BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Usaha Mikro dan Kecil (UMK) 2.1.2 Pengertian dan Karakteristik UMK
Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) :
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut :
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah)
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah)
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
kriteria menengah adalah sebagai berikut :
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah)
UMK juga berperan sangat penting khususnya dari perspektif
pendapat dan pengangguran kemiskinan, dan pembangunan ekonomi pedesaan.
Namun dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan PDB dan sektor
nonmigas, khususnya produk-produk manufaktur dan inovasi derta
pengembangan teknologi, peran UMK di Negara sedang berkembang masih
relatif rendah, dan ini sebenarnya perbedaan yang paling mencolok dengan UMK
di Negara Maju.
2.1.2 Permasalahan UMK
Menurut Hubeis (2009) permasalahan umum yang biasanya terjadi pada
UMK yaitu:
1. Kesulitan Pemasaran
Adapun aspek masalah pemasaran yang dihadapi oleh para pengusaha
usaha kecil seperti tekanan-tekanan persaingan, baik dipasar domestik
dari produk-produk serupa buatan usaha besar, maupun produk impor dan
dipasar ekspor. Kesulitan masalah pemasaran akan bertambah serius
ketika negara mengalami krisis keuangan yang berdampak menjadi
sulitnya para usaha kecil dalam mengakses kredit bank.
2. Keterbatasan Finansial
Dalam kertebatasan finansial terdapat dua masalah utama, yaitu
mobilisasi modal dan akses ke modal kerja investasi, serta finansial
jangka panjang akibat skala ekonomi yang kecil. Modal pengusaha kecil
sering kecil tidak mencukupi untuk kegiatan produksinya, terutama untuk
investasi. Akan tetapi banyaknya kredit perbankan saat ini tidak
sumber-sumber pendanaan dari sektor informal masih tetap dominan didalam
pembiayaan usaha kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara
lain lokasi bank yang jauh dijangkau oleh para pengusaha kecil,
persyaratan kredit yang berat, kurangnya informasi prosedur perkreditan.
Hal lainnya adalah sistem pembukuan yang relatif sederhana dan
cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar, atau
kadangkala pembukuan oleh UKM tidak up to date sehingga sulit untuk
menilai kinerja usahanya dan upaya mendapatkan dana dari pasar modal,
serta persaiangan yang sangat tinggi dan modal yang terbatas.
3. Keterbatasan SDM
Salah satu kendala serius bagi banyak UMK di Indonesia adalah
keterbatasan SDM terutama dalam aspek-aspek entrepreneurship,
manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design,
quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processing, teknik
pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian ini sangat dibutuhkan
untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan
efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan
menembus pasar barang.
4. Masalah Bahan Baku
Keterbatasan bahan baku serta kesulitan dalam memperolehnya dapat
menjadi salah satu kendala yang serius bagi pertumbuhan output ataupun
kelangsungan produksi bagi banyak UMK di Indonesia. Hal ini dapat
berhenti dari usaha dan berpindah profesi ke kegiatan ekonomi lainnya
akibat masalah keterbatasan bahan baku.
5. Keterbatasan Teknologi
UMK di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi yang
tradisional, seperti mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang bersifat
manual. Hal ini membuat produksi menjadi rendah, efisiensi menjadi
kurang maksimal, dan kualitas produk relatif rendah. Salah satu
keterbatasan teknologi ini disebabkan oleh keterbatasan modal investasi
untuk membeli mesin-mesin baru guna menyempurnakan proses
produksi, keterbatasan memperoleh informasi perkembangan teknologi
serta keterbatasan SDM yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru
dan membuat inovasi-inovasi produknya.
6. Managerial Skill
Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk menentukan pola manajemen
yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap pengembangan usahanya,
membuat pengelolaan usaha menjadi terbatas. Dalam hal ini, manajemen
merupakan seni yang dapat digunakan atau diterapkan dalam
penyelenggaraan kegiatan UMK, baik unsur perencanaan, pelaksanaan,
7. Kemitraan
Kemitraan mengacu pada pengertian bekerja sama antara pengusaha
dengan tingkatan yang berbeda yaitu antara pengusaha kecil dan
pengusaha besar. Istilah kemitraan sendiri mengandung arti walaupun
tingkatannya berbeda, hubungan yang terjadi adalah hubungan yang
setara (sebagai mitra kerja).
2.2 Lembaga Perbankan Syariah 2.2.1 Definisi
Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) islam. Menurut undang – undang perbankan syariah
No.12 Tahun 2008, dinyatakan bahwa:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dala bentuk kredit
dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat (pasal 1
angka 1).
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah disebut bank syariah dan menurut jenisnya terdiri
atas bank umum syariah dan bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Pasal 1 angka 7).
Menurut sudarsono (2004 ), Bank syariah adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi di sesuaikan dengan
Menurut machmud (2009), Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya
meninggagalkan masalah riba dengan tantangan penghindaraan bunga yang di
anggap riba.
Bank syariah pertama berdiri di Indonesia sekitar tahun 1992 didasarkan
pada Undang-undang Nomor & tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan
peraturan pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang bank umum berdasarkan
prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum bank umum syariah .
Sebagaimana dijelaskan pada pasal 1 butir 13 Undang-undang, prinsip
syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiataan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prisip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip
sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepimilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa
iqtina).
Ada sejumlah perbedaan yang mendasar antara bank syariah dan bank
konvensional. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, stuktur organisasi, usaha
Tabel 2.1 : Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Sumber : Perbandingan antara bank syariah dan konvensional (Muhammad Syafi’i, 2001)
Mengenai prinsip bagi hasil yang menjadi pembeda antara bank syariah
dan konvensional. Dimana Bank Syariah menggunakan prinsip bagi hasil
sedangkan bank konvensional menggunakan sistem bunga.
No Aspek Bank Syariah Bank Konvensional
1 Akad & Aspek Legalitas
Hukum Islam dan Hukum Politik
Bagi hasil, jual beli, sewa Perangkat bunga
6 Tujuan Profit dan falah oriented Profit oriented
7 Hubungan Nasabah
Tabel 2.2 : Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil
No Bunga Bagi Hasil
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.
Penetuan besarnya rasio nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
2. Besarnya persentase berdasarkan pada besarnya jumlah uang(modal) yang dipinjamkan.
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.
Jumlah pembagian laba meningkat sesuai peningkatan jumlah
pendapatan.
5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk islam.
Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.
Sumber : Ibid ,hal 61 (dalam buku gemala Dewi , 2004)
2.3Lembaga Pembiayaan Syariah 2.3.1 Defenisi
Pelaku bisnis atau para pengusaha dalam menjalankan usahanya
membutuhkan sumber modal. Jika para pengusaha tidak memiliki modal secara
cukup, maka ia akan berhubungan dengan pihak lain, seperti bank, untuk
mendapatkan suntikan dana, dengan melakukan pinjaman dari pihak lain.
Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berbeda dengan kredit yang
pembiayaan tidak dalam bentuk bunga, akan tetapi dalam bentuk lain sesuai
dengan akad – akad yang disediakan oleh bank syariah. Dalam Undang-Undang
Perbankan No.10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, pembiayaan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.
Menurut keputusan Presiden No.61 Tahun 1988 tentang lembaga
pembiayaan Pasal 1 angka 1 lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang
modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Menurut (rivai & arifin, 2009) pembiayaan atau financing, yaitu
pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.
Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan.
Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan
bermanfaat bagi bank syariah, nasabah, pemerintah. Pembiayaan memberikan
hasil yang paling besar di antara penyaluran dana lainnya yang dilakukan oleh
bank syariah. Sebelum menyalurkan dana melalui pembiayaan, bank syariah
perlu melakukan analisis pembiayaan yang mendalam.
Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan
yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya
kepada penerima dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan yang dibberikan
pasti akan terbayar. Penerima pembiayaan mendapat kepercayaan dari pemberi
pembiayaan, sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk mengembalikan
pembiayaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah
diperjanjikan dalam akad pembiayaan.
Di dalam perbankan syariah, pembiayaan yang di berikan kepada pihak
pengguna dana berdasarkan pada prinsip syariah. Aturan yang digunakan yaitu
sesuai dengan hukum islam.
2.3.2 Unsur –Unsur Pembiayaan
Menurut (Ismail,2010 : 107) adapun unsur-unsur pembiayaan adalah sebagai
berikut:
1. Bank Syariah
Merupakan badan usaha yang memberikan pembiayaan kepada pihak lain
2. Mitra Usaha/Partner
Merupakan pihak yang mendapatkan pembiyaan dari bank syariah, atau
pengguna dana yang disalurkan oleh bank syariah.
3. Kepercayaan/ Trust
Bank syariah memberikan kepercayaan kepada pihak yang menerima
pembiayaan bahwa mitra akan memenuhi kewajiban untuk
mengembalikan dana bank syariah sesuai dengan jangka waktu tertentu
yang diperjanjikan. Bank syariah memberikan pembiayaan kepada mitra
usaha sama artinya dengan bank memberikan kepercayaan kepada pihak
penerima pembiayaan, bahwa pihak penerima pembiayaan akan
memenuhi kewajibannya.
4. Akad
Akad merupakan suatu kontrak perjanjian atau kesepakan yang dilakukan
antara bank syariah dengan pihak nasabah/mitra.
5. Risiko
Setiap dana yang disalurkan atau dinvestasikan oleh bank syariah selalu
mengandung resiko tidak kembalinya dana. Risiko pembiayaan
merupakan kemungkinan kerugian yang akan timbul karena dana yang
disalurkan tidak dapat kembali.
6. Jangka waktu
Merupakan periode jangka waktu yang diberikan kepada nasabah untuk
membayar kembali pembiayaan yang telah diberikan oleh bank syariah.
dan jangka panjang. Jangka pendek adalah jangka waktu pembayaran
kembali pembiayaan hingga 1 tahun. Jangka menengah adalah jangka
waktu yang diperlukan dalam melakukan pembayaran kembali antara 1
hingga 3 tahun. Jangka panjang adalah jangka waktu pembayaran kembali
pembiayaan lebih dari 3 tahun.
7. Balas Jasa
Sebagai balas jasa atas dana yang disalurkan oleh bank syariah, maka
nasabah membayar sejumlah tertentu sesuai dengan akad yang telah
disepakati antara bank dan nasabah.
2.3.3 Fungsi pembiayaan
Menurut (rivai & arifin, 2009) pembiayaan secara umum memiliki fungsi untuk:
1. Meningkatkan daya guna uang
Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan
dan deposito. Uang tersebut dalam persentase tertentu di tingkatkan
kegunaanya oleh bank guna suatu usaha peningkatan produktivitas. Para
pengusaha menikmati pembiayaan dari bank untuk
memperluas/memperbesar usahanya baik untuk peningkatan produksi,
perdagangan, maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun memulai
usaha baru.
a. Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat mengubah bahan
mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan menjadi
meningkat, misalnya peningkatan utility dari benang menjadi tekstil.
b. Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat memindahkan barang dari
satu tempat yang kegunaannya kurang ketempat yang lebih bermanfaat.
3. Meningkatkan perederan uang
Pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening koran pengusaha
penciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek,
wesel dan sebagainya. Melalui pembiyaan, peredaran uang kartal maupun
giral akan lebih berkembang karna pembiayaan menciptakan suatu
kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik.
4. Menimbulkan kegairahan usaha
Bantuan pembiayaan yang diterima pengusaha dari bank inilah yang
kemudian digunakan untuk memperbesar volume usaha dan
produktivitasnya. Secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa
setiap usaha untuk peningkatan produktivitas masyarakat tidak perlu
khawatir kekukurangan modal karena masalahnya dapt diatasi oleh bank
dengan pembiayaannya.
5. Stabilitas ekonomi
Dalam ekonomi yang kurang sehat langkah-langkah stabilisasi pada
dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain :
a.Pengendalian inflasi
c. Rehabilitasi prasarana
d. Pemenuhan kebutuhan-kebituhan pokok rakyat
6. Sebagai jembatan untuk meningkatan pendatan nasional
Para pengusaha yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk
meningkatkan usahanya. Peningkatan usaha berarti peningkatan profit.
Bila keuntungan ini dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan lagi
ke modal maka peningkatan akan berlangsung terus menerus. Apabila
rata-rata pengusaha pemilik tanah, pemilik modal dan buruh/karyawan
mengalami peningkatan pendapatan maka pendapatan negara via pajak
akan bertambah, penghasilan devisa bertambah dan penggunaan devisa
untuk urusan konsumsi berkurang sehingga langsung atau tidak, melalui
pembiayaan pendatan nasional akan bertambah.
2.3.4 Jenis – Jenis Pembiayaan
Menurut (Ismail, 2010 : 113) pembiayaan bank syariah dibedakan
menjadi beberapa jenis antar lain :
1. Pembiayaan dilihat dari tujuan penggunaan
a. Pembiayaan Investasi
Diberikan oleh bank syariah kepada nasabah untukkpengadaan
barang- barang modal (aset tetap) yang mempunyai nilai ekonomis
lebih dari satu tahun. Secara umum, pembiayaan investasi ini
modernisasi mesin dan peralatan, pembelian alat angkutan yang
digunakan untuk kelancaran usaha. Pembiayaan incvestasi umumnya
diberikan dalam nominal besar serta jangka panjang dan menengah.
b. Pembiayaan modal kerja
Digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya
habis dalam satu siklus usaha. Pembiayaan modal kerja biasanya
diberikan jangka pendek yaitu paling lama satu tahun. Kebutuhan
yang dapat dibiayai dengan menggunakan pembiayaan modal kerja
antara lain kebutuhan banhan baku, biaya upah, pembelian barang –
barang dagangan, dan kebutuhan dana lain yang sifat hanya digunakan
selama satu tahun, serta kebutuhan dana yang diperlukan untuk
menutupi hutang perusahan.
c. Pembiyaan Komsumsi
Diberikan kepada nasabah untuk membeli berang-barang untuk
keperluan pribadi dan tidak untuk keprluan usaha.
2. Pembiyaan Dilhat dari Jangka Waktunya
a. Pembiayaan jangka pendek
Pembiyaan yang diberikan dengan jangka waktu maksimal satu tahun.
Pembiayaan jangka pendek yang biasanya diberikan oleh bank syariah
untuk membiayaai modal kerja perusahaan yang mempunyai siklus
usaha dalam satu tahun, dan pengembaliannya disesuaikan dengan
kemampuan nasabah.
Diberikan dengan jangka waktu antara satu tahun hingga tiga tahun.
Pembiayaan ini dapat diberikan dalam bentuk pembiayaan modal
kerja, investasi, dan komsumsi.
c. Pembiayaaan Jangka Panjang
Pembiayaan yang jangka waktunya lebih dari dari tiga tahun.
Pembiayaan ini pada umumnya diberikan dalam bentuk pembiayaan
investasi, misalnya untuk pembelian gedung, pembangunan proyek,
pengadaan mesin dan peralatan yang nominalnya besar serta
pembiayaan konsumsi yang nilainya besar, misalnya pembiayaan
dalam pembelian rumah.
3. Pembiayaan Dilihat Dari Sektor usaha
a. Sektor Industri
Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang bergerak dalam
sektor industri, yaitu sektor usaha yang mengubah bentuk dari bahan
baku menjadi barang jadi atau mengubah suatu barang menjadi barang
lain yang memiliki faedah lebih tinggi. Beberapa contoh sektor
industri antara lain: industri elektronik, pertambangan, dan kimia,
tekstil.
b. Sektor Perdagangan
Pembiayaan ini diberikan kepada usaha yang bergerak dalam bidang
perdagangan, baik perdagangan keci, menengah dan besar.
nasabah dalam usaha perdagangan, misalnya untuk memperbesar
jumlah penjualan atau memperbesar pasar.
c. Sektor Pertanian, Perternakan, Perikanan, dan Perkebunan
Pembiayaan ini diberikan dalam rangka meningkatkan hasil disektor
pertaniaan, perkebunan, dan perternakan, serta perikanan.
d. Sektor jasa
Beberapa sektor jasa sebagaimana tersebut dibawah ini yang dapat
diberikan pembiayaan oleh bank antara lain :
1. Jasa Pendidikan
Pada kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, jasa pendidikan
merupakan jasa yang menarik bagi bank, karena jenis usaha ini mudah
diestimasikan pendapatannya.
2. Jasa Rumah Sakit
Bank dapat memberikan pembiayaan kepada rumah sakit apabila
angunan yang diberikan tidak memiliki banyak resiko, sehingga
apabila terjadi masalah, maka bank dapat menjual anggunan ini
sebagai sumber pelunasan hutang.
3. Jasa Angkutan
Pembiayaan yang diberikan untuk sektor angkutan, misalnya
udara termasuk didalamnya adalah pembiayaan yang diberikan untuk
biro perjalanan, pergudangan, komunikasi, dan lainnya.
4. Jasa lainnya
Pembiyaaan yang diberikan kepada jasa lainnya, misalnya
pembiayaan untuk profesi, pengacara, dokter, insiyur, dan angkutan.
e. Sektor Perumahan
Bank syariah memberikan pembiayaan kepada mitra usaha yang
bergerak dibidang pembangunan perumahan. Pada umumnya
diberikan dalam bentuk pembiayaan kontruksi, yaitu pembiayaan
untuk pembangunan perumahan. Cara pembayaran kembali yaitu
dipotong dari rumah yang telah terjual.
4. Pembiayaan Dilihat dari Segi Jaminan
1. Pembiayaan dengan Jaminan
Pembiayaan dengan jaminan merupakan jenis pembiayaan yang
didukung dengan jaminan (agunan) yang cukup. Aguanan atau
jaminan dapat digolongkan menjadi jaminan perorangan, benda
berwujud, dan benda tidak berwujud.
a. Jaminan Perorangan
Jaminan perorangan merupakan jenis pembiayaan yang didukung
dengan jaminan seorang (personal securities) atau badan sebagai
pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung jawab apabila
terjadi wanprestasi dari pihak nasabah. Dalam hal nasabah tidak
pembayarannya dijamin oleh pihak penjamin. Penjamin
berkewajiban untuk melakukan pelunasannya.
b. Jaminan Benda Berwujud
Merupakan jaminan kebendaan yang terdiri dari dari barang
bergerak maupu tidak bergerak, misalnya kendaraan bermotor,
mesin dan peralatan, inventaris kantor, dan barang dagangan.
Jaminan yang bersifat barang tidak bergerak antara lain, tanah dan
gedung yang berdiri diatas tanah atau sebidang tanah tanpa
gedung.
c. Jaminan Benda Tidak Berwujud
Beberapa jenis jaminan yang dapat diterima adalah jaminan benda
tidak beruwujud. Jaminan benda tidak beruwujd antara lain,
promes, obligasi, saham, dan surat berharga lainnya.
Barang-barang tidak beruwujud dapat diikat dengan cara
memindahtanganan.
2. Pembiayaan Tanpa Jaminan
Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah tanpa didukung adanya
jaminan. Pembiayaan ini diberikan oleh bank syariah atas dasar
kepercayaan. Pembiayaan tanpa jaminan ini risikonya tinggi karena
tidak ada pengaman yang dimiliki oleh bank syariah apabila nasabah
wanprestasi. Dalam hal nasabah tidak mampu membayar dan macet,
pembiayaan. Bank tidak memiliki sumber pelunasan kedua karena
bank tidak memiliki jaminan yang dapat dijual.
5. Pembiayaan Dilihat dari Jumlahnya
a. Pembiyaan Retail
Merupakan pembiayaan yang diberikan kepada individu atau
pengusaha dengan usaha skala kecil. Jumlah pembiayaan yang dapat
diberikan hingga Rp 350.000.000,-. Pembiayaan ini dapat diberikan
dengan tujuan konsumsi, investasi kecil, dan pembiayaan modal kerja.
b. Pembiayaan Menengah
Pembiayaan yang diberikan kepada pengusaha pada level menengah,
dengan batasan antara Rp 350.000.000,- hingga Rp 5.000.000.000,-.
c. Pembiayaan Korporasi
Merupakan pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dengan
jumlah nominal yang besar (korporasi). Misalnya, jumlah pembiayaan
lebih dari Rp 5.000.000.000,- dikelompokkan dalam pembiayaan
korporasi. Dalam praktiknya, setiap bank mengelompokkan
pembiayaan korporasi sesuai dengan skala bank masing-masing,
sehingga tidak ada ukuran yang jelas tentang batasan minimal
pembiayaan korporasi.
2.3.5 Syarat Administrasi
Seperti juga dalam perbankan konvensional, perbankan syariah
menetapkan syarat-syarat umum untuk sebuah pembiayaan, seperti hal-hal
1. Surat permohonan tertulis dengan dilampiri proposal yang memuat antara
lain gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian dan
rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu
penggunaan dana.
2. Legalitas usaha, seperti identitas diri, akta pendirian, surat izin umum
perusahaan, dan tanda daