungan.11

Wirjono Prodjodikoro, mengemukakan bahwa Asuransi (verzekering) yang berarti pertanggungan. Dalam asuransi terlibat dua pihak, yang satu sanggup akan menanggung atau menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan diderita selaku akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadinya atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.

Di bawah ini selanjutnya dikemukakan beberapa pengertian asuransi dari berbagai pandangan para sarjana ataupun menurut apa yang terdapat di dalam undang-undang :

12

Selaku kontra prestasi dari pertanggungan ini ialah bahwa pihak yang

ditanggung itu, wajib membayar sejumlah uang (premi) kepada pihak yang menanggung, yang mana uang tersbut akan menjadi milik pihak menanggung apabila dikemukakan hari ternyata peristiwa yang dimaksudkan itu tidak terjadi.13

D. Sutanto, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah peniadaan resiko kerugian yang datangnya tak terduga sebelumnya yang menimpa seseorang dengan cara menggabungkan sejumlah besar orang atau manusia yang menghadapi resiko yang sama dan mereka itu membayar premi yang besarnya cukup untuk menutup kerugian yang mungkin menimpa orang diantara mereka. 14

Masih dalam pengertian asuransi, A. Abbas Salim memberikan definisi asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian yang besar dan yang belum pasti.15

Selanjutnya Santoso Poejosubroto, memberikan definisi asuransi pada umumnya adalah perjanjian timbal balik dalam mana pihak penanggung dengan mana menerima premi, mengikatkan dirinya untuk memberikan pembayaran

11

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Yogyakarta, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1980, hal. 7 dan 8.

12

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakata, Intermasa, 1982, hal. 5.

13

Ibid.

14

D. Sutanto, Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi Jiwa, Jakarta, Yayasan Darmasiswa Bumi Putera 1912, 1995, hal. 1.

15

(4)

kepada pengambil asuransi atau orang yang di tunjuk, karena terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti disebutkan dalam perjanjian baik karena pengambil asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tadi mengenai hidup kesehatan atau validitet seorang penanggung.16

Masih dalam kaitannya dengan masalah pengertian asuransi, Abdul Kadir Muhammad, memberikan suatu definisi pertanggungan (asuransi) adalah merupakan suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang di harapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu.17

Selanjutnya W. J. S. Poerwodarminta merumuskan bahwa asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara dua pihak), pihak yang satu akan membayar uang kepada pihak lain bila terjadi kecelakaan dan sebagainya. Sedang pihak yang lain akan membayar iuran.18

1. Asuransi itu pada asasnya adalah suatu perjanjian kerugian (schade verzekering) atau indemniteits contract.

Dalam asuransi terkandung adanya suatu resiko yang terjadinya belum dapat dipastikan. Di samping itu adanya pelimpahan atau pengalihan tanggung jawab memikul beban resiko dari pihak yang mempunyai beban tersebut kepada pihak lain yang sanggup mengambil alih tanggung jawab. Sebagai kontra prestasi dari pihak lain yang melimpahkan tanggung jawab ini, ia diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menerima pelimpahan atau ambil alih tanggung jawab yang disebut premi.

Dengan demikian pada hakekatnya asuransi merupakan suatu perjanjian yang menimbulkan ikatan timbal balik, yang didalamnya mencakup unsur-unsur yaitu :

2. Adanya pihak-pihak yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung. 3. Asuransi itu merupakan perjanjian bersyarat.

4. Adanya premi yang dibayar oleh tertanggung.

16

Santoso Poejosubroto, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia, Jakarta, Barata, 1969, hal. 82.

17

Abdulkadir Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Pertanggungan, Bandung, Alumni, 1983, hal. 28.

18

(5)

Dari unsur-unsur tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa asuransi itu merupakan suatu persetujuan timbal balik yang berarti masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain, dimana dalam hal ini masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak penjamin akan membayar sejumlah uang kepada terjamin, apabila suatu peristiwa akan terjadi dimana masing-masing pihak tidak mengetahuinya kapan peristiwa tersebut terjadi. Di sini harus terdapat hubungan sabab akibat diantara peristiwa dan kerugian.

Asuransi dikatakan sebagai suatu perjanjian kerugian, dalam hal ini jelas bahwa penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemniteit).

Ada kalanya suatu ganti rugi itu tidaklah seluruh kerugian yang diderita. Ini dapat terjadi apabila tidak seluruhnya harga objek asuransi itu diasuransikan,

sehingga masih ada resiko yang ditanggung oleh tertanggung sendiri. Oleh karena itulah maka kita masih melihat adanya ketentuan yang ditarik lebih lanjut dari prinsip indemniteit itu ialah, bahwa asuransi itu tidak boleh menjurus pada pemberian ganti rugi yang lebih besar daripada kerugian yang diderita (pasal 253 KUHD).

Asuransi juga dikatakan sebagai suatu perjanjian bersyarat artinya bahwa kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan apabila peristiwa tertentu atas mana diadakan asuransi itu terjadi. Jadi pelaksanaan kewajiban mengganti rugi digantungkan pada satu syarat.

Dari definisi pasal 246 KUHD, Wirjono Projodikuro menarik beberapa unsur yang ada dalam pasal 246 KUHD, yaitu :

1. Pihak terjamin membayar uang premi kepada pihak penjamin, sekaligus atau berangsur-angsur.

2. Pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak terjamin sekaligus atau berangsur-angsur, apabila terlaksana unsur ketiga. 3. Suatu peristiwa yang semula belu terang akan terjadi.19

19

(6)

Dari beberapa unsur suatu perjanjian asuransi tersebut, menyebabkan para pihak yang membuat suatu perjanjian asuransi akan dapat bersikap lebih tegas terutama yang menyangkut syarat-syarat yang harus ada dalam perjanjian asuransi. Hal ini sangat penting sekali adalah untuk menentukan hak dan kewajiban yang akan timbul dari para pihak, pada saat perjanjian asuransi itu sedang berlangsung maupun akan saat berakhirnya perjanjian asuransi tersebut.

B.Sejarah Asuransi

1. Zaman Kebesaran Yunani

Pada zaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great (356–323 BC) seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan sangat banyak uang guna membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mengumumkan kepada para pemilik budak belian supaya mendaftarkan budak – budaknya dan membayar sejumlah uang tiap tahun kepada Antimenes. Sebagai imbalannya, Antimenes menjanjikan kepada

mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan supaya budak itu ditangkap, atau jika tidak dapat ditangkap, dibayar dengan sejumlah uang sebagai gantinya.

(7)

apabila ada diantara budak itu yang melarikan diri. Perjanjian yang terjadi antara Antimenes dengan para pemilik budak belian ini pada pokoknya sama dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan.

2. Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi

Perjanjian seperti pada zama Yunani terus berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke–10 sesudah Masehi. Pada waktu itu dibentuk perkumpulan (collegium). Setiap anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara. Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjian-perjanjian tersebut merupakan peristiwa

(8)

perkumpulan tadi mirip sekali dengan suatu asuransi jiwa secara saling menjamin (onderlingne levensverzekering).

3. Zaman Abad Pertengahan

Peristiwa – peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota-anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana

gilde yang terkumpul dari anggota-anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke-9 dan mirip dengan asuransi kebakaran. 20

Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman, dan negara-negara Eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. 21

Karena ada larangan menarik bunga oleh agama Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka pola perjanjian tersebut diubah. Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu Keadaan ini mulai terpikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi kerugian laut. Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij. Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar kembali. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung resiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah-olah sebagai ganti kerugian kepada pemiliki kapal dan barang muatannya.

20

A. Hasymi, Pengantar Asuransi, Jakarta, Bumi Aksara, 1993, hal. 20.

21

(9)

kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi setelah benar-benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan sejumlah uang. Namun, pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung. Dengan ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi.22

Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Perancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat asuransi laut di Negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena Negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke Negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerah-daerah jajahan mereka. Pada waktu pembentukan Code de Commerce

Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu

pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, di samping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847.23

Kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang yang dilakukan Kaisar Napoleon dimuat dalam Kitab Code Civil (KUHPerdata) dan Code De Commerce

(KUHD). Pada abad ke 19, Code De Commerce hanya memuat pasal Asuransi Laut. Perkembangan asuransi laut didorong oleh dialihkannya suatu rancangan undang-undang di Inggris dalam tahun 1574 yang menciptakan suatu Dewan Asuransi untuk menjual asuransi tersebut. Beberapa tahun kemudian didirikanlah sebuah pengadilan istimewa untuk menangani perselisihan-perselisihan asuransi, dengan demikian pengadaan asuransi laut berubah dari kegiatan part time/ sampingan untuk para saudagar menjadi bisnis full time bagi para spesialis. Jika sebelumnya semua asuransi laut ditanggung oleh individu-individu

berangsur-22

P.M. Tambunan, Aspek Hukum Reasuransi kerugian, Makalah pada Seminar Pengembangan Hukum Dagang Tentang Hukum Angkutan dan Hukum Asuransi, Jakarta, Departemen Kehakiman Badan Pembinaan Hukum Nasional 21-23 Maret l989 Suara Karya, 6 November 2004, hal. 7.

23

(10)

angsur bergeser menjadi perusahaan. Perusahaan pertama yang diorganisasi untuk melakukan bisnis asuransi laut didirikan dalan tahun 1668 di Paris. Perusahaan ini memperoleh sukses selama periode spekulasi di Inggris yang terkenal sebagai “bubble period” ini adalah disahkannya bubble act dalam tahun 1720, berdasarkan undang-undang ini raja George mengesahkan piagam untuk dua perusahaan asuransi laut yaitu London Assurance Corporation dan Royal Exchange Assurance Corporation. Belakangan perusahaan-perusahaan ini diizinkan untuk bergerak di bidang asuransi kebakaran dan asuransi jiwa disamping asuransi laut. Walaupun perusahaan-perusahaan yang memikul asuransi terus berkembang, namun para penanggung perorangan masih tetap merupakan faktor utama dalam bisnis asuransi di Inggris.

C. Dasar Hukum Asuransi

Menurut KUHPerdata Pasal 246 ” Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada

seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilngan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin terjadi akan diderita karena sesuatu yang tak tertentu”.

Macam-macam asuransi :

a. Asuransi kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu berupa kehilangan nilai pakai, kekurangan nilainya dan kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung. Penanggung tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung apabila selama jangka waktu perjanjian objek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang dipertanggungkan.

(11)

saving) penanggung akan tetap mengembalikan jumlah uang yang diperjanjikan kepada tertanggung.

c. Asuransi sosial ialah asuransi yang memberikan jaminan kepada masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah, yaitu misalnya:24

1. Asuransi Kecelakaan Lalu Lintas (Jasa Raharja). 2. Tabungan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN). 3. Asuransi Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek),.

4. Asuransi Kesehatan (ASKES) untuk pegawai negeri dan pensiunan beserta keluarganya.

5. Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). 6. Asuransi wajib kecelakaan penumpang.

Selain itu, masih ada juga jenis-jenis asuransi yang terdapat di dalam praktek yang diatur di dalam KUHD, misalnya :25

a. Asuransi terhadap pencurian dan pembongkaran.

b. Asuransi kecelakaan.

c. Asuransi terhadap kerugian perusahaan.

d. Asuransi terhadap pertanggungjawaban seseorang pada kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatan melawan hukum sendiri atau bawahannya. e. Asuransi kredit. Asuransi ini sekarang banyak dikenal di dalam praktek, yang

maksudnya menanggung kerugian yang timbul dan diderita berhubung debitur tidak dapat mengembalikan kredit yang diambilnya dari bank.

f. Asuransi atas kerugian yang diderita oleh suatu perusahaan (bedriffsverzekering).

Sekarang ini, peraturan asuransi yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan peraturan organiknya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

Pengaturan hukum asuransi di Indonesia, dewasa ini antara lain dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) mulai Pasal 246 s/d Pasal 286. Adapun peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

24

Hadi Setia Tunggal, Op. Cit., hal 78.

25

(12)

pengaturan usaha perasuransian dalam hubungannya dengan perlindungan bagi pemegang polis adalah sebagai berikut:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Berdasarkan Pasal 1 KUHD, ketentuan umum perjanjian dalam KUHPerdata dapat berlaku pula bagi perjanjian asuransi dengan kepentingan pemegang polis yang diperhatikan. Ketentuan dimaksud antara lain:26

Apabila ternyata penanggung wajib memberikan ganti kerugian atau sejumlah uang dalam perjanjian asuransi dan ternyata melakukan ingkar janji, maka pemegang polis dapat menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga dengan memperhatikan Pasal 1276 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, disertai penggantian biaya, kerugian dan bunga.

Pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian timbal balik apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Namun demikian disebutkan pula bahwa perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan tersebut juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian.

Bagi kepentingan pemegang polis, ketentuan pasal tersebut perlu diperhatikan sebab kemungkinan misalnya yang bersangkutan terlambat dalam

melakukan pembayaran premi.

27

Bahwa ahli waris dari pemegang polis/tertanggung dalam perjanjian asuransi juga mempunyai hak untuk dilaksanakan prestasi dari perjanjian tersebut, yang dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1318 KUHPerdata. Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa jika seorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap itu adalah untuk ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak Untuk mencegah penanggung menambah syarat-syarat lainnya dalam memberikan ganti rugi atau sejumlah uang, maka sebaiknya pemegang polis memperhatikan ketentuan Pasal 1253 s/d 1262 KUHPerdata.

26

Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Op. Cit., hal 5.

27

(13)

dari padanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian bahwa tidak demikian maksudnya.

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata mengatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan adanya perkataan ”semua” dalam pasal tersebut berarti juga berlaku bagi perjanjian asuransi. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata melahirkan beberapa asas antara lain asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat dan asas kepercayaan.

Selanjutnya Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata berbunyi bahwa perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.dengan demikian apabila misalnya pemegang polis terlambat membayar premi maka penanggung tidak secara sepihak menyatakan perjanjian asuransi batal.

Pasal 1338 KUHPerdata ditutup dengan ayat (3) yang menegaskan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik

merupakan suatu dasar pokok dan kepercayaan yang menjadi landasan setiap perjanjian termasuk perjanjian asuransi dan pada dasarnya hukum tidak melindungi pihak yang beritikad buruk.

Pasal 1339 KUHPerdata bunyi bahwa perjanjian-perjanjian tidak hanya mengbeikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Ketentuan ini yang melahirkan asas kepatutan yang berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

Pasal 1324 KUHPerdata mengenai menafsirkan perjanjian harus diperhatikan pula oleh para pihak yang mengadakan perjanjian asuransi.

Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melanggar hukum dapat juga dipergunakan oleh pemegang polis apabila dapat membuktikan penanggung telah melakuakn perbuatan yang merugikannya.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

(14)

Pasal 254 KUHD yang melarang para pihak dalam perjanjian, baik pada waktu diadakannya perjanjian maupun selama berlangsungnya perjanjian asuransi menyatakan melepaskan hal-hal yang oleh ketentuan undang-undang diharuskan sebagai pokok suatu perjanjian asuransi ataupun hal-hal yang dengan tegas telah dilarang. Apabila hal demikian dilakukan mengakibatkan perjanjian asuransi itu batal.

Dalam Pasal 257 KUHD disebutkan bahwa perjanjian asuransi diterbitkan, seketika setelah ditutup, hak dan kewajiban bertimbal balik dari penanggung dan tertanggung mulai berlaku sejak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani. Dengan demikian perjanjian asuransi merupakan perjanjian konsensual sehingga telah terbentuk dengan adanya kata sepakat kedua belah pihak.

Mengenai pembuktian adanya perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 258 KUHD. Disebutkan bahwa untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian tersebut diperlukan pembuktian dengan tulisan, namun demikian bolehlah lain-lain alat pembuktian dipergunakan juga, manalaka sudah ada permulaan pembuktian

dengan tulisan.

Pasal 260 dan Pasal 261 KUHD yang mengatur tentang asuransi yang ditutup dengan perantara makelar. Dari Pasal 260 KUHD diketahui bahwa dalam hal perjanjian asuransi ditutup dengan perantara seorang makelar, maka polis yang telah ditandatangani harus diserahkan dalam waktu 8 hari setelah ditutupnya perjanjian. Demikian pula Pasal 259 KUHD yang mengatur mengenai perjanjian asuransi yang ditutup langsung oleh tertanggung dengan penanggung, diharuskan pihak yang disebut terakhir ini menandatanganinya dalam waktu 24 jam. Apabila waktu yang ditentukan di atas dilampaui, tertanggung perlu memperhatikan Pasal 261 KUHD yang menyatakan bahwa jika ada kelalaian, dalam hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 259 dan Pasal 260 KUHD tersebut, maka wajiblah penanggung atau makelara yang bersangkutan memberikan ganti rugi kepada tertanggung dalam hal timbul kerugian yang diakibatkan kelalaian tersebut.

3. Peraturan Perundang-undangan lainnya.

Peraturan perudang-undangan lainnya yang mengatur yaitu : 28

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

28

(15)

b. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

D. Sahnya Perjanjian Asuransi

Asuransi sebagai perjanjian atau persetujuan maka asuransi juga harus mengikuti ketentuan-ketentuan hokum persetujuan pada umumnya yang ada di Indonesia di atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Asuransi merupakan suatu perjanjian antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung. Karena itu syarat sahnya perjanjian asuransi berlaku syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu ada 4 (empat) syarat yaitu: 29

1. Kesepakatan para pihak.

2. Kecakapan berbuat bagi para pihak.

3. Adanya objek tertentu. 4. Suatu sebab yang halal.

1. Kesepakatan para pihak

Sehubungan dengan kata sepakat, maka dalam hal ini kata sepakat itu berarti persesuaian kehendak secara timbal balik. Begitu juga dalam perjanjian asuransi antara pihak penanggung dengan pihak tertanggung harus ada persesuaian mengenai benda atau apa yang diasuransikan atau dipertanggungkan, nilai pertanggungan, lamanya pertanggungan dan syarat-syarat lain yang berlaku bagi perjanjian asuransi tersebut. Mengenai syarat ini diatur lebih lanjut, khusus untuk perjanjian asuransi diatur di dalam KUHD.

Akan tetapi perjanjian asuransi itu tidak akan terjadi karena paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling), ataupun penipuan (berdog). Hal ini dipertegas lagi seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 1321 KUHPerdata, yang menentukan tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena paksaan, kekhilafan atau penipuan.

29

(16)

Jadi jelaslah sudah bahwa kata sepakat dalam perjanjian asuransi baru terjadi apabila masing-masing pihak mempunyai persesuaian kehendak secara timbal balik dan tanpa ada kekhilafan, penipuan maupun paksaan seperti apa yang telah disebutkan dalam Pasal 1321 KUHPerdata.

Mengenai Pasal 1321 KUHPerdata, juga diatur di dalam KUHD, yaitu dalam Pasal 291 KUHD yang menyebutkan:

Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar ataupun setiap tidak memberitahukan hal yang mana diketahui oleh tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau tidak ditutup dengan syarat yang sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan.

Oleh karena itu akibat hukum tidak ada perjanjian dengan persetujuan kehendak (karena paksaan, kekhilafan, atau penipuan) ialah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya oleh hakim.

2. Kecakapan Berbuat Bagi Para Pihak

Para pihak atau orang-orang yang akan membuat perjanjian asuransi haruslah cakap menurut hukum. Orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah orang yang cakap menurut hukum.

Menurut KUHPerdata, orang dikatakan cakap menurut hukum dalam membuat suatu perjanjian adalah orang yang sudah dewasa. Sedangkan pengertian dewasa tidaklah diatur secara tegas dalam Undang-Undang. Untuk itulah kita melihat dengan menyimpulkan sebagaimana diatur dalam Pasal 330 KUHPerdata. Dalam pasal tersebut pengertian

1. Mereka yang sudah berumur 21 tahun.

2. Mereka yang belum berumur 21 tahun tetapi telah kawin terlebih dahulu.

3. Mereka yang telah pernah kawin dan bercerai, walaupun belum berumur 21 tahun.

(17)

faktor lainnya, seperti faktor kecakapan seseorang untuk mengadakan suatu perjanjian.

Jadi ketentuan dewasa menurut umur belumlah merupakan jaminan bahwa orang tersebut cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Harus ada faktor lain seperti sehat pikiran, tidak dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum, misalnya orang yang membuat suatu perjanjian tidak sakit ingatan. Karena orang tersebut tidak mampu untuk menginsyafi tanggung jawab yang dipikul sebagai akibat dari perjanjian tersebut. Demikian pula orang yang akan membuat suatu perjanjian harus tidak dilarang oleh Undang-Undang, seperti orang yang dibawah pengampunan.

Ketentuan di dalam KUHPerdata mengenai kecakapan untuk membuat suatu perjanjian dikaitkan pada usia tertentu, yaitu umur 21 tahun. Namun berbeda pengertian seseorang yang sudah dewasa antara KUHPerdata yaitu pada Pasal 330 dengan Undang-Undang Perkawinan yang mengatakan bahwa usia dewasa ditetapkan umur 18 tahun (UU Nomor 1 Tahun 1974).30

3. Adanya Objek Tertentu

Disamping kecakapan dikenal juga adanya kewenangan untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Dikatakan mempunyai kewenangan apabila ia mendapat kuasa dari pihak ketiag untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu, seperti membuat perjanjian tertentu. Akibat hukum dari ketidakwenangan membuat perjanjian, maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Jika tidka dimintakan pembatalannya oleh pihak yang berkepentingan, maka perjanjian tersebut tetap berlaku bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian itu. Hal tersebut diatas juga berlaku dalam perjanjian asuransi.

Pengertian objek tertentu disini adalah apa yang diwajibkan kepada Debitur dan apa yang menjadi hak dari Kreditur.31

Di dalam perjanjian asuransi pada dasarnya pasti ada benda atau sesuatu yang dipertanggungkan. Untuk itu tertanggung harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan benda yang dipertanggungkan itu. Hubungan

Barang yang dijadikan objek dari suatu perjanjian harus ditentukan jenisnya atau setidak-tidaknya dapat ditentukan.

