IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pada bagian ini diuraikan profil BP3K Kecamatan Gedong Tataan
Kabupaten Pesawaranyaitu letak geografis, keadaan penduduk, dan keadaan
penyuluh pertanian. Pada bagian ini juga diuraikan tentang gambaran umum
keadaan penduduk meliputi umur, media yang dipakai untuk mengakses informasi
dan pengalaman menjadi penyuluh. Deskripsi ini diharapkan dapat memberikan
gambaran tentang berbagai hal yang mendasari perkembangan penyuluhan di
BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawarandan tentang tingkat
kebutuhan dan motivasi kognitif penyuluh diBP3K Kecamatan Gedong Tataan
Kabupaten Pesawaran khususnya.
4.1.1. Letak Geografis LokasiPenelitian
Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran adalah sebuah kecamatan yang juga
merupakan pusat pemerintahan (ibu kota) Kabupaten Pesawaran, Lampung,
Indonesia. Kecamatan ini tadinya merupakan kecamatan dari Kabupaten Lampung
Selatan. Kecamatan ini terletak diantara Kota Bandar Lampung dan Pringsewu.
Nama Gedung Tataan berasal dari gedung yang tertata yang dahulu dikuasai
Belanda dan kemudian berhasil direbut RI. Sekarang gedung tersebut telah
menjadi markas dan barak infantri TNI Kompi Senapan A, Garuda Hitam,
dibawah naungan Komando Daerah Militer-II Sriwijaya. Kecamatan Gedong
Tataan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara : Kecamatan Negeri Katon Kabupaten Pesawaran
b. Sebelah selatan : Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung
c. Sebelah timur : Kecamatan Padang Cermin dan Kecamatan
Kedondong Kabupaten Pesawaran
d. Sebelah barat : Kecamatan Way Lima Kabupaten Pesawaran dan
Gambar 4.1. Peta Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran
(Sumber: Google Maps, 2016)
Secara geografis Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran
memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat pemerintahan) adalah sebagai
berikut:
a. Jarak ke ibu kota Kecamatan :4 km
b. Jarak ke ibu kota Kabupaten :3 km
c. Jarak ke ibu kota Provinsi : 25 km
Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran memiliki luas wilayah
16.520 ha, dengan 19 desa di dalamnya.Gedong Tataan juga memiliki perkebunan
rakyat dengan luas lahan 450 ha yang didominasi dengan tanaman kakao. Sebagai
daerah yang memiliki lahan kakao sebagai salah satu sumber pertanian untuk
bertahan hidup. Adapun petani yang tidak memiliki lahan untuk berusahatani
kakao dengan menggunakan hutan milik negara untuk tetap berusahatani kakao.
4.1.2. Keadaan Penduduk
Gambaran keadaan penduduk Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten
Pesawaran diperoleh dari data BPS tahun 2015. Gambaran umum penduduk
meliputi distribusi berdasarkan umur, dan distribusi berdasarkan tingkat
pendidikan.Jumlah penduduk di Desa Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran
adalah sebanyak 92.696 jiwa, terdiri dari 46.908 laki-laki dan 45.788 perempuan.
Menurut Bintarto dalam Cahyadi (2002), penduduk diklasifikasikan sebagai
umur belum produktif (0-14 tahun), umur produktif (15-64 tahun), dan umur tidak
produktif (lebih dari 65 tahun). Adapun distribusi penduduk Kecamatan Gedong
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur
Kelompok Umur(Tahun) Jumlah (Jiwa) Persen(%)
0-4 9.190 9,91%
5-9 8.847 9,54%
10-14 8.455 9,12%
15-19 7.988 8,62%
20-24 7.118 7,68%
25-29 7.057 7,61%
30-34 7.420 8,00%
35-39 7.223 7,79%
40-44 6.676 7,20%
45-49 5.793 6,25%
50-54 5.230 5,64%
55-59 4.000 4,32%
60-64 2.712 2,93%
65-69 1.877 2,02%
70-74 1.430 1,54%
>75 1.680 1,81%
Total 92.696 100%
Sumber: Data BPS, 2015
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 92.696 orang penduduk yang
termasuk golongan umur belum produktif (0-14 tahun) ada 26.492 orang umur
produktif (15-64 tahun) ada 69.672,sedangkan untuk umur non produktif(lebih 65
tahun) ada 4.987orang.
4.1.3. Keadaan Penyuluh Pertanian
Keadaan penyuluh di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten
Pesawaran untuk saat ini cukup aktif dan cukup baik dalam pengelolaannya.
Pertemuan yang dilakukan selama seminggu dua sampai tiga kali ini juga untuk
laporan kepada ketua penyuluhan yang ada di BP3K Kecamatan Gedong Tataan
Kabuapten Pesawaran, bagaimana perkembangan desa yang menjadi tempat
mereka melakukan penyuluhan.Sehingga jika ada masalah dari tiap desa bagian,
langsung didiskusikan kepada para penyuluh yang bertugas di daerah
tersebutyang kemudian di laporkan kepada ketua penyuluh. Pada Tabel 4.2
merupakan gambaranGabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) di BP3K
Tabel 4.2 Gambaran Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran
No Nama Desa Jumlah Persen
Sumber: Data Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran , 2014
4.2. Gambaran Umum Responden 4.2.1. Umur Penyuluh
Dalam penelitian ini, responden yang dimaksud adalah penyuluh yang ada
di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran. Selanjutnya, untuk
mengetahui lebih lengkap tentang karakteristik responden akan diuraikan
berdarkan umur penyuluh, dapat dilihat pada Tabel 4.3
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Penyuluh Berdasarkan Umur
Kategori Umur (thn) Jumlah (orang) Persentase
23-28 4 13,33%
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa umur petugas penyuluh pertanian
di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, berkisar antara 23-62
tahun. Sebagian besar penyuluh berusiadiantara 23-30 tahun sebanyak (43,33%),
berumur 40 tahun keatas yakni sebanyak (26,67%) dan yang berumur di atas 50
di BP3K Kecamatan Gedong Tataan berada pada usia produktif. Hal ini
sependapat dengan Mardikanto (1994), umur produktif berpengaruh terhadap
adopdi inovasi baru. Hal ini disebabkan karena umur dapat mempengaruhi
kemampuan fisik dalam bekerja, cara berpikir, serta kemampuan untuk menerima
inovasi baru dalam mengelola usahanya. Umur yang relatif muda biasanya
mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga
mereka berusaha agar lebih cepat melakukan adopsi inovasi, walaupun
sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi
tersebut.
4.2.2. Tingkat Pendidikan Penyuluh
Pendidikan penyuluh di BP3K Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten
Pesawaran ini adalah pendidikan formal yang mereka terima walaupun
pendidikan yang mereka tempuh sangat beragam. Adapun gambaran tingkat
pendidikan penyuluh dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Penyuluh Berdasarkan Pendidikan
Kategori Pendidikan Jumlah (orang) Persentase
SMP 6 20 %
SMA/SMK 3 10 %
D I 1 3,33 %
D III 5 16,67 %
D IV 1 3,33 %
S1 14 46,67 %
Total 30 100 %
Rerata Pendidikan: D IV-S1 Sumber: Data Analisis Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 4.4dapat dilihat gambaran dari Tingkat Pendidikan yang
diemban oleh penyuluh. Sebagian besar penyuluh menempuh pendidikan sebagai
Sarjana yaitu (70%) diikuti dengan SMP yaitu (20%). Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan seeorang mengubah pola pikir, daya penalaran yang lebih baik,
sehingga makin lama seseorang mengenyam pendidikan akan semakin
rasional.Hasil penelitian ini dikutip dari pernyataan Soekartawi (1988), bahwa
mereka yang berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan
adopsi teknologi. Begitu pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan rendah agak
4.2.3. Pengalaman Menjadi Penyuluh
Para responden yaitu penyuluh yang ada diBP3K Kecamatan Gedong
Tataan Kabupaten Pesawaran, ini mempunyai pengalaman tersendiri dalam proses
pelatihan untuk menjadi penyuluh yang dapat diandalkan oleh petani.Karena,
pelatihan sendiri memiliki peran yang sangat penting, untuk meningkatkan
kemampuan para penyuluh yang ada di BP3K Kecamatan Gedong Tataan ini.
Pada Tabel 4.5 merupakan gambaran Pengalaman Menjadi Penyuluh dan Gender
Penyuluh.
Tabel 4.5 Pengalaman Menjadi Penyuluh
Lama menjadi Penyuluh (tahun) Jumlah (orang) Persentase
1-5 18 60%
6-10 8 26,67%
11-15 1 3,33%
16-20 0 0
21-25 1 3,33%
26-30 0 0
31-35 2 6,67%
Total 30 100%
Rerata Pengalaman: 7,33 Sumber : Analisis Data Primer, 2015.
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat gambaran distribusi pada pengalaman
menjadi penyuluh. Beberapa penyuluh mempunyai pengalaman yang cukup lama
sebagai penyuluh pertanian yaitu selama 33 tahun,25 tahun dan 3 tahun. Bagi para
penyuluh yang sudah berpengalaman yaitu mencapai 33 tahun belum tentu akan
akan membuat seorang penyuluh menjadi lebih paham terhadap pokok dan
fungsinya.
Hal ini sejalan dengan hasi penelitian Suhanda (2008) yang menyatakan
bahwa masa kerja penyuluh memberikan efek positif bagi penyuluh yang masih
baru, sementara kepada penyuluh yang sudah lebih lama bekerja menunjukkan
tingkat kepuasaan klien/para petani yang rendah.Jadi masa kerja lama belum tentu
lebih produktif daripada masa kerja di bawahnya yaitu 25 tahun dan 3 tahun hal
ini sejalan dengan pendapat dari Robbins (1996) bahwa masa kerja yang dimiliki
seseorang membawa konsekuensi pada status senioritas seseorang, meskipun
demikian tidak ada alasan untuk mempercayai bahwa orang yang lebih masa
kerjanya atau lebih senior akan lebih produktif daripada mereka yang kurang
4.2.4. Gender Penyuluh
Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku atau konsep cultural yang berupaya
membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan
karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan (Parawansa, 2006).
Tabel 4.6 Gender Penyuluh
Jenis Kelamin Penyuluh Jumlah (orang) Persentase
Laki-Laki 16 53,33%
Perempuan 14 46,67%
Total 30 100%
Sumber : Analisis Data Primer, 2015.
Pada Tabel 4.6 genderpenyuluhyang terdapat di BP3K Kecamatan Gedong
Tataan Kabupaten Pesawaran didominasi oleh laki-laki sebanyak (53,33%)
daripada perempuan yang hanya sebanyak (46,47%) hal ini dimungkinkan karena
masih kuatnya persepsi gender di kalangan masyarakat dan motivasi perempuan
untuk mengikuti pelatihan teknis pertanian maupun budaya berorganisasi yang
masih rendah dikarenakan perhatiannya yang lebih fokus kepada urusan rumah
tangga.
4.3. Kebutuhan Informasi
Menurut Derr(1983) mengemukakan bahwa kebutuhan informasi merupakan
hubungan antara informasi dan tujuan informasi seseorang, artinya ada suatu
tujuan yang memerlukan informasi tertentu untuk mencapainya. Pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Kebutuhan Informasi
Rerata Kebutuhan Informasi Budidaya: 4,733
Pemasaran Rerata Kebutuhan Informasi Pemasaran: 4,142
Tanaman Pangan
Rerata Kebutuhan Informasi Tanaman Pangan: 4,242
Tanaman Sayuran
Rerata Kebutuhan Informasi Tanaman Sayuran: 3,808 Keterangan : SS : Sangat Setuju, S : Setuju, N : Netral, TS : Tidak Setuju, STS : Sangat Tidak Setuju
Keterangan Kebutuhan Informasi Range Skor 1-5
1. Sangat Tidak setuju skor 30-54 2. Tidak setuju skor 55-78
3. Netral skor 79-102 4. Setuju skor 103-126 5. Sangat setuju 127-150
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 4.7, maka dapat diketahui kebutuhan informasi yang
paling dibutuhkan oleh penyuluh pada kategori budidaya yaitu bibit/varietas
(80%) diikuti dengan penyakit tanaman (80%) dengan masing-masing rata-rata
paling dibutuhkan adalah harga jual dengan persentase (53,33%) dengan rata-rata
skor 4,467, sedangkan informasi yang paling sedikit dibutuhkan oleh penyuluh
adalah kategori pengemasan dengan persentase (16,67%) dengan rata-rata skor
3,867. Kebutuhan informasi tanaman pangan yang paling dibutuhkan oleh
penyuluh adalah padi dengan persentase (53,33%) dengan rata-rata skor 4,533,
dan informasi yang paling sedikit dibutuhkan oleh penyuluh adalah kategori
pangan lainnya dengan persentase (23,33%) dengan rata-rata skor 4,167.
Kebutuhan informasi tanaman sayuran yang dibutuhkan adalah sayuran lainnya
yaitu (56,67%) dengan rata-rata skor 4,033 diikuti dengan kategori tomat yaitu
(53,33%) dengan rata-rata skor 3,867 dan kebutuhan informasi yang paling sedikit
yaitu kategori kubis dengan persentase (6,67%) dengan rata-rata skor 3,633. Hal
ini menunjukkan bahwa informasi ini sangat dibutuhkan oleh penyuluh dalam
membantu petani untuk meningkatkan hasil komoditasnya.Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Sasongko(2002) mengemukakan bahwa studi tentang
kebutuhan petani yang dapat dipenuhi jasa penyuluhan pertanian merupakan
langkah awal perencanaan mutu penyuluh pertanian.
4.4. Motivasi Kognitif
Menurut Rakhmat (1991) Motivasi kognitif menekankan kebutuhan untuk
mencapai tingkat ideasional tertentu. Adapun motivasi kognitf penyuluh dapat
Tabel 4.8Motivasi Kognitif
Keterangan: SS : Sangat Setuju, S : Setuju, N : Netral, TS : Tidak Setuju
Keterangan Motivasi KognitifRange Skor 1-5
1. Sangat Tidak setuju skor 30-54 2. Tidak setuju skor 55-78
3. Netral skor 79-102 4. Setuju skor 103-126 5. Sangat setuju 127-150
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi terdapat
pada kategori motivasi untuk mengembangkan diri agar menjadi penyuluh yang
profesional (73,33%) dengan rata-rata skor 4,733, diikuti dengan dengan kategori
motivasi untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai atau memecahkan masalah
yang dihadapi yaitu (53,33%) dengan rata-rata skor 4,433, dan motivasi kognitif
yang tidak dapat memotivasi penyuluh adalah kategori motivasi untuk sekedar
memuaskan keingintahuan dengan persentase yaitu (26,67%) dengan rata-rata
skor 4,133. Hal ini menunjukkan bahwa responden mempunyai motivasi yang
bukan hanya ingin memeperoleh informasi yang mutakhir atau hanya untuk
menambah pengalaman tetapi juga responden ingin menjadi seorang penyuluh
yang profesional. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil peneltian dari Slamet
(2008), bahwa idealnya penyuluh lapangan itu profesional yang mampu
lapangan yang dihadapi, namun tenaga-tenaga yang profesional semacam itu pada
saat ini belum cukup tersedia.
4.5. Penggunaan Media Informasi
Pesatnya perkembangan iptek bidang pertanian menyebabkan penyebaran
informasi melalui media cetak dan elektronik semakin meningkat. Bagi penyuluh
pertanian, media tersebut merupakan sumber untuk mendapatkan informasi.
Untuk melihat tingkat penggunaan media informasi dapat dilihat pada Tabel 4.9
Tabel 4.9 Penggunaan Media Informasi
Sebaran Jumlah Rata-Rata
Rerata Penggunaan Media Informasi Cetak: 4,333
Sebaran Jumlah Rata-Rata
Rerata Penggunaan Media Informasi Elektronik: 4,217
Sebaran Jumlah Rata-Rata
Rerata Penggunaan Media Informasi Langsung: 4,617
Keterangan: SS : Sangat Setuju, S : Setuju, N : Netral, TS : Tidak Setuju
Keterangan Penggunaan Media Informasi Range Skor 1-5
1. Sangat Tidak setuju skor 30-54 2. Tidak setuju skor 55-78
3. Netral skor 79-102 4. Setuju skor 103-126 5. Sangat setuju 127-150
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat penggunaan media informasi yang
paling banyak digunakan oleh penyuluh untuk media cetak dalam kategori
brosur/leaflet dengan persentase (63,33%) dengan rata-rata skor 4,633
brosur/leaflet yang paling banyak dibaca penyuluh adalah berkaitan dengan
pertanian antara lain seperti teknik budidaya maupun teknologi terbaru, diikuti
dengan majalah pertanian (56,67%) dengan rata-rata skor 4,567 majalah pertanian
yang paling banyak dibaca dibaca penyuluh adalah trubus, dan penggunaan media
informasi yang paling sedikit digunakan oleh penyuluh yaitu kategori surat kabar
dengan persentase (23,33%) dengan rata-rata skor 4,053 yaitu seperti koran lokal
karena kurang menyediakan informasi tentang pertanian, dan publikasi
ilmiahyang sering dibaca oleh penyuluh antara lain prosiding. Pada media
elektronik penggunaan informasi penyuluh lebih banyak menggunakan internet
dengan persentase (50%) dengan rata-rata skor 4,733, diikuti dengan VCD/video
(43,33%) dengan rata-rata skor 4,367, televisi dengan rata-rata skor 4,100 dan
siaran televisi yang sering ditonton oleh penyuluh dan menampilkan tentang
pertanian antara lain adalah Bali TV maupun TVRI dan media yang paling sedikit
digunakan oleh penyuluh yaitu termasuk dalam kategori radio dengan persentase
(23,33%) dengan rata-rata skor 3,900 siaran radio yang biasa menyiarkan tentang
pertanian adalah RRI (Radio Republik Indonesia).
Radio termasuk ke dalam dengan rata-rata skor terendah karena radio hanya
bersifat selintas, terlalu bersifat global, dan terdapat batasan waktu sehingga
kurang memberikan dampak bagi para penyuluh. Pada penggunaan media
langsung yang paling banyak digunakan masuk dalam kategori pelatihan dengan
persentase (73,33%) dengan rata-rata skor 4,733, diikuti dengan kategori diskusi
langsung secara personal (53,33%) dengan rata-rata skor 4,633, dan yang
penyuluh paling sedikit menggunakan media informasi langsung dalam kategori
lokakarya/kunjungan dengan persentase (53,33%) dengan rata-rata 4,533.
Hal ini,menunjukkan bahwa media langsung dalam hal pelatihan sangat
dibutuhkan oleh penyuluh untuk meningkatkan kompetensi mereka melakukan
tugasnya dalam membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh
yang mengatakan bahwa pelatihan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk
meningkatkan keahlian, pengetahuan, dan sikap dalam rangka meningkatkan
kinerja saat ini dan masa yang akan datang.
4.6.Hubungan antara Kebutuhan Informasidengan Penggunaan Media Informasi
Pemilihan dan penggunaan berbagai sumber informasi oleh penyuluh
pertanian akan berbeda tergantung pada kebutuhan informasi dan motivasi
tertentu (Ife, 1995). Untuk mengetahui lebih lengkap tentang signifikasi hubungan
antara Kebutuhan Informasi dan Penggunaan Media Informasi dapat dilihat pada
tabel 4.10.
Tabel 4.10. Hubungan Kebutuhan Informasi dengan Penggunaan Media Informasi
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Keterangan : ** berhubungan sangat nyata pada p<0,01 * berhubungan nyata pada pada p<0,05
1. Hubungan Kebutuhan Informasi dengan Penggunaan Media Cetak
Dari Tabel 4.10 tampak bahwa informasi budidaya berkorelasi sangat lemah
dengan penggunaan media cetak ditunjukkan dengan nilai korelasi 0,201. Dilihat
dari nilai signifikansi sebesar 0,287 maka nilai korelasi tersebut tidak signifikan
karena nilai tersebut di atas 0,05. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusi kelas
terlihat bahwa budidaya pada media cetak termasuk tingkat sedang (10-15)
dengan jumlah penyuluh 1 (3,33%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah
penyuluh 29 (96,67%) hal ini dikarenakan informasi budidaya melalui media
Informasi pemasaran berkorelasi cukup lemah dengan penggunaan media
cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,386. Dilihat dari signifikansi sebesar 0,036
maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut di bawah 0,05. Tetapi, jika
dilihat dari tabel distribusi kelas terlihat bahwa pemasaran pada media cetak
termasuk tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh 1 (3,33%) dan tingkat
tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 6 (26,66%) dan 23 penyuluh (76,67%) hal
ini dikarenakan, informasi pemasaran banyak tersedia di media cetak contohnya
saja koran yang memberikan informasi tentang harga jual.
Informasi tanaman pangan berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan
media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,097. Dilihat dari nilai signifikansi
sebesar 0,611 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas
0,05. Tapi dilihat dari tabel distribusikelas terlihat bahwa tanaman pangan pada
media cetak termasuk tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh 1 (3,33%)
dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 6 (26,66%) dan 23 penyuluh
(76,67%). Hal dikarenakan tanaman pangan seperti padi yang termasuk ke dalam
komoditas yang sangat penting karena menyangkut hal tentang ketahanan pangan.
Informasi tanaman sayuran berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan
media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,249. Dilihat dari nilai signifikansi
sebesar 0,184 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas
0,05. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusikelas terlihat bahwa tanaman sayuran
pada media cetak termasuk tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh 1
(3,33%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 14 (46,66%) dan 15
penyuluh (50%) hal ini dikarenakan, informasi tanaman sayuran juga terkait
dengan harga jual yang biasanya tertera pada media cetak seperti koran.Tabel 4.11
Tabel 4.11 Distribusi Tingkat Informasi pada Media Informasi Cetak
2. Hubungan Kebutuhan Informasi dengan Penggunaan Media Elektronik
Informasi budidaya berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan media
elektronik ditunjukkan dengan nilai korelasi 0,076. Dilihat dari nilai signifikansi
sebesar 0,689 maka nilai korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di
atas 0,05. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusi kelas terlihat bahwa budidaya
pada penggunaan media elektronik memiliki tingkat sedang (10-15) dengan
jumlah penyuluh sebanyak 8 (26,67%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah
penyuluh 22 (73,33%), hal ini dikarenakan media elektronik contohnya televisi
yang sebagian menayangkan informasi tentang budidaya.
Informasi pemasaran berkorelasi kuat dengan penggunaan media
elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,617. Dilihat dari nilai signifikansi
sebesar 0,000 maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut di bawah
0,01. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusikelas terlihat bahwa pemasaran pada
penggunaan media elektronik memiliki tingkat sedang (10-15) dengan jumlah
penyuluh sebanyak 4 (13,33%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah
penyuluh sebanyak 2 (6,67%) dan jumlah penyuluh sebanyak 20 (66,67%), hal ini
dikarenakan jelas informasi pemasaran ini terdapat banyak sekali di internet yang
dapat memberikan informasi kepada penyuluh, yang selanjutnya diteruskan
kepada petani untuk meningkatkan hasil pendapatan petani tersebut .
Tingkat Jenis Informasi
Tingkat Penggunaan Media Informasi Cetak
Informasi tanaman pangan berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan
media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,194. Dilihat dari signifikansi
sebesar 0,304 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas
0,05. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusi kelasnya maka tanaman pangan pada
media elektronik memiliki tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh
sebanyak 1 (3,33%) dan jumlah penyuluh sebanyak 7 (23,33%) dan tingkat tinggi
(16-20) dengan jumlah penyuluh sebanyak 5 (16,67%) dan jumlah penyuluh 17
(56,67%), hal ini dikarenakan informasi tentang tanaman pangan ini sangat
penting oleh sebab itu penyuluh diharapkan untuk mengetahui hasil produktivitas
petani binaan mereka sehinnga dapat memberikan informasi yng tepat kepada
petani.
Informasi tanaman sayuran berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan
media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,222. Dilihat dari nilai signifikansi
sebesar 0,238 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas
0,05. Tetapi jika dilihat dari tabel distribusi kelasnya maka tanaman sayuran
memiliki tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh sebanyak 4 (13,33%)
dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh sebanyak 2 (6,67%) dan
jumlah penyuluh sebanyak 20 (66,67%), hal ini dikarenakan dengan penggunaan
media elektronik misalkan internet semua informasi tentang tanaman sayuran
jenis apapun dapat diketahui oleh penyuluh. Tabel 4.12 menjelaskan tentang
Distribusi Tingkat Informasi pada Media Informasi Elektronik.
Tabel 4.12 Distribusikelas Tingkat Jenis Informasi pada Media Informasi Elektronik
Tingkat Jenis Informasi
Tingkat Penggunaan Media Informasi Elektronik
3. Hubungan Kebutuhan Informasi dengan Penggunaan Media Langsung Informasi budidaya berkorelasi kuat dengan penggunaan media langsung
ditunjukkan dengan nilai korelasi 0,504. Dilihat dari nilai signifikansi sebesar
0,005 maka nilai korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut di bawah 0,05.
Tetapi, jika dilihat dari tabel distribusi kelas terlihat bahwa budidaya pada media
langsung termasuk tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 30 (100%), hal
ini dikarenakan penyuluh dapat mempraktekkan langsung kepada petani.
Penggunaa media langsung mempunyai hubungan yang kuat dikarenakan media
langsung dapat berupa intensitas pertemuan dengan sesama penyuluh seperti yang
dilakukan oleh responden di lapangan, para responden melakukan pertemuan
seminggu dua sampai tiga kali untuk membahas permasalahan apa yang terjadi
pada setiap desa yang mereka lakukan penyuluhan.
Informasi pemasaran berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan media
langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,220. Dilihat dari signifikansi sebesar
0,220 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas 0,05.
Tetapi, jika dilihat dari tabel distribusi kelas terlihat bahwa pemasaran pada media
langsung termasuk tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 6 (20%) dan
jumlah penyuluh 24 (80%), hal ini dikarenakan penyuluh dapat langsung datang
kepada para tengkulak yang menangani masalah harga jual maupun komoditas
apa yang menjadi topik hangat di masyarakat. Media cetak meskipun mempunyai
korelasi yang cukup lemah tetapi, mempunyai hubungan yang signifikan
sedangkan media elektronik memiliki hubungan yang kuat dengan hubungan yang
signifikan, dikarenakan kedua media seperti media cetak yang berupa koran
maupun majalah, media elektronik seperti televisi ini sebenarnya dapat
memberikan informasi yang berguna tetapi, lebih banyak dari media ini diisi oleh
hiburan daripada pendidikan maupun informasi yang berguna. Hal ini diperkuat
dengan hasil penelitian dari Anwas (2000) yang mengatakan bahwa media seperti
televisi memiliki pengaruh yang positif terhadap hasil pendidikan.
Informasi tanaman pangan berkorelasi cukup lemah dengan media
langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,334. Dilihat dari nilai signifikansi sebesar
Tetapi jika dilihat dari tabel distribusikelas informasi tanaman pangan pada media
langsung memiliki tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh 6 (20%) dan
jumlah penyuluh 24 (80%), hal ini dikarenakan dengan penyuluh langsung
langsung datang ke lahan mereka bukan hanya kunjungan rutin tetapi, di luar
kunjungan rutin para penyuluh sehingga penyuluh, lebih memahami apa yang
dibutuhkan oleh petani. Hal ini didukung oleh Suryana dalam Dewa (2007) yang
menyatakan bahwa usahatani padi merupakan penyedia lapangan pekerjaan dan
sebagai sumber pendapatan bagis sekitar 21 juta rumah tangga pertanian dan
menjadi tolah ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia.
Informasi tanaman sayuran berkorelasi sangat lemah dengan penggunaan
langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,121. Dilihat dari nilai signifikansi sebesar
0,523 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai tersebut di atas 0,05.
Tetapi jika dilihat dari tabel distribusi kelas informasi tanaman sayuran pada
media langsung memiliki tingkat tinggi (16-20), dengan jumlah penyuluh sebesar
14 (46,67%) dan jumlah penyuluh 16 (53,33%), hal ini dikarenakan, media
langsung merupakan media yang sangat diminati oleh para petani karena, para
penyuluh akan langsung datang ke lahan mereka. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Bunyatta, Mureithi, Onyango, dan Ngesa (2006) yang
mengatakan bahwa tempat belajar yang baik justru berada di kebun saat mereka
melakukan praktek langsung. Tabel 4.13 menjelaskan tentang Distribusi Tingkat
Informasi pada Media Informasi Langsung.
Tabel 4.13 Distribusikelas Tingkat Jenis Informasi pada Media Informasi Langsung
Tingkat Jenis Informasi
Tingkat Penggunaan Media Informasi Langsung
4.7.Hubungan antara Motivasi Kognitif dengan Penggunaan Media Informasi
Penggunaan media, menurut Lin dalam Levy dan Windahl (1985),
dimotivasi oleh kebutuhan dan tujuan yang didefinisikan oleh khalayak sendiri.
Untuk mengetahui lebih lengkap tentang signifikasi hubungan antara Motivasi
Kognitif dengan Penggunaan Media Informasi dapat dilihat pada tabel 4.14.
Tabel 4.14. Hubungan antara Motivasi Kognitif dengan Penggunaan MediaInformasi
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Keterangan : ** berhubungan sangat nyata pada p<0,01 * berhubungan nyata pada pada p<0,05
1. Hubungan Motivasi Kognitif dengan Penggunaan Media Cetak
Berdasarkan Tabel 4.14 tampak bahwa motivasi mengetahui atau
menambah pengalaman berkorelasi cukup lemah dengan penggunaan media cetak
ditunjukkan dengan korelasi 0,380. Dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,038
maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut di bawah 0,05. Tetapi
dilihat dari tabel distribusi kelas motivasi kognitif mengetahui atau menambah
pengalaman memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah
penyuluh sebesar 1 (3,33%). dan tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan total
skor sebesar 16 (53,33%) dan jumlah penyuluh 13 (43,33%). Hal ini terbukti
bahwa setiap penyuluh juga mempunyai motivasi untuk selalu menambah
pengalamannya dalam mencari informasi.
Motivasi Kognitif
Media Informasi
Motivasi memperoleh informasi mutakhir berkorelasi sangat lemah dengan
penggunaan media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,181. Dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,339 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai
tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi kognitif mengetahui atau
menambah pengalaman memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan
jumlah penyuluh sebesar 1 (3,33%), dan tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan,
dengan jumlah penyuluh sebesar 16 (53,33%) dan jumlah penyuluh 13 (43,33%).
Motivasi memperoleh pengetahuan berkorelasi sangat lemah dengan
penggunaan media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,204. Dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,279 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai
tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh pengetahuan
memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 1
(3,33%). dan tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar
2 (6,66%) dan jumlah penyuluh 27 (90%).
Motivasi menjadi penyuluh profesional berkorelasi cukup lemah dengan
penggunaan media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,390. Dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,033 maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut
di bawah 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi menjadi penyuluh profesional
memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 1
(3,33%). dan tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 8
(26,66%) dan jumlah penyuluh 21 (70%).
Motivasi sekedar memuaskan keingintahuan berkorelasi sangat lemah
dengan penggunaan media cetak ditunjukkan dengan korelasi 0,106. Dilihat dari
nilai signifikansi sebesar 0,578 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena
nilai tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi sekedar memuaskan
keingitahuan memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah
penyuluh sebesar 1 (3,33%). dan tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan
jumlah penyuluh sebesar sebesar 1 (3,33%) , jumlah penyuluh 20 (66,66%) dan
Tabel 4.15 DistribusiMotivasi Kognitif pada Penggunaan Media Informasi Cetak
2. Hubungan Motivasi Kognitif dengan Penggunaan Media Elektronik
Motivasi mengetahui atau menambah pengalaman berkorelasi cukup
lemah dengan penggunaan media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,273.
Dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,145 maka korelasi tersebut tidak signifikan
karena nilainya di atas 0,05. Dilihat dari tabel distribusikelas motivasi kognitif
mengetahui atau menambah pengalaman dengan media elektronik memiliki
tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh sebesar 6 (20%) dan jumlah
penyuluh sebanyak 2 (6,66%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh
sebesar 13 (36,66%).
Motivasi memperoleh informasi mutakhir berkorelasi sangat lemah dengan
penggunaan media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,171. Dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,366 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai
tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas informasi mutakhir tingkat sedang
(10-15) dengan jumlah penyuluh sebesar 6 (20%) dan jumlah penyuluh sebanyak
2 (6,66%)dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh sebesar 12 (40%)
dan jumlah penyuluh 10 (33,33%).
Motivasi Kognitif Tingkat Penggunaan Media Informasi Cetak
Rendah (4-9) Sedang (10-15) Tinggi (16-20)
Motivasi memperoleh pengetahuan berkorelasi sangat lemah dengan
penggunaan media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,213. Dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,259 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai
tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh pengetahuan
tingkat sedang (10-15) dengan jumlah penyuluh sebesar 4 (13,33%) dan jumlah
penyuluh sebesar 5 (16,66%) dan tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh
sebesar 9 (30%) dan jumlah penyuluh 12 (40%).
Motivasi menjadi penyuluh profesional berkorelasi sangat lemah dengan
penggunaan media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,169. Dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,372 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai
tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi menjadi penyuluh
profesional memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah
penyuluh sebesar 2 (6,66%) dan jumlah penyuluh sebesar 6 (20%) dan tingkat
tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh sebesar 6 (20%) dan jumlah penyuluh 16
(53,33%).
Motivasi sekedar memuaskan keingintahuan berkorelasi sangat lemah
dengan penggunaan media elektronik ditunjukkan dengan korelasi 0,230. Dilihat
dari nilai signifikansi sebesar 0,222 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena
nilai tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh
pengetahuan memiliki tingkat sedang (10-15) ditunjukkan, dengan jumlah
penyuluh sebesar 1 (3,33%) dan jumlah penyuluh sebanyak 6 (20%) dan tingkat
tinggi (16-20) dengan jumlah penyuluh sebesar 15 (50%) dan jumlah penyuluh 7
2Tabel 4.16 Distribusi Motivasi Kognitif pada Penggunaan Media Informasi Elektronik
3. Hubungan Motivasi Kognitif dengan Penggunaan Media Langsung
Motivasi mengetahui atau menambah pengalaman berkorelasi cukup kuat
dengan penggunaan media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,476. Dilihat
dari nilai signifikansi sebesar 0,008 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena
nilainya di atas 0,05. Dilihat dari tabel distribusi kelas motivasi kognitif
mengetahui atau menambah pengalaman tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah
penyuluh sebesar 17 (56,66%) dan jumlah penyuluh sebesar 13 (43,33).
Motivasi penyuluh untuk mengetahui atau menambah pengalaman pada
penggunaan media cetak, elektronik dan media ketiga media ini memiliki nilai
korelasi yang cukup lemah, kemungkinan dikarenakan setelah penyuluh mendapat
informasi dari ketiga media tersebut penyuluh tidak langsung menyebarluaskan
informasi tersebut kepada petani. Hal ini sejalan dengan pendapat Barnal dalam
Suryantini (2003) mengemukakan bahwa, sebagai seorang pengguna informasi,
maka kebutuhan informasi pengguna dipengaruhi oleh (1) subyek bidang
keahliannya, dan (2) fungsi pengguna, jadi untuk apa informasi digunakan,
Motivasi Kognitif Tingkat Penggunaan Media Informasi Elektronik
Rendah (4-9) Sedang (10-15) Tinggi (16-20)
apakah untuk menambah pengetahuan, untuk melengkapi informasi yang
diperoleh, atau untuk menerapkan informasi tersebut.
Tabel 4.17 Distribusi Motivasi Kognitif pada Penggunaan Media Informasi Langsung
Motivasi memperoleh informasi mutakhir berkorelasi sangat lemah dengan
penggunaan media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,170. Dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,368 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena nilai
tersebut di atas 0,05. Dilihat dari tabel distribusi kelas motivasi kognitif
mengetahui atau menambah pengalaman tingkat tinggi (16-20) dengan jumlah
penyuluh sebesar 18 (60%) dan jumlah penyuluh sebesar 12 (40%).
Motivasi memperoleh pengetahuan berkorelasi kuat dengan penggunaan
media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,516. Dilihat dari nilai signifikansi
sebesar 0,004 maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut di bawah
0,05. Dari tabel distribusikelas motivasi memperoleh pengetahuan tingkat tinggi
(16-20) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 14 (46,66%) dan jumlah
penyuluh sebesar 16 (53,33%).
Motivasi memperoleh pengetahuan memiliki korelasi yang kuat dengan
media langsung, dikarenakan memperoleh pengetahuan terkait juga, dengan
Motivasi Kognitif Tingkat Penggunaan Media Informasi Langsung
Rendah (4-9) Sedang (10-15) Tinggi (16-20)
sistem pendidikan yang diemban oleh penyuluh itu sendiri. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Suprihanto (2003) yang menemukakan bahwa pendidikan
mempunyai fungsi penggerak sekaligus pemacu terhadap potensi kemampuan
sumber daya manusia dalam melakukan prestasi kerjanya, dan nilai kompetensi
seorang pekerja dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan
pelatihan.
Motivasi menjadi penyuluh profesional berkorelasi cukup lemah dengan
penggunaan media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,395. Dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,031 maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut
di bawah 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh pengetahuan
memiliki tingkat tinggi ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 8 (26,66%)
dan jumlah penyuluh sebesar 22 (73,33%).
Motivasi untuk menjadi penyuluh yang profesional memiliki korelasi yang
cukup lemah pada penggunaan media cetak dan media langsung hal ini
dikarenakan penyuluh harus memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan
(kompetensi) tertentu dan selalu mau secara terus menerus dan berkelanjutan
untuk belajar, sedangkan pada media elektronik mempunyai hubungan yang
sangat lemah karena seharusnya penyuluh dituntut untuk lebih lagi mengakses
atau mencari informasi pertanian terkini kepada petani. Hal ini sesuai dengan UU
Nomor 16 tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian yang mendukung
pencapaian komptensi tertentu bagi penyuluh dan tentang sistem penyuluhan
pertanian yang mendukung pencapaian kemampuan penyuluh dalam mengakses
informasi.
Motivasi menjadi penyuluh profesional berkorelasi cukup lemah dengan
penggunaan media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,395. Dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,031 maka korelasi tersebut signifikan karena nilai tersebut
di bawah 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh pengetahuan
memiliki tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan jumlah penyuluh sebesar 2
(6,66%) dan jumlah penyuluh sebesar 28 (93,33%).
Motivasi untuk menjadi penyuluh yang profesional memiliki korelasi yang
cukup lemah pada penggunaan media cetak dan media langsung hal ini
(kompetensi) tertentu dan selalu mau secara terus menerus dan berkelanjutan
untuk belajar, sedangkan pada media elektronik mempunyai hubungan yang
sangat lemah karena seharusnya penyuluh dituntut untuk lebih lagi mengakses
atau mencari informasi pertanian terkini kepada petani. Hal ini sesuai dengan UU
Nomor 16 tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian yang mendukung
pencapaian komptensi tertentu bagi penyuluh dan tentang sistem penyuluhan
pertanian yang mendukung pencapaian kemampuan penyuluh dalam mengakses
informasi.
Motivasi sekedar memuaskan keingintahuan berkorelasi sangat lemah
dengan penggunaan media langsung ditunjukkan dengan korelasi 0,127. Dilihat
dari nilai signifikansi sebesar 0,503 maka korelasi tersebut tidak signifikan karena
nilai tersebut di atas 0,05. Dari tabel distribusi kelas motivasi memperoleh
pengetahuan memiliki tingkat tinggi (16-20) ditunjukkan, dengan jumlah
penyuluh sebesar 1 (3,33%), jumlah penyuluh sebesar 21 (70%) dan jumlah
penyuluh sebesar 8 (26,66%).
Motivasi sekedar memuaskan keingintahuan memiliki korelasi yang sangat
rendah dikarenakan penyuluh hanya mencari informasi melalui media cetak yaitu
dengan membaca koran atau majalah pertanian, media elektronik dengan
menonton televisi atau internet,begitu juga media langsung dengan datang ke
seminar maupun lokakarya, setelah penyuluh sudah terpuaskan akan pengetahuan
tersebut maka informasi tersebut akan penyuluh simpan sendiri tidak untuk
dibagikan kepada petani. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Dominick dalam
Bajari(1995) yang mengemukakan bahwa motif kognitif dalam penggunaan media
massa dimaksudkan untuk mengikuti informasi tentang sutu peristiwa, dan
memanfaatkan media massa untuk mempelajari sesuatu yang bersifat umum serta