commit to user
i
PELAKSANAAN PERJANJIAN OPERALIH KONSUMEN DI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN WOM FINANCE CABANG PURBALINGGA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Satrio Adhi Laksono
NIM. E0008077
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
iv
commit to user
v
ABSTRAK
Satrio Adhi Laksono, E0008077. 2013. PELAKSANAAN PERJANJIAN OPERALIH KONSUMEN DI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN WOM FINANCE CABANG PURBALINGGA.
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini didasarkan adanya perkembangan jaman semakin modern dan adanya kebutuhan mobilitas tinggi masyrakat sehingga meningkatnya permintaan sepeda motor setiap tahunnya, namun tidak semua masyarakat mampu untuk membeli, lembaga pembiayaan konsumen dapat membantu masyarakat untuk memiliki sepeda motor dengan pembayaran secara berkala.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk dan isi perjanjian serta pelaksanaan dan permasalahan yang ada dalam pelaksanaan perjanjian operalih konsumen di WOM Finance Cabang Purbalingga dan cara penyelesaiannya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris dengan pendekatan kualitatif dan memilih lokasi di WOM Finance Cabang Purbalingga yang beralamat di jalan Jendral Soedirman Nomor 159 Purbalingga. Data diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer bersumber dari keterangan pihak-pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian operalih konsumen, data sekunder berasal dari bahan-bahan pustaka. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Model analisis data kualitatif dengan model interaktif digunakan dengan tiga alur, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Bentuk perjanjian operalih konsumen di WOM Finance Cabang Purbalingga adalah tertulis dengan akta dibawah tangan dan menggunakan perjanjian baku, isi perjanjian ini telah sesuai atau memenuhi kerangka umum dari suatu kontrak. Pelaksanaan perjanjian operalih konsumen di WOM Finance Cabang Purbalingga telah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Permasalahan-permasalahan yang ada dalam pelaksanaan perjanjian opealih konsumen adalah debitur lama sulit mendapatkan calon debitur baru sementara debitur lama sudah tidak mampu membayar angsuran dan adanya wanprestasi yang dilakukan oleh debitur baru. Cara penyelesaiannya adalah memberikan tenggang waktu selama 40 hari dan menarik sepeda motor, namun sebelumnya mengirimkan surat peringatan secara bertahap kepada debitur baru.
commit to user
vi
ABSTRAC
Satrio Adhi Laksono, E0008077. 2013. EXECUTION AGREEMENT OF TAKE OVER CONSUMER FINANCE AT FINANCING COMPANY WOM
FINANCE BRANCH OF PURBALINGGA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
The research is based the existence of an increasingly modern development and the mobility needs of the community so that the high increased demand for motorcycles annually, But not all people can afford to buy it. Consumer finance institutions can help people to have a motorcycle by periodic payment.
Intention of this research is to describe the form and content of agreements, implementation and existing problems and the solution in the implementation of the take over consumer finance agreement in WOM Finance Branch Purbalingga. This research is empirical legal research with a qualitative approach and choose a location in WOM Finance Branch Purbalingga at General Sudirman street No. 159 Purbalingga. Data obtained from primary and secondary data. Primary data was sourced from the information the parties relating to the execution of the take over consumer finance agreement, secondary data sourced from library materials. Data collection techniques In this research using research field and library research. Model of qualitative data analysis using interactive models by the three ways, there is data reduction, data presentation, drawing conclusions and verification.
The form of take over consumer finance agreement in WOM Finance Branch Purbalingga is written by deed under hand and use the standard contract, contents of this agreement are compliant or meets the general framework of a contract. Implementation agreement of take over consumer finance at financing company WOM Finance Branch Purbalingga accordance with Presidential Decree No. 9 of 2009 on Financing Institutions. The problems that exist in the execution of the take over agreement is old debtor difficulty of getting new debtor while the old debtor is unable to pay installments and default by the new debtor. The solution is to provide a grace period for 40 days and confiscate a motorcycle, But previous efforts have been made, such as warning letters to new debtor.
commit to user
vii
MOTTO
” Sesungguhnya setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan”
( QS. Al-Insyirah 6 )
” Apapun masalah yang kita hadapi, jika kita membaikan hati, Tuhan akan
membaikan hidup kita ”
( Mario Teguh )
“ Tidak ada suatu usaha yang sia-sia, kesia-siaan hanyalah ketika kita tidak bertindak
dan berusaha ”
commit to user
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, skripsi ini penulis persembahkan
kepada:
1. Ayah dan Ibu(Alm) atas segala kesabarannya membesarkan, mendoakan,
membimbing, memberikan dukungan kepadaku sampai aku bisa sampai sekarang
ini.
2. Kakak-kakakku yang selalu memberi bimbingan, dorongan dan bantuan dalam
segala hal.
3. Seluruh teman – temanku Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret dan Kost
Rama Sinta.
4. Seseorang yang terkasih, terima kasih atas doa, dukungan, pengertian dan kasih
sayangnya selama ini.
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT ysng telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini yang
berjudul : “PELAKSANAAN PERJANJIAN OPERALIH KONSUMEN DI
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN WOM FINANCE CABANG
PURBALINGGA”.
Tujuan penulisan hukum (skripsi) ini adalah sebagai suatu kelengkapan untuk
memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S1 dalam ilmu hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) yang
telah disusun sesuai dengan kemampuan penulis yang terbatas ini masih terdapat
banyak kekurangan. Namun demikian penulis berusaha dengan sebaik mungkin
dengan harapan bahwa dari penulisan hukum (skripsi) ini dapat diambil manfaat
untuk masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bimbingan, bantuan, dorongan, saran, nasihat, seta
pengertiannya kepada pihak-pihak yang terkait dengan penulisan hukum (skripsi) ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis berikan
kepada:
1. Allah SWT penguasa alam dengan rahmat, karunia dan ridho-Nya penulisan
hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan.
2. Bapak dan Almarhum Ibu, yang selalu memberikan dukungan dan doanya serta
kasih sayang dan jasa-jasanya yang memberikan semangat dalam penulisan
skripsi ini.
3. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dan kesempatan
commit to user
x
4. Ibu Endang Mintorowati, S.H, M.H. selaku Pembimbing I dalam penulisan
hukum (skripsi) ini yang telah meluangkan waktunya dan memberikan petuah
bijak serta dorongan baik moral maupun spiritual dalam penyusunan skripsi ini
dan kerendahan hati beliau yang mau memberikan ilmu yang sangat bermanfaat
bagi kehidupan Penulis sebagai Sarjana Hukum.
5. Ibu Anjar Sri CN, S.H, M.Hum. selaku Pembimbing II dalam penulisan hukum
(skripsi) ini yang telah memberikan bimbingan, memberi masukan, arahan,
pengetahuan sekaligus inspirasi bagi penulis dalam menulis judul skripsi ini serta
dukungan nya sehingga mempermudah penulis untuk menyelesaikan penulisan
hukum ini.
6. Ibu Djuwityastuti, S.H, M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
7. Bapak Krida Prabowo selaku staff credit analyst pada WOM Finance Cabang
Purbalingga yang telah banyak membantu dalam memberikan data-data yang
dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Bapak M.Adnan, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing, memberikan dorongan kepada saya untuk memperbaiki Indeks
Prestasi dan arahan selama penulis kuliah di Fakultas Hukum UNS.
9. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberiilmu
pengetahuan dan pengalaman berharga kepada penulis yang dapatdijadikan bekal
dalam penyelesaian skripsi ini serta menghadapi persaingan di lingkungan
masyarakat luas dan dalam dunia kerja kelak.
10.Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah membantu dalam mengurus
prosedur-prosedur skripsi mulai dari pengajuan judul, pelaksanaan seminar
proposal sampai pendaftaran ujian skripsi.
11.Semua kerabat, sahabat, kakak senior dan rekan-rekan yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam
commit to user
xi
Semoga segala bantuan, bimbingan, dan nasihat yang telah diberikan menjadi
awal kebaikan dan mendapat balasan dari Allah Yang Maha Kuasa yang senantiasa
melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita.
Penulis berharap semoga penulisan hukum (skripsi) ini dapat memberikan
manfaat bagi yang membaca.
Surakarta, Januari 2013
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iii
HALAMAN PERNYATAAN... iv
F. Sistematika Penelitian Hukum... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 15
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Perjanjian... 15
a. Pengertian Perjanjian... 15
b. Asas-Asas Dalam Perjanjian... 15
c. Syarat Sahnya Perjanjian... 17
d. Bentuk dan Isi Perjanjian... 18
e. Berlakunya Perjanjian... 23
f. Prestasi dan Wanprestasi... 24
g. Risiko Dalam Hukum Perjanjian... 25
h. Hapusnya Perikatan... 26
commit to user
xiii
a. Pengertian Lembaga Pembiayaan... 30
b. Jenis-Jenis Lembaga Pembiayaan... 31
c. Bentuk Hukum Lembaga Pembiayaan... 32
3. Tinjauan tentang Perusahaan Pembiayaan... 33
a. Pengertian Pembiayaan Konsumen... 33
b. Manfaat Pembiayaan Konsumen... 36
4. Tinjauan tentang Operalih Konsumen... ... 37
a. Pengertian Operalih Konsumen... 37
b. Tujuan Operalih Konsumen... 39
5. Tinjauan tentang Fidusia... 39
a. Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia... 39
b. Obyek dan Subyek Jaminan Fidusia... 40
c. Pembebanan Jaminan Fidusia... 40
d. Pengalihan Fidusia... 41
e. Hapusnya Jaminan Fidusia... 41
B. Kerangka Pemikiran... 42
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. HASIL PENELITIAN ... 44
1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 44
a. Deskripsi Lokasi WOM Finance Cabang Purbalingga... 44
b. Deskripsi Kasus di Wom Finance Cabang Purbalingga... 47
2. Bentuk dan Isi Perjanjian Operalih Konsumen ... 49
3. Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen dan Permasalahan yang Ada Pada Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen di WOM Finance Cabang Purbalingga Serta Cara Penyelesaiannya... 55
commit to user
xiv
b. Permasalahan pada pelaksanaan perjanjian operalih konsumen... 60
c. Upaya-Upaya yang Dilakukan WOM Finance Cabang Purbalingga dalam Mengatasi Permasalahan yang Terjadi... 62
B. PEMBAHASAN ... 65
1. Bentuk dan Isi Perjanjian Operalih Konsumen di WOM Finance Cabang Purbalingga... 65
a. Bentuk Perjanjian Operalih Konsumen... 65
b. Isi Perjanjian Operalih Konsumen... 69
2. Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen dan Permasalahan yang Ada Pada Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen di WOM Finance Cabang Purbalingga Serta Cara Penyelesaiannya... 81
a. Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen di WOM Finance Cabang Purbalingga... 81
b. Permasalahan pada pelaksanaan perjanjian operalih konsumen... 85
c. Upaya-Upaya yang Dilakukan WOM Finance Cabang Purbalingga dalam Mengatasi Permasalahan yang Terjadi... 88
BAB IV PENUTUP... 90
A. Simpulan ... 90
B. Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 94
commit to user
xv
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Tabel 1 Daftar Statistik Penjualan Sepeda Motor di Indonesia... 1
Gambar 1 Model Analisis Interaktif... 12
Gambar 2 Jenis-jenis Lembaga Pembiayaan... 31
Gambar 3 Kerangka Pemikiran... 42
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan jaman yang semakin modern membuat kebutuhan
masyarakat semakin tinggi, salah satunya adalah kebutuhan akan mobilitas yang
tinggi dari masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhannya masyarakat terkadang
harus pergi ke suatu tempat tertentu kemudian berpindah lagi ke tempat yang lain.
Hal ini membuat masyarakat membutuhkan suatu alat transportasi yang nyaman
dan cepat serta sesuai dengan keadaan ekonominya.
Gejala meningkatnya tuntutan akan sarana transportasi yang nyaman
tampak terlihat dari makin padatnya jalan-jalan dengan jumlah dan aneka ragam
kendaraan pribadi dan niaga yang kian hari kian bertambah. Salah satu jenis alat
transportasi adalah kendaraan sepeda motor. Sepeda motor dinilai masyarakat
merupakan suatu alat transportasi yang tepat karena harganya yang lebih
terjangkau dan mudah dalam penggunaannya maupun perawatannya.
Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor yang terus meningkat,
serta terus munculnya produk-produk baru dari sepeda motor ini membuat
permintaan pasar juga meningkat. Berdasarkan data Asosiasi Industri Sepeda
Motor Indonesia (AISI) data penjualan sepeda motor tahun 2011 sebesar
8.043.535, jumlah ini meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar 7.398.644
(http://www.aisi.or.id/statistic/). Berikut ini adalah daftar statistik penjualan
sepeda motor di Indonesia dalam kurung waktu lima tahun terakhir.
Tabel 1. Daftar Statistik Penjualan Sepeda Motor di Indonesia
Tahun Jumlah
2007 4.688.263
2008 6.215.831
commit to user
2010 7.398.644
2011 8.043.535
Sumber : http://www.aisi.or.id/statistic diakses pada 13 maret 2012
Dari data tersebut di atas membuktikan permintaan masyarakat yang terus
meningkat, namun dalam memenuhi kebutuhan akan sepeda motor ini terdapat
masyarakat yang mampu untuk membeli sepeda motor secara tunai dan
masyarakat yang tidak mampu untuk membeli secara tunai. Bagi masyarakat yang
tidak mampu membeli sepeda motor secara tunai, mereka dapat membelinya
secara kredit baik melalui lembaga perbankan ataupun non perbankan seperti
lembaga pembiayaan konsumen.
Kebutuhan pembiayaan kosumen ini menjadikan peluang bisnis yang besar
bagi perusahaan pembiayaan konsumen di Indonesia. Kehadiran industri
pembiayaan (multi finance) di Indonesia sesungguhnya belumlah terlalu lama
terutama bila dibandingkan dengan di negara-negara maju. Dari beberapa sumber,
diketahui industri ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Kelahirannya
didasarkan pada surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri, yaitu Menteri
Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan. Setahun setelah
dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT Pembangunan Armada Niaga
Nasional pada 1975. Kelak, perusahaan tersebut mengganti namanya menjadi PT
(Persero) PANN Multi Finance. Kemudian melalui Keputusan Presiden (Keppres)
No.61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988 pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis
pembiayaan, dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer
finance, modal ventura dan kartu kredit. (http://www.ifsa.or.id/history.php).
Lembaga Pembiayaan ini merupakan salah satu sumber pembiayaan
jangka waktu menengah dan panjang termasuk pembiayaan konsumen yang telah
commit to user
3
yaitu dengan jalan membayar angsuran tiap bulan kepada perusahaan pembiayaan
koonsumen. Banyaknya perusahaan lembaga pembiayaan konsumen semakin
mempermudah masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor dengan cara
kredit, karena biasanya masyarakat sulit mendapatkan atau mempunyai akses
untuk mendapat kredit bank. Perusahaan Pembiayaan Konsumen lebih mudah
dalam persyaratan pemberian kredit, perusahaan pembiayaan konsumen tidak
mengharuskan penyerahan sesuatu sebagai jaminan melainkan hanya barang yang
dibiayai itulah yang langsung dibebani dengan jaminan fidusia, sehingga
konsumen tetap menguasai obyek pembiayaan dan mengambil manfaat dari
obyek pembiayaan tersebut. Selain itu proses pengurusan kredit juga tidak
memerlukan waktu yang lama sehingga konsumen cenderung memilih
pembiayaan konsumen ini meskipun dengan tingkat suku bunga yang relative
tinggi (Eko Puspita Ningrum.2005:16).
Pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen ini tidak diatur secara rinci
di dalam KUH Perdata, perjanjian pembiayaan konsumen merupakan suatu
perjanjian yang didasarkan pada “asas kebebasan berkontrak” Hal tersebut sebagai
asas pokok dari hukum perjanjian yang diatur dalam Pasal 1338 KUH.
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut sepanjang memenuhi syarat yang diatur oleh
perundang-undangan, maka pembiayaan konsumen berlaku dan ketentuan tentang
perikatan seperti yang terdapat dalam buku ketiga KUH Perdata berlaku juga
untuk pembiayaan konsumen.
Dalam prakteknya, bisnis pembiayaan konsumen ini bukanlah tanpa risiko,
salah satu risiko itu adalah timbulnya kredit macet, walaupun sebenarnya
konsumen merasa terbantu oleh pembiayaan ini namun sering kali konsumen tidak
menunjukan itikad baik dengan melaksanakan kewajibannya yaitu melunasi biaya
angsuran yang timbul dari pembelian sepeda motornya. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya kredit macet adalah ketidakmampuan debitur untuk
mengangsur kreditnya karena dipengaruhi oleh faktor ekonomi dari debitur itu
commit to user
kerugian bagi perusahaan pembiayaan dan perbuatan tersebut juga termasuk
kedalam perbuatan wanprestasi. Namun dewasa ini, debitur mempunyai suatu
solusi atau cara tersendiri untuk menghindari terjadinya perbuatan wanprestasi
yang mungkin akan timbul, cara tersebut yaitu dengan membuat perjanjian
operalih konsumen. Pejanjian operalih ini timbul dilatar belakangi oleh
permasalahan ekonomi yang dihadapi debitur, ketika debitur pada saat mengajukan
pembiayaan konsumen keadaan ekonominya dinilai oleh kreditur cukup baik,
namun pada pelaksanaanya karena sesuatu hal yang membuat perekonomian
debitur memburuk yang berakibat debitur tidak sanggup lagi untuk membayar
angsuran. Hal tersebut bisa terjadi karena debitur yang awalnya bekerja kemudian
di PHK oleh perusahaan tempat dia bekerja, hal lain bisa disebabkan debitur
terkena musibah yang menyebabkan debitur kehilangan harta bendanya.
Perjanjian Operalih yang dimaksud dalam hal ini adalah pengalihan
kewajiban yang berupa pembayaran angsuran kredit kendaraan bermotor atau
debitur mengalihkan hak dan kewajibannya kepada orang lain/pihak ketiga yang
kemudian pihak ketiga ini menjadi debitur baru. Jadi secara prakteknya debitur ini
mengalihkan obyek kreditnya kepada orang lain pada saat debitur tersebut masih
mempunyai kewajiban melunasi angsuran kepada perusahaan pembiayaan
tersebut. Obyek kredit yang dimaksud dalam hal ini adalah kendaraan bermotor,
dalam perjanjian ini tentunya debitur lama dan pihak ketiga (debitur baru) telah
terjadi kesepakatan mengenai sisa angsuran yang masih harus dipenuhi serta
kesepakatan mengenai nilai harga barang dari obyek kredit tersebut. Kemudian
klausul-klausul tersebut dituangkan kedalam suatu perjanjian yang dinamakan
perjanjian Operalih, sehingga akibat dari adanya perjanjian ini adalah kewajiban
untuk melunasi angsuran menjadi beralih dari debitur lama ke pihak ketiga/debitur
baru tersebut. Dalam pelaksanaan perjanjian operalih pembiayaan konsumen juga
tidak selamanya berjalan lancar pasti terdapat permasalahan-permasalahan yang
timbul selama pelaksanaan perjanjian ini, dan kreditur juga telah melakukan
commit to user
5
Perusahaan perkreditan yang menjalankan usaha pembiayaan yang
bergerak dalam bidang penyediaan dana untuk sepeda motor di Indonesia sekarang
ini sangat banyak seperti WOM finance, Adira Finance, FIF, BAF, Oto Finance.
Salah satu contohnya adalah PT. Wahana Ottomitra Multiartha (WOM Finance)
Cabang Purbalingga. Perusahaan yang didirikan pada tahun 1997 ini merupakan
perusahaan pembiayaan di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank, yang
khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang bergerak di dalam bidang usaha
penyediaan dana, yang akan digunakan konsumen atau masyarakat dalam
menjalankan usahanya. WOM Finance Cabang Purbalingga menyediakan dana
untuk pembayaran sepeda motor baru ataupun sepeda motor bekas yang akan
dibeli oleh konsumen, khususnya konsumen yang berdomisili di kabupaten
Purbalingga dan sekitarnya. WOM Finance Cabang Purbalingga merupakan
perusahaan pembiayaan konsumen dengan aplikasi konsumen tertinggi di daerah
Purbalingga dan juga tertinggi diantara WOM Finance Cabang kota lain di daerah
jawa tengah (hasil wawancara dengan Bapak Krida Prabowo, 15 September 2012).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik
untuk melakukan penulisan hukum tentang perjanjian operalih konsumen, maka
penulis termotivasi untuk menulis penelitian hukum dengan judul
“PELAKSANAAN PERJANJIAN OPERALIH KONSUMEN DI
PERUSAHAAN PEMBIAYAAN WOM FINANCE CABANG
commit to user
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka selanjutnya dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk dan isi perjanjian operalih konsumen di WOM Finance
cabang Purbalingga ?
2. Bagaimana pelaksanaan dan permasalahan yang ada dalam pelaksanaan
perjanjian operalih konsumen serta cara penyelesaiannya ?
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas agar dapat mengenai
sesuatu yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis antara
lain :
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui bentuk dan isi perjanjian operalih di WOM Finance cabang
Purbalingga.
b. Mengetahui pelaksanaan dan permasalahan-permasalahan yang ada dalam
pelaksanaan perjanjian operalih serta cara penyelesaiannya di WOM
Finance cabang Purbalingga.
2. Tujuan Subyektif
a. Memperoleh data maupun informasi yang jelas dan lengkap sebagai bahan
penyusunan penulisan hukum (skripsi) sebagai prasyarat guna
menyelesaikan studi dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Manambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya di bidang
Hukum Perdata terkait dengan perjanjian operalih konsumen pada suatu
commit to user
7
c. Dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun masyarakat.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan penulis dalam penulisan hukum (skripsi) ini
adalah sebgai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penulis berharap dapat menambah bahan kepustakaan hukum tentang
perjanjian pembiayaan khususnya, yang membahas mengenai pelaksanaan
perjanjian operalih di perusahaan pembiayaan WOM Finance cabang
Purbalingga dan juga dapat menambah pengetahuan dalam bidang hukum,
khususnya mengenai hukum tentang pembiayaan konsumen.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi mereka
yang ingin mendalami masalah-masalah perjanjian pembiayaan konsumen
khususnya perjanjian operalih pada perusahaan pembiayaan konsumen, baik
terhadap praktisi hukum maupun bagi para kreditur dan debitur.
E. Metode Penelitian
Beberapa hal yang menyangkut metode penelitian dalam penelitian hukum
ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian Hukum
Dilihat dari perumusan masalah yang dibuat oleh penulis, maka penelitian
ini termasuk dalam jenis penelitian hukum empiris. Pada penelitian hukum
empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian
dilanjutkan pada data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono
Soekanto, 2007: 52). Dalam hal ini, penulis akan menguraikan tentang
perjanjian operalih konsumen di perusahaan pembiayaan WOM Finance
commit to user
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis mempunyai sifat deskriptif, yaitu
penelitian yang menggambarkan atau bersifat sistematis dan menyeluruh
mengenai masalah tentang operalih konsumen pada perusahaan pembiayaan.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif memusatkan perhatiannya pada
prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada
dalam kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial
budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang
bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku.
(Burhan Ashshofa, 2010: 20-21).
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di WOM Finance Cabang Purbalingga, yang
beralamat di Jalan Jendral Soedirman Nomor 159 Purbalingga. Penulis
memilih lokasi ini sebagai tempat penelitian penulisan skripsi ini karena
belakangan ini lembaga pembiayaan konsumen semakin berkembang,
khususnya pembiayaan sepeda motor dan WOM Finance merupakan salah
satu perusahaan pembiayaan sepeda motor yang menyediakan kredit sepeda
mototr baik baru atau bekas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
penulis, bahwa WOM Finance Purbalingga adalah Perusahaan pembiayaan
yang tertinggi omset dengan setiap tahunnya membiayai sekitar 2500
konsumen dan di WOM Purbalingga terdapat banyak kasus operalih
konsumen sepeda motor dengan jumlah rata-rata sekitar 100 debitur per
tahunnya (hasil wawancara dengan Bapak Krida Prabowo, 15 September
commit to user
9
5. Jenis dan Sumber Data Penelitian
Data adalah hasil dari penelitian, baik berupa fakta maupun angka yang
dapat dijadikan bahan untuk dijadikan sumber informasi, dan yang dimaksud
informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian itu antara lain :
1) Data Primer
Data primer merupakan data yang berupa keterangan mengenai
pelaksanaan dan permasalahan-permasalahan dalam perjanjian operalih
pembiayaan konsumen di WOM cabang Purbalingga, keterangan
diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak karyawan WOM cabang
Purbalingga serta debitur lama dan debitur baru.
2) Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan, literatur,
peraturan perundang-undangan, jurnal, artikel, media massa, bahan dari
internet dan sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Penulis menggunakan sumber data sebagai berikut :
1) Sumber Data Primer
Dalam penelitian ini yang memberikan keterangan adalah seseorang yang
dianggap mengetahui permasalahan yang sedang dikaji dalam penelitian
dan bersedia memberikan informasi yang berupa kata-kata pada peneliti,
yaitu Bapak Krida Prabowo staff WOM Finance Purbalingga bagian
credit analyst, Bapak Agus Samino sebagai debitur lama dan Ibu Asih
Yulianti sebagai debitur baru.
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
commit to user
(1) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan;
(2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 634/KMK.013/1990 tentang
Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa
Guna Usaha (Perusahaan Leasing);
(3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang
Kegiatan Sewa Guna Usaha.
b) Bahan hukum sekunder yaitu, bahan yang berisi penjelasan mengenai
bahan hukum primer yang terdiri atas buku, literatur, jurnal, artikel,
karya ilmiah, majalah, makalah, dan lainnya yang berkaitan dengan
penelitian ini.
c) Bahan hukum tersier yaitu, bahan hukum tersier adalah bahan hukum
yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum
lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus
Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk mengumpulkan dari
salah satu atau beberapa sumber data yang ditentukan. Untuk memperoleh
data yang lengkap, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut :
a. Penelitian Lapangan
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan
jalan komunikasi, yaitu melalui kontak atau hubungan pribadi antara
pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (responden). (Rianto
Adi: 2010 : 72)
Dalam hal ini penulis terjun langsung ke lokasi penelitian untuk
commit to user
11
jawab terhadap pelaksanaan pemberian kredit kepada seorang
Konsumen/Debitur yaitu karyawan bagian Credit Analyst WOM cabang
Purbalingga. Penulis juga melakukan wawancara terhadap pihak debitur
lama dan debitur baru WOM Finance Cabang Purbalingga.
b. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan
menghimpun data dari berbagai literatur baik diperpustakaan maupun
ditempat lain. Literature yang digunakan tidak terbatas pada buku-buku
tetapi juga bahan-bahan dokumentasi serta artikel-artikel yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah mekanisme mengorganisasikan data dan
mengurutkan data kedalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan hipotesis kerja yang diterangkan oleh data (Lexy J
Moleong, 2006 :280). Teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan
hukum ini adalah kualitatif, yaitu data yang telah diperoleh disusun secara
sistematis dan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan data dalam
commit to user
Adapun model analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif model
interaktif yang dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut (Sutopo HB,
2002:35-37) :
Keterangan :
a. Reduksi Data
Merupakan bagian dari proses seleksi, pemfokusan dan
penyerderhanaan dari data-data sedemikian rupa sehingga kesimpulan
akhir penelitian dapat dilakukan.
b. Penyajian Data
Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk
narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan.
Sajian data mengacu pada rumusan masalah sehingga dapat menjawab
kesimpulan dan verifikasi.
c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Dalam pengumpulan data penulis harus sudah memahami arti berbagai
hal yang ditemui, dengan melakukan pencatatan-pencatatan,
peraturan-peraturan, pola-pola, pertanyaan-pertanyaan, atau
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin , arahan sebab akibat, dan
berbagai proposal kesimpulan yang diverifikasi. Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajisn Data
commit to user
13
F. Sistematika Penulisan Hukum
Penulisan hukum ini terdiri dari empat bab, yaitu Pendahuluan, Tinjauan
Pustaka, Pembahasan dan Penutup, yang saling berhubungan serta ditambah
dengan Daftar Pustaka dan Lampiran. Adapun susunannya adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penelitian hukum.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Dalam yang bab kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori
dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis menguraikan
Tinjauan Umum Tentang Perjanjian, tentang lembaga pembiayaan,
tentang Pembiayaan Konsumen, tentang Operalih konsumen.
BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang uraian hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh penulis dan pembahasan berkaitan dengan rumusan masalah
yang ada, yaitu :
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
a. Deskripsi Lokasi WOM Finance Cabang Purbalingga
b. Deskripsi Kasus di Wom Finance Cabang Purbalingga
2. Bentuk dan Isi Perjanjian operalih konsumen di WOM Finance
Cabang Purbalingga
3. Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen dan Permasalahan
yang Ada Pada Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen di
WOM Finance Cabang Purbalingga Serta Cara
commit to user
a. Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen di WOM
Finance Cabang Purbalingga
b. Permasalahan pada pelaksanaan perjanjian operalih
konsumen
c. Upaya-Upaya yang Dilakukan WOM Finance Cabang
Purbalingga dalam Mengatasi Permasalahan yang Terjadi
B. Pembahasan
1. Bentuk dan Isi Perjanjian operalih konsumen di WOM Finance
Cabang Purbalingga.
2. Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen dan Permasalahan
yang Ada Pada Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen di
WOM Finance Cabang Purbalingga Serta Cara
Penyelesaiannya
a. Pelaksanaan Perjanjian Operalih Konsumen di WOM
Finance Cabang Purbalingga
b. Permasalahan pada pelaksanaan perjanjian operalih
konsumen
c. Upaya-Upaya yang Dilakukan WOM Finance Cabang
Purbalingga dalam Mengatasi Permasalahan yang Terjadi
.BAB IV : Penutup
Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari hasil penelitian
yang telah dilaksanakan serta memberikan saran berkaitan dengan
penelitian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Perjanjian
a. Pengertian Perjanjian
Hukum perjanjian diatur di dalam Buku III KUH Perdata. Berdasarkan
Pasal 1313 KUH Perdata, "Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terliadap satu orang lain
atau lebih". Suatu perjanjian diartikan suatu perbuatan hukum mengenai
harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam satu pihak berjanji atau
dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan sesuatu
hal (Wirjono Prodjodikiro, 1997: 12).
Perjanjian akan menimbulkan suatu perikatan. Adapun yang dimaksud
dengan perikatan menurut Riduan Syahrani (2000: 205) adalah "Suatu
hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang
memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang
lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan
itu". Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau kreditur,
sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut pihak yang
berhutang atau debitur.
b. Asas-Asas Dalam Perjanjian
Asas-asas dalam perjanjian merupakan pedoman atau patokan, serta
menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang
berlaku bagi para pihak. Asas-asas itu sangat banyak macam-macamnya
commit to user
1) Asas kebebasan berkontrak
Asas ini diatur di dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk (Salim HS, 2005 : 9};
a) Membuat atau tidak membuat perjanjian.
b) Mengadakan perjanjian dengan siapapun.
c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan.
d) Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
2) Asas konsensualisme
Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengenai
syarat-syarat perjanjian, yaitu pada syarat-syarat kesepakatan mereka yang
mengikatkan diri. Asas konsensualitas berasal dari kata “consensus”
yang berarti sepakat. Asas konsensualitas hanya berarti bahwa untuk
setiap perjanjian disyaratkan adanya kesepakatan. Arti asas
konsensualitas ialah bahwa pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang
timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak tercapainya kata sepakat
antara para pihak. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah
apabila masing-masing pihak sudah sepakat mengenai hal-hal yang
pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas.(Hari Saheroji, 1980:86)
3) Asas/pacta sunt servanda (kepastian hukum)
Asas ini diatur di dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim
atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh
para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
4) Asas itikad baik
Asas ini diatur di dalam Pasat 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan
commit to user
17
c. Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat sahnya suatu perjanjian ada empat macam seperti yang
tercantum di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
1)Sepakat mengikatkan diri
Apabila sudah terjadi kesepakatan antara para pihak, maka
perjanjian itu sudah sah (Subekti dan Tjiptosudibto, 1985: 22). Di
dalamnya terdapat asas konsensualitas, yang artinya dengan
kesepakatan yang dimaksud, bahwa di antara pihak - pihak yang
bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak.
2) Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Pada umumnya setiap orang mempunyai kewenangan hukum,
namun ada golongan orang yang dianggap tidak cakap melaksanakan
sendiri hak dan kewajibannya. Mereka dibagi dalam tiga golongan, yaitu
mereka yang belum cukup umur/dewasa, mereka yang diletakkan di
bawah pengampuan atau pengawasan dan orang-orang yang dilarang
Undang-Undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu.
Hal ini diatur di dalam Pasal 1330 KUH Perdata.
Selama dalam keadaan tidak cakap, mereka diwakili oleh wakil yang
ditentukan oleh undang - undang atau hakim, yang selanjutnya akan
mengurus kepentmgan yang diwakilimya. Suatu perbuatan yang
dilakukan oleh orang yang tidak cakap dapat dibatalkan.
3) Suatu Hal Tertentu
Yang diperjanjikan haruslah suatu hal atau suatu barang yang jelas
atau tertentu. Maksudnya adalah bahwa suatu perjanjian itu harus
jelas/tegas yang dapat melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagt
commit to user
4) Suatu Sebab yang Halal
Daiam Pasal 1335 KUHPerdata dikatakan bahwa suatu perjanjian
tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau
terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Pasal 1337 KUHPerdata
menentukan bahwa sebab dalam perjanjian tidak boleh bertentangan
dengan undang - undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Syarat a dan syarat b dinamakan syarat-syarat subyektif karena
mengenai subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat yang ke- c
dan d merupakan syarat-syarat obyektif. Syarat subyektif apabila tidak
dipenuhi maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan
pihak ynag tidak cakap atau pihak-pihak lain yang merasa dirugikan
(Riduan Syahrani, 2000: 222), sedangkan apabila syarat obyektif tidak
dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum atau tidak pernah ada
perikatan.
d. Bentuk dan Isi perjanjian
Dilihat dari bentuk perjanjian dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu
(Salim H.S, 2004: 19) :
1) Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat dalam bentuk tulisan
2) Perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya
dalam wujud lisan (cukup kata sepakat para pihak).
Perjanjian secara tertulis juga dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam
bentuk akta dibawah tangan dan akta otentik. Akta dibawah tangan kontrak
yang dibuat tanpa campur tangan notaris, sedangkan akta otentik adalah akta
yang dibuat oleh notaris. Secara umum dapat dikatakan bahwa
undang-undang tidak mensyaratkan suatu kontrak harus tertulis untuk sahnya suatu
kontrak sehingga kontrak lisan dengan kontrak isyarat saja sudah dianggap
sah secara yuridis(Munir Fuady, 2001:83). Perjanjian secara tertulis atau
commit to user
19
dasarnya yang menentukan sah atau tidaknya adalah syarat sahnya perjanjian
yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPdt.