30

R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1978, hal. 25.

31

(18)

langsung maksudnya adalah tertanggung memiliki langsung benda tersebut. Sedangkan hubungan tak langsung maksudnya adalah bahwa tertanggung mempunyai kepentingan atas sesuatu yang dipertanggungkan itu.

Jadi dalam hal ini tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia benar-benar mempunyai kepentingan atas sesuatu yang dipertanggungkan. Dan jika tidak, maka asuransi itu menjadi batal. Karena kepentingan adalah juga merupakan syarat dalam perjanjian asuransi.

Jadi dengan demikian pada saat diadakannya perjanjian asuransi, harus ada kepentingan pada si tertanggung. Jadi jika kepentingan itu tidak ada, maka perjanjian asuransi itu tidak sah. Dan jika terjadi peristiwa yang merugikan maka tidak ada ganti rugi bagi tertanggung. Jadi dalam hal perjanjian asuransi asas kepentingan adalah merupakan syarat mutlak. Berarti yang disebutkan dalam Pasal 250 KUHD, yaitu :

Apabila seseorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri atau papabila seseorang yang untuknya telah diadakan suatu

pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu maka si penanggung tidak diwajibkan membayar ganti rugi.

Kepentingan dalam perjanjian asuransi dapat dilihat dalam arti luas dan juga dalam arti sempit. Di lihat dalam arti luas, yaitu dimana ada pihak yang berhak, tentu ada kepentingan di sana, yaitu kepentingan terlaksananya hak itu yang berarti juga kepentingan akan pemenuhan kewajiban yang dibebankan kepada pihak lain. Selanjutnya kepentingan dalam arti sempit, yaitu berupa kemungkinan mendapat suatu kenikmatan (genot). Lalu kapankah kepentingan itu harus ada?.

Kepentingan itu harus ada pada si tertanggung pada saat diadakannya perjanjian asuransi itu, dan apabila tidak ada maka perjanjian itu tidak sah dan apabila kemudian terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka penanggung tidak mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi (Pasal 250 KUHD).

4. Suatu Sebab Yang Halal

(19)

KUHPerdata). Dan suatu perjanjian tanpa sebab, atau dibuat karena sesuatu yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 3135 KUHPerdata). Jadi perjanjian yang dibuat itu tidak mengikat. Sebaliknya perjanjian yang berisi sebab/causa yang halal adalah sah (Pasal 1336 KUHPerdata). Sebenarnya undang-undang tidak memperdulikan sebab orang membuat suatu perjanjian. Yang diperhatikan atau diawasi oleh undang-undang adalah isi perjanjian itu. Oleh karena itu suatu perjanjian harus benar-benar mempunyai maksud dan tujuan yang jelas sehingga tidak merugikan masing-masing pihak.

Tetapi apabila terjadi suatu perjanjian yang berisi sebab atau causa yang tidak halal, maka perjanjian itu batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntuk pemenuhan perjanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian itu.

Suatu sebab yang tidak halal yang bertentangan dengan undang-undang, misalnya jual beli candu, ganja, membunuh orang. Yang bertentangan dengan

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi mortar dengan campuran napthaline memiliki hasil yang positif, dengan pencampuran napthaline dengan jumlah yang tepat pada penelitian ini adalah 2 % maka

diakses pada : 5 Juli 2010. 127 Abdul Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fikih ibadah Terj. Menurut penilaian Syekh Nashiruddin al - Alba>niy hadis

51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4934)..

Pada 30 menit awal setelah aplikasi CHIT 52 pada kontrol maupun slide yang diaplikasikan enzim tidak menunjukkan adanya perubahan morfologi pertumbuhan

Parameter yang digunakan dalam penelitian adalah data populasi (jumlah jenis yang ditemukan, jumlah individu dan sex ratio), habitat satwa (sumber pakan, tipe

Dongeng adalah cerita rakyat yang secara lisan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, pengarangnya anonim, ada dalam dunia khayal atau tidak benar-benar

Gambar 2.5 Gerakan smash yang beresiko menyebabkan cedera .Cedera berawal dari penyerang yang melompat dengan cepat dan lebih rendah untuk mendekati arah net sehingga

Hasil simulasi A menunjukkan bahwa peningkatan impor produk sensitif Indonesia terutama beras dan gula lebih banyak berasal dari sesama negara ASEAN, antara