• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSEDUR KERJA Penilaian VASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PROSEDUR KERJA Penilaian VASI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PASIEN VITILIGO DI RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Helga Pasadena, Oki Suwarsa, Reiva Farah Dwiyana Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Padjadjaran / RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung

ABSTRAK

Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi kulit didapat yang tersering ditemukan, dan dapat berdampak pada masalah psikososial. Perlu skala penilaian klinis vitiligo untuk menentukan terapi yang tepat dan mengetahui respons pengobatan. Skala yang ada saat ini sangat beragam dan belum terstandarisasi. Skala penilaian yang telah tervalidasi yaitu skor Vitiligo European Task Force

(VETF) dan Vitiligo Area Scoring Index (VASI), namun belum ada penelitian yang membandingkan reliabilitas kedua skala penilaian tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui reliabilitas terbaik antara skor VETF dan VASI pada pasien vitiligo di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode yang digunakan yaitu observasional analitik dengan rancangan potong lintang, menggunakan metode reliabilitas antar pemeriksa. Peserta penelitian 20 orang pasien vitiligo. Penilaian skor VETF dan VASI dilakukan oleh tiga orang pemeriksa yang berbeda pada hari kunjungan yang sama, namun tanpa saling berkomunikasi. Pada hasil penelitian didapatkan koefisien reliabilitas intraclass correlation coefficient (ICC) VASI 0,997, dan ICC VETF kriteria

extent 0,998, staging 0,984, serta spreading 0,938. Interpretasi menurut general guidelines for reliability level, diketahui seluruh ICC pada rentang 0,81-1,0 yang menunjukkan reliabilitas VASI dan VETF sangat tinggi. Perbandingan data bootstrap menggunakan dependent t test didapatkan ICC VASI lebih tinggi (0,996) dibandingkan dengan ICC VETF (0,967) dan secara statistik bermakna t=13,158, p= 0,01 (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa VASI merupakan skala penilaian vitiligo yang tervalidasi dengan reliabilitas yang lebih baik secara bermakna dibandingkan dengan skor VETF. (MDVI 2014;41/ S:2S - 8S)

Kata kunci: vitiligo, VETF, VASI.

ABSTRACT

Vitiligo is an acquired skin depigmentation disorder that is most commonly found that leads to psychosocial problems. Clinical assessment scale is needed in vitiligo to determine appropriate therapy and observe response to treatment. This assessment scale reveals the extent of skin lesions, severity of disease, and repigmentation, but this scale widely varied and have not been standardized. Assessment scales that have been validated are Vitiligo European Task Force (VETF) and the Vitiligo Area Scoring Index (VASI), however the reliability comparison between these assessment scales have not been studied yet. The aim of this study was to determine the best reliability between VETF and VASI in vitiligo patient at Hasan Sadikin Hospital, Bandung. This study method is an observational analytic study with cross sectional design, using interrater reliability method. Twenty vitiligo patients were included in this study. Scoring of VETF and VASI was assessed by three different independent examiners on same visit, without communicate each other. The results obtained reliability coefficient of intraclass correlation coefficient (ICC) VASI 0.997. ICC of VETF extent criteria 0.998, staging 0.984, and spreading 0.938. According to the general guidelines for the reliability level, ICC for VASI and VETF was within the range 0.81-1.0, which indicated VASI and VETF were highly reliable. Based on bootstrap data comparison with dependent t tets, VASI had higher ICC (0.996) compared to VETF ICC (0.967), which was statistically significant t=13.158 and p=0.01 (p <0.05). Conclusions that VASI is a validated assessment scale in vitiligo and significantly more reliable compare to VETF. (MDVI 2014;41/S:2S - 8S)

Key words: vitiligo, VETF, VASI.

Korespondensi:

Gedung Radiopoetro Lantai 3, Jl. Farmako, Sekip,Yogyakarta 55281 Telpon/Fax 0274-560700

(2)

3S PENDAHULUAN

Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi kulit didapat, yang terjadi akibat destruksi melanosit di epidermis.1,2 Manifestasi klinis vitiligo berupa makula depigmentasi berwarna putih seperti susu, berbatas tegas,1,3 dengan variasi bentuk dan ukuran.4 Etiologi vitiligo bersifat multifaktorial,3,5 dengan patogenesis yang belum sepenuhnya dimengerti.3 Vitiligo dapat terjadi pada semua usia,3,5 semua ras di seluruh dunia, dan dapat mengenai laki-laki maupun perempuan dengan perbandingan yang sama.2,6

Vitiligo bersifat asimtomatik dan tidak mengancam jiwa,2,7 namun dapat menyebabkan gangguan psikologis berupa rasa tidak percaya diri,2,6 kecemasan, serta depresi,5,9,10 terutama pada pasien dengan tipe kulit IV-VI.8 Tipe kulit individu di Asia Tenggara termasuk Indonesia pada umumnya adalah tipe III, IV, dan V.10 Terapi vitiligo bertujuan untuk mendapatkan repigmentasi lesi kulit,1,2 sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.2,9 Skala penilaian efektivitas berbagai terapi pada vitiligo sangat beragam11,12 dan tidak sepenuhnya disetujui oleh semua peneliti,13 sehingga sulit untuk membandingkan efektivitas berbagai modalitas terapi ada vitiligo.9,11

Skala penilaian pada vitiligo penting digunakan untuk menentukan terapi yang tepat dan mengetahui efektivitas terapi,9,14 Skala tersebut umumnya menunjukkan luas kelainan kulit, derajat keparahan penyakit, dan repigmentasi.14 Repigmentasi merupakan timbulnya pigmentasi pada lesi vitiligo yang dapat terjadi secara spontan atau karena pengobatan.15 Banyak peneliti yang telah mempublikasikan hasil penelitian mereka mengenai penilaian repigmentasi pada vitiligo, namun menggunakan skala yang berbeda-beda dan belum terstandarisasi.13,14 Hasil repigmentasi berdasarkan persentase dikategorikan menjadi respons kurang (repigmentasi 0%-25%), cukup (repigmentasi 26%-50%), baik (repigmentasi 51%-75%), dan sangat baik (repigmentasi 75%-100%).4,15 Pembagian kategori tersebut tidak sepenuhnya disetujui oleh semua peneliti.13 Penekanan pada evidence based practice menyebabkan penggunaan skala penilaian klinis yang sahih menjadi penting dalam praktik klinis maupun penelitian.16 Skor Vitiligo Area Scoring Index (VASI) merupakan skala penilaian pada vitiligo yang telah divalidasi pada tahun 200411 dan Vitiligo European Task Force (VETF) divalidasi pada tahun 2006.12 Skala tersebut memberikan penilaian yang lebih akurat dibandingkan dengan penggunaan fotografi klinis saja.8 The San Gallicano Dermatological Institute (SGDI) Rome Workshop telah memvalidasi penggunaan skor VETF di beberapa klinik Universitas di Eropa. Penilaian skor VETF menggunakan

analisis berdasarkan kriteria extent, staging, dan spreading.8,12,17 Kriteria extent dinilai berdasarkan rule of nines; kriteria staging berdasarkan depigmentasi kulit dan rambut pada lesi terluas di setiap regio tubuh; serta kriteria spreading berdasarkan depigmentasi yang dilihat dari kombinasi hasil pemeriksaan lampu Wood dan lampu ruangan. Selain itu, lampu Wood digunakan pula untuk membantu penilaian kriteria staging.12

Vitiligo Area Scoring Index merupakan skor kuantitatif parametrik, yang diperoleh dengan rumus mengalikan residual depigmentation dan luas lesi berdasarkan unit tangan (hand unit).8,11 Satu unit tangan terdiri atas telapak tangan dan permukaan volar seluruh jari-jari tangan, yang sama dengan sekitar 1% luas seluruh permukaan tubuh.8 Penilaia VASI mudah dilakukan, namun bersifat subjektif terutama dalam penentuan luas lesi kulit dan residual depigmentation, yang selanjutnya akan dikalikan sesuai rumus.11,18

Validitas dan reliabilitas merupakan ciri instrumen pengukuran yang baik. Reliabilitas menunjukkan sejauh mana sebuah alat ukur memberikan hasil yang konsisten dari waktu ke waktu.19 Reliabilitas penting diketahui karena mewakili sejauh mana data yang dikumpulkan dalam penelitian merupakan representasi yang benar dari alat ukur yang digunakan.20 Istilah reliabilitas disebut pula dengan keandalan, presisi, kesesuaian, konsistensi, atau kepercayaan.21,22 Sebuah alat ukur disebut andal atau dapat dipercaya, apabila dalam beberapa kali pengukuran terhadap sekelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang sama atau relatif sama, selama aspek yang diukur dari subjek tidak mengalami perubahan.22,23

Metode penilaian reliabilitas antara lain berupa metode antar pemeriksa, metode paralel, metode belah dua, dan metode tes ulang.19,24 Metode reliabilitas antar pemeriksa digunakan pada alat ukur dengan penilaian yang diberikan pemeriksa,19 dan penting diketahui karena menunjukkan stabilitas sebuah alat ukur.24 Metode ini dilakukan dengan melihat kesesuaian di antara beberapa pemeriksa yang dinilai dari koefisien reliabilitas.24

Vitiligo Area Scoring Index dan VETF merupakan skala penilaian yang tervalidasi dengan teknik penilaian yang berbeda, namun hingga saat ini, belum terdapat publikasi penelitian mengenai reliabilitas skor VETF dan VASI padapasien vitiligo, khususnya di Indonesia.

TUJUAN

(3)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan potong lintang, yang dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2013 terhadap 20 pasien vitiligo di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode reliabilitas yang digunakan yaitu metode antar pemeriksa. Pada ketiga pemeriksa dilakukan standarisasi sebelum penelitian pertama dimulai, yaitu mengenai cara penilaian skor VETF dan VASI, dilanjutkan dengan pelatihan singkat, diskusi, dan evaluasi dengan waktu sekitar 2,5 jam. Penilaian skor VETF dan VASI pada setiap pasien hanya dilakukan pada satu kali kunjungan oleh tiga orang pemeriksa yang berbeda secara bergantian, tanpa saling mengetahui hasil pemeriksaan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program análisis statistik SPSS, untuk mendapatkan koefisien reliabilitas intraclass correlation coefficient (ICC) skor VETF dan VASI. ICC tersebut kemudian diinterpretasikan berdasarkan general guidelines for reliability level. 0,00-0,1: tidak reliabel; 0,11-0,4: rendah; 0,41-0,6: sedang; 0,61-0,8: tinggi; 0,81-1,0: sangat tinggi.16,25 ICC yang diperoleh kemudian diolah kembali dengan metode bootstrap, sehingga dapat dilakukan uji banding, dengan menggunakan dependent t test, untuk mengetahui reliabilitas yang terbaik antara skor VETF dan VASI.

PROSEDUR KERJA

Penilaian VASI

Pemeriksaan dilakukan di ruangan dengan penerangan yang cukup dan pasien dalam posisi yang nyaman. Penggambaran/pencetakan unit tangan pasien dilakukan pada plastik transparan, menggunakan permanent marker, dilanjutkan pembagian pada gambar unit tangan di plastik transparan sesuai penelitian Amirsheybani dkk.26 (2001) yaitu ukuran panjang tangan dinilai dari bagian tengah interstylon hingga ujung jari tengah, sedangkan ukuran lebar dinilai dari bagian ulnaris palmar-digital crease hingga percabangan antara ibu jari dan jari telunjuk. Penilaian luas lesi dilakukan pada setiap regio (kepala/leher, batang tubuh, lengan, tungkai, tangan, dan kaki) berdasarkan unit tangan, dengan mencetak/menggambar lesi pada plastik transparan yang bergambar unit tangan tersebut. Dilakukan penghitungan luas lesi dan penilaian residual depigmentation pada lesi di masing-masing regio berdasarkan skala yang telah ditentukan. Penghitungan VASI dengan menggunakan rumus:

VASI = ∑[𝐻𝑎𝑛𝑑 𝑈𝑛𝑖𝑡𝑠] 𝑥 [𝑅𝑒𝑠𝑖𝑑𝑢𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑝𝑖𝑔𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛]

Gambar 1 Pembagian Unit Tangan26

(4)

5S Pemeriksaan dilanjutkan di kamar gelap untuk menilai

riteria staging pada lesi yang terluas di enam regio (kepala/leher, batang tubuh, lengan, tungkai, tangan, dan kaki) dengan menggunakan lampu Wood. Interpretasi 0: pigmentasi normal (tidak terdapat area depigmentasi); 1: depigmentasi tidak lengkap (titik-titik depigmentasi, trichome, dan pigmentasi homogen yang lebih terang); 2: depigmentasi lengkap (termasuk rambut berwarna putih kurang dari 30%); 3 : depigmentasi lengkap disertai rambut putih lebih dari 30%. Penilaian kriteria spreading dilakukan pada lesi yang sama dengan penilaian kriteria staging. Awalnya lampu ruangan dinyalakan dan dinilai depigmentasi pada lesi, kemudian lampu ruangan dimatikan dan pemeriksaan dilakukan dengan lampu Wood. Kedua hasil tersebut dibandingkan,dan interpretasi hasil yaitu: +1: progresif (makula depigmentasi tampak bertambah/melebar), 0 : stabil (tidak ada perubahan), -1 : regresif (makula depigmentasi berkurang, tampak repigmentasi). Dilakukan penghitungan jumlah total skor kriteria staging dan spreading. Setelah semua pasien diperiksa oleh ketiga pemeriksa, formulir penilaian skor VETF dan VASI yang disimpan akan dibuka untuk dilakukan pengolahan data.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik peserta penelitian

Peserta penelitian berjumlah 20 orang, terdiri atas 16 orang perempuan (80%) dan empat orang laki-laki (20%).

Kelompok usia terbanyak yaitu pada kelompok usia 31-40 tahun yaitu sebanyak tujuh orang (35%), dengan rentang usia pasien 4-62 tahun dan usia rerata seluruh pasien adalah 33,3 tahun dengan simpang baku 17,46. Usia awitan vitiligo berkisar 3-51 tahun dengan durasi penyakit vitiligo berkisar antara 3 bulan hingga 22 tahun, dan rerata keseluruhan 7,21 tahun dengan simpang baku 6,04. Sebagian besar pasien (90%) pada penelitian ini pernah mendapat pengobatan sebelumnya. Hasil Penilaian Skor VETF dan VASI dapat dilihat pada tabel 1.

Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan SPSS untuk mendapatkan koefisien reliabilitas ICC (Tabel 2).

PEMBAHASAN

Istilah reliabilitas disebut pula dengan keandalan, presisi, kesesuaian, konsistensi, atau kepercayaan.21-23 Sejauh mana beberapa orang pemeriksa menetapkan skor pengukuran yang sama menggunakan instrumen yang sama

Tabel 1. Hasil penilaian skor Vitiligo European Task Force dan Vitiligo Area Scoring Index pada pasien vitiligo

di RSUP Dr. Hasan Sadikin, Tahun 2013

Skala penilaian Hasil Penilaian

Median Kisaran

VETF

Extent Staging Spreading

VASI

1,269 -4 -1 1,239

0,198 - 37,539 1 – 8 -4 – 2 0,104 - 26,812

Tabel 2. Koefisien realibilitas Intraclass Correlation Coefficient Skor Vitiligo European Task Force dan

Vitiligo Area Scoring Index pada pasien vitiligo di RSUP dr. Hasan Sadikin, Tahun 2013

Skala Penilaian ICC Nilai p

VETF

Extent Staging Spreading

VASI

0,998 0,984 0,938 0,997

0,001 0,001 0,001 0,001 Keterangan : ICC= intraclass correlation coefficient

Skala Penilaian ICC SB Nilai p

VETF (bootstrap) VASI (bootstrap)

0,967 0,996

0,015 0,001

0,01

(5)

pada subjek yang sama, disebut metode reliabilitas antarpemeriksa. 21,27 Tinggi rendahnya reliabilitas diketahui dari angka yang disebut koefisien reliabilitas dengan rentang 0,00-1,00.24,27 ICC merupakan koefisien reliabilitas yang dapat digunakan untuk menentukan reliabilitas sebuah alat ukur,28,29 Menurut general guidelines for reliability level IIC dapat diinterpretasikan sebagai 0,00-0,10 tidak reliabel; 0,11-0,40 rendah; 0,41-0,60 sedang; 0,61-0,80 tinggi; 0,81-1,0 sangat tinggi.16,25

Pada penelitian ini didapatkan ICC VASI 0,997 (p=0,001) dan ICC VETF untuk kriteria extent sebesar 0,998, staging 0,984, serta spreading 0,938 (p=0,001). Interpretasi ICC pada penelitian ini, berada dalam rentang 0,81-1,0, yang menunjukkan bahwa skor VETF dan VASI memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Reliabilitas skor VETF dan VASI yang sangat tinggi menunjukkan kesesuaian yang baik antarpemeriksa. Skor VETF dan VASI merupakan skala penilaian yang andal, sehingga skor VETF dan VASI dapat digunakan untuk penilaian pasien vitiligo di RSUP Dr. Hasan Sadikin, Bandung.

Jones dkk.16 pada tahun 2006 di Inggris, melakukan penelitian mengenai reliabilitas psoriasis area severity index (PASI), Lattice System Global Psoriasis Scale (LS-PGA), dan Physician's Global Assessment (PGA). Pada penelitian tersebut diperoleh ICC PASI sebesar 0,90, LS-PGA 0,84, dan LS-PGA 0,75. ICC tersebut kemudian diinterpretasikan menurut general guidelines for reliability level, sehingga diketahuiPASI dan LS-PGA menunjukkan reliabilitas yang sangat tinggi, sedangkan reliabilitas PGA tinggi. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ketiga skala penilaian tersebut dapat digunakan dalam penilaian pasien psoriasis.16

Beberapa hal yang dapat meningkatkan reliabilitas antara lain standarisasi cara pengukuran, pelatihan pemeriksa, penyempurnaan instrumen, dan pengulangan pengukuran.21,22 Pada penelitian Jones dkk.16 mengenai reliabilitas PASI, LS-PGA, dan PGA, sebelum penelitian dimulai, terlebih dahulu dilakukan pelatihan cara penilaian skala selama 2,5 jam, termasuk cara penilaian luas permukaan tubuh menggunakan telapak tangan.

Pada penelitian ini, sebelum penelitian dimulai dilakukan terlebih dahulu standarisasi meliputi cara penilaian luas kelainan kulit (satu telapak tangan disertai jari-jari tangan sama dengan 1 % luas permukaan tubuh) serta residual depigmentation untuk VASI; cara penilaian kriteria extent, staging, dan spreading untuk skor VETF; termasuk cara penggunaan lampu Wood pada kriteria staging dan spreading. Standarisasi penilaian VETF dan VASI dilanjutkan dengan pelatihan untuk pemeriksa, evaluasi, dan diskusi dengan keseluruhan waktu 2,5 jam. Hal tersebut diduga meningkatkan reliabilitas skor VETF dan VASI, sehingga pada penelitian ini didapatkan

reliabilitas yang sangat tinggi, baik pada VASI maupun VETF.

Berdasarkan tabel 3 mengenai perbandingan ICC antara skor VETF dan VASI menggunakan data bootstrap, diketahui bahwa ICC VASI lebih tinggi (0,996) dibandingkan dengan ICC VETF (0,967) secara bermakna dengan p= 0,01 (p<0,05). ICC yang lebih tinggi pada VASI menunjukkan bahwa reliabilitas VASI lebih baik dibandingkan dengan VETF. Skor VASI diitung berdasarkan rumus yang mengalikan luas lesivitiligo dan residual depigmentation. Penentuan luas lesi kulit dan residual pigmentation pada VASI bersifat subjektif.11,18 Perkiraan luas kelainan kulit berperan dalam perbedaan skor yang diberikan leh pemeriksa.16,28 Amirsheybani dkk.26 (2001) pada penelitiannya menggunakan penilaian area telapak tangan terhadap luas permukaan tubuh dengan standarisasi metode pencetakan telapak tangan. Metode pencetakan telapak tangan tersebut dinilai mudah dan nyaman, serta meningkatkan akurasi penilaian.26,31

Pada penelitian ini, penilaian luas kelainan kulit pada VASI dilakukan dengan bantuan plastik transparan. Elapak tangan pasien digambar pada plastik transparan menggunakan permanent marker dengan pembagian sesuai penelitian Amirsheybani dkk.26 Plastik transparan dengan cetakan telapak tangan tersebut kemudian digunakan untuk menggambar lesi kulit. Hal ini pun diduga meningkatkan akurasi penilaian, sehingga ketiga pemeriksa menghasilkan kesesuaian yang baik, diketahui dari ICC VASI yang menunjukkan reliabilitas yang sangat tinggi.

Pada skor VETF kriteria extent, dinilai luas lesi kulit berupa makula depigmentasi berdasarkan rule of nine, yaitu satu telapak tangan termasuk jari-jari tangan sama dengan lebih kurang 1% luas permukaan tubuh.12 Kriteria staging dinilai berdasarkan depigmentasi kulit dan rambut pada lesi yang terluas pada setiap regio tubuh, serta spreading berdasarkan depigmentasi yang dinilai dengan kombinasi hasil pemeriksaan lampu Wood dan lampu ruangan pada lesi yang terluas di setiap regio tubuh.12 Batas lesi hipopigmentasi dan depigmentasi akan tampak lebih jelas dengan pemeriksaan menggunakan lampu Wood.32 Lampu ini berukuran kecil, tahan lama, tidak mahal, aman, dan mudah digunakan,33 namun tidak semua sarana pelayanan kesehatan memiliki lampu Wood.8

(6)

7S dibutuhkan penilaian rambut putih lebih dari 30% untuk

staging terburuk (3).12 Pada lesi yang terbatas atau berukuran kecil cenderung mendapat penilaian staging yang tinggi. Penilaian kriteria spreading merupakan kriteria penilaian yang tersulit pada skor VETF secara blind test (tanpa dipengaruhi pendapat pasien). Repigmentasi perifolikular dapat disertai depigmentasi marginal, dan depigmentasi parsial di bagian tepi lesi dapat dianggap sebagai repigmentasi.

Pada penelitian ini, penilaian kriteria staging dan spreading dilakukan dengan bantuan lampu Wood yang dapat membantu penilaian agar lebih objektif, namun lampu tersebut tidak mudah didapatkan di Indonesia. Pada penilaian kriteria staging dan spreading terdapat komponen subjektif karena keduanya membutuhkan kemampuan visualisasi. Pada kriteria staging terdapat kemungkinan pemeriksa memilih derajat yang terburuk dan bukan derajat yang paling mewakili pada lesi yang dinilai. Selain itu, terdapat pula kesulitan dalam menilai persentase rambut putih pada staging 2 dan 3.

Pada penilaian kriteria pada VETF tidak dilibatkan pendapat pasien. Adanya repigmentasi perifolikuler yang terjadi disertai depigmentasi marginal dan depigmentasi parsial pada bagian tepi lesi yang dapat diinterpretasi sebagai repigmentasi, mempersulit penilaian kriteria spreading. Para peneliti dalam penelitian ini juga merasa kesulitan dalam penilaian kriteria spreading, karena harus membandingkan pigmentasi kulit sebelum dan sesudah menggunakan lampu Wood.

KESIMPULAN

Vitiligo area scoring index merupakan skala penilaian vitiligo yang tervalidasi dengan reliabilitas yang lebih baik dibandingkan skor VETF. Standardisasi cara penilaian, pelatihan, evaluasi, dan diskusi sebelum pemeriksaan pertama dimulai akan meningkatkan reliabilitas kedua skala penilaian. Metode pencetakan unit tangan pasien pada plastik transparan membantu meningkatkan kesesuaian antar pemeriksa dalam penilaian luas lesi kulit. Pediatr Dermatol. 2003; 20: 207-10.

3. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz LI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill. 2012. h. 792-5.

4. Njoo MD, Spuls PI, Bos JD, Westerhof W, Bossuyt MM. Nonsurgical repigmentation therapies in vitiligo.Meta-analysis of the literature. Arch Dermatol. 1998; 134: 1532-40.

5. Grimes PE. New insights and new therapies in vitiligo. J Am Med Assoc. 2005; 293: 730-4.

6. Morelli J. Vitiligo. Dalam: Schachner LA, Hansen R, penyunting. Pediatric dermatology. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier; 2011. h. 730-3.

7. Kostovic K, Pasic A. New treatment modalities for vitiligo: focus on topical immunomodulators. Drugs. 2005; 65: 447-59.

8. Kawakami T, Hashimoto T. Disease severity indexes and treatment evaluation criteria in vitiligo. Dermatol Res Prac. 2011; 28: 1-3.

9. Ongenae K, Beelaert L, Van Geel N, Naeyaert JM. Psychosocial effects of vitiligo. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2006; 20: 1-8.

10. Chen YY, Tsai TF. The minimal erythema dose of 311 nm narrowband UVB in Taiwanese. Dermatol Sinica. 2002; 20:286-93.

11. Hamzavi I, Jain H, McLean D, Shapiro J. Parametric modeling of narrowband UVB phototherapy for vitiligo using a novel quantitative tool: the vitiligo area scoring index. Arch Dermatol. 2004; 140: 677-83.

12. Taieb A, Picardo M. The definition and assessment of vitiligo: a consensus report of the Vitiligo European Task Force. Pigment Cell Res. 2007; 20: 27-35. 13. Hossain D. Assesment scale used in vitiligo. J Am

Acad Dermatol. 2005; 52: 1110-1.

14. Elefthariadou V, Thomas KS, Whitton ME, Batchelor JM. Which outcomes should we measure in vitiligo? Results of systematic review and survey among patients and clinicians on outcomes in vitiligo trials. Br J Dermatol. 2012; 167: 804-14.

15. Kanwar AJ, Parsad D. Understanding the mechanisme of repigmentation in vitiligo. Dalam: Gupta S, Olsson MJ, Kanwar AJ, Ortone JP, penyunting. Surgical management of vitiligo. Oxford: Blackwell; 2007. h. 14-9.

16. Jones JB, Grotzinger K, Rainville C, Pham B, Huang J. A study examining inter- and intrarater reliability of three scales for measuring severity of psoriasis: Psoriasis Area and Severity Index, Physician's Global Assessment and Lattice System Physician's Global Assessment. Br J Dermatol. 2006; 155: 707-13. 17. Gawkrodger DJ, Omerod AD, Shaw L, Mauri-Sole I.

Guideline for the diagnosis and management of vitiligo. Br J Dermatol. 2008; 159: 1051-76.

(7)

label pilot clinical trial. BMC Complement Altern Med. 2011; 11: 1-9.

19. Downing SM. Reliability: on the reproducibility of assessment data. Med Edu. 2004; 38: 1006-12. 20. McHugh ML. Interrater reliability: the kappa statistic.

Biochem Med. 2012; 22: 276-82.

21. Sopiyudin DM. Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2010. h. 151-6.

22. Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2002. h. 52-61.

23. Azwar S. Reliabilitas dan validitas. Edisi ke-3. Yogyakarta: Pustaka Penerbit; 2004. h. 4-10.

24. Chandra SS, Sharma RK. Research in education. Edisi ke-2. New Delhi: Atlantic; 2007. h. 192-210. 25. Shrout PE. Measurement reliability and agreement in

psychiatry. Stat Methods Med Res. 1998; 7: 301-17. 26. Amirsheybani HR, Crecelius GM, Timothy NH,

Pfeiffer M, Saggers GC. The natural history of the growth of the hand: I. Hand area as a percentage of BSA. Plast Reconstr Surg. 2001; 107: 726-33. 27. Thomas JR, Nelson JK, Silverman SJ. Research

methods in physical activity. Edisi ke-6. Windsor: Human Kinetics; 2011. h. 201-10.

28. Rosenbach M, Murrel DF, Bystryn JC, Dulay S, Dick S. Reliability and convergent validity of two outcome instruments for pemphigus. J Invest Dermatol. 2009;129: 2404-10.

29. Eliasziw M, Young SL, Woodbury MG, Fryday-Field K. Statistical methodology for the concurrent assessment of interrater and intrarater reliability: using goniometric measurements as an example. Phys Ther. 1994; 74: 777-88.

30. Hanifin JM, Thurston M, Omoto M, Cherill R, Tofte SJ. The Eczema Area and Severity Index (EASI): assessment of reliability in atopic dermatitis. Exp Dermatol. 2001; 10: 11-8.

31. Agarwal P, Sahu S, Determination of hand and palm area as a ratio of body surface area in Indian population. Indian J Plast Surg. 2010; 43: 49-53. 32. Asawanonda P, Taylor CR. Wood's light in

dermatology. Int J Dermatol. 1999; 38: 801-7. 33. Gupta LK, Singh MK. Wood's lamp. Indian J

Gambar

Gambar 1 Pembagian Unit Tangan26
Tabel 1.   Hasil penilaian skor Vitiligo European Task Force dan Vitiligo Area Scoring Index pada pasien vitiligo

Referensi

Dokumen terkait

Artinya semakin baik tujuan, proses, waktu, metode dan efektivitas penilaian kinerja yang diterapkan rumah sakit sehingga memberikan umpan balik yang tepat bagi

Penilaian prestasi kerja merupakan faktor yang sangat penting bagi suatu organisasi. Dengan 

Sehingga mengetahui pola kepekaan bakteri terhadap antibiotik menjadi faktor penting dalam menentukan terapi yang tepat untuk penyakit infeksi, khususnya ISK (IAUI,

Data yang tersedia dan keadaan yang berkaitan dengan pasar untuk aset yang dinilai, akan menentukan metode penilaian yang paling relevan dan tepat digunakan.Jika berdasarkan data

Fungsi data hitung penilaian probabilitas ini adalah untuk mengetahui nilai skala dari bencana tersebut sehingga pihak BPBD dapat melakukan tindakan yang tepat. Pengguna

Nilai prosentase efektivitas penilaian prestasi kerja di kantor tersebut sebesar 80.52 persen, hal tersebut dianggap masuk ke kelas interval dengan kategori efektif (Irbiana

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) efektivitas sistem penilaian kinerja PT.X saat ini dan untuk mengetahui (2) metode sistem penilaian yang tepat untuk digunakan pada

3. Menetapkan angka kredit JFAK berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku. Sekretaris Tim Penilai melakukan input hasil sidang penilaian Angka Kredit JFAK. Untuk