• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis UUP dan KHI Perspektif Filsafat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis UUP dan KHI Perspektif Filsafat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS UUP NO.1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PERSPEKTIF FILSAFAT KUKUM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK

BY:ATIK RINAWATI, S.Sy Atikrinawati88@gmail.com

A. Pendahuluan

Anak merupakan pilar utama dalam pembangunan suatu bangsa, karena anak merupakan generasi penerus dari orang tuanya. Untuk menumbuh kembangkan anak dengan baik, seseorang anak memerlukan orang yang sanggup untuk mendidiknya dan memberi perlindungan terhadap anak agar anak tetap tumbuh dan berkembang dengan semestinya. Karena itu, betapa besar tanggung jawab kedua orang tuanya dalam membentuk pribadi dan perilaku anak-anaknya sesuai dengan tuntutan yang telah digariskan oleh syariat agama.1

Banyak sekarang terjadi kenakalan remaja di lingkungan hidup kita. Hal ini terjadi disebabkan oleh karena berkurangnya pengawasan yang diberikan oleh pengasuhnya, sehingga menyebabkan anak menjadi korban dari orang dewasa. Tanpa adanya pengawasan yang ketat terhadap anak dan memberikan pendidikan yang baik kepada anak, maka anak akan bergabung dengan komunitas-komunitas yang terlarang dan dengan demikian akan menggelapkan kehidupan anak.

Pemeliharaan Anak (hadhânah) tidak hanya pada hak asuh anak belaka, melainkan juga mendidik anak, dengan memberikan ta’lîm hingga inkâh (menikahkan) ketika sudah dewasa, lalu terputuskan kewajiban orang tua ketika sang anak sudah menikah. Pembahasan tulisan ini, lebih dispesifikasikan pada pembahasan pendidikan anak, sehingga pada pembahasannya lebih pada bagaimana peran orang tua terhadap masa depan pendidikan anak, baik dalam

(2)

bidang pendidikan formal maupun non formal sesuai dengan anjuran yang terdapat dalam hukum keluarga Islam. Termasuk pembahasan secara implementatif dalam filsafat hukum keluarga Islam pada konsep hadhanah.

B. Pengertian Hadhanah Perspektif Fiqh

Pemeliharaan Anak (Hadhanah) berasal dari kata Hidhan artinya Lambung, seperti kata hadhanah ath-Tairu baidahu, artinya burung itu mengempit telur di bawah sayapnya, begitu pula dengan perempuan (ibu) yang mengempit anaknya.2 Hadhanah menurut bahasa “berarti meletakkan sesuatu di

dekat tulang rusuk atau dipangkuan, karena ibu waktu menyusukan anaknya meletakkan anak itu dipangkuannya, seakan-akan ibu saat itu melindungi dan memelihara anaknya sehingga “hadhanah” dijadikan istilah yang maksudnya:”pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.3

Para fuqaha mendefinisikan hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah besar tetapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya, agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan menutur tanggung jawab. Hadhanah berbeda maksudnya dengan pendidikan anak. Dalam hadhanah terkandung pengertian pemeliharaan jasmani dan rohani secara umum yang mencakup pula pengertian pendidikan terhadap anak, tetapi pendidikan anak ini berada di bawah payung hadhanah. Pendidik mungkin terdiri dari keluarga si anak dan mungkin bukan dari keluarga si anak, dan ia merupakan pekerjaan sosial, sedangkan hadhanah dilaksanakan dan dilakukan oleh keluarga si anak, kecuali jika anak tidak

2 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, juz 8 “ter” Muhammad Thalib (Bandung : PT Alma’arif, 1980) hlm 173.

(3)

mempunyai keluargaserta ia bukan professional, dilakukan oleh setiap ibu, serta anggota kerabat yang lain.4 Artinya hadhanah merupakan hak dari hadhin,

sedangkan pendidikan belum tentu merupakan hak dari pendidik baik orang tua atau pihak atau pihak yang dipercaya untuk membantu mengasuh dan mendidik anak.

Selain kewajiban orang tua memelihara, dan menjaganya dengan baik, disini juga sangat krusial mengenai kewajiban orang tua terhadap pengarahan bagi pendidikan anak. Yang dimaksud dengan pendidikan anak adalah kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengajaran yang memungkinkan anak tersebut menjadi manusia yang mempunyai kemampuan dan kecakapan sesuai dengan bawaan bakat anak tersebut yang akan dikembangkan di tengah-tengah masyarakat. Meskipun cakupan hadhanah sangat kompleks yaitu dengan mengawasi, pelayanan mencukupi semua kebutuhannya, pencukupan nafkah anak sampai anak tersebut mencapai batas umur yang sudah beranjak dewasa (baligh) dan mampu untuk berdiri sendiri.5

Sesuai perkembangan zaman yang semula hakim Peradilan Agama merujuk pada kitab-kitab fiqh konvensional, kini sudah mempunyai UU No 1 Tahun 1974.

Hadhanah dalam fiqh konvensional tidak secara komperhensif membahas tentang pendidikan anak oleh karena itu, penulis memberi jabaran-jabaran hadhanah ini sesuai ulama klasik dan Imam madzhab di atas. Hadhanah yang berarti pemeliharaan dan pengasuhan anak termasuk dalam hal menyusui anak bagi seorang ibu adalah menjadi ciri khas dalam pembahasan fiqh konvensional ini. Akan tetapi, paling tidak kategori hadhanah dalam perspektif ini memberikan gambaran bahwa orang tua mempunyai peran dalam hal mengasuh dan membesarkan anak hingga dewasa. Dalam hal ini menurut hemat penulis juga merupakan bentuk pendidikan orang tua bagi anak. Pendidikan di sini bukan berarti hanya dalam bentuk pengajaran, melainkan

4Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata. Islam di Indonesia Studi Kritis Perkemangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 1/1974 Sampai KHI (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm..293

(4)

pemeliharaan, membesarkan dari kandungan hingga lahir adalah merupakan proses pendidikan pertama yang dilakukan orang tua.

C. Landasan Dalil Hadhanah

Firman Allah Swt. Q.S. At-Tahrim Ayat 06:

ةراخحلاو سانلااهدوقو اران مكيلهآو مكسفنآ اوق اونممآ ني ذلا اهي ايي

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (Q.S. At-Tahrim :6)

Pada ayat ini, orang tua diperintahkan Allah Swt. Untuk memelihara keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya itu melaksanakan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan Allah, yang termasuk anggota keluarga dalam ayat ini adalah anak.

Mengasuh anak-anak yang masih kecil hukumnya wajib, sebab mengabaikannya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasaan. Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan urusannya, dan orang yang mendidiknya. Dalam kaitan ini terutama ibulah yang berkewajiban melakukan hadhanah.6

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa hadhânah sebenarnya bermakna pemeliharaan anak, laki-laki maupun perempuan yang masih kecil, atau anak dungu yang tidak dapat membedakan sesuatu dan belum dapat berdiri sendiri, menjaga kepentingan anak, melidungi dari mendidiknya, jasmani dan rohani, serta akalnya, supaya si anak dapat berkembang mengatasi persoalan hidup yang akan dihadapinya. Dalam konteks pendidikan bahwa pemeliharaan yang terbaik dalam memelihara anak adalah pendidikan di masa kanak-kanak yang berada dalam asuhan orang tua. Berbicara landasan

(5)

dalil tentang hadhânah (pendidikan anak) ini sudah sering diungkapkan dalam ayat alQur’an QS. Luqman ayat 12-19. Dalam ayat ini dapat ditelusuri nilai-nilai filosofisnya mengenai pendidikan anak terdapat delapan hal yang sangat penting.

Pertama, mengajarkan untuk bersyukur terhadap nikmat Allah; Kedua, tidak menyekutukan Allah dengan yang lainnya; Ketiga, Berbuat baik (berbakti) kepada kedua orang tua; Keempat, Mempergauli orang tua secara baik (ma’rûf); Kelima, Menyadarkan bahwa setiap perbuatan sekecil apapun akan mendapatkan balasan dari Allah; Keenam, menaati perintah Allah Swt. seperti shalat, amar ma’ruf dan nahi munkar dan sabar dalam menghadapi cobaan; Ketujuh, tidak sombong dan angkuh; Kedelapan, sederhana dalam bersikap dan bertutur kata. Dalam ajaran Islam, hadhânah atau pemeliharaan anak dan pendidikannya menjadi kewajiban bagi kedua orang tuanya. Bahkan dalam hal pendidikan seorang ibu dan ayah wajib mengajarkan menulis, memberi nama yang baik, mengajarinya sopan santun (akhlâqul karîmah) dan seterusnya. Jika semua hal yang sudah disebutkan tersebut dilakukan, maka akan terbentuk keluarga yang sakinah (tenteram), mawaddah (cinta kasih), dan rahmah (penuh kasih sayang) dalam rumah tangga.7

Akan tetapi, yang menjadi problem di sini bagaimana pemeliharaan dan pendidikan anak jika terjadi perceraian. Bila terjadi pemutusan perkawinan akibat perceraian, ibu dan ayah tetap mempunyai kewajiban memelihara dan mendidik anak semata-mata untuk kemaslahatan anak. Dalam hal ini masih kontroversial mengenai pengasuhan anak pasca perceraian, tetapi kalau merujuk pada hadits Nabi, ibu lebih berhak terhadap pengasuhan anak, karena terkait dengan menyusui (radâ’ah) dan seterusnya. Seperti dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud bahwa seorang perempuan mengadu kepada Rasulullah yaitu, “Ya Rasulullah, perutku adalah kantongku, pengakuanku adalah tempat duduknya dan susuku adalah tempat minumnya. Kemudian ayahnya akan memisahkan dariku,” Maka Rasulullah Bersabda

(6)

“Engkau lebih berhak mengasuh anak selama engkau belum menikah dengan laki-laki lain”. Menurut pernyataan Abu Bakar Ash-Shiddiq bahwa ibu lebih cenderung (sabar) kepada anak, lebih halus, lebih pemurah, lebih penyantun, lebih baik dan penyayang, dan bahkan ia lebih berhak atas anaknya.8

Umar bin Syuaib meriwayat kan dari ayahnya, dari neneknya bahwa ada seorang perempuan datang kepada Rasulullah Saw. seraya berkata : “Ya Rasulullah, anak ini telah kukandung di rahimku, telah kususui dengan air susuku. Ayahnya (suamiku) menceraikanku dan menghendaki anak ini dariku”.Rasulullah bersabda kepadanya :

)

مكاحلاودوادوباور ىحكنت مل ام هب قحا تنا

)

“Artinya:

Engkaulah yang lebih berhak untuk mendidik anakmu selama engkau belum menikah dengan orang lain.” (H.R. Abu Dawuddan Hakim).

Betapa banyaknya ayat-ayat al-Qur’an dan hadits yang memerintahkan kita (ibu-bapak) untuk memelihara serta menjaga dan bertanggung jawab dalam memelihara keluarganya.

D. Hadhanah Perspektif Undang-Undang Perkawinan

Selain berbicara Hadhanah tentang pendidikan anak dalam perspektif Al-Qur’an, Hadist dan Fiqh Konvensional, disini akan ditinjau dari UU No 1 Tahun 1974 bahwa menyangkut kewajiban orang tua terhadap anak dimuat dalam bab X mulai pasal 45- 49. Namun sebelumnya UU Perkawinan sampai saat ini secara spesifik belum mengatur tentang penguasaan anak, bahkan di dalam PP No 9 Tahun 1975 juga masih belum merinci secara khusus, sehingga sebelum 1989, para hakim masih menggunakan rujukan pada kitab-kitab fiqh konvensional. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu barulah diberlakukan UU No 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Inpres No 1 Tahun 1999 tentang penyebarluasan KHI (Kompilasi Hukum Islam), sehingga

(7)

masalah hadhanah yang tercakup di dalamnya tentang pemeliharaan dan pendidikan anak, sudah diresmikan menjadi hukum positif di Indonesia. Bahkan Peradilan Agama diberi wewenang untuk memeriksa dan menyelesaikan sesuai dengan bidangnya yang termaktub dalam KHI.9

Sebagaimana yang disinggung dalam Al-Qur’an, hadist Nabi, dan kitab-kitab fiqh konvensional, UU No 1 Tahu n 1974 ini juga mempunyai pasal khusus tentang hadhanah (mencakup pengasuhan dan pendidikan anak). Bahkan, dalam kitab UU no 1 tahun 1974 ini juga membahas mengenai perlindungan anak (hadhanah) ketika terjadi putusnya perkawinan karena perceraian. Siapakah yang berhak dan bahkan wajib memelihara dan mendidik ketika terjadi perselisihan antara suami dan istri. Sebagaimana dalam pasal 41 ayat 1 dikatakan bahwa “Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak Pengadilan memberikan keputusannya.

Menyangkut kewajiban orang tua terhadap anak dimuat dalam Bab X pasal 45-49. Sebagaimana yang dikatakan dalam pasal 45 ayat 1 dan 2 yaitu (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. (2) Kewajiban orang tua yang dimaksud di dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Masalah hadhanah ini juga disinggung dalam pasal 47 ayat (1) yang bernunyi (1) anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya.10

Pada prinsipnya pasal-pasal diatas sudah sangat jelas menyatakan bahwa kepentingan anak adalah segala-galanya. Artinya, semangat UU Perkawinan, termasuk apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan hadist Nabi sangat berpihak kepada kepentingan anak. Akan tetapi, UU Perkawinan ini hanya menyentuh aspek tanggung jawab pemeliharaan dan pendidikan anak yang masih bersifat

(8)

material saja dan kurang memberi penekanan pada aspek pengasuhan non-materialnya, sehingga semangat pengasuhan material dan non material disini yang akan diperjelas dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) terutama dalam hal hadhanah yang menyangkut perlindungan, pengasuhan, dan pendidikan anak.

E. Hadhanah Perspektif Kompilasi Hukum Islam

Undang-undang hadhanah dalam KHI lebih dirinci dan bahkan merupakan pelengkap dari UU No 1/1974 tentang perkawinan yang selama ini kurang komprehensif mneyinggung tentang undang-undang khusus perlindunagan dan pendidikan anak. Dalam hal ini KHI mempunyai pasal-pasal khusus mengenai penggunaan istilah pemeliharaan anak yang dimulai dari Bab XIV pasal 98-106. Dalam pasal ini cukup jelas diterangkan bahwa anak merupakan tanggung jawab dari orang tua. Namun, dalam KHI ini memberikan batasan-batasan bagi hadhanah dan bagaimana kalau terjadi perceraian antara suami dan istri dalam hal pengasuhan dan pendidikan anak.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam pasal 98 ayat 1,2, dan 3 yang berbunyi; (1) batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat secara fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan. (2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan diluar pengadilan (3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu.11 Dan keterangan ini cukup jelas bahwa hadhanah

mempunyai batasan-batasan tertentu.

Kalau terjadi perceraian antara suami dan istri, KHI mengatur tentang kedudukan anak seperti yang tertulis dalam pasal 105 dan 106. Pada pasal 105 misalnya pada poin a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. c. Biaya pemeliharaan ditanggung

(9)

oleh ayah.12 Termasuk menyangkut harta yang dimiliki anak diatur dalam pasal

106, tetapi tidak menjadi pembahasan dalam tema ini. Pada intinya pasal-pasal KHI yang mengatur tentang hadhanah (pengasuhan, pemeliharaan, dan pendidikan anak) ini menegaskan bahwa kewajiban pengasuhan material dan non material merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan KHI pun sangat proporsional dalam mengatur tugas-tugas yang harus diemban oleh kedua orang tua, meskipun sudah bercerai. Anak yang belum mumayyiz (belum umur 12 tahun) tetap diasuh oleh ibunya, sedangkan pembiayaan menjadi tanggung jawab ayahnya. Kalau anak sudah mumayyiz diberi hak untuk memilih ikut ayah atau ibunya. Dalam hal ini pendidikan anak tentunya menjadi kewajiban orang tua, baik dalam kondisi bercerai ataupun tidak, hingga ia dewasa.

Oleh karena itu, di era globalisasi ini hadhanah tentang pendidikan anak yang menjadi kewajiban orang tua akan berdampak terhadap persoalan nilai moral, sosial budaya dan keagamaan yang semakin berkembang dan kompleks seperti di Indonesia.

F. Analisis UUP dan KHI Perspektif Filsafat Hukum tentang Hadhanah

Seorang anak pada permulaan hidupnya sampai umur tertentu memerlukan orang lain dalam kehidupannya, baik dalam pengaturan fisiknya, maupun dalam pembentukan akhlak (moral) dan pendidikannya. Seseorang yang melakukan tugas hadhânah sangat berperan dalam hal tersebut. Oleh karena itu, masalah hadhânah mendapat perhatian khusus dalam hukum keluarga Islam. Apabila kedua orangtuanya tidak dapat atau tidak layak untuk menjalankan tugas itu disebabkan tidak mencukupi syarat-syarat yang diperlukan menurut pandangan Islam, maka hendaklah dicarikan pengasuhan anak yang mencukupi syarat-syaratnya. Untuk kepentingan seorang anak, sikap peduli dari kedua orangtua terhadap masalah hadhânah memang sangat diperlukan. Jika tidak, maka bisa mengakibatkan seorang anak tumbuh tidak

(10)

terpelihara dan tidak terarah seperti yang diharapkan. Dalam hal ini, seorang ayah diwajibkan membayar upah kepada pembantu (pemelihara/pendidik orang lain.13

Pembahasan ini memang sedikit berbeda dengan tema tentang hadhânah pada umumnya, karena di sini lebih dispesifikasikan dalam ranah pendidikan anak (tarbiyatu al-aulâd), sehingga pada pembahasannya lebih pada bagaimana peran orang tua (role of parents) terhadap masa depan pendidikan anak, baik dalam bidang pendidikan formal maupun non formal sesuai dengan anjuran yang terdapat dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi. Pendidikan sendiri secara etimologis mempunyai empat arti; Pertama, pertambahan, perkembangan, dan pemberian makanan yang bergizi; Kedua, pertumbuhan dan perkembangan; Ketiga, perbaikan dan penanganan; Keempat, pemeliharaan anak dengan memberikan makanan yang bergizi dan pengasuhan (pendidikan) dengan sebaik-baiknya sampai akhir masa kanak-kanaknya.14

Bahkan pendidikan dimulai sejak dalam kandungan oleh ibunya, hingga ia melahirkan.

Kata pendidikan (education) berarti pengarahan atau pembentukan pola hidup, adaptasi dengan alam sekitarnya, peradaban, penentuan kehidupan, transfer informasi dan kecakapan, pembentukan motivasi internal untuk menghadapi tantangan eksternal, perkembangan di setiap hal yang ada di masyarakat dan kehidupan, pemurnian tradisi dan peninggalan, penemuan bakat dan persiapan diri anak dengan baik. Secara terminologi, pendidikan anak (child education) berarti proses pembangunan kejiwaan anak secara perlahan sampai batas kesempurnaan manusia.15 Tentunya harus ada

keterlibatan orang tua untuk mengarahkan pendidikan anak. Hadhânah tentang pendidikan anak tentunya mempunyai faedah dan implikasi yang sangat besar terhadap perkembangan kepribadian anak. Oleh karena itu, orang tua menjadi

13 HLM.S.A. Hamdani, Risalah Nikah, (Hukum Perkawinan Islam), terj. Agus Salim, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002),hlm. 322.

14 Hidayatullah Ahmad, Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim, terj. Sari Narulita dan Umron Jayadi, (Jakarta: Fikr Rabbani Grop, 2006), hlm. 18.

(11)

penentu terhadap masa depan pendidikan anak sebagaimana yang sering disinggung dalam Al-Qur’an, hadits, fiqh, UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di dalamnya menyinggung tentang hak dan perlindungan anak, dan juga yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan pelengkap dari UU Perkawinan No. 1 1974. Bahkan dalm KHI menjadi pembahasan tersendiri mengenai hadhânah yang juga di dalamnya mencakup pendidikan anak.

Begitulah Hukum Islam, perhatiannya sangat besar dalam kemaslahatan perkembangan kepribadian anak hingga dewasa. Sebab kepribadian Muslim yang kuat dalam keimanan, kejiwaan, pendidikan maupun akhlaq adalah modal utama anak itu untuk hidup dan berhasil dunia akhirat. Hak anak dalam Islam dirinci al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi saw, fiqh konvensional, Undang-undang Perkawinan, hingga Kompilasi Hukum Islam yang mengatur tentang hadhanah yang didalamnya mencakup perlindungan, pengasuhan, pemeliharaan, dan pendidikan anak. Masa depan pendidikan anak kemudian akan terarah pada pengembangan potensi dan sumber daya manusia secara seimbang dan optimal. Dengan kemampuan mengaktualisasikan potensi ini berarti pendidikan anak telah mampu merealisasikan diri, yakni bersikap sebagai pribadi yang utuh sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai universal dalam hukum Islam.16

(12)

materil dan immateril, hak mendapatkan pendidikan pendidikan yang layak, dan ketika orang tua bercerai, seorang anak mempunyai hak untuk memilih ikut seorang ayah atau ibu sebagaimana yang sudah diatur dalam UU No. 1/1974 dan kemudian dilengkapi dalam KHI Indonesia.

Dalam hal ini adalah nilai-nilai perintah dari hadhânah (pengasuhan dan pendidikan anak) mempunyai hikmah (faedah) tersendiri sebagaimana yang sudah terekam dalam alQur’an kû anfisakum wa ahlîkum nârâ. Ayat ini mempunyai arti yang sangat dalam untuk pendidikan keluarga dan anak. Selain itu, nilai-nilai dari hadhânah (Pendidikan Anak) dapat ditelusuri dalam UU No. 1/1974 dan juga Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga memuat tentang UU perlindungan anak terutama dalam masalah hak pendidikan yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab kedua orang tua.17 Artinya memelihara anak

adalah kewajiban bersama, ibu dan ayah, karena anak memerlukan pemeliharaan, dan asuhan, juga harus dipenuhi kebutuhannya serta harus diawasi (diarahkan) pendidikannya.

G. Kesimpulan

Nilai filosofis atau hikmah dari hadhânah tentang pendidikan anak dalam hukum keluarga Islam ini bahwa hak-hak hadhânah tentang pendidikan anak menjadi kewajiban bagi orang tua. Hak-hak anak dalam hadhânah ia berhak mendapatkan pengasuhan, hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan, mendapatkan hak kebutuhan materil dan immateril, dan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak hingga dewasa, dan ketika oang tua bercerai, seorang anak mempunyai hak untuk memilih ikut seorang ayah atau seorang ibu sebagaimana yang sudah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan kemudian dilengkapi dalam KHI Indonesia termasuk. mengenai batas usia dewasa bagi anak ini sudah di atur dalam UU tersebut.

Secara ringkas dalam makalah ini berbicara mengenai arti nilai filosofis dari hadhânah tentang pendidikan anak mempunyai implikasi besar

(13)

terhadap keluarga. Semua terangkum dalam Al-Qur’an QS. Luqman ayat 12-19, hadits Nabi, fiqh konvensional yang mengatakan bahwa hadhânah (pendidikan anak) merupakan kewajiban kedua orang tua hingga dewasa. Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 juga mengatur tentang hadhânah (pendidikan anak). Kemudian diperjelas lagi dalam KHI yang mempunyai pasal-pasal khusus mengenai penggunaan istilah pemeliharaan anak yang dimulai dari Bab XIV pasal 98-106 sebagai pelengkap dari UU No. I/1974 tentang perkawinan.

Dilihat dari perspektif Filsafat Hukum Islam, Hadhanah yang dirumuskan dalam UUP dan KHI, anak adalah sebagai subyek hukum. Perumusan ini sesuai dengan fungsi hukum yakni sebagai pranata sosial yang mana adanya peraturan tentang hadhanah agar hak-hak anak dapat terpenuhi, sebagai rekayasa sosial yang mana ketika orang tua bercerai anak tetap mendapatkan haknya, serta untuk mewujudkan keadilan sosial yang mana anak mendapat perhatian dalam kemaslahatan perkembangan kepribadian anak hingga dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ensiklopedi Pendidikan Anak Muslim, terj. Sari Narulita dan Umron Jayadi, Jakarta: Fikr Rabbani Grop, 2006

(14)

Ghozali, Abdul Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana,2010

Hamdani, HLM.S.A, Risalah Nikah, Hukum Perkawinan Islam, terj. Agus Salim, Jakarta: Pustaka Amani, 2002.

Nuruddin,Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkemangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 1/1974 Sampai KHI, Jakarta: Prenada Media, 2004

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, juz 8 “ter” Muhammad Thalib, Bandung : PT Alma’arif, 1980

Sohari Sahrani, Tibani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Pers,2013

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, hasil menunjukkan bahwa kepuasan memiliki hubungan yang erat dengan disiplin karyawan, maka seyogyanya dapat menjadi masukan untuk organisasi

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Klementina

Jumlah program studi keahlian yang paling sedikit dibutuhkan terjadi di Jawa Barat, hanya satu yaitu Teknik Plambing dan Sanitasi, terutama yang dibutuhkan untuk pengembangan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, terdapat tujuan untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang telah disebutkan pada rumusan masalah,

Berdasarkan perbaikan konstruksi pola stingray pada hasil jadi dress ukuran medium (M), dengan metode pattern magic maka dapat disim- pulkan bahwa perbaikan konstruksi

1. Terdapat hubungan negatif antara efikasi diri dengan stres mahasiswa Farmasi semester IV Universitas Mulawarman. Hal ini menunjukkan semakin tinggi efikasi diri

Slank adalah salah satu grup band Indonesia yang menciptakan karya musik berdasarkan apa yang sedang terjadi dalam politik, sosial, ekonomi di Indonesia dengan

secara individual dari tiap pertanggungan dan besarnya premi yang belum merupakan pendapatan ditetapkan proporsional dengan jumlah proteksi yang diberikan, selama periode kontrak