Selain itu dikenal juga perjanjian standar/baku yaitu perjanjian yang
dibuat hanya oleh salah satu pihak saja, bahkan sering kali kontrak tersebut
sudah tercetak dalam bentuk formulir (Munir Fuady, 2003:76). . Kontrak baku
memiliki kelebihan yaitu lebih efisien, dapat membuat praktek bisnis menjadi
lebih simpel serta dapat ditandatangani seketika oleh para pihak. Kontrak
baku juga sebenarnya mempunyai kelemahan yaitu kurangnya kesempatan
bagi pihak lawan untuk menegosiasikan atau mengubah klausula-klausula
dalam kontrak yang bersangkutan, sehingga kontrak baku tersebut sangat
berpotensi untuk terjadi klausula yang berat sebelah.
Dalam menentukan isi dari perjanjian yang dibuat para pihak, sesuai
dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPdt
para pihak bebas dalam menentukan isi dari perjanjian yang akan mereka
buat, sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yaitu suatu asas yang
memberikan kebebasan kepada para pihak untuk (Salim HS. 2004: 18):
1) Kebebasan membuat atau tidak membuat perjanjian;
2) Kebebasan memilih dengan siapa akan melakukan suatu perjanjian;
3) Kebebasan menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis atau lisan;
4) Kebebasan menentukan isi perjanjian.
Menurut Hasanuddin Rahman (2003:93) terdapat kerangka umum dari
suatu kontrak yaitu :
1) Judul kontrak
Judul tidak merupakan syarat sahnya suatu kontrak atau dengan kata lain
tidak mempengaruhi keabsahan suatu kontrak namun demikian sebagai
identitas suatu kontrak, judul suatu perjanjian harus selaras dengan isi
perjanjian dan judul perjanjian akan menentukan ketentuan peraturan
commit to user
2) Bagian pembukaan
a) Tempat dan waktu kontrak diadakan
Tempat dan waktu kontrak diadakan masih sering dijumpai dalam 2
(dua) bagian dalam kontrak yaitu pada bagian pembukaan atau
penutup.
b) Komparisi
Komparisi adalah bagian pendahuluan kontrak yang memuat keterangan
tentang orang/pihak yang bertindak mengadakan perbuatan hukum.
Penuangannya adalah berupa :
(1) uraian terperinci tentang identitas, yang meliputi nama, pekerjaan
dan domisili para pihak;
(2) dasar hukum yang memberi kewenangan yuridis untuk bertindak dari
para pihak (khususnya untuk badan usaha);
(3) kedudukan para pihak yang sering ditulis dengan sebutan, misalnya
“selanjutnya dalam perjanjian ini disebut BANK”
c) Recitals
adalah penjelasan resmi atau merupakan latar belakang sesuatu keadaan
dalam suatu perjanjian/kontrak untuk menjelaskan mengapa terjadi
perikatan
3) Isi
a) Ketentuan umum
Ketentuan umum memuat pembatasan istilah dan pengertian yang
digunakan di dalam seluruh kontrak, artinya di dalam ketentuan ini
dirumuskan definisi-definisi atau pembatasan pengertian dari
istilah-istilah yang dianggap penting dan sering digunakan dalam kontrak.
b) Ketentuan pokok
(1) Klausula transaksional yaitu klausula yang berisi tentang hal yang
commit to user
21
prestasi dan kontra-prestasi oleh masing-masing pihak yang menjadi
kewajibannya.
(2) Klausula spesifik yaitu berisi tentang hal-hal khusus sesuai dengan
karakteristik jenis perikatan atau bisnisnya masing-masing.
(3) Klausula antisipatif yaitu klausula yang berisi tentang hal-hal yang
menyangkut kemungkinan-kemungkinan yang terjadi selama
berlangsungnya konrak.
c) Ketentuan penunjang
(1) Klausula tentang condition presedent yaitu klausula yang memuat
tentang syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu
oleh salah satu pihak sebelum pihak lainnya memenuhi
kewajibannya.
(2) Klausula tentang negative covenants yaitu klausula yang memuat
tentang janji-janji para pihak untuk tidak melakukan hal-hal tertentu
selama perjanjian berlangsung.
4) Bagian penutup
Setidaknya ada 4 (empat) hal yang perlu diingat pada bagian ini, yaitu :
a) sebagai suatu penekanan bahwa kontrak ini adalah alat bukti;
b)sebagai bagian yang menyebutkan tempat pembuatan dan
penandatanganan;
c) sebagai ruang untuk menyebutkan saksi-saksi dalam kontrak, dan
d) sebagai ruang untuk menempatkan tanda tangan para pihak yang
berkontrak.
5) Lampiran-lampiran (bila ada)
Yang perlu diketahui mengenai lampiran ini, antara lain adalah:
a) tidak semua atau tidak selalu kontrak memiliki lampiran;
b) diperlukannya lampiran dalam kontrak adalah karena terdapat
bagian-bagian yang memerlukan penjelasan yang apabila dimasukan dalam
commit to user
c) lampiran merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dengan
perjanjian yang melampirkannya.
Syarat –syarat yang lazim diperjanjikan dalam kontrak/perjanjian pembiayaan
kosumen pada prakteknya tidak jauh berbeda dengan kontrak perjanjian kredit
atau perjanjian leasing, syarat-syarat tersebut antara lain (Hasanuddin
Rahman, 2003:60) :
a) suku bunga kredit;
b) jangka waktu pembiayaan;
c) cara-cara pembayaran;
d) besaran pembayaran tiap-tiap bulan/tiap-tiap periode;
e) biaya provisi dan administrasi yang harus dibayar.
Perjanjian berisi tentang apa yang harus dilakukan oleh kedua belah
pihak atau berisi hak dan kewajiban para pihak yang mengadakan perjanjian,
tetapi kebebasan para pihak dalam menentukan isi perjanjian dibatasi oleh
syarat sahnya perjanjian yaitu syarat suatu sebab yang halal. “sebab” dalam
arti isi perjanjian yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai para
pihak dalam perjanjian dikatakan halal apabila tidak dilarang oleh
Undang-Undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Jadi para
pihak bebas menentukan isi dari perjanjian yang tidak bertentangan dengan
Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Akibat hukum perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi perusahaan pembiayaan konsumen dan konsumen (Pasal
1338 ayat (1) KUHPdt). Hal ini menimbulkan konsekuensi yuridis yaitu
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik dan tidak dapat dibatalkan
commit to user
23
e. Berlakunya Perjanjian
Berlakunya perjanjian berarti perjanjian yang dibuat oleh para pihak
telah sah dan berlaku melahirkan hak dan kewajiban yang mengikat para
pihaknya. Ketentuan mengenai berlakunya perjanjian dapat dilihat dari jenis
perjanjiannya karena setiap perjanjian mempunyai ketentuan yang
berbeda-beda. Jenis-jenis perjanjian tersebut antara lain :
a) Perjanjian Konsensual
Yaitu perjanjian yang dianggap sah apabila ada kata sepakat antara
kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut (Salim H.S,
2004:19), jadi dengan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak
perjanjian telah berlaku dan mengikat para pihak yang membuat
perjanjian.
b) Perjanjian Formil
Yaitu perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu
yaitu dengan cara tertulis. Berdasarkan Pasal 1851 KUHPdt perjanjian
harus diadakan secara tertulis kalau tidak secara tertulis perjanjian ini
dianggap tidak sah, jadi perjanjian formil ini baru dikatakan berlaku
apabila perjanjian tersebut telah dibuat secara tertulis sehingga tidak
cukup hanya dengan kata sepakat dari para pihaknya saja.
c) Perjanjian Riil
Yaitu suatu perjanjian yang tidak cukup dengan hanya adanya kata
sepakat saja tetapi disamping itu diperlukan suatu perbuatan yang nyata
(Salim H.S, 2004:19). Sebagai contoh perbuatan nyata disini adalah
misalkan pada perjanjian jual beli, penjual harus menyerahkan barang
commit to user
f. Prestasi dan Wanprestasi
Barang sesuatu yang dapat dituntut oleh seorang kreditur terhadap
debiturnya disebut sebagai prestasi. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata,
prestasi dapat berupa
1) Memberikan sesuatu;
2) Berbuat sesuatu;
3) Tidak berbuat sesuatu.
Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatakan bahwa
seseorang dikatakan wanprestasi, yaitu :
"Si berutang adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan ".
Bentuk dari wanprestasi, antara lain (Riduan Syahrani, 2000: 228):
a) Sama sekali tidak memenuhi prestasi
b) Tidak tunai memenuhi prestasi
c) Terlambat memenuhi prestasi
d) Keliru memenuhi prestasi
Dari kelalaiannya, maka pihak debitur akan diberikan sanksi atau hukuman,
yaitu (Riduan Syahrani, 2000: 230):
a) Pemenuhan perikatan;
b) Pemenuhan perikatan dengan ganti kerugian;
c) Ganti kerugian;
d) Pembatalan pembayaran;
e) Pembatalan dengan ganti kerugian.
Suatu kelalaian harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan memberi
peringatan pada si berhutang dengan memberikan jangka waktu tertentu.
Berdasarkan Abdulkadir Muhammad (2010: 241) tindakan wanprestasi ini
commit to user
25
a) Kesalahan Debitur baik karena kesengajaan maupun kelalaian;
b) Karena keadaan memaksa (force majeure) dilura kemampuan
debitur.
g. Risiko dalam hukum Perjanjian
Pengertian Resiko dalam hukum perjanjian menurut Prof. Subekti
,S.H.,(1987:59) Resiko ialah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan
karena suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak. Pemahaman lebih
lanjut mengenai Resiko dalam hukum perjanjian dapat ditemukan pada Bab
III KUHPer Pasal 1237, yang berbunyi :
"Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan sesuatu barang tertentu,
maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si
berpiutang".
Jenis-jenis risiko dapat digolongkan menjadi dua kategori, yakni risiko dalam
perjanjian sepihak dan risiko dalam perjanjian timbal balik:
a) Risiko dalam perjanjian sepihak
Risiko dalam perjanjian sepihak diatur dalam Pasal 1237 KUH Perdata,
yakni risiko ditanggung oleh kreditur;
b) Risiko dalam perjanjian timbal balik
Risiko dalam perjanjian timbal balik terbagi menjadi tiga kategori, yakni
risiko dalam jual beli, risiko dalam tukar-menukar, dan risiko dalam sewa
menyewa.
(1) Risiko dalam jual beli diatur dalam Pasal 1460-1462 KUH Perdata,
yakni risiko yang ditanggung oleh pembeli;
(2) Risiko dalam tukar menukar diatur dalam Pasal 1545 KUH Perdata,
yakni risiko yang ditanggung oleh pemilik barang;
(3) Risiko dalam sewa menyewa, diatur dalam Pasal 1553, yakni risiko
commit to user
Pasal-pasal BW tersebut di atas sudah mengatur tentang risiko secara adil,
kecuali Pasal 1460 BW yang berdasarkan isinya yaitu “jika kebendaan
yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka barang ini
sejak pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun
penyerahanya belum dilakukan dan si penjual berhak menuntut harganya”.
Ketentuan Pasal tersebut tidak adil karena pembeli belumlah resmi sebagai
pemilik dari barang tersebut akan tetapi ia sudah dibebankan untuk
menanggung risiko terhadap barang tersebut. Pembeli dapat resmi sebagai
pemilik apabila telah dilakukan penyerahan terhadap si pembeli dan
menanggung risiko terhadap barang yang telah diserahkan kepadanya.
Mahkamah Agung dengan Surat Edarannya No. 3 Tahun 1963
menyatakan Pasal 1460 tersebut tidak berlaku lagi (Riduan Syahrani,
2000: 253):.
h. Hapusnya Perikatan
Berdasarkan Pasal 1381 KUHper, Hal-hal yang mengakibatkan
hapusnya perikatan antara lain (Riduan syahrani, 2000: 282) :
1) Pembayaran
Pembayaran dalam hukum perikatan adalah setiap pemenuhan prestasi
secara sukarela. Dengan dipenuhinya prestasi itu perikatan menjadi
hapus. Pembayaran merupakan pelaksanaan perikatan dalam arti yang
sebenarnya, dimana dengan dilakukannya pembayaran ini tercapailah
tujuan perikatan/perjanjian yang diadakan.
2) Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penititpan
Jika kreditur menolak pembayaran, maka debetur dapat melakukan
penawaran pembayaran tunai atas apa yang harus dibayarnya, dan jika
kreditur juga menolaknya,, maka debitur dapat menitipkan uang atau
commit to user
27
dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai
pembayaran, sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah
atas tanggungan kreditur.
3) Pembaharuan hutang atau Novasi;
Novasi adalah suatu proses pergantian kontrak lama oleh suatu
kontrak baru, yang menyebabkan kontrak lama hapus sehingga yang
berlaku selanjutnya adalah kontrak baru dengan perubahan terhadap
syarat dan kondisinya, dan atau dengan perubahan terhadap para pihak
dalam kontrak tersebut.
Dalam hukum dikenal beberapa model novasi, yaitu sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1413 KUHPdt, yaitu :
a) Novasi Objektif, adalah pembaharuan hutang dengan mana debitur
membuat suatu kontrak hutang yang baru untuk menggantikan
hutangnya yang lama. Jadi dalam hal ini yang diganti dengan
kontrak baru semata-mata adalah hutangnya dan tidak ada
perubahan pihak debitur ataupun kreditur.
b) Novasi Subjektif Pasif, adalah adanya pergantian debitur lama
dengan debitur baru, dan kreditur setuju bahwa debitur lama
dibebaskan kewajibannya. akibatnya debitur lama dengan kreditur
tidak lagi mempunyai kontrak utang piutang. Dalam hal ini
dikatakan novasi subjektif karena yang berubah/berganti addalah
subjeknya.
c) Novasi Subjektif Aktif, adalah adanya pergantian kreditur lama
dengan kreditur baru. akibatnya antara debitur dengan kreditur lama
tidak lagi mempunyai kontrak hutang piutang.
4) Perjumpaan utang atau kompensasi
Perjumpaan utang atau kompensasi adalah salah satu cara hapusnya
perikatan yang disebabkan oleh keadaan dimana dua orang saling
commit to user
antara kedua orang tersebut dihapuskan. Misalnya, A mempunyai utang
kepada B Rp. 100.000,-B mempunyai utang kepada A Rp 50.000,-, di
antara keduanya terjadi kompensasi, sehingga A hanya mempunyai
utang kepada B sebesar Rp. 50.000,-
5) Percampuran utang
Percampuran utang terjadi karena kedudukan kreditur dan debitur
bersatu pada satu orang. Misalnya, kreditur meninggal dunia sedangkan
debitur merupakan satu-satnya ahli waris. Atau debitur kawin dengan
kreditur dalam persatuan harta perkawinan. Hapusnya perikatan karena
percampuran utang ini adalah demi hukum artinya secara otomatis
(Pasal 1436).
