• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN DAN FUNGSI KOMISI APARATUR SIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEDUDUKAN DAN FUNGSI KOMISI APARATUR SIP"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN DAN FUNGSI KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA (KASN)

Disusun sebagai syarat memenuhi tugas mata kuliah Lembaga Negara Dosen: Dr. Wikrama I. Abidin, SH,MKn

Oleh :

Yanti Nurmayanti 1406510771

Hukum Kenegaraan Pagi

FAKULTAS HUKUM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...i

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah...3

BAB II PEMBAHASAN...3

A. KASN Sebagai Lembaga Penunjang (StateAuxiliary Organs) dan Sebagai Independent Supervisiory Bodies...3

B. Kedudukan dan Fungsi KASN dalam Menjamin Terwujudnya Sistem Merit dalam Kebijakan Manajemen ASN...7

C. Perbandingan KASN dengan Australian Public Service Commision (APSC) dan Civil Service Commision (USA)...12

1. Australian Public Service Commision (APSC)...12

2. Civil Service Commision (USA)...13

BAB III PENUTUP...14

A. Simpulan ...14

(3)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang diundangkan pada tanggal 15 Januari 2014 telah membawa harapan baru untuk mempercepat terciptanya

Aparatur Sipil Negara (ASN) yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka mencapai tujuan nasional.1 Dengan berlakunya undang-undang tersebut telah terjadi pula

perubahan komposisi kelembagaan yang mengurusi urusan kepegawaian dan sumber daya aparatur negara. Terdapat 4 (empat) lembaga yang disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang tersebut berikut fungsi, tugas, dan kewenangannya, yaitu Kementerian PAN dan RB, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).2

KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan pegawai ASN yang professional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.3 KASN resmi dibentuk pada

bulan Juni 2015. Dalam perspektif teori hukum tata negara, Kementerian PAN dan RB dalam kedudukannya sebagai Kementerian, dan LAN serta BKN dalam kedudukannya sebagai Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK) dapat digolongkan sebagai lembaga negara utama (primary constitutional), sedangkan KASN dalam kedudukannya sebagai lembaga negara nonstruktural4 dapat digolongkan sebagai lembaga negara bantu (state auxiliary organs). KASN

dibentuk dalam rangka mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN.5 Dalam penempatan posisi

jabatan tinggi di instansi pemerintah, keberadaan KASN juga seharusnya mampu untuk

1Lihat penjelasan umum UU ASN. Indonesia, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 5 Tahun 2014,

(LN Nomor 6 Tahun 2014, TLN Nomor 5494).

2Lihat Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Aparatur Sipil Negara. 3Pasal 27 Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.

4Daftar dan jenis kelembagaan di Indonesia dapat diakses di laman:

http://www.menpan.go.id/kelembagaan/792-daftar-kelembagaan-2

(4)

menghilangkan pola pengisian jabatan pimpinan tinggi yang selama ini tidak terlepas dari pola hubungan patron-client/patronase (Patronage)6.

Harapan terhadap keberadaan KASN tersebut apabila dibandingkan dengan pengaturan mengenai kedudukan, tugas dan kewenangan KASN dirasa masih lemah. Misalnya pengaturan menganai kewenangan pengawasan, yaitu berwenang melakukan pengawasan di tingkat pusat dan di tingkat daerah, akan tetapi pengaturan tentang kedudukan KASN tidak mendukung pelaksanaan wewenang tersebut agar menjangkau baik di tingkat pusat maupun daerah, karena KASN hanya berkedudukan di Ibukota Jakarta.7 Struktur organisasi tersebut, dirasakan akan

menghambat kinerja KASN misalnya dalam melakukan pengawasan pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama di instansi pusat dan instansi daerah mulai dari pembentukan panitia seleksi sampai pada proses seleksi. Hal tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi KASN karena jabatan pimpinan tinggi pratama merupakan jabatan yang dekat dengan jabatan politik sehingga mau tidak mau akan ada intervensi yang kuat dari pihak-pihak lain untuk mengintervensi pengisian jabatan pimpinan tinggi tersebut. Permasalahan lain sebagai lembaga yang mandiri, KASN tidak mempunyai fungsi regulatif maupun fungsi penghukuman karena fungsinya hanya melakukan pengawasan dan merekomendasikan penjatuhan sanksi. Terkesan KASN fungsinya tumpang tindih atau overlapping dengan lembaga lain yaitu dengan Kementerian PAN dan RB, dengan Pejabat Pembina Kepegawaian (dalam penjatuhan sanksi) atau bahkan dengan keberadaan Ombudsman RI.

Dibandingkan dengan lembaga-lembaga sejenis di negara lain misalnya dengan

Australian Public Service Commission (APSC)8 atau dengan Civil Service Commission (USA),

pengaturan pengelolaan manajemen aparatur sipil negara lebih jelas dan tidak terkesan tumpang tindih bahkan Singapore Public Civil Service Commission telah dicantumakan dalam konstitusi, sehingga keberadaannya memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan kuat.

6Menurut Keith R. Legg, patronage merupakan tahap perkembangan partai politik dari pola hubungan tuan-hamba.

Pola hubungan patron-client/patronase merupakan salah satu budaya politik yang menonjol dan terjadi di banyak Negara termasuk di Indonesia yang terjadi baik dikalangan penguasa maupun masyarakat. Dalam hal ini, pihak patron mempunyai kekuasaan membagi dan mendistribusikan sumber daya ekonomi politik kepada para klien dengan imbalan mendapatkan dukungan, pengabdian, kesetiaan, dan loyalitas yang hampir tanpa batas. Berbagai sumber menyebutkan bahwa pola hubungan patron-client diturunkan dari tradisi negara patrimonial; dimana para ‘penguasa pemurah hati’ mengangkat seseorang menjadi pejabat negara atau memecat seseorang dari jabatan di pemerintahan sepenuhnya atas pertimbangan favoritisme. Dalam hal hubungan tersebut, patronase politik cenderung mengabaikan asas kepatutan serta mengabaikan prinsip-prinsip dasar kompetensi dan meritokrasi, karena yang lebih diutamakan adalah preferensi personal. Keith R. Legg, Tuan, Hamba dan Politisi, (Jakarta, Sinar Harapan, Anggota IKAPI bekerjasama dengan Lembaga Studi Pembangunan, 1983), hlm 10.

7 Pasal 29 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebutkan bahwa “KASN

berkedudukan di ibu kota negara.”

(5)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dalam makalah ini akan dibahas permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kedudukan dan fungsi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menurut teori lembaga negara dalam menjamin terwujudnya Sistem Merit?

2. Bagaimana kedudukan dan fungsi lembaga sejenis di negara Australia dan Amerika?

BAB II PEMBAHASAN

A. KASN Sebagai Lembaga Penunjang (State Auxiliary Organs) dan Sebagai Independent Supervisiory Bodies

Negara merupakan “gezagsorganisatie”, yaitu sebagai organisasi kewibawaan/ organisasi kekuasaan. Sehingga adanya organisasi dalam negara itu merupakan syarat mutlak dan jika negara tak ada organisasinya, maka akan menimbulkan anarchie, yang menurut Jellinek merupakan “Contradictio in objecto”, apabila negara tak memiliki organ-organ jadi tak sesuai dengan sifat hakekatnya. Jadi dalam hal ini, dalam negara kita jumpai adanya organ negara atau alat-alat perlengkapan negara. 9

Menurut pendapat Jellinek pengertian organ dibagi dalam dua golongan besar yaitu: 1. Alat-alat perlengkapan negara yang langsung (unmittelbare organ)

2. Alat-alat perlengkapan negara yang tak langsung (mittelbare organ)

Adapun ukuran langsung atau tidaknya menurut Jellinek, ialah langsung tidaknya bersumber pada konstitusi atau vervassung. Dalam hal organ-organ yang langsung, maka apabila organnya tak ada, maka negaranya pun tak ada. Dan mengenai organ yang tak langsung adanya selalu bergantung pada organ-organ yang langsung. 10

Selain itu, untuk melaksanakan fungsi negara maka setiap organisasi negara memerlukan beberapa alat perlengkapan negara sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Adapun alat perlengkapan negara yang terkecil dalam organisasi negara adalah jabatan, sehingga negara juga diartikan sebagai organisasi jabatan (ambten organisatie). Van Vollenhoeven mengemukakan bahwa organisasi negara sebaiknya dibagi dalam empat fungsi dengan lembaga pendukungnya. Ke empat fungsi negara tersebut adalah fungsi Regeling, Bestuur, Rechtspraak,

9 Padmo Wahjono, Ilmu Negara, (Jakarta: IND-HILL-CO, 1999), hal. 222

(6)

dan Politie. Sedangkan Goodnow membagi tugas negara dalam fungsi policy making dan policy executing yang bila dihubungkan dengan teori Rowse akan menimbulkan jabatan politik (political framework) dan jabatan administratif (administrative framework). Secara keseluruhan pembagian tugas/kerja dalam organisasi negara dapat dibagi secara vertikal dan horizontal, yang menimbulkan pembagian kerja secara hierarki dan dalam fungsinya. 11

Menurut teori alat perlengkapan negara (Die Saatsorgane), alat perlengkapan negara bertujuan untuk merealisasikan tujuan dan keinginan-keinginan negara (staatswill). Alat perlengkapan negara dapat disebut dalam ragam istilah, yaitu organ, lembaga, instansi, institusi tambahan (state auxiliaries), badan-badan independen (independent state bodies atau self regulatory bodies), state enterprise, dan lain-lain. Secara general, alat-alat perlengkapan negara ini pada pokoknya dapat diklasifikasikan menjadi, organ yang bersumber langsung dari konstitusi dan organ yang tidak bersumber langsung dari konstitusi (derivatif). Kedua jenis organ/lembaga tersebut di atas ada yang diharuskan untuk independen, tetapi ada yang memiliki keterkaitan fungsional.12

Lembaga dari segi fungsinya ada yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary). Sedangkan dari segi hierarkinya lembaga dapat dibedakan ke dalam tiga lapis. Organ lapis pertama dapat disebut lembaga tinggi negara. Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, sedangkan organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Di antara lembaga-lembaga tersebut ada yang dapat dikategorikan sebagai organ utama atau primer (primary constitutional organs), dan ada pula yang merupakan organ pendukung atau penunjang (state auxiliary organs/auxiliary institutions).13

Diantara lembaga-lembaga itu kadang-kadang ada juga yang disebut sebagai self regulatory agencies, independent supervisiory bodies, atau lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi campuran (mix-function) antara fungsi-fungsi regulatif, administrative, dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan tetapi justru dilakukan secara bersamaan oleh lembaga-lembaga baru tersebut.14

Lembaga negara juga memiliki dasar hukum pembentukan yang berbeda-beda. Perbedaan dasar hukum pembentukannya menyebabkan terjadinya perbedaan pada kedudukan lembaga

11Penyusun Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara, Ilmu Negara, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

2001), hal. 113.

12Hendra Nurtjahjo, Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen, (Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2005), hal hal. 63-64.

13 Lihat Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar

Grafika, cetakan kedua 2012), hal vii.

(7)

tersebut dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk di lembaga tersebut. Di tingkat pusat, pembentukan lembaga dapat dibedakan menjadi empat tingkatan kelembagaan yaitu pertama lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar yang merupakan organ konstitusi. Lembaga ini kemudian diatur lebih lanjut dalam undang-undang sebagai amanat dari konstitusi, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden. Pengangkatan para anggotanya ditetapkan dengan Keputusan Presiden sebagai pejabat administrasi negara yang tertinggi. 15Lembaga negara tingkat kedua, adalah lembaga yang

dibentuk berdasarkan undang-undang yang merupakan amanat langsung dari UUD16 ataupun

tidak merupakan amanat langsung dari UUD.17 Lembaga yang kemudian dibentuk melalui

undang-undang ini melibatkan DPR dan Presiden. Oleh karena itu pemberian kewenangan ataupun pembubaran dan pengubahan bentuk lembaga-lembaga ini harus melibatkan peran DPR dan Presiden.18

Pada tingkatan ketiga adalah lembaga-lembaga yang sumber kewenangannya murni dari presiden sebagai kepala pemerintahan, sehingga pembentukannya sepenuhnya bersumber dari beleid Presiden (Presidential Policy). Artinya pembentukan, perubahan ataupun pembubarannya tergantung pada kebijakan presiden semata. Pengaturan mengenai organisasi lembaga negara yang bersangkutan juga cukup dituangkan dalam Peraturan Presiden yang bersifat regeling dan pengangkatan anggotanya dilakukan dengan Keputusan Presiden yang bersifat beschikking.

Kemudian lembaga yang tingkatannya lebih rendah adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri. Atas inisiatif menteri sebagai pejabat publik berdasarkan kebutuhan terkait dengan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan di bidang-bidang yang menjadi tanggung jawabnya, dapat saja berbentuk badan, dewan, ataupun panitia-panitia yang sifatnya tidak permanen dan bersifat spesifik.19

Lembaga KASN dapat dikategorikan sebagai lembaga yang tidak bersumber langsung dari konstitusi (derivatif) dan merupakan merupakan organ pendukung atau penunjang (state

15 Jimly Asshiddiqie, Op. Cit 51.

16Contoh lembaga yang dibentuk dengan undang-undang yang merupakan amanat langsung dari UUD adalah KPU,

MK dan KY.

17Kemudian lembaga negara yang dibentuk dengan undang-undang yang tidak merupakan amanat langsung dari

UUD diantaranya adalah Komisi ASN, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

(8)

auxiliary organs/auxiliary institutions).20 KASN juga merupakan independent supervisiory bodies. Sedangkan sebagai lembaga yang berfungsi menjatuhkan hukuman, KASN hanya berwenang menentukan adanya pelanggaran kode etik dan hanya berwenang merekomendasikan sanksi. Lebih lanjut akan diuraikan di bawah ini berdasarkan ketentuan yang mengatur KASN. a. KASN sebagai lembaga yang tidak bersumber langsung dari konstitusi (derivatif)

Sifat, Tujuan, Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang, serta mengenai struktur organisasi KASN diatur oleh UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

b. KASN sebagai state auxiliary organs

KASN dapat digolongkan kedalam suatu state auxiliary organ, saat ini di Indonesia dikenal dengan nama komisi-komisi, lembaga-lembaga Negara atau sejenisnya.21 Lahirnya

lembaga-lembaga tersebut pada umumnya untuk menjawab segala persoalan dalam masyarakat yang semakin kompleks yang tidak dapat seluruhnya ditangani oleh tiga lembaga kekuasaan utama dalam konstitusi yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif sehingga diharapkan dapat membantu lembaga-lembaga negara utama tersebut. Namun sebagian besar dibentuknya lembaga-lembaga penunjang disebabkan karena ketidakpercayaan publik terhadap lembaga negara yang sudah ada, sehingga memicu munculnya lembaga negara baru yang berperan sebagai pengawas dan mengambil alih sebagian kewenangan lembaga negara yang ada. Dengan demikian lembaga-lembaga negara baru merupakan bentuk eksperimentasi kelembaga-lembagaan (institusional experimentation) yang dapat berbentuk dewan (council), komisi (commission), komite (commitee), badan (board), otorita (authority).22 KASN menerima delegasi kekuasaan dari

presiden. Selain itu, KASN merupakan satu dari empat lembaga yang berkaitan dengan Aparatur Sipil Negara (ASN). Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 25 ayat (1), Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN. Pasal (2) huruf b, untuk menyelenggarakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada KASN, berkaitan dengan kewenangan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN.

20 Lihat Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar

Grafika, cetakan kedua 2012), hal vii.

21Berdasarkan data dari Kementerian PAN dan RB, di Indonesia telah terbentuk 28 lembaga pemerintah non

kementerian (LPNK) dan 88 lembaga non struktural. diakses dari http://www.menpan.go.id/daftar-kelembagaan-2 22Lukman Hakim, Kedudukan Hukum Komisi Negara di Indonesia, Cetakan Pertama (Malang: Setara Press, 2010),

(9)

c. KASN sebagai independent supervisiory bodies

Berdasarkan amanat UU ASN, esensi komisi ASN dibentuk adalah untuk mendukung percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi dengan fokus kepada perbaikan manajemen ASN dan peningkatan kualitas ASN. Oleh karena itu menurut Pasal 27 UU Nomor 5 Tahun 2014, KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa. Pasal 30 KASN berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah. Selain itu tugas dan wewenang KASN diatur dalam Pasal 31 dan Pasal 32 UU ASN.

B. Kedudukan dan Fungsi KASN dalam Menjamin Terwujudnya Sistem Merit Dalam Kebijakan dan Manajemen ASN

Dalam sistem ketatanegaraan, keberadaan lembaga-lembaga independen tersebut pelembagaannya harus disertai dengan kedudukan dan peranan (role) serta mekanisme yang jelas, sehingga menurut Purnandi dan Soerjono Soekanto, perlu adanya status atau kedudukan yang menjadi subjek dalam negara mencakup lembaga atau badan atau organisasi, pejabat, dan warga negara. Sementara itu peranan (role) mencakup kekuasaan, public service, kebebasan/hak-hak asasi, dan kewajiban terhadap kepentingan umum.23 Menurut Soerjono Soekanto, suatu

kedudukan atau status merupakan suatu posisi dalam sistem sosial dan biasanya senantiasa menunjuk pada tempat-tempat secara vertical. Namun, di dalam masyarakat diperlukan status yang ajeg (regelmatig) karena status yang ajeg (regelmatig) akan menjamin stabilitas-stabillitas pada masyarakat sederhana. Dengan demikian, posisi yang pasti dan ajeg dari suatu lembaga akan berpengaruh terhadap stabilitas. Mengenai peranannya (role), Soerjono Soekanto mengategorikan pelbagai peranan dalam masyarakat menjadi tiga, yaitu: Peranan yang diharapkan dari masyarakat, Peranan sebagaimana dianggap oleh masing-masing individu, peranan yang dijalankan di dalam kenyataan. Dalam praktik ketatanegaraan, kedudukan dan peranan yang dimiliki dan dijalankan masing-masing lembaga dan pejabatnya akan berpijak dari konsepsi-konsepsi di atas. Dengan demikian, yang dimiliki dan dijalankan oleh lembaga tersebut adalah sejauh kedudukan dan peranan yang ada padanya.24

23Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto dalam Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT.

RajaGrafindo Persada, 2005), hal 219.

(10)

Sendi-sendi pemerintahan adalah bagaimana menyelenggarakan pemerintahan dalam suatu negara dengan cara yang lebih baik dan lebih efisien.25 Dalam teori kenegaraan dikenal dengan

istilah Ratio Gubernandi. Menurut Scott dan Hart, pembaruan (-dalam bidang organisasi administrasi) tidak akan datang dari orang-orang yang penting karena tak sesuai dengan kepentingan mereka untuk menjadi pencetus-pencetus pembaruan. Scott dan Hart juga mengenyampingkan orang-orang yang tidak penting (dalam arti tidak punya kekuasaan), karena mereka adalah kelompok yang paling banyak beroleh keuntuangan sebagai pekerja dalam organisasi moderen, dan karena mereka “terus-menerus diangkat-angkat” tentang nasib baik mereka yang mampu mengkonsumir arus produk konsumsi yang tidak pernah berakhir. Scott dan Hart akhirnya menyimpulkan “kepraktisan pembaruan oleh orang-orang professional”26 Leonard

D. White: Administrasi negara bisa efektif hanya apabila ia mengintegrasikan teori pemerintahan dengan teori administrasi.27

Pembentukan KASN pada dasarnya memiliki kewenangan yang sebenarnya sudah dilakukan oleh lembaga yang telah ada. Misalnya tugas kaitannya dengan pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN. Selain itu pada Pasal 32 ayat (2) UU ASN disebutkan bahwa KASN berwenang memutuskan adanya pelanggaran kode etik. Padahal selama ini hal tersebut telah dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dan penerapan sanksi kode etik oleh Majelis Kehormatan Kode Etik Berdasarkan Pasal 1 angka 3 PP Nomor 42 Tahun 2004 Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, Majelis Kehormatan Kode Etik PNS yang selanjutnya disingkat Majelis Kode Etik adalah lembaga non struktural pada instansi pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PNS untuk memperoleh obyektivitas dalam menentukan seorang PNS yang melanggar kode etik, maka pada setiap instansi dibentuk Majelis Kode Etik yang pembentukannya ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2).

Dalam hal penjatuhan sanksi, KASN mempunyai peranan yang lemah bahkan bisa dikatakan tidak ada, karena berdasarkan Pasal 33 ayat (1) dalam penjatuhan sanksi bagi Pejabat Pembina Kepegawaian yang melanggar prinsip Sistem Merit dan ketentuan peraturan

perundang-25Bandingkan dengan teori administrasi negara, yang menyatakan bahwa administrasi negara yang konvensional

dan klasik mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan: 1.Bagaimana kita dapat menyediakan pelayanan yang lebih banyak atau lebih baik dengan sumber-sumber daya yang tersedia (efisiensi)? 2.Bagaimana kita dapat mempertahankan tingkat pelayanan kita namun dengan mengeluarkan lebih sedikit uang (ekonomi)?Bandingkan pula dengan teori administrasi negara baru yang menambahkan pertanyaan: Adakah pelayanan ini meningkatkan keadilan sosial? Scott dan Hart dalam H. George Frederickson,, Administrasi Negara Baru, (Jakarta:LP3ES, 1984), hal. 58.

(11)

undangan, kewenangan KASN hanya sebatas merekomendasikan. Sifat rekomendasi tersebut hanyalah dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh Presiden untuk menjatuhkan sanksi.

Dalam hal pembentukan peraturan untuk pelaksanaan mejaga terlaksananya sistem Merit, lembaga KASN tidak berwenang sama sekali karena KASN hanya melaksanakan kebijakan yang telah digariskan oleh Kementerian PAN dan RB. Komisi harus berpedoman kepada kebijakan-kebijakan dibidang pendayagunaan pegawai ASN yang dikeluarkan oleh Menteri PAN dan RB dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri diantaranya meliputi penyusunan kebijakan rencana kerja KASN, LAN, dan BKN dibidang manajemen ASN. 28 Oleh karena itu, Komisi tidak dapat bertindak secara independen keluar dari

kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Menteri PAN dan RB.

Walupun demikian, latar belakang dibentuknya KASN dipengaruhi oleh pelaksanaan dalam pola perekrutan jabatan pimpinan tinggi, maupun mengenai perilaku PNS selama ini yang dirasa sangat tidak bermoral dan tidak berjalan dengan baik serta tidak mencerminkan reformasi. Melihat kenyataan yang demikian, pembentukan KASN adalah hal yang perlu apabila dikaitkan dengan Firmansyah Arifin, yang menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi inti dan mempengaruhi banyak pembentukan komisi negara. Hal-hal tersebut berupa: 29

1. Tiadanya kredibilitas lembaga-lembaga negara yang telah ada akibat asumsi adanya korupsi yang sistematik, mengakar dan sukit diberantas.

2. Tidak independenya lembaga-lembaga negara yang ada karena satu sama lain hanya tunduk di bawah pengaruh satu kekuasaan negara atau kekuasaan lainya.

3. Ketidakmampuan lembaga-lembaga negara yang ada untuk melakukan tugas-tugas yang urgen dilakukan dalam masa transisi demokrasi karena persoalan birokrasi dan KKN.

4. Pengaruh global, dengan pembentukan apa yang dinamakan auxuliary organ state agency

atau watchdog institution di banyak negara.

5. Tekanan lembaga-lembaga internasional, tidak hanya sebagai prasyarat untuk memasuki pasar global, tetapi juga untuk membuat demokrasi sebagai satu-satunya jalan bagi negara yang asalnya berada di bawah kekuasaan otoriter.

Komisi ASN yang dibentuk melalui undang-undang bersifat mandiri dan independen dimaksudkan agar dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat politis sebagaimana yang pernah terjadi pada masa orde baru yang telah menyuburkan praktek-praktek KKN. Berdasarkan pada konsep penyelenggaraan pemerintahan dengan prinsip checks and balances maka Komisi ASN melaksanakan kewenangannya dengan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan

28 Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

29Firmansyah Arifin, et all., Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara, Dikutip dari

(12)

manajemen ASN untuk menjamin terwujudnya sistem merit serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN.

Menurut Hendra Nurtjahjo, semakin kompleks kegiatan kenegaraan moderen, maka semakin banyak lembaga atau alat perlengkapan yang dibutuhkan. Alat perlengkapan atau lembaga yang di-create melalui konstitusi seringkali tidak lagi mampu menampung tugas-tugas spesifik yang umumnnya membutuhkan independensi dan profesionalitas dalam pelaksanaannya. Dengan demikian, bentukan alat perlengkapan atau organ (lembaga) baru merupakan condition sine qua non bagi pertumbuhan negara pada era milenium ketiga ini.30

Pengalaman praktik di banyak negara menunjukan bahwa tanpa adanya desain yang mencakup dan menyeluruh mengenai kebutuhan akan pembentukan lembaga-lembaga negara tersebut, yang akan dihasilkan bukan efisiensi tapi malah semakin inefisien dan mengacaukan fungsi antarlembaga negara itu sendiri dalam mengefektifkan dan mengefisienkan pelayanan umum (public services). Apalagi, jika negara-negara yang sedang berkembang dipimpin oleh mereka yang mengidap penyakit inferiority complex yang mudah kagum untuk meniru begitu saja apa yang dipraktikan di negara maju tanpa kesiapan sosial budaya dan kerangka kelembagaan dari masyarakatnya untuk menerapkan ide-ide mulia yang datang dari dunia lain itu.31

Selain itu apabila melihat pengaturan KASN yang dinilai masih lemah, maka yang dikedepankan sebenarnya seperti teori yang dikemukakan Lawrence M. Friedman32 mengenai 3

(tiga) komponen sistem hukum, yaitu Komponen struktur, Komponen substansi, Komponen kultur.

Menurut Lawrence M. Friedman, hukum dapat efektif berlaku karena ditunjang oleh adanya substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum.33 Lebih tajam, Lawrence Friedman

menyatakan,” Legal systems do not float in some cultural void, free of space and time and social context; necessarily, they reflect what is happening in their own societies. In the long run, they assume the shape of these societies, like a glove that molds itself to the shape of a person’s

30 Hendra Nurtjahjo, Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen, (Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 65.

31 Jimly Asshiddiqie, Op.Cit, hal 297.

32Lawrence M. Friedman. American Law An Introduction, Second Edition, Penerjemah :Wisnu Basuki, (Jakarta:

PT. Tatanusa, 2001), hal. 7.

33Lawrence M. Friedman,American Law Introduction, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Terjemahan)Wishnu

(13)

hand.”34 (Sistem hukum tidak mengambang dalam kehampaan budaya, bebas ruang dan waktu

dan konteks sosial, niscaya, mereka mencerminkan apa yang terjadi dalam masyarakat mereka sendiri. Dalam jangka panjang, mereka mengasumsikan bentuk dari masyarakat, seperti sarung tangan yang cetakannya sendiri dengan bentuk tangan seseorang)35 Dalam praktek kehidupan

bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, secara mendasar (grounded, dogmatic) dimensi kultur seyogyanya mendahului dua dimensi lainnya, karena dalam dimensi lainnya, tersimpan seperangkat nilai (value system).36 Selanjutnya sistem nilai ini menjadi dasar perumusan

kebijakan (policy) dan kemudian disusul dengan pembuatan hukum (law making) sebagai rambu-rambu yuridis dan code of conduct dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, yang diharapkan akan mencerminkan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan.

Pada prinsipnya, konsekuensi yang dimaksud adalah konsekuaensi filosofis, yang mana pada perumusan kebijakan dan hukum itu adalah universal, namun dalam praktek di antara ketiga-tiganya saling mengisi karena masyarakat selalu berkembang dinamis. Menurut tinjauan kebijakan strategis (strategic policy), ialah sejauh mana lembaga perumus kebijakan dan penyusun peraturan hukum, secara konsisten tetap mengacu kepada sistem nilai yang filosofi itu supaya setiap garis kebijakan aturan hukum yang tercipta, dinilai akomodatif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat, secara adil dengan perhatian yang merata. Kearifan politis dengan pendekatan kultur seperti ini adalah menjadi tuntutan konstitutional seluruh rakyat Indonesia yang struktur sosialnya penuh keanekaragaman, pluralis dan heterogen, baragam-ragam sub etnik, agama, adat istiadat dan unsur-unsur kulturnya.37

Mengingat beratnya amanat yang diberikan oleh Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara, maka peningkatan hubungan yang sinergis antar lembaga negara yang terkait menjadi mutlak diperlukan, agar proses transformasi menuju era aparatur sipil negara yang profesional

34Lawrence Friedman, Borders: On the Emerging Sociology of Transnational Law, Stanford Journal of International

Law 32, 1996: 72, dalam Widodo Dwi Putro,Tinjauan Kritis-Filosofis Terhadap Paradigma Positivisme Hukum,

Disertasi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2011), hal 15.

35Senada dengan Lawrence Friedman, pemikir legal realism Oliver Wendell Holmes mengatakan,” this abstraction

called the law, wherein, as in a magic mirror, we see reflected, not only our own lives, but the lives of all men that have been.” (abstraksi ini disebut hukum, di mana, sebagaimana dalam sebuah cermin ajaib, kita melihati refleksikan, tidak hanya hidup kita sendiri, tetapi kehidupan semua orang sebelumnya), Oliver Wendell Holmes, dalam Widodo Dwi Putro, Ibid.

36Gagasan kedua, hukum itu memelihara dan mempertahankan tatanan sosial dengan memaksakan hukum dalam

interaksi sosial. Gagasan ini untuk menunjukkan fungsi hukum sebagai penjaga ketertiban dalam mengatur interaksi sosial dan menyelesaikan perselisihan. Karena itu, Hans Kelsen menyatakan,”law is coercive order” (hukum adalah tatanan yang bersifat memaksa). David Dudley secara retorik mengatakan,” where there is no law there can be no order, since order is but another name for regularity, or conformity to rule.” (bila tidak ada hukum maka tidak ada ketertiban, karena ketertiban adalah nama lain dari keteraturan, atau kepatuhan pada peraturan).

(14)

dapat dicapai dengan segera. Bukan lagi zamannya untuk mengedepankan ego pribadi, ego kelembagaan, atau ego sektoral. Seperti tagline yang terdapat di depan lift Kementerian PAN dan RB, yang kurang lebih tertulis: “tidak perlu merasa paling penting, karena yang menjadi ukuran adalah kinerja.”

C. Perbandingan KASN dengan Australian Public Service Commission (APSC) dan Civil Service Commission (USA)

1. Australian Public Service Commission (APSC)38

Pada tanggal 8 Oktober 2015 telah dilakukan penandatanganan MoU antara KASN dan APSC (Australian Public Service Commission).39 Penandatanganan ini merupakan salah

satu peran aktif Australian Public Service Commission (APSC) di arena internasional. The APSC mendukung Pemerintah Australia untuk memenuhi urusan luar negeri dan agenda bantuan luar negeri, dengan fokus pada pembangunan kapasitas sektor publik di berbagai negara berkembang diantaranya Indonesia. APSC mendukung pemerintahan yang baik dan membangun kemampuan sektor publik dan kapasitas kelembagaan untuk memberikan dasar bagi reformasi yang berkelanjutan.

Australian Public Service Commission (APSC) adalah lembaga sentral dalam portofolio Perdana Menteri dan Kabinet yang bertindak untuk memastikan kemampuan masa depan dan keberlanjutan (Merit Protection ) sekitar 160.000 orang (atau 0,8 persen dari tenaga kerja Australia) yang terdiri dari Pelayanan Publik Australia (Australian Public Service/APS). Komisi didirikan sesuai dengan the Public Service Act 1999 (the PS Act) dan dipimpin oleh the Public Service Commissioner saat ini John Lloyd PSM dan the Merit Protection Commissioner, saat Annwyn Godwin. Kedua Komisaris bekerja sama dengan Public Service Minister untuk mencapai tujuan pemerintah.

Fungsi-fungsi komisaris diantaranya:

1. mengevaluasi kecukupan sistem dan prosedur di lembaga untuk memastikan kepatuhan dengan Kode Etik APS

2. mempromosikan Nilai APS dan Kode Etik

3. memfasilitasi perbaikan terus-menerus dalam manajemen orang di seluruh APS 4. berkontribusi untuk menumbuhkan dan kepemimpinan di APS

38www.apsc.gov.au .

39

(15)

Fungsi menyeluruh Komisaris, sebagaimana ditetapkan dalam bagian 41 dari the Public Service Act 1999, adalah:

1. untuk memperkuat profesionalisme APS dan memfasilitasi perbaikan terus-menerus dalam manajemen tenaga kerja di APS;

2. untuk menegakkan standar integritas yang tinggi dan melakukan di APS;

3. untuk memantau, mengkaji dan melaporkan kemampuan APS dalam dan di antara Instansi untuk mempromosikan standar yang tinggi akuntabilitas, efektivitas dan kinerja. Fungsi Komisaris juga termasuk mempromosikan Nilai APS, Prinsip Kerja, dan Kode Etik.

Komisaris juga memiliki sejumlah penyelidikan dan review fungsi termasuk:

1. pertanyaan dugaan pelanggaran oleh kepala dinas, dan, dalam keadaan tertentu, karyawan APS dan mantan karyawan;

2. Sistem laporan dalam manajemen dan isu-isu struktural dalam sebuah lembaga, atau hubungan antar lembaga;

3. laporan khusus dalam setiap hal yang berhubungan dengan agen atau hubungan antar lembaga.

2. Civil Service Commission (USA)40

Undang-undang pembaruan kepegawaian sipil (The Civil Service Reform Act) tahun 1978 adalah perubahan paling penting dalam administrasi negara federal selama beberapa dasawarsa. Pembaruan ini menunjukkan suatu sudut pandangan administrasi negara yang baru dalam bidang administrasi personalia. Sistem personalia telah bergerka jauh melampaui kebutuhan untuk meniadakan “sistem konco”. The Civil Service Reform Act) tahun 1978 memisahkan Komisi Kepegawaian Sipil A.S. (U.S. Civil Service Commission) yang monolitis ke dalam tiga instansi, Kantor Manajemen Personalia (The Office of Personnel Management), Dewan Perlindunngan Sistem Merit (The Merit System Protection Board), dan Badan Hubungan Buruh Federal (The Federal Labor Relations Authority). The Office of Personnel Management bertanggung jawab atas pengujian, deskripsi posisi, dan fungsi-fungsi personalia lain dari pemerintah termasuk mengurus jawatan Eksekutif Senior (Senior Executive Service) yang baru. The Merit System Protection Board menangani keluhan-keluhan pegawai negeri atas masalah-masalah seperti promosi, pembayaran, penetapan kerja, dan sebagainya. The Federal Labor Relations Authority menangani proses tawar menawar kolektif agensi-agensi federal.41

BAB III

40 icsc.un.org

(16)

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Lembaga KASN dapat dikategorikan sebagai lembaga yang tidak bersumber langsung dari konstitusi (derivatif) dan merupakan merupakan organ pendukung atau penunjang (state auxiliary organs/auxiliary institutions). KASN juga merupakan

independent supervisiory bodies. Sedangkan sebagai lembaga yang berfungsi menjatuhkan hukuman, KASN hanya berwenang menentukan adanya pelanggaran kode etik dan hanya berwenang merekomendasikan sanksi. Berdasarkan pada konsep penyelenggaraan pemerintahan dengan prinsip checks and balances maka Komisi ASN melaksanakan kewenangannya dengan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk menjamin terwujudnya sistem merit serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN. Dalam hal pembentukan peraturan untuk pelaksanaan mejaga terlaksananya sistem Merit, lembaga KASN tidak berwenang sama sekali karena KASN hanya melaksanakan kebijakan yang telah digariskan oleh Kementerian PAN dan RB. Komisi harus berpedoman kepada kebijakan-kebijakan dibidang pendayagunaan pegawai ASN. Meskipun demikian karena lembaga-lembaga terkait Manajeman Aparatur Sipil Negara (termasuk PNS) dinilai tidak mempunyai kredibilitas akibat asumsi adanya korupsi yang sistematik, mengakar dan sukit diberantas, tidak independen karena satu sama lain hanya tunduk di bawah pengaruh satu kekuasaan negara atau kekuasaan lainya dan ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas yang urgen dilakukan dalam masa transisi demokrasi karena persoalan birokrasi dan KKN, maka pembentukan KASN memang harus dilakukan.

2. Belajar dari negara lain seharusnya tidak berarti meniru sepenuhnya lembaga sejenis yang ada negara lain, akan tetapi tetap harus memperhitungkan kebutuhan negara sendiri dengan desain yang sesuai dan tidak menimbulkan tumpang tindih peranan lembaga KASN dengan lembaga lain.

(17)
(18)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Asshiddiqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika, cetakan kedua 2012).

A.Tauda, Gunawan, Komisi Negara Independen, Cetakan Pertama (Yogyakarta: Genta Press, 2012),

Frederickson, H. George, Administrasi Negara Baru, (Jakarta:LP3ES, 1984.

Hakim, Lukman Kedudukan Hukum Komisi Negara di Indonesia, Cetakan Pertama (Malang: Setara Press, 2010).

Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, (PT. RajaGrafindo Persada, 2005)

M. Friedman, Lawrence, American Law An Introduction, Second Edition, Penerjemah : Wisnu Basuki, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2001)

Nurtjahjo, Hendra, Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005)

Penyusun Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara, Ilmu Negara, (Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001),

R. Legg,Keith, Tuan, Hamba dan Politisi, (Jakarta, Sinar Harapan, Anggota IKAPI bekerjasama dengan Lembaga Studi Pembangunan, 1983).

Wahjono, Padmo Ilmu Negara, (Jakarta: IND-HILL-CO, 1999).

PERATURAN

Indonesia, Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, UU Nomor 5 Tahun 2014, (LN Nomor 6 Tahun 2014, TLN Nomor 5494).

INTERNET

http://www.menpan.go.id

www.apsc.gov.au.

Referensi

Dokumen terkait

Ditemukan juga persamaan alasan penerapan pola asuh yang berbeda dari masa kecil ibu.Dalam hal pendidikan anak, kedua partisipan memberika stimulus yang

Bertens, Etika, Seri Filsafat Atmajaya 15 dijelaskan bahwa dalam penilaian etis pada taraf populer dapat dibedakan dalam 2 macam pendekatan yakni, mengukur perbuatan dengan norma

Uraian dalam melakukan penelitian ilmiah mulai dari penentuan topik penelitian, penentuan masalah penelitian, penyusunan kerangka pemikiran dalam rangka

Setelah melalui proses simulasi dan proses pengujian, diketahui bahwa snort dapat mendeteksi setiap serangan dengan membuka paket data serangan, paket data serangan port

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan secara umum bahwa Analisis Upaya Guru Bimbingan dan Konseling dalam Mengembangkan kesehatan Mental Peserta Didik

Dengan mengamati contoh gerakan, siswa dapat menjelaskan prosedur penggunaan variasi gerak berjalan sesuai dengan irama (ketukan) tanpa/dengan iringan musik dalam aktivitas gerak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak etanolik daun Sambung nyawa ( Gynura procumbens (Luor) Merr) pada proliferasi sel kanker payudara tikus yang

Untuk mengikuti Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan bagi Guru Tahun 2018.. Demikian surat izin belajar ini kami buat dan dapat dipergunakan