• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Tingkat Kebutuhan Informasi Penyuluh dan Tingkat Motivasi Kognitif Penyuluh dengan Tingkat Penggunaan Media Infor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Tingkat Kebutuhan Informasi Penyuluh dan Tingkat Motivasi Kognitif Penyuluh dengan Tingkat Penggunaan Media Infor"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pada bagian ini diuraikan profil BP3K Kecamatan Gedong Tataan

Kabupaten Pesawaranyaitu letak geografis, keadaan penduduk, dan keadaan

penyuluh pertanian. Pada bagian ini juga diuraikan tentang gambaran umum

keadaan penduduk meliputi umur, media yang dipakai untuk mengakses informasi

dan pengalaman menjadi penyuluh. Deskripsi ini diharapkan dapat memberikan

gambaran tentang berbagai hal yang mendasari perkembangan penyuluhan di

BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawarandan tentang tingkat

kebutuhan dan motivasi kognitif penyuluh diBP3K Kecamatan Gedong Tataan

Kabupaten Pesawaran khususnya.

4.1.1. Letak Geografis LokasiPenelitian

Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran adalah sebuah kecamatan yang juga

merupakan pusat pemerintahan (ibu kota) Kabupaten Pesawaran, Lampung,

Indonesia. Kecamatan ini tadinya merupakan kecamatan dari Kabupaten Lampung

Selatan. Kecamatan ini terletak diantara Kota Bandar Lampung dan Pringsewu.

Nama Gedung Tataan berasal dari gedung yang tertata yang dahulu dikuasai

Belanda dan kemudian berhasil direbut RI. Sekarang gedung tersebut telah

menjadi markas dan barak infantri TNI Kompi Senapan A, Garuda Hitam,

dibawah naungan Komando Daerah Militer-II Sriwijaya. Kecamatan Gedong

Tataan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah utara : Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Pesawaran

b. Sebelah selatan : Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung

c. Sebelah timur : Kecamatan Padang Cermin dan Kecamatan

Kedondong Kabupaten Pesawaran

d. Sebelah barat : Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran dan

(2)

Gambar 4.1. Peta Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran

(Sumber: Google Maps, 2016)

Secara geografis Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran

memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat pemerintahan) adalah sebagai

berikut:

a. Jarak ke ibu kota Kecamatan :4 km

b. Jarak ke ibu kota Kabupaten :3 km

c. Jarak ke ibu kota Provinsi : 25 km

Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran memiliki luas wilayah

16.520 ha, dengan 19 desa di dalamnya.Gedong Tataan juga memiliki perkebunan

rakyat dengan luas lahan 450 ha yang didominasi dengan tanaman kakao. Sebagai

daerah yang memiliki lahan kakao sebagai salah satu sumber pertanian untuk

bertahan hidup. Adapun petani yang tidak memiliki lahan untuk berusahatani

kakao dengan menggunakan hutan milik negara untuk tetap berusahatani kakao.

4.1.2. Keadaan Penduduk

Gambaran keadaan penduduk Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten

Pesawaran diperoleh dari data BPS tahun 2015. Gambaran umum penduduk

meliputi distribusi berdasarkan umur, dan distribusi berdasarkan tingkat

pendidikan.Jumlah penduduk di Desa Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran

adalah sebanyak 92.696 jiwa, terdiri dari 46.908 laki-laki dan 45.788 perempuan.

Menurut Bintarto dalam Cahyadi (2002), penduduk diklasifikasikan sebagai

umur belum produktif (0-14 tahun), umur produktif (15-64 tahun), dan umur tidak

produktif (lebih dari 65 tahun). Adapun distribusi penduduk Kecamatan Gedong

(3)

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur

Kelompok Umur(Tahun) Jumlah (Jiwa) Persen(%)

0-4 9.190 9,91%

5-9 8.847 9,54%

10-14 8.455 9,12%

15-19 7.988 8,62%

20-24 7.118 7,68%

25-29 7.057 7,61%

30-34 7.420 8,00%

35-39 7.223 7,79%

40-44 6.676 7,20%

45-49 5.793 6,25%

50-54 5.230 5,64%

55-59 4.000 4,32%

60-64 2.712 2,93%

65-69 1.877 2,02%

70-74 1.430 1,54%

>75 1.680 1,81%

Total 92.696 100%

Sumber: Data BPS, 2015

Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 92.696 orang penduduk yang

termasuk golongan umur belum produktif (0-14 tahun) ada 26.492 orang umur

produktif (15-64 tahun) ada 69.672,sedangkan untuk umur non produktif(lebih 65

tahun) ada 4.987orang.

4.1.3. Keadaan Penyuluh Pertanian

Keadaan penyuluh di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten

Pesawaran untuk saat ini cukup aktif dan cukup baik dalam pengelolaannya.

Pertemuan yang dilakukan selama seminggu dua sampai tiga kali ini juga untuk

laporan kepada ketua penyuluhan yang ada di BP3K Kecamatan Gedong Tataan

Kabuapten Pesawaran, bagaimana perkembangan desa yang menjadi tempat

mereka melakukan penyuluhan.Sehingga jika ada masalah dari tiap desa bagian,

langsung didiskusikan kepada para penyuluh yang bertugas di daerah

tersebutyang kemudian di laporkan kepada ketua penyuluh. Pada Tabel 4.2

merupakan gambaranGabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) di BP3K

(4)

Tabel 4.2 Gambaran Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran

No Nama Desa Jumlah Persen

Sumber: Data Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran , 2014

4.2. Gambaran Umum Responden 4.2.1. Umur Penyuluh

Dalam penelitian ini, responden yang dimaksud adalah penyuluh yang ada

di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Selanjutnya, untuk

mengetahui lebih lengkap tentang karakteristik responden akan diuraikan

berdarkan umur penyuluh, dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Penyuluh Berdasarkan Umur

Kategori Umur (thn) Jumlah (orang) Persentase

23-28 4 13,33%

Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa umur petugas penyuluh pertanian

di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, berkisar antara 23-62

tahun. Sebagian besar penyuluh berusiadiantara 23-30 tahun sebanyak (43,33%),

berumur 40 tahun keatas yakni sebanyak (26,67%) dan yang berumur di atas 50

(5)

di BP3K Kecamatan Gedong Tataan berada pada usia produktif. Hal ini

sependapat dengan Mardikanto (1994), umur produktif berpengaruh terhadap

adopdi inovasi baru. Hal ini disebabkan karena umur dapat mempengaruhi

kemampuan fisik dalam bekerja, cara berpikir, serta kemampuan untuk menerima

inovasi baru dalam mengelola usahanya. Umur yang relatif muda biasanya

mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga

mereka berusaha agar lebih cepat melakukan adopsi inovasi, walaupun

sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi

tersebut.

4.2.2. Tingkat Pendidikan Penyuluh

Pendidikan penyuluh di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten

Pesawaran ini adalah pendidikan formal yang mereka terima walaupun

pendidikan yang mereka tempuh sangat beragam. Adapun gambaran tingkat

pendidikan penyuluh dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Penyuluh Berdasarkan Pendidikan

Kategori Pendidikan Jumlah (orang) Persentase

SMP 6 20 %

SMA/SMK 3 10 %

D I 1 3,33 %

D III 5 16,67 %

D IV 1 3,33 %

S1 14 46,67 %

Total 30 100 %

Rerata Pendidikan: D IV-S1 Sumber: Data Analisis Primer, 2015

Berdasarkan Tabel 4.4dapat dilihat gambaran dari Tingkat Pendidikan yang

diemban oleh penyuluh. Sebagian besar penyuluh menempuh pendidikan sebagai

Sarjana yaitu (70%) diikuti dengan SMP yaitu (20%). Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat pendidikan seeorang mengubah pola pikir, daya penalaran yang lebih baik,

sehingga makin lama seseorang mengenyam pendidikan akan semakin

rasional.Hasil penelitian ini dikutip dari pernyataan Soekartawi (1988), bahwa

mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan

adopsi teknologi. Begitu pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan rendah agak

(6)

4.2.3. Pengalaman Menjadi Penyuluh

Para responden yaitu penyuluh yang ada diBP3K Kecamatan Gedong

Tataan Kabupaten Pesawaran, ini mempunyai pengalaman tersendiri dalam proses

pelatihan untuk menjadi penyuluh yang dapat diandalkan oleh petani.Karena,

pelatihan sendiri memiliki peran yang sangat penting, untuk meningkatkan

kemampuan para penyuluh yang ada di BP3K Kecamatan Gedong Tataan ini.

Pada Tabel 4.5 merupakan gambaran Pengalaman Menjadi Penyuluh dan Gender

Penyuluh.

Tabel 4.5 Pengalaman Menjadi Penyuluh

Lama menjadi Penyuluh (tahun) Jumlah (orang) Persentase

1-5 18 60%

6-10 8 26,67%

11-15 1 3,33%

16-20 0 0

21-25 1 3,33%

26-30 0 0

31-35 2 6,67%

Total 30 100%

Rerata Pengalaman: 7,33 Sumber : Analisis Data Primer, 2015.

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat gambaran distribusi pada pengalaman

menjadi penyuluh. Beberapa penyuluh mempunyai pengalaman yang cukup lama

sebagai penyuluh pertanian yaitu selama 33 tahun,25 tahun dan 3 tahun. Bagi para

penyuluh yang sudah berpengalaman yaitu mencapai 33 tahun belum tentu akan

akan membuat seorang penyuluh menjadi lebih paham terhadap pokok dan

fungsinya.

Hal ini sejalan dengan hasi penelitian Suhanda (2008) yang menyatakan

bahwa masa kerja penyuluh memberikan efek positif bagi penyuluh yang masih

baru, sementara kepada penyuluh yang sudah lebih lama bekerja menunjukkan

tingkat kepuasaan klien/para petani yang rendah.Jadi masa kerja lama belum tentu

lebih produktif daripada masa kerja di bawahnya yaitu 25 tahun dan 3 tahun hal

ini sejalan dengan pendapat dari Robbins (1996) bahwa masa kerja yang dimiliki

seseorang membawa konsekuensi pada status senioritas seseorang, meskipun

demikian tidak ada alasan untuk mempercayai bahwa orang yang lebih masa

kerjanya atau lebih senior akan lebih produktif daripada mereka yang kurang

(7)

4.2.4. Gender Penyuluh

Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan

dilihat dari segi nilai dan tingkah laku atau konsep cultural yang berupaya

membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan

karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan (Parawansa, 2006).

Tabel 4.6 Gender Penyuluh

Jenis Kelamin Penyuluh Jumlah (orang) Persentase

Laki-Laki 16 53,33%

Perempuan 14 46,67%

Total 30 100%

Sumber : Analisis Data Primer, 2015.

Pada Tabel 4.6 genderpenyuluhyang terdapat di BP3K Kecamatan Gedong

Tataan Kabupaten Pesawaran didominasi oleh laki-laki sebanyak (53,33%)

daripada perempuan yang hanya sebanyak (46,47%) hal ini dimungkinkan karena

masih kuatnya persepsi gender di kalangan masyarakat dan motivasi perempuan

untuk mengikuti pelatihan teknis pertanian maupun budaya berorganisasi yang

masih rendah dikarenakan perhatiannya yang lebih fokus kepada urusan rumah

tangga.

4.3. Kebutuhan Informasi

Menurut Derr(1983) mengemukakan bahwa kebutuhan informasi merupakan

hubungan antara informasi dan tujuan informasi seseorang, artinya ada suatu

tujuan yang memerlukan informasi tertentu untuk mencapainya. Pada Tabel 4.7

(8)

Tabel 4.7 Kebutuhan Informasi

Rerata Kebutuhan Informasi Budidaya: 4,733

Pemasaran Rerata Kebutuhan Informasi Pemasaran: 4,142

Tanaman Pangan

Rerata Kebutuhan Informasi Tanaman Pangan: 4,242

Tanaman Sayuran

Rerata Kebutuhan Informasi Tanaman Sayuran: 3,808 Keterangan : SS : Sangat Setuju, S : Setuju, N : Netral, TS : Tidak Setuju, STS : Sangat Tidak Setuju

Keterangan Kebutuhan Informasi Range Skor 1-5

1. Sangat Tidak setuju skor 30-54 2. Tidak setuju skor 55-78

3. Netral skor 79-102 4. Setuju skor 103-126 5. Sangat setuju 127-150

Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Berdasarkan Tabel 4.7, maka dapat diketahui kebutuhan informasi yang

paling dibutuhkan oleh penyuluh pada kategori budidaya yaitu bibit/varietas

(80%) diikuti dengan penyakit tanaman (80%) dengan masing-masing rata-rata

(9)

paling dibutuhkan adalah harga jual dengan persentase (53,33%) dengan rata-rata

skor 4,467, sedangkan informasi yang paling sedikit dibutuhkan oleh penyuluh

adalah kategori pengemasan dengan persentase (16,67%) dengan rata-rata skor

3,867. Kebutuhan informasi tanaman pangan yang paling dibutuhkan oleh

penyuluh adalah padi dengan persentase (53,33%) dengan rata-rata skor 4,533,

dan informasi yang paling sedikit dibutuhkan oleh penyuluh adalah kategori

pangan lainnya dengan persentase (23,33%) dengan rata-rata skor 4,167.

Kebutuhan informasi tanaman sayuran yang dibutuhkan adalah sayuran lainnya

yaitu (56,67%) dengan rata-rata skor 4,033 diikuti dengan kategori tomat yaitu

(53,33%) dengan rata-rata skor 3,867 dan kebutuhan informasi yang paling sedikit

yaitu kategori kubis dengan persentase (6,67%) dengan rata-rata skor 3,633. Hal

ini menunjukkan bahwa informasi ini sangat dibutuhkan oleh penyuluh dalam

membantu petani untuk meningkatkan hasil komoditasnya.Hasil penelitian ini

sesuai dengan penelitian Sasongko(2002) mengemukakan bahwa studi tentang

kebutuhan petani yang dapat dipenuhi jasa penyuluhan pertanian merupakan

langkah awal perencanaan mutu penyuluh pertanian.

4.4. Motivasi Kognitif

Menurut Rakhmat (1991) Motivasi kognitif menekankan kebutuhan untuk

mencapai tingkat ideasional tertentu. Adapun motivasi kognitf penyuluh dapat

(10)

Tabel 4.8Motivasi Kognitif

Keterangan: SS : Sangat Setuju, S : Setuju, N : Netral, TS : Tidak Setuju

Keterangan Motivasi KognitifRange Skor 1-5

1. Sangat Tidak setuju skor 30-54 2. Tidak setuju skor 55-78

3. Netral skor 79-102 4. Setuju skor 103-126 5. Sangat setuju 127-150

Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi terdapat

pada kategori motivasi untuk mengembangkan diri agar menjadi penyuluh yang

profesional (73,33%) dengan rata-rata skor 4,733, diikuti dengan dengan kategori

motivasi untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai atau memecahkan masalah

yang dihadapi yaitu (53,33%) dengan rata-rata skor 4,433, dan motivasi kognitif

yang tidak dapat memotivasi penyuluh adalah kategori motivasi untuk sekedar

memuaskan keingintahuan dengan persentase yaitu (26,67%) dengan rata-rata

skor 4,133. Hal ini menunjukkan bahwa responden mempunyai motivasi yang

bukan hanya ingin memeperoleh informasi yang mutakhir atau hanya untuk

menambah pengalaman tetapi juga responden ingin menjadi seorang penyuluh

yang profesional. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil peneltian dari Slamet

(2008), bahwa idealnya penyuluh lapangan itu profesional yang mampu

(11)

lapangan yang dihadapi, namun tenaga-tenaga yang profesional semacam itu pada

saat ini belum cukup tersedia.

4.5. Penggunaan Media Informasi

Pesatnya perkembangan iptek bidang pertanian menyebabkan penyebaran

informasi melalui media cetak dan elektronik semakin meningkat. Bagi penyuluh

pertanian, media tersebut merupakan sumber untuk mendapatkan informasi.

Untuk melihat tingkat penggunaan media informasi dapat dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.9 Penggunaan Media Informasi

Sebaran Jumlah Rata-Rata

Rerata Penggunaan Media Informasi Cetak: 4,333

Sebaran Jumlah Rata-Rata

Rerata Penggunaan Media Informasi Elektronik: 4,217

Sebaran Jumlah Rata-Rata

Rerata Penggunaan Media Informasi Langsung: 4,617

Keterangan: SS : Sangat Setuju, S : Setuju, N : Netral, TS : Tidak Setuju

Keterangan Penggunaan Media Informasi Range Skor 1-5

1. Sangat Tidak setuju skor 30-54 2. Tidak setuju skor 55-78

3. Netral skor 79-102 4. Setuju skor 103-126 5. Sangat setuju 127-150

(12)

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat penggunaan media informasi yang

paling banyak digunakan oleh penyuluh untuk media cetak dalam kategori

brosur/leaflet dengan persentase (63,33%) dengan rata-rata skor 4,633

brosur/leaflet yang paling banyak dibaca penyuluh adalah berkaitan dengan

pertanian antara lain seperti teknik budidaya maupun teknologi terbaru, diikuti

dengan majalah pertanian (56,67%) dengan rata-rata skor 4,567 majalah pertanian

yang paling banyak dibaca dibaca penyuluh adalah trubus, dan penggunaan media

informasi yang paling sedikit digunakan oleh penyuluh yaitu kategori surat kabar

dengan persentase (23,33%) dengan rata-rata skor 4,053 yaitu seperti koran lokal

karena kurang menyediakan informasi tentang pertanian, dan publikasi

ilmiahyang sering dibaca oleh penyuluh antara lain prosiding. Pada media

elektronik penggunaan informasi penyuluh lebih banyak menggunakan internet

dengan persentase (50%) dengan rata-rata skor 4,733, diikuti dengan VCD/video

(43,33%) dengan rata-rata skor 4,367, televisi dengan rata-rata skor 4,100 dan

siaran televisi yang sering ditonton oleh penyuluh dan menampilkan tentang

pertanian antara lain adalah Bali TV maupun TVRI dan media yang paling sedikit

digunakan oleh penyuluh yaitu termasuk dalam kategori radio dengan persentase

(23,33%) dengan rata-rata skor 3,900 siaran radio yang biasa menyiarkan tentang

pertanian adalah RRI (Radio Republik Indonesia).

Radio termasuk ke dalam dengan rata-rata skor terendah karena radio hanya

bersifat selintas, terlalu bersifat global, dan terdapat batasan waktu sehingga

kurang memberikan dampak bagi para penyuluh. Pada penggunaan media

langsung yang paling banyak digunakan masuk dalam kategori pelatihan dengan

persentase (73,33%) dengan rata-rata skor 4,733, diikuti dengan kategori diskusi

langsung secara personal (53,33%) dengan rata-rata skor 4,633, dan yang

penyuluh paling sedikit menggunakan media informasi langsung dalam kategori

lokakarya/kunjungan dengan persentase (53,33%) dengan rata-rata 4,533.

Hal ini,menunjukkan bahwa media langsung dalam hal pelatihan sangat

dibutuhkan oleh penyuluh untuk meningkatkan kompetensi mereka melakukan

tugasnya dalam membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh

(13)

yang mengatakan bahwa pelatihan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk

meningkatkan keahlian, pengetahuan, dan sikap dalam rangka meningkatkan

kinerja saat ini dan masa yang akan datang.

4.6.Hubungan antara Kebutuhan Informasidengan Penggunaan Media Informasi

Pemilihan dan penggunaan berbagai sumber informasi oleh penyuluh

pertanian akan berbeda tergantung pada kebutuhan informasi dan motivasi

tertentu (Ife, 1995). Untuk mengetahui lebih lengkap tentang signifikasi hubungan

antara Kebutuhan Informasi dan Penggunaan Media Informasi dapat dilihat pada

tabel 4.10.

Tabel 4.10. Hubungan Kebutuhan Informasi dengan Penggunaan Media Informasi

Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Keterangan : ** berhubungan sangat nyata pada p<0,01 * berhubungan nyata pada pada p<0,05

1. Hubungan Kebutuhan Informasi dengan Penggunaan Media Cetak

Dari Tabel 4.10 tampak bahwa informasi budidaya berkorelasi sangat lemah

dengan penggunaan media cetak ditunjukkan dengan nilai korelasi 0,201. Dilihat

dari nilai signifikansi sebesar 0,287 maka nilai korelasi tersebut tidak signifikan

karena nilai tersebut di atas 0,05. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusi kelas

terlihat bahwa budidaya pada media cetak termasuk tingkat sedang (10-15)

dengan jumlah penyuluh 1 (3,33%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah

penyuluh 29 (96,67%) hal ini dikarenakan informasi budidaya melalui media

(14)

Informasi pemasaran berkorelasi cukup lemah dengan penggunaan media

cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,386. Dilihat dari signifikansi sebesar 0,036

maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut di bawah 0,05. Tetapi, jika

dilihat dari tabel distribusi kelas terlihat bahwa pemasaran pada media cetak

termasuk tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh 1 (3,33%) dan tingkat

tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 6 (26,66%) dan 23 penyuluh (76,67%) hal

ini dikarenakan, informasi pemasaran banyak tersedia di media cetak contohnya

saja koran yang memberikan informasi tentang harga jual.

Informasi tanaman pangan berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan

media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,097. Dilihat dari nilai signifikansi

sebesar 0,611 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas

0,05. Tapi dilihat dari tabel distribusikelas terlihat bahwa tanaman pangan pada

media cetak termasuk tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh 1 (3,33%)

dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 6 (26,66%) dan 23 penyuluh

(76,67%). Hal dikarenakan tanaman pangan seperti padi yang termasuk ke dalam

komoditas yang sangat penting karena menyangkut hal tentang ketahanan pangan.

Informasi tanaman sayuran berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan

media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,249. Dilihat dari nilai signifikansi

sebesar 0,184 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas

0,05. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusikelas terlihat bahwa tanaman sayuran

pada media cetak termasuk tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh 1

(3,33%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 14 (46,66%) dan 15

penyuluh (50%) hal ini dikarenakan, informasi tanaman sayuran juga terkait

dengan harga jual yang biasanya tertera pada media cetak seperti koran.Tabel 4.11

(15)

Tabel 4.11 Distribusi Tingkat Informasi pada Media Informasi Cetak

2. Hubungan Kebutuhan Informasi dengan Penggunaan Media Elektronik

Informasi budidaya berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan media

elektronik ditunjukkan dengan nilai korelasi 0,076. Dilihat dari nilai signifikansi

sebesar 0,689 maka nilai korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di

atas 0,05. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusi kelas terlihat bahwa budidaya

pada penggunaan media elektronik memiliki tingkat sedang (10-15) dengan

jumlah penyuluh sebanyak 8 (26,67%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah

penyuluh 22 (73,33%), hal ini dikarenakan media elektronik contohnya televisi

yang sebagian menayangkan informasi tentang budidaya.

Informasi pemasaran berkorelasi kuat dengan penggunaan media

elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,617. Dilihat dari nilai signifikansi

sebesar 0,000 maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut di bawah

0,01. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusikelas terlihat bahwa pemasaran pada

penggunaan media elektronik memiliki tingkat sedang (10-15) dengan jumlah

penyuluh sebanyak 4 (13,33%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah

penyuluh sebanyak 2 (6,67%) dan jumlah penyuluh sebanyak 20 (66,67%), hal ini

dikarenakan jelas informasi pemasaran ini terdapat banyak sekali di internet yang

dapat memberikan informasi kepada penyuluh, yang selanjutnya diteruskan

kepada petani untuk meningkatkan hasil pendapatan petani tersebut .

Tingkat Jenis Informasi

Tingkat Penggunaan Media Informasi Cetak

(16)

Informasi tanaman pangan berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan

media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,194. Dilihat dari signifikansi

sebesar 0,304 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas

0,05. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusi kelasnya maka tanaman pangan pada

media elektronik memiliki tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh

sebanyak 1 (3,33%) dan jumlah penyuluh sebanyak 7 (23,33%) dan tingkat tinggi

(16-20) dengan jumlah penyuluh sebanyak 5 (16,67%) dan jumlah penyuluh 17

(56,67%), hal ini dikarenakan informasi tentang tanaman pangan ini sangat

penting oleh sebab itu penyuluh diharapkan untuk mengetahui hasil produktivitas

petani binaan mereka sehinnga dapat memberikan informasi yng tepat kepada

petani.

Informasi tanaman sayuran berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan

media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,222. Dilihat dari nilai signifikansi

sebesar 0,238 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas

0,05. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusi kelasnya maka tanaman sayuran

memiliki tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh sebanyak 4 (13,33%)

dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh sebanyak 2 (6,67%) dan

jumlah penyuluh sebanyak 20 (66,67%), hal ini dikarenakan dengan penggunaan

media elektronik misalkan internet semua informasi tentang tanaman sayuran

jenis apapun dapat diketahui oleh penyuluh. Tabel 4.12 menjelaskan tentang

Distribusi Tingkat Informasi pada Media Informasi Elektronik.

Tabel 4.12 Distribusikelas Tingkat Jenis Informasi pada Media Informasi Elektronik

Tingkat Jenis Informasi

Tingkat Penggunaan Media Informasi Elektronik

(17)

3. Hubungan Kebutuhan Informasi dengan Penggunaan Media Langsung Informasi budidaya berkorelasi kuat dengan penggunaan media langsung

ditunjukkan dengan nilai korelasi 0,504. Dilihat dari nilai signifikansi sebesar

0,005 maka nilai korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut di bawah 0,05.

Tetapi, jika dilihat dari tabel distribusi kelas terlihat bahwa budidaya pada media

langsung termasuk tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 30 (100%), hal

ini dikarenakan penyuluh dapat mempraktekkan langsung kepada petani.

Penggunaa media langsung mempunyai hubungan yang kuat dikarenakan media

langsung dapat berupa intensitas pertemuan dengan sesama penyuluh seperti yang

dilakukan oleh responden di lapangan, para responden melakukan pertemuan

seminggu dua sampai tiga kali untuk membahas permasalahan apa yang terjadi

pada setiap desa yang mereka lakukan penyuluhan.

Informasi pemasaran berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan media

langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,220. Dilihat dari signifikansi sebesar

0,220 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas 0,05.

Tetapi, jika dilihat dari tabel distribusi kelas terlihat bahwa pemasaran pada media

langsung termasuk tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 6 (20%) dan

jumlah penyuluh 24 (80%), hal ini dikarenakan penyuluh dapat langsung datang

kepada para tengkulak yang menangani masalah harga jual maupun komoditas

apa yang menjadi topik hangat di masyarakat. Media cetak meskipun mempunyai

korelasi yang cukup lemah tetapi, mempunyai hubungan yang signifikan

sedangkan media elektronik memiliki hubungan yang kuat dengan hubungan yang

signifikan, dikarenakan kedua media seperti media cetak yang berupa koran

maupun majalah, media elektronik seperti televisi ini sebenarnya dapat

memberikan informasi yang berguna tetapi, lebih banyak dari media ini diisi oleh

hiburan daripada pendidikan maupun informasi yang berguna. Hal ini diperkuat

dengan hasil penelitian dari Anwas (2000) yang mengatakan bahwa media seperti

televisi memiliki pengaruh yang positif terhadap hasil pendidikan.

Informasi tanaman pangan berkorelasi cukup lemah dengan media

langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,334. Dilihat dari nilai signifikansi sebesar

(18)

Tetapi jika dilihat dari tabel distribusikelas informasi tanaman pangan pada media

langsung memiliki tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 6 (20%) dan

jumlah penyuluh 24 (80%), hal ini dikarenakan dengan penyuluh langsung

langsung datang ke lahan mereka bukan hanya kunjungan rutin tetapi, di luar

kunjungan rutin para penyuluh sehingga penyuluh, lebih memahami apa yang

dibutuhkan oleh petani. Hal ini didukung oleh Suryana dalam Dewa (2007) yang

menyatakan bahwa usahatani padi merupakan penyedia lapangan pekerjaan dan

sebagai sumber pendapatan bagis sekitar 21 juta rumah tangga pertanian dan

menjadi tolah ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia.

Informasi tanaman sayuran berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan

langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,121. Dilihat dari nilai signifikansi sebesar

0,523 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas 0,05.

Tetapi jika dilihat dari tabel distribusi kelas informasi tanaman sayuran pada

media langsung memiliki tingkat tinggi (16-20), dengan jumlah penyuluh sebesar

14 (46,67%) dan jumlah penyuluh 16 (53,33%), hal ini dikarenakan, media

langsung merupakan media yang sangat diminati oleh para petani karena, para

penyuluh akan langsung datang ke lahan mereka. Hal ini sesuai dengan

pernyataan dari Bunyatta, Mureithi, Onyango, dan Ngesa (2006) yang

mengatakan bahwa tempat belajar yang baik justru berada di kebun saat mereka

melakukan praktek langsung. Tabel 4.13 menjelaskan tentang Distribusi Tingkat

Informasi pada Media Informasi Langsung.

Tabel 4.13 Distribusikelas Tingkat Jenis Informasi pada Media Informasi Langsung

Tingkat Jenis Informasi

Tingkat Penggunaan Media Informasi Langsung

(19)

4.7.Hubungan antara Motivasi Kognitif dengan Penggunaan Media Informasi

Penggunaan media, menurut Lin dalam Levy dan Windahl (1985),

dimotivasi oleh kebutuhan dan tujuan yang didefinisikan oleh khalayak sendiri.

Untuk mengetahui lebih lengkap tentang signifikasi hubungan antara Motivasi

Kognitif dengan Penggunaan Media Informasi dapat dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.14. Hubungan antara Motivasi Kognitif dengan Penggunaan MediaInformasi

Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Keterangan : ** berhubungan sangat nyata pada p<0,01 * berhubungan nyata pada pada p<0,05

1. Hubungan Motivasi Kognitif dengan Penggunaan Media Cetak

Berdasarkan Tabel 4.14 tampak bahwa motivasi mengetahui atau

menambah pengalaman berkorelasi cukup lemah dengan penggunaan media cetak

ditunjukkan dengan korelasi 0,380. Dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,038

maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut di bawah 0,05. Tetapi

dilihat dari tabel distribusi kelas motivasi kognitif mengetahui atau menambah

pengalaman memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah

penyuluh sebesar 1 (3,33%). dan tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan total

skor sebesar 16 (53,33%) dan jumlah penyuluh 13 (43,33%). Hal ini terbukti

bahwa setiap penyuluh juga mempunyai motivasi untuk selalu menambah

pengalamannya dalam mencari informasi.

Motivasi Kognitif

Media Informasi

(20)

Motivasi memperoleh informasi mutakhir berkorelasi sangat lemah dengan

penggunaan media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,181. Dilihat dari nilai

signifikansi sebesar 0,339 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai

tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi kognitif mengetahui atau

menambah pengalaman memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan

jumlah penyuluh sebesar 1 (3,33%), dan tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan,

dengan jumlah penyuluh sebesar 16 (53,33%) dan jumlah penyuluh 13 (43,33%).

Motivasi memperoleh pengetahuan berkorelasi sangat lemah dengan

penggunaan media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,204. Dilihat dari nilai

signifikansi sebesar 0,279 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai

tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh pengetahuan

memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 1

(3,33%). dan tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar

2 (6,66%) dan jumlah penyuluh 27 (90%).

Motivasi menjadi penyuluh profesional berkorelasi cukup lemah dengan

penggunaan media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,390. Dilihat dari nilai

signifikansi sebesar 0,033 maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut

di bawah 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi menjadi penyuluh profesional

memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 1

(3,33%). dan tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 8

(26,66%) dan jumlah penyuluh 21 (70%).

Motivasi sekedar memuaskan keingintahuan berkorelasi sangat lemah

dengan penggunaan media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,106. Dilihat dari

nilai signifikansi sebesar 0,578 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena

nilai tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi sekedar memuaskan

keingitahuan memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah

penyuluh sebesar 1 (3,33%). dan tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan

jumlah penyuluh sebesar sebesar 1 (3,33%) , jumlah penyuluh 20 (66,66%) dan

(21)

Tabel 4.15 DistribusiMotivasi Kognitif pada Penggunaan Media Informasi Cetak

2. Hubungan Motivasi Kognitif dengan Penggunaan Media Elektronik

Motivasi mengetahui atau menambah pengalaman berkorelasi cukup

lemah dengan penggunaan media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,273.

Dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,145 maka korelasi tersebut tidak signifikan

karena nilainya di atas 0,05. Dilihat dari tabel distribusikelas motivasi kognitif

mengetahui atau menambah pengalaman dengan media elektronik memiliki

tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh sebesar 6 (20%) dan jumlah

penyuluh sebanyak 2 (6,66%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh

sebesar 13 (36,66%).

Motivasi memperoleh informasi mutakhir berkorelasi sangat lemah dengan

penggunaan media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,171. Dilihat dari nilai

signifikansi sebesar 0,366 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai

tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas informasi mutakhir tingkat sedang

(10-15) dengan jumlah penyuluh sebesar 6 (20%) dan jumlah penyuluh sebanyak

2 (6,66%)dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh sebesar 12 (40%)

dan jumlah penyuluh 10 (33,33%).

Motivasi Kognitif Tingkat Penggunaan Media Informasi Cetak

Rendah (4-9) Sedang (10-15) Tinggi (16-20)

(22)

Motivasi memperoleh pengetahuan berkorelasi sangat lemah dengan

penggunaan media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,213. Dilihat dari nilai

signifikansi sebesar 0,259 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai

tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh pengetahuan

tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh sebesar 4 (13,33%) dan jumlah

penyuluh sebesar 5 (16,66%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh

sebesar 9 (30%) dan jumlah penyuluh 12 (40%).

Motivasi menjadi penyuluh profesional berkorelasi sangat lemah dengan

penggunaan media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,169. Dilihat dari nilai

signifikansi sebesar 0,372 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai

tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi menjadi penyuluh

profesional memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah

penyuluh sebesar 2 (6,66%) dan jumlah penyuluh sebesar 6 (20%) dan tingkat

tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh sebesar 6 (20%) dan jumlah penyuluh 16

(53,33%).

Motivasi sekedar memuaskan keingintahuan berkorelasi sangat lemah

dengan penggunaan media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,230. Dilihat

dari nilai signifikansi sebesar 0,222 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena

nilai tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh

pengetahuan memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah

penyuluh sebesar 1 (3,33%) dan jumlah penyuluh sebanyak 6 (20%) dan tingkat

tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh sebesar 15 (50%) dan jumlah penyuluh 7

(23)

2Tabel 4.16 Distribusi Motivasi Kognitif pada Penggunaan Media Informasi Elektronik

3. Hubungan Motivasi Kognitif dengan Penggunaan Media Langsung

Motivasi mengetahui atau menambah pengalaman berkorelasi cukup kuat

dengan penggunaan media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,476. Dilihat

dari nilai signifikansi sebesar 0,008 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena

nilainya di atas 0,05. Dilihat dari tabel distribusi kelas motivasi kognitif

mengetahui atau menambah pengalaman tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah

penyuluh sebesar 17 (56,66%) dan jumlah penyuluh sebesar 13 (43,33).

Motivasi penyuluh untuk mengetahui atau menambah pengalaman pada

penggunaan media cetak, elektronik dan media ketiga media ini memiliki nilai

korelasi yang cukup lemah, kemungkinan dikarenakan setelah penyuluh mendapat

informasi dari ketiga media tersebut penyuluh tidak langsung menyebarluaskan

informasi tersebut kepada petani. Hal ini sejalan dengan pendapat Barnal dalam

Suryantini (2003) mengemukakan bahwa, sebagai seorang pengguna informasi,

maka kebutuhan informasi pengguna dipengaruhi oleh (1) subyek bidang

keahliannya, dan (2) fungsi pengguna, jadi untuk apa informasi digunakan,

Motivasi Kognitif Tingkat Penggunaan Media Informasi Elektronik

Rendah (4-9) Sedang (10-15) Tinggi (16-20)

(24)

apakah untuk menambah pengetahuan, untuk melengkapi informasi yang

diperoleh, atau untuk menerapkan informasi tersebut.

Tabel 4.17 Distribusi Motivasi Kognitif pada Penggunaan Media Informasi Langsung

Motivasi memperoleh informasi mutakhir berkorelasi sangat lemah dengan

penggunaan media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,170. Dilihat dari nilai

signifikansi sebesar 0,368 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai

tersebut di atas 0,05. Dilihat dari tabel distribusi kelas motivasi kognitif

mengetahui atau menambah pengalaman tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah

penyuluh sebesar 18 (60%) dan jumlah penyuluh sebesar 12 (40%).

Motivasi memperoleh pengetahuan berkorelasi kuat dengan penggunaan

media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,516. Dilihat dari nilai signifikansi

sebesar 0,004 maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut di bawah

0,05. Dari tabel distribusikelas motivasi memperoleh pengetahuan tingkat tinggi

(16-20) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 14 (46,66%) dan jumlah

penyuluh sebesar 16 (53,33%).

Motivasi memperoleh pengetahuan memiliki korelasi yang kuat dengan

media langsung, dikarenakan memperoleh pengetahuan terkait juga, dengan

Motivasi Kognitif Tingkat Penggunaan Media Informasi Langsung

Rendah (4-9) Sedang (10-15) Tinggi (16-20)

(25)

sistem pendidikan yang diemban oleh penyuluh itu sendiri. Hal ini sesuai dengan

pernyataan dari Suprihanto (2003) yang menemukakan bahwa pendidikan

mempunyai fungsi penggerak sekaligus pemacu terhadap potensi kemampuan

sumber daya manusia dalam melakukan prestasi kerjanya, dan nilai kompetensi

seorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan

pelatihan.

Motivasi menjadi penyuluh profesional berkorelasi cukup lemah dengan

penggunaan media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,395. Dilihat dari nilai

signifikansi sebesar 0,031 maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut

di bawah 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh pengetahuan

memiliki tingkat tinggi ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 8 (26,66%)

dan jumlah penyuluh sebesar 22 (73,33%).

Motivasi untuk menjadi penyuluh yang profesional memiliki korelasi yang

cukup lemah pada penggunaan media cetak dan media langsung hal ini

dikarenakan penyuluh harus memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan

(kompetensi) tertentu dan selalu mau secara terus menerus dan berkelanjutan

untuk belajar, sedangkan pada media elektronik mempunyai hubungan yang

sangat lemah karena seharusnya penyuluh dituntut untuk lebih lagi mengakses

atau mencari informasi pertanian terkini kepada petani. Hal ini sesuai dengan UU

Nomor 16 tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian yang mendukung

pencapaian komptensi tertentu bagi penyuluh dan tentang sistem penyuluhan

pertanian yang mendukung pencapaian kemampuan penyuluh dalam mengakses

informasi.

Motivasi menjadi penyuluh profesional berkorelasi cukup lemah dengan

penggunaan media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,395. Dilihat dari nilai

signifikansi sebesar 0,031 maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut

di bawah 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh pengetahuan

memiliki tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 2

(6,66%) dan jumlah penyuluh sebesar 28 (93,33%).

Motivasi untuk menjadi penyuluh yang profesional memiliki korelasi yang

cukup lemah pada penggunaan media cetak dan media langsung hal ini

(26)

(kompetensi) tertentu dan selalu mau secara terus menerus dan berkelanjutan

untuk belajar, sedangkan pada media elektronik mempunyai hubungan yang

sangat lemah karena seharusnya penyuluh dituntut untuk lebih lagi mengakses

atau mencari informasi pertanian terkini kepada petani. Hal ini sesuai dengan UU

Nomor 16 tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian yang mendukung

pencapaian komptensi tertentu bagi penyuluh dan tentang sistem penyuluhan

pertanian yang mendukung pencapaian kemampuan penyuluh dalam mengakses

informasi.

Motivasi sekedar memuaskan keingintahuan berkorelasi sangat lemah

dengan penggunaan media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,127. Dilihat

dari nilai signifikansi sebesar 0,503 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena

nilai tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh

pengetahuan memiliki tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan jumlah

penyuluh sebesar 1 (3,33%), jumlah penyuluh sebesar 21 (70%) dan jumlah

penyuluh sebesar 8 (26,66%).

Motivasi sekedar memuaskan keingintahuan memiliki korelasi yang sangat

rendah dikarenakan penyuluh hanya mencari informasi melalui media cetak yaitu

dengan membaca koran atau majalah pertanian, media elektronik dengan

menonton televisi atau internet,begitu juga media langsung dengan datang ke

seminar maupun lokakarya, setelah penyuluh sudah terpuaskan akan pengetahuan

tersebut maka informasi tersebut akan penyuluh simpan sendiri tidak untuk

dibagikan kepada petani. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Dominick dalam

Bajari(1995) yang mengemukakan bahwa motif kognitif dalam penggunaan media

massa dimaksudkan untuk mengikuti informasi tentang sutu peristiwa, dan

memanfaatkan media massa untuk mempelajari sesuatu yang bersifat umum serta

Gambar

Gambar 4.1. Peta Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur
Tabel 4.2 Gambaran Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Penyuluh Berdasarkan Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian, pembahasan, analisis serta triangulasi yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah kedua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPS dan keterampilan sosial siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan

(2004), the determination of the residual concentrations of metals in milk could be an important ‘‘direct indicator’’ of the hygienic status of the milk and/or

NAMA PRODI KEGIATAN NAMA MAHASISWA JUMLAH YANG TERLIBAT TANGGAL PELAKSANAAN KEGIATAN TEMPAT PELAKSANAAN KEGIATAN F.4.a.5.. JUMLAH

Strategi-strategi yang dapat digunakan oleh anak dalam memperoleh bahasa sebagai berikut, yaitu ...b. peniruan, pengalaman, bermain, penyederhanaan

Budaya pop telah berkembang pesat di wilayah Indonesia khususnya kota – kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta dan lain – lain. Banyaknya pop