6) Pembebasan utang
Pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana kreditur
melepaskan haknya untuk menagih piutangnya kepada debitur.
Pembebasan utang tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan
(Pasal 1438).
7) Musnahnya barang yang terutang
Jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tidak
lagi dapat diperdagangkan, atau hilang, hingga samasekali tidak
diketahui apakah barang itu masih ada, perikatan menjadi hapus asal
saja musnahnya atau hilangnya barang itu bukan karena kesalahan
debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan, sekalipun
debitur lalai menyerahkan barang itu, misalnya terlambat, perikatan
juga hapus jika debitur dapat membuktikan bahwa musnahnya barang
itu disebabkan oleh suatu kejadian yang merupakan keadaan memaksa
dan barang tersebut akan mengalami nasib yang sama meskipun sudah
commit to user
29
8) Pembatalan Perjanjian
Kalau suatu perjanjian batal demi hukum, tidak ada perikatan
hukum yang lahir karenanya. Oleh karena itu, tidak ada perikatan
hukum yang hapus. Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif
yaitu tidak ada kesepakatan atau tidak ada kecakapan mereka yang
membuatnya dapat dibatalkan (Pasal 1446 jo 1320).
Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian bilamana debitur
melakukan wanprestasi (Pasal 1266) sebagaimana telah diuraikan.
Apabila suatu perjanjian dibatalkan, akibat-akibat yang timbul dari
perjanjian itu dikembalikan kepada keadaan semula (Pasal 1451 dan
1452). Pihak yang menuntut pembatalan dapat pula menuntut ganti
rugi.
9) Berlakunya suatu syarat batal
Dalam uraian tentang perikatan bersyarat telah dijelaskan bahwa
perikatan bersyarat adalah perikatan yang lahirnya maupun berakhirnya
(batalnya) digantungkan pada suatu peristiwa yang belum dan tidak
akan terjadi. Apabila suatu perikatan yang lahirnya digantungkan
kepada terjadinya peristiwa itu dinamakan perikatan dengan syarat
tangguh. Sedangkan apabila suatu perikatan yang sudah ada yang
berakhirnya digantungkan kepada peristiwa itu, perikatan tersebut
dinamakan perikatan dengan syarat batal.
10) Daluwarsa
Lewat waktu (daluwarsa) menurut Pasal 1946 BW adalah suatu
sarana untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu
perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syaratsyarat
yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam Pasal 1967 B W
ditentukan bahwa segala tuntutan hukum baik yang bersifat kebendaan
maupun yang bersifat pereorangan, hapus karena daluwarsa dengan
commit to user 2. Tinjauan tentang Lembaga Pembiayaan
a. Pengertian Lembaga Pembiayaan
Awal mulanya lembaga pembiayaan diatur di dalam Keppres Nomor
61 Tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan. Namun saat ini sudah ada
peraturan baru yang mengatur lembaga pembiayaan, yaitu Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembiayaan berasal dari kata biaya yang
mengandung makna uang yang dikeluarkan untuk mengadakan
(mcndirikan, melakukan, dan sebagainya), sesuatu, ongkos, belanja, yang
mendapatkan tambuhan pendanan yang berarti perbuatan (hal, dan
sebagainya) membiayai atau membiayakan
(http://leasing-sewa-guna-usaha-pengertian--titm). Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Peraturan Presiden
Nomor 9 Tahun 2009 yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan adalah
badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
commit to user
Lembaga pembiayaan berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor
9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan meliputi :
a) Perusahaan pembiayaan, yaitu badan usaha yang khusus didirikan
untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan
konsumen, dan/atau usaha kartu kredit.
b) Perusahaan modal ventura, yaitu badan usaha yang melakukan usaha
pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan yang
menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu dalam
bentuk penyertaan saham, penyertaan melalui pembelian obligasi.
commit to user
c) konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil
usaha.
d) Perusahaan pembiayaan infrastruktur, yaitu badan usaha yang didirikan
khusus untuk melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana
pada proyek infrastruktur
Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan berdasarkan Pasal 3 Peraturan
Presiden Nomor 9 Tahun 2009 meliputi:
a) Sewa Guna Usalia.
b) Anjak Piutang.
c) Usaha Kartu Kredit.
d) Pembiayaan Konsunnen.
Kegiatan usaha Perusahaan Modal Ventura berdasarkan Pasal 4 meliputi:
a) Penyertaan Saham (equity participation).
b) Penyertaan melalui pembelian obligasi konversi (quasi equity
partcipation).
c) Pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha
(profit/revenuesharing).
Kegiatan usaha perusahaan pembiayaan infra struktur berdasarkan Pasal 5
meliputi:
a) Pemberian pinjaman langsung (direct lending) untuk pembiayaan
infrastruktur.
b) Refinancing atas infrastuktur yang telah dibiayai pihak lain.
c) Pemberian pinjaman subordinansi (subordinated loans) yang berkaitan
dengan pembiayaan infrastruktur.
c. Bentuk Hukum Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan yang terdiri dari perusahaan pembiayaan,
perusahaan modal ventura, dan perusahaan pembiayaan infrastuktur
commit to user
33
berbentuk perseroan terbatas atau koperasi. Saham ini dapat dimiliki oleh
WNI dan/atau Badan Hukum Indonesia, Badan Usaha Asing dan WNI atau
Badan Hukum Indonesia (usaha patungan). Pemilikan saham oleh Badan
Usaha Asing tersebut ditentukan sebesar-besarnya 85% (delapan puluh
lima persen) dari modal disetor, modal disetor adalah Modal Ditempatkan
yang telah disetorkan oleh para pemegang saham pada kas perseroan, baik
penuh maupun sebagian (Nindyo Pramono, 1997: 89).. Paling sedikit 25%
dari Modal Dasar harus sudah ditempatkan dan disetor penuh ke dalam
Perseroan. Lembaga pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung
dari masyarakat dalam bentuk Giro, Dcposito, Tabungan, Surat Sanggup
Bayar (Promissory Note), tetapi dapat menerbitkan Surat Sanggup Bayar
hanya sebagai jaminan atas hutang kepada Bank yang menjadi krediturnya
(Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan).
3. Tinjauan tentang Perusahaan Pembiayaan
Pengertian Perusahaan pembiayaan menurut ketentuan yang di atur dalam
Pasal 1 ayat (5) Keppres Nomor 61 Tahun 1988 juncto Pasal 1 angka (c)
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan menjelaskan bahwa
perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga
keuangan bukan bank, yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Salah satu bentuk usaha
dari perusahaan pembiayaan adalah pembiayaan konsumen.
a. Pengertian Pembiayaan Konsumen
Pembiayaan konsumen dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
consumer finance. Pembiayaan konsumen ini pada hakikatnya sama saja
dengan kredit konsumen (consumer credit). Bedanya hanya terletak pada
lembaga yang membiayainya. Pembiayaan konsumen biaya diberikan oleh