• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori Akuntansi Positif (Accounting Positive Theory) - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori Akuntansi Positif (Accounting Positive Theory) - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Teori Akuntansi Positif (Accounting Positive Theory)

Teori akuntansi positif merupakan teori yang berusaha menjelaskan dan memprediksi fenomena tertentu di masa mendatang. Ada tiga hipotesis yang dikemukakan oleh Watss dan Zimmerman (1990) yang mewakili tindakan manajer untuk memilih metode akuntansi, yaitu bonus plan hypotesis, debt

covenant hypotesis, dan political cost hypotesis. Dari ketiga hipotesis

tersebut debt covenant hypotesis dan political cost hypotesis yang berhubungan dengan penelitian ini.

1. Debt Covenant Hypothesis

Debt covenant hypothesis atau juga disebut debt/equity hypothesis

(2)

2. Political Cost Hypohtesis

Political cost hypothesis menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung

menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba dibandingkan perusahaan kecil, karena ukuran perusahaan merupakan sesuatu yang paling diperhatikan dalam hal ini. Hipotesis ini juga memaparkan semakin besar biaya politis yang dihadapi perusahaan maka semakin besar pula keinginan perusahaan untuk menggunakan pilihan akuntansi yang dapat mengurangi laba, sebab perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian yang luas dari konsumen dan media yang nantinya juga akan menarik perhatian pemerintah dan regulator sehingga menyebabkan terjadinya biaya politis, diantaranya muncul intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya polits. Berdasarkan teori ini, manajer lebih memilih untuk menggunakan metode akuntansi yang dapat meminimalkan pendapatan.

2.1.2 Hipotesis Ricardian (Ricardian Hypohtesis)

Lee dan Heish (1985) mengungkapkan, bahwa faktor yang paling mempengaruhi perusahaan adalah peraturan perpajakan, dimana tujuan yang ingin dicapai oleh manajemen adalah memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meminimalkan biaya pajak namun tetap respek terhadap kendala hukum. Hipotesis ini disebut hipotesis pajak atau ricardian

(3)

membuat manajer perlu mempertimbangkan pengaruh pajak saat memutuskan memilih metode penilaian persediaan yang akan digunakan. 2.1.3 Persediaan

2.1.3.1Pengertian Persediaan

Sama halnya dengan persediaan dalam perusahaan dagang, persediaan dalam perusahaan manufaktur juga merupakan aset yang sangat penting, meskipun dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada perusahaan barang konsumsi. Berdasarkan PSAK No.14 (revisi 2008), persediaan adalah aset: a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa; b) dalam proses produksi untuk tersebut; atau c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Persediaan merupakan aset perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual (Kieso dkk, 2011 : 408).

Persediaan terdiri dari barang-barang dagangan yang dimaksudkan untuk diperjualbelikan, serta bahan baku dan bahan pembantu yang dipakai dalam proses produksi dari barang yang akan dijual. Dalam defenisi yang tradisional, persediaan termasuk current

asset karena umumnya dia dapat dikonversikan ke dalam kas dalam

(4)

2.1.3.2 Sistem Pencatatan Persediaan

1. Sistem Pencatatan Persediaan Periodik (Periodik Inventory

System)

Menurut Kieso dkk, (2011:410), “sistem periodik mencatat semua perolehan persediaan selama periode akuntansi dengan mendebit rekening pembelian. Kemudian perusahaan menambahkan total dalam akun pembelian di akhir dari periode akuntansi untuk biaya barang yang tersedia untuk dijual selama periode tersebut”.

Untuk memahami sistem pencatatan persediaan periodik, maka di bawah ini akan diilustrasikan transaksi dari sebuah perusahaan, misalkan PT.Jaya Selalu selama suatu periode tertentu:

Tabel 2.1

Ilustrasi Sistem Pencatatan Persediaan PT.Jaya Selalu

Transaksi Unit Harga per

Unit

Total

Persediaan awal 100 unit Rp 100 Rp 10.000 Pembelian selama periode

tersebut

200 unit 100 20.000

Penjualan selama periode tersebut

250 unit 150 37.500 Persediaan akhir (perhitungan

fisik)

(5)

Ayat jurnal untuk mencatat pembelian dan penjualan untuk sistem periodik sebagai berikut:

Pembelian selama periode tersebut

Pembelian………. Rp 20.000

Utang Usaha……… Rp 20.000

Penjualan selama periode tersebut

Piutang usaha……… Rp 37.500

Penjualan………. Rp 37.500 Untuk kasus dimana barang dagangan secara fisik dikembalikan kepada pemasok disebabkan rusak atau lain hal dan pemasok memberikan potongan pembelian, dimisalkan PT.Jaya Selalu memberikan potongan pembelian sebesar Rp 2.000 maka jurnal untuk mencatat transaksi tersebut dalam sistem pencatatan persediaan periodik sebagai berikut:

Utang Usaha………. Rp 2.000

Retur dan potongan pembelian……. Rp 2.000

2. Sistem Pencatatan Persediaan Perpetual (Perpetual Inventory System)

Sistem persediaan perpetual merupakan sistem pencatan alternatif dari sistem pencatatan periodik, dimana harga jual maupun jenis barang yang terjual dicatat dalam setiap transaksi penjualan.

(6)

persediaan. Yakni, perusahaan mencatat semua pembelian dan penjualan barang secara langsung diakun persediaan pada saat terjadinya”. Meskipun nilai persediaan akhir dapat diketahui tanpa harus melakukan pemeriksaan fisik, namun pemeriksaan fisik tetap dilakukan untuk menyesuaikan antara catatan persediaan dengan pemeriksaan fisik.

Untuk memahami sistem pencatatan persediaan perpetual maka akan diilustrasikan jurnal yang mencatat transaksi, dimana contoh transaksi yang digunakan sama dengan contoh sebelumnya.

Ayat jurnal untuk mencatat pembelian dan penjualan untuk sistem pencatatan perpetual sebagai berikut:

Pembelian selama periode tersebut

Persediaan……… Rp 20.000 Utang Usaha……… Rp 20.000 Penjualan selama periode tersebut

Piutang Usaha………. Rp 37.500

Penjualan……… Rp 37.500

Harga Pokok Penjualan………….. Rp 25.000

Persediaan………. Rp 25.000

(7)

mencatat transaksi tersebut dalam sistem pencatatan persediaan perpetual sebagai berikut:

Utang Usaha……… Rp 2.000 Persediaan……….. Rp 2.000 2.1.3.3 Pemilihan Metode Penilaian Persediaan

Metode yang umun digunakan adalah metode identifikasi khusus (spesific identification), biaya rata-rata (average cost), masuk pertama keluar pertama (first-in, first-out), dan masuk tertakhir keluar pertama (last-in, first-out).

Keempat metode tersebut akan diilustrasikan dengan contoh dari PT.Jaya Selalu, perusahaan ini tidak memiliki persediaan awal pada tahun 2009.

Tabel 2.2 Ilustrasi Transaksi

PT.Jaya Selalu

Jumlah Unit Biaya per Unit Total Biaya Pembelian

1 Januari 200 Rp 100 Rp 20.000

23 April 100 120 12.000

15 Juli 500 110 55.000

6 November 200 130 26.000

Total Pembelian 1.000 Rp 113.000

(8)

1. Metode Identifikasi Khusus (Specific Identification)

Metode identifikasi khusus merupakan metode dimana unit fisik aktual yang dijual diidentifikasi secara khusus dan keseluruhan biaya dicatat sebagai harga pokok penjualan (Stice dkk, 2009:639).

Metode identifikasi khusus sangat menarik jika dilihat dari sudut pandang teoritis, khususnya ketika setiap unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun, ketika persediaan terdiri atas berbagai unsur-unsur yang idientik pada saat yang berlainan dengan harga yang berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi lamban, membebani, dan memakan biaya (Stice dkk, 2009:586).

untuk melihat penggunaan metode penilaian ini diuraikan sebagai berikut.

Tabel 2.3

Ilustrasi Perhitungan Metode Identifikasi PT.Jaya Selalu

Metode Identifikasi Khusus Perhitungan Harga Pokok Penjualan Batch yang di beli pada: Jumlah

unit

Biaya per Unit

Total Biaya

1 Januari 200 Rp100 Rp 20.000

15 Juli 300 110 33.000

Total harga pokok penjualan

500 Rp 53.000

(9)

Juli, sehingga PT. Laris Jaya dapat meminimalkan harga pokok penjualan dalam upaya untuk memaksimalkan laba.

2. Metode Biaya Rata-Rata (Average Cost)

Menurut Stice dkk, (2009:587), “metode biaya rata-rata membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga”.

Apabila metode rata-rata digunakan dalam sistem persediaan perpetual, biaya rata-rata per unit untuk masing-masing barang dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Biaya per unit kemudian digunakan untuk menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya dilakukan dan rata-rata baru dihitung. Teknik perhitungan rata-rata ini dinamakan dengan rata-rata bergerak (moving average). Metode biaya rata-rata dalam sistem periodik biasa disebut dengan metoda rata-rata tertimbang atau weighted average method (Warren dkk, 2006 : 462-466).

Dengan menggunakan data PT.Jaya Selalu, metode biaya rata-rata dapat dihitung sebagai berikut:

(10)

Metode biaya rata-rata dapat dianggap sebagai metode yang realistis dan paralel dengan arus fisik barang. Tidak seperti metode persediaan yang lain, pendekatan biaya rata-rata memberikan nilai yang sama untuk unsur serupa dengan penggunaan yang sama. Metode ini tidak memperbolehkan manipulasi keuntungan. Keterbatasan dari metode ini adalah bahwa nilai persediaan dapat tertinggal secara signifikan terhadap harga dalam periode dimana terdapat kenaikan atau penurunan harga yang cepat (Stice dkk, 2009 : 588).

3. Metode FIFO (First-in, First-out)

Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang yang lebih dahulu masuk adalah barang yang pertama terjual. Perusahaan yang menggunakan metode ini adalah perusahaan yang memproduksi atau menjual barang yang sifatnya cepat berubah atau tidak tahan lama, seperti makanan dan obat-obatan.

(11)

akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian di akhir periode (Stice dkk, 2009 : 588).

Dengan menggunakan data PT.Jaya Selalu, metode FIFO dapat dihitung sebagai berikut:

Tabel 2.4

Ilustrasi Perhitungan Metode FIFO PT.Jaya Selalu

Metode FIFO Batch yang dibeli

pada:

Jumlah Unit Biaya per Unit Total Biaya

1 Januari 200 Rp 100 Rp 2.000

23 April 100 120 12.000

15 Juli 200 110 22.000

Total harga pokok penjualan

500 Rp 36.000

Namun metode FIFO gagal untuk mencocokkan biaya saat ini terhadap pendapatan saat ini pada laporan laba rugi. Perusahaan membebankan biaya yang lama terhadap pendapatan saat ini, yang kemungkinan menyebabkan distorsi antara laba kotor dan laba bersih (Keiso dkk, 2011: 423).

4. Metode LIFO (Last-in First-out)

(12)

dalam mencocokkan biaya persediaan saat ini dengan pendapatan saat ini ( Stice dkk, 2009:589).

Dengan menggunakan data PT. Jaya Selalu, metode LIFO dapat dihitung sebagai berikut.

Tabel 2.5

Ilustrari Perhitungan Metode LIFO PT.Jaya Selalu

Metode LIFO Batch yang dibeli

pada:

Jumlah Unit Biaya per Unit Total Biaya

6 November 200 Rp 130 Rp 26.000

15 Juli 300 110 33.000

Total harga pokok penjualan

500 Rp 59.000

Dari tabel 2.5 di atas dapat dilihat bahwa PT. Jaya Selalu menggunakan harga pokok penjualan dari harga barang yang terakhir dibeli.

Namun, pada penelitian ini hanya menggunakan metode biaya rata-rata dan FIFO, sesuai dengan PSAK No.14 (revisi 2008) dan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008, yang hanya memperbolehkan perusahaan menggunakan metode FIFO dan metode rata-rata. Hal ini sejalan dengan IFRS (International Financial Reporting

Standards) yang tidak memperbolehkan metode LIFO untuk tujuan

pelaporan keuangan disebabkan pernyataan IASB (International

Accounting Standard Board) yang menyatakan bahwa metode LIFO

(13)

Selain tiga metode tersebut terdapat juga penilaian persediaan dengan metode lain selain biaya yaitu penilaian pada mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar (lower of cost or market -LCM) dan penilaian pada nilai realisasi bersih (net realizable).

5. Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga Pasar (Lower of Cost

or Market - LCM)

Metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar adalah metode yang digunakan apabila biaya penggantian persediaan lebih rendah dibandingkan biaya pembeliannya ( Warren dkk, 2006:468).

Dalam menerapkan aturan mana yang lebih rendah antara biaya dan harga pasar, harga persediaan akhir yang ditentukan dengan alokasi biaya yang sesuai akan dibandingkan dengan harga pasar periode akhir (Stice dkk, 2009:603).

(14)

Tabel 2.6

Ilustrasi Perhitungan Metode LCM Komod

Berdasarkan ilustrasi tabel 2.6 di atas dapat dilihat, komoditas A ssebanyak 200 unit merupakan persediaan yang dibeli seharga Rp100 per unit, jika pada saat tersebut dilakukan penggantian maka biayanya akan sebesar Rp 20.000, apabila dapat diganti dengan menggunakan harga pasar per unit Rp 90 biaya penggantian menjadi Rp18.000, biaya ini akan digunakan untuk keperluan penilaian.

6. Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih (Net Realizable)

Nilai realisasi bersih (net realizable) pada umumnya digunakan bila terjadi kemungkinan kerusakan pada barang dagang yang menyebabkan harga pokok harus diturunkan.

Menurut Warren dkk, (2006 : 469), “ nilai realisasi bersih (net

(15)

langsung, seperti komisi penjualan”. Misalkan, PT.Jaya Selalu memiliki barang dagang yang rusak dengan harga pokok Rp 10.000, hanya dapat dijual dengan harga Rp8.500 dan biaya pelepasan langsung sebesar Rp 500, maka persediaan dinilai sebesar Rp 8.000 (Rp 8.500 – Rp500), nilai ini yang merupakan nilai realisasi bersih.

2.1.4 Ukuran Perusahaan

Menurut Lee dan Heish (dalam Taqwa, 2001), “ukuran perusahaan akan mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan. Perusahaan besar akan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menurunkan laba, agar laporan keuangan bisa rata”.

Menurut Watss dan Zimmerman (dalam Marwah, 2012), “perusahaan besar cenderung memilih metode rata-rata karena biaya pajak yang dibayarkan relatif lebih kecil dibandingkan ketika perusahaan menggunakan metode FIFO.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2008, dimana dalam peraturan tersebut menjelaskan empat jenis ukuran perusahaan yaitu:

1. Perusahaan dengan ukuran usaha mikro, memiliki kekayaan kurang dari Rp50.000.000,00 (tidak termasuk tanah dan bangunan); memiliki jumlah penjualan tahunan maksimal Rp300.000.000,00.

(16)

dan bangunan); memiliki hasil penjualan lebih dari Rp300.000.000,00 sampai Rp2.500.000.000,00.

3. Perusahaan dengan usaha ukuran menengah, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 sampai Rp10.000.000.000,00 (tidak termasuk tanah dan bangunan); memiliki hasil penjualan lebih dari Rp2.500.000.000,00 sampai Rp50.000.000.000,00.

4. Perusahaan dengan usaha ukuran besar, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp10.000.000.000,00 (tidak termasuk tanah dan bangunan); memiliki penjualan lebih dari Rp50.000.000.000,00.

2.1.5 Financial Leverage

Metode akuntansi persediaan yang digunakan oleh perusahaan, tergantung oleh tingkat financial leverage perusahaan. Zmijewski dan Hagerman (dalam Taqwa, 2001) menyatakan,”apabila perusahaan mempunyai tingkat financial leverage yang tinggi maka perusahaan akan berusaha memilih metode yang menaikkan laba yaitu metode FIFO”. Pernyataan tersebut memaparkan, perusahaan yang memiliki tingkat

financial leverage tinggi akan cenderung menggunakan metode FIFO dan

sebaliknya perusahaan dengan tingkat financial leverage yang rendah akan menggunakan metode rata-rata.

2.1.6 Likuiditas

(17)

current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiaban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan”.

Menurut Crushing dan Le Clere 1992 (dalam Marwah, 2012) bahwa, “perusahaan yang memiliki rasio lancar yang rendah akan berusaha menaikkan labanya agar dapat menunjukkan kinerja perusahaan yang baik, yaitu dengan metode FIFO, sedangkan perusahaan yang memiliki rasio lancar tinggi biasanya memilih metode rata-rata yang menghasilkan laba yang rendah sehingga dapat menghemat pengeluaran pajak”.

2.1.7 Laba Sebelum Pajak

Laba sebelum pajak adalah laba usaha ditambah dengan pendapatan lain-lain dikurang dengan beban lain-lain sebelum tarif pajak yang berlaku sesuai dengan peraturan perpajakan.

(18)

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan, antara lain:

Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Variabel yang Digunakan

Variabel independen: ukuran perusahaan, struktur kepemilikan,

financial leverage,

variabilitas persediaan, rasio lancar

Variabel dependen: metode persediaan

Ukuran perusahaan dan variabilitas persediaan berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode persediaan. Struktur kepemilikan,

financial leverage, rasio

lancar, tidak berpengaruh signifikan terhadap

(19)

Kasini

financial leverage,

variabilitas persediaan, margin laba kotor

Variabel dependen: pemilihan metode persediaan

ukuran perusahaan,

financial leverage,

variabilitas persediaan dan margin laba kotor

secara signifikan Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2010

Variabel independen: ukuran perusahaan,

leverage, likuiditas,

laba sebelum pajak Variabel dependen:

leverage, likuiditas dan

laba sebelum pajak tidak berpengaruh secara Terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang sesuai dengan PSAK No. 14 (revisi 2008)

Struktur kepemilikan, ukuran perusahaan,

financial leverage,

(20)

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 2.3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dari penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

H1

H2

H3

H4

H5

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Ukuran

Perusahaan (X1)

Financial Leverage

(X2)

Likuiditas

(X3)

Laba Sebelum Pajak (X4)

Metode Penilaian Persediaan

(21)

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, dapat diketahui yang menjadi variabel independen dari penelitian ini adalah ukuran perusahaan, financial

leverage, likuiditas, dan laba sebelum pajak, sedangkan variabel dependennya

adalah metode penilaian persediaan.

Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi keputusan manajemen dalam memilih metode penilaian persediaan. Berdasarkan ricardian hypothesis (Lee dan Heish, 1985) menyatakan bahwa, “manajer perusahaan bertujuan tunggal untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan pajak, namun tetap respek terhadap hukum pajak”. Political cost hypothesis (Watss dan Zimmerman, 1990) menyatakan bahwa, “adanya kecenderungan perusahaan untuk memilih metode akuntansi yang dapat mengurangi laba untuk menghindari besarnya biaya politis, sebab perusahaan yang memiliki laba yang tinggi akan menarik perhatian konsumen dan media”.

Financial leverage dapat mempengaruhi pemilihan metode penilaian

persediaan. Semakin tinggi tingkat financial leverage suatu perusahaan, maka akan cenderung memilih metode yang dapat meningkatkan laba untuk menghindari terjadinya pelanggaran perjanjian utang yang apabila dilanggar dapat menimbulkan utang.

(22)

tingkat likuiditas yang tinggi akan menggunakan metode rata-rata untuk dapat menghemat pajak”.

Laba sebelum pajak dapat mempengaruhi keputusan pemilihan metode persediaan, seperti yang dijelaskan oleh political cost hypothesis, bahwa perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi akan berusaha menggunakan metode yang dapat mengurangi laba, seperti metode rata-rata.

2.3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Proporsi adalah pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai suatu konsep yang dapat menjelaskan atau mengestimasi fenomena. Hipotesis dalam penelitian kuantitatif berfungsi untuk menjelaskan masalah penelitian dan pemecahannya secara rasional, menyatakan variabel-variabel penelitian, sebagai pedoman untuk memilih metode pengujian data, menjadi dasar untuk membuat kesimpulan (Erlina, 2011:41-42).

Mengacu pada perumusan masalah, tinjauan teoritis, dan beberapa penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.

H2 : Financial leverage berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.

(23)

H4 : Laba sebelum pajak berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.

Gambar

Tabel 2.2 Ilustrasi Transaksi
Tabel 2.3 Ilustrasi Perhitungan Metode Identifikasi
Tabel 2.4 Ilustrasi Perhitungan Metode FIFO
Tabel 2.5 Ilustrari Perhitungan Metode LIFO
+4

Referensi

Dokumen terkait

g) fotocopy nomor rekening kas desa (RKD). Lurah Desa mengajukan pencairan ADD kepada Bupati Cq. berdasarkan permohonan dari Lurah Desa tersebut angka 1, Camat mengajukan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Menimbang : bahwa menindaklanjuti Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 121 Tahun 2015 tentang Alokasi Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun

(8) Buku teks pelajaran antropologi sekolah menengah atas (SMA) dan madrasah aliyah (MA), sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri ini,

(4) Pekerjaan yang diajukan untuk mendapatkan poin pekerjaan adalah pekerjaan yang merupakan tugas pokok jabatan yang diatur berdasarkan Hasil Analisis Jabatan di

Dengan selesainya penelitian ini, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang akan dapat memberikan informasi yang dapat dipakai sebagai bagian upaya penting dalam

- Space mean speed: kecepatan rata-rata kendaraan yang melintasi suatu segmen di ruas jalan (waktu tempuh diukur setiap kendaraan yang melintasi segmen jalan dan dihitung

Structured Problem Posing terhadap hasil belajar pada siswa SMKN