• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO OLEH KELOMPOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO OLEH KELOMPOK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO

OLEH : KELOMPOK 3 1. Ayu Mahendra 2. Najlah Kholilah

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penerapan Manajemen Resiko

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

Menurut Herman Darmawan (2006:1) resiko senantiasa ada karena mengenanya kemungkinan akan terjadi akibat buruk atau akibat yang merugi, seperti kemungkinan kehilangan, cidera, kebakaran, dan lain sebagainya.

Resiko menurut Wikipedia Indonesia adalah bahaya yang dapat terjadi akibat dari sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam bidang asuransi, resiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, dimana jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan kerugian.

Resiko dalam konteks perbankan menurut Adiwarman A. Karim (2004:255)

merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap

pendapatan dan permodalan bank. Sedangkan Eddie Cade menyatakan bahwa definisi resiko berbeda-beda tergantung pada tujuannya.

(2)

mengindentifikasi, memantau, mengukur dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank.

Manajemen risiko adalah mengindentifikasi, mengukur, memantau dan

mengendalikan jalannya kegiatan usaha bank dengan tingkat risiko yang wajar secara terarah, terintegrasi dan berkesinambungan. Manajemen risiko adalah proses pengukuran atau penilaian risiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko ke pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.

2.2 Proses penerapan manajemen resiko

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada

(inherentrisks) maupun yang mungkin timbul dari suatu bisnis baru Bank, termasuk risiko yang bersumber dari perusahaan terkait dan afiliasi lainnya.

Setelah dilakukan identifikasi risiko secara akurat, selanjutnya secara berturut-turut Bank perlu melakukan pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko. Pengukuran risiko tersebut dimaksudkan agar Bank mampu mengkalkulasi eksposur risiko yang melekat pada kegiatan usahanya sehingga Bank dapat memperkirakan dampaknya terhadap permodalan yang seharusnya dipelihara dalam rangka mendukung kegiatan usaha dimaksud. Sementara itu, dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, Bank harus melakukan evaluasi terhadap eksposur risiko, terutama yang bersifat material dan atau yang berdampak pada permodalan Bank.

(3)

Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko bisnis yang berkaitan erat dengan pengelolaan usahanya sebagai perantara keuangan. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha, risiko bisnis yang dihadapi juga berkembang secara luas yang antara lain mencakup risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, dan lain sebagainya. Dalam rangka meminimalisir risiko kerugian, Bank wajib

melaksanakan transaksi tersebut dengan berpedoman pada kebijakan dan prosedur penerapan manajemen risiko yang ditetapkan dengan berlandaskan pada prinsip kehati-hatian.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia, antara lain :

1. Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum

2. Nomor 5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003; tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (MarketRisk); dan

3. Nomor 5/13/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.

4. SE BI No. 5/21/DPNP tgl. 29 September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum

Tujuan utama dari Peraturan tersebut diatas adalah menjaga agar aktivitas operasional yang dilakukan Bank tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan Bank untuk menyerap kerugian tersebut ataupun membahayakan

kelangsungan usaha Bank. Pengelolaan seluruh aktivitas Bank harus sedapat mungkin terintegrasi ke dalam suatu sistem pengelolaan risiko yang akurat dan komprehensif serta mampu menganalisa dan mengelola seluruh risiko yang terkait.

Ruang lingkup Kebijakan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam PBI tersebut, sekurang-kurangnya memuat :

1. Penetapan Risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan; 2. Penetapan penggunaan metode pengukuran dan sistem informasi Manajemen

Risiko;

(4)

5. Penyusunan rencana darurat (contingency Plan) dalam kondisi terburuk (worstcacescenario);

6. Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen risiko.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, setiap Bank WAJIB menetapkan Kebijakan Manajemen Risiko sebagai pedoman bagi seluruh unit kerja dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang melekat pada kegiatan fungsional masing-masing, sehingga diharapkan tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan bank atau yang dapat mengganggu kelangsungan usaha bank.

2.3 Manfaat penerapan manajemen resiko

Penerapan manajemen risiko tersebut akan memberikan manfaat, baik kepada perbankan maupun otoritas pengawasan Bank.

Bagi bank : penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan shareholdervalue, yaitu memberikan gambaran kepada pengelola Bank mengenai kemungkinan kerugian Bank di masa datang, meningkatkan metode dan proses pengambilan keputusan yang sistematis yang didasarkan atas ketersediaan informasi, digunakan sebagai dasar pengukuran yang lebih akurat mengenai kinerja Bank, digunakan untuk menilai risiko yang melekat pada instrumen atau kegiatan usaha Bank yang relatif kompleks serta menciptakan infrastruktur manajemen risiko yang kokoh dalam rangka meningkatkan daya saing Bank.

Bagi otoritas pengawasan Bank : penerapan manajemen risiko akan mempermudah penilaian terhadap kemungkinan kerugian yang dihadapi Bank yang dapat mempengaruhi permodalan Bank dan sebagai salah satu dasar penilaian dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan Bank.

(5)

2.4 PENERAPAN MANAJEMEN RESIKO BANK SYARIAH

Lembaga Keuangan Syariah yang dibentuk sejak tiga dekade terakhir sebagai alternatif bagi lembaga keuangan konvensional, terutama ditujukan untuk menawarkan kesempatan investasi, pembiayaan, dan perniagaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah khususnya perbankan. Dalam usianya yang masih sangat belia, pertumbuhan industri perbankan ini sangat membanggakan. Salah satu fungsi dasarnya adalah untuk mengelola resiko yang muncul dalam transaksi keuangan secara efektif.

Menurut PBI No.11/25/2009 tentang penerapan manajemen resiko bagi bank umum bahwa :

1. Bank Umum Konvensional wajib menerapkan Manajemen Resiko untuk seluruh resiko sebagaimana yang dimaksud

2. Bank Umum Syariah wajib menerapkan Manajemen Resiko paling kurang untuk 4 (empat) jenis resikosebagaiman dimaksud

Adapun penerapan manajemen resiko yang dimaksud menurut PBI diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Resiko Kredit adalah resiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban pada bank.

2. Resiko Pasar adalah resiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk resiko perubahan harga option.

3. Resiko Likuiditas adalah resiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank.

4. Resiko Operasional adalah resiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. 5. Resiko Kepatuhan adalah resiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak

melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. 6. Resiko Hukum adalah resiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek

(6)

7. Resiko Reputasi adalah resiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.

8. Resiko Strategik adalah resiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan strategik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.

Menurut Tariqullah Khan dan Habib Ahmed (2008:20-30), proses penerapan manajemen resiko bank syariah terdiri dari :

a. Manajemen Resiko Kredit

Dewan direksi harus menguraikan keseluruhan strategi manajemen resiko kredit dengan menunjukan kemauan bank untuk menyalurkan pembiayaan di berbagai sektor usaha, lokasi geografis, jangka waktu, dan tingkat profitabilitas tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, juga harus memahami tujuan dari kualitas kredit, pendapatan, pertumbuhan, dan hubungan timbal balik antara resiko dengan tingkat return dari aktivitas yang

dijalankan. Dan yang terpenting, strategi manajemen resiko kredit tersebut harus dikomunikasikan pada seluruh bagian perusahaan.

Senior manajemen bank bertanggung jawab untuk melaksanakan strategi manajemen resiko kredit yang telah ditetapkan oleh dewan direksi, yaitu dengan

mengembangkan prosedur-prosedur tertulis yang merefleksikan keseluruhan strategi serta meyakinkan pelaksanaannya. Prosedur yang dibuat harus memuat kebijakan-kebijakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan mengontrol resiko kredit. Perhatian juga perlu diberikan kepada aspek diversifikasi portofolio dengan menetapkan batas minimum pemberian kredit pada satu nasabah, grup usaha dari nasabah terkait, industri, sektor ekonomi, suatu kawasan, dan produk-produk individu.

Bank dapat menggunakan pengujian (stress testing) dalam menetapkan limit dan monitoring dengan mempertimbangkan siklus usaha, suku bunga yang berlaku dan perubahan-perubahan yang terjadi di pasar. Bagi bank yang menyalurkan kredit berskala internasional, juga perlu menilai risiko negara (countryrisk) di mana ia berhubungan. Bank harus memiliki sistem untuk pengadministrasian berbagai jenis risiko kredit dalam portofolio.

(7)

ketentuan-ketentuan dalam kontrak, ketentuan-ketentuan legalitas, jaminan, dan lain-lain, membuat laporan kepada manajemen secara akurat dan berkala, mematuhi kebijakan dan prosedur manajemen, serta aturan dan regulasi yang berlaku.

b. Manajemen Resiko Suku Bunga

Dewan direksi harus menetapkan keseluruhan tujuan, strategi, dan kebijakan yang mengatur risiko suku bunga bank. Di samping menetapkan risiko suku bunga, dewan direksi juga harus memastikan bahwa pihak manajemen telah mengambil langkah-langkah yang tepat untuk, mengukur, memonitor, dan mengontrol risiko-risiko ini.

Dewan direksi harus diberikan informasi secara periodik dan mereview status risiko suku bunga bank ini melalui laporan.

Senior manajemen harus memastikan bahwa bank telah mematuhi kebijakan dan prosedur yang memungkinkan risiko suku bunga dapat dikelola. Kebijakan dan prosedur ini meliputi pemeliharaan proses review manajemen risiko suku bunga, limit risiko yang tepat, sistem pengukuran risiko yang memadai, sistem pelaporan risiko suku bunga yang komprehensif, dan kontrol internal yang efektif. Bank harus menetapkan siapa saja individu atau komite yang harus bertanggung jawab terhadap manajemen risiko suku bunga dan mendefenisikan garis wewenang dan tanggung jawab masing-masing.

Bank harus memiliki kebijakan dan prosedur yang terdefenisi dengan jelas untuk membatasi dan mengontrol risiko suku bunga, yaitu dengan menjelaskan tanggung jawab dan akuntalibilitas terhadap keputusan manajemen risiko suku bunga dan mendefenisikan instrumen yang telah diotorisasi, strategi hedging dan profit taking. Risiko suku bunga pada produk-produk baru harus dijelaskan melalui analisis waktu jatuh tempo, masa repricing dan poengambilan suatu instrumen. Dewan direksi harus menetapkan hedging atau stategi manajemen risiko yang baru sebelum semua ini diimplementasikan.

c. Manajemen Resiko Likuiditas

(8)

Bank harus memiliki sistem informasi yang berfungsi untuk mengukur, memonitor, mengontrol, dan melaporkan risiko likuiditas. Laporan berkala mengenal likuiditas harus disediakan bagi dewan direksi dan senior manajemen. Laporan ini, diantaranya harus mencakup posisi likuiditas dalam rentang waktu tertentu.

Esensi dari masalah manajemen likuiditas muncul dari adanya kenyataan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara likuiditas dan profibalitas, dan adanya mismatch antara permintaan dan penawaran aset-aset yang likuid. Sementara bank tidak mampu mengontrol sumber-sumber dana (dana pihak ketiga), ia dapat mengontrol penggunaan dari dana-dana tersebut.

Misalnya, posisi likuiditas bank memberikan prioritas pada pengalokasian dana. Dengan asumsi bahwa opportunitycost dari dana-dana yang likuid adalah tetap, maka setelah memiliki likuiditas yang cukup, bank harus melakukan investasi yang dapat mendatangkan keuntungan. Sebagian besar bank yang ada sekarang ini telah membuat cadangan pelindung (protective reserve) di atas cadangan yang telah direncanakan.

Sementara cadangan yang direncanakan merupakan verifikasi dari ketentuan regulator dan hasil perkiraan, jumlah dari cadangan pelindung tergantung pada sikap pihak manajemen terhadap risiko likuiditas.

d. Manajemen Resiko Operasional

Dewan direksi dan senior manajemen harus mengembangkan keseluruhan

kebijakan dan strategi untuk mengelola resiko operasional. Sementara resiko operasional bisa muncul akibat kegagalan faktor manusia, proses, dan teknologi, manajemen atas resiko ini lebih kompleks lagi. Senior manajemen perlu menetapkan standar

mnajemenresiko dan pedoman pelaksanaan yang jelas, yang dapat mereduksi resiko operasional ini.

(9)

Pedoman dan aturan juga harus dirinci dengan jelas. Disamping itu, pihak manajemen juga perlu mengembangkan “katalog resiko operasional” dimana peta dari proses bisnis dari tiap departemen dalam lembaga terinci dengan jelas. Misalnya, proses bisnis yang berhubungan dengan nasabah dan investor perlu disusun. Katalog ini tidak saja dapat mengidentifikasi dan menilai resiko operasional, tetapi juga dapat dipakai sebagai bukti transparansi oleh pihak manajemen dan auditor.

Resiko operasional memang cukup kompleks sehingga sangat sulit untuk mengukurnya. Sebagian besar teknik pengukuran resiko operasional yang ada masih sangat sederhana dan bersifat eksperimental. Namun demikian, bank dapat

mengumpulkan informasi tentang berbagai jenis dari laporan dan rencana yang dipublikasikan dalam lembaga (seperti laporan audit, laporan pengawasan, laporan manajemen, rencana bisnis, rencana operasional, tingkat error, dan lain-lain).

Review secara cermat dan hati-hati atas dokumen-dokumen ini dapat menutup GAP yang merepresentasikan potensi resiko. Data dari laporan-laporan tersebut lebih lanjut dapat dikategorikan menjadi faktor internal dan faktor eksternal dan dikonversi ke dalam kemungkinan kerugian lembaga. Sebagian dari resiko operasional juga dapat terlindungi. Alat untuk menilai, memonitor, dan mengelola resiko di antaranya meliputi review secara berkala, pengujian (stress testing), dan alokasi modal ekonomi dalam jumlah yang tepat.

(10)

3.1 Kesimpulan

Menurut PBI (Peraturan Bank Indonesia) Nomor 11/25/PBI/2009 tantang perubahan atas PBI No.5/8/2003 tentang penerapan manajemen resiko bagi bank umum bahwa penerapan manajemen resiko terdiri dari resiko kredit, resiko pasar, resiko likuiditas, resiko operasional, resiko hukum, resiko kepatuhan, resiko reputasi dan resiko strategik.

Bank Umum Konvensional wajib menerapkan keseluruhan resiko dimaksud

sedangkan Bank Umum Syariah wajib menerapkan paling kurang 4 (empat) jenis resiko tersebut. Penerapan manajemen resiko yang biasa dikelola oleh perbankan syariah antara lain manajemen resiko kredit, manajemen resiko suku bunga, manajemen resiko

likuiditas dan manajemen resiko operasional.

Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Untuk dapat menerapkan proses manajemen risiko, maka pada tahap awal Bank harus secara tepat mengidentifikasi risiko dengan cara mengenal dan memahami seluruh risiko yang sudah ada

Referensi

Dokumen terkait

Jika PERNAH, apakah sosialisasi yang dilakukan Instansi lain tersebut membantu/mempermudah Anda dalam penyusunan dan penetapan dokumen perencanaan?.a. Apakah frekuensi

Company regulations/procedure Increase Attention ITL will prepare the Letter to have the meeting with the Governor No 51 30-Jun James Subdistrict Head (Mr.Donny) wineru Likupang

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kelompok Bank Nagari Wilayah Bukittinggi dan Agam. Dari struktur analisis jalur akan dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat

Anda dapat menampilkan layar yang sama di perangkat Android pada monitor unit dengan menggunakan fungsi Miracast di perangkat

Selain itu, penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Audina (2019) “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Wanita Bekerja sebagai Buruh dalam

Berdasarkan nilai kemiripan Bray-Curtis (Bray- Curtis Similarity) yang dihitung dari data jumlah individu ikan karang (yang telah ditransformasikan ke dalam ben- tuk fourth root

Evaluasi Mengevaluasi respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah tercapai.. Penelaah kritis Sub komite mutu

Profesional diartikan bekerja secara disiplin, kompeten, dan tepat waktu dengan hasil terbaik. Profesionalitas mencerminkan kompetensi dan keahlian. Indikator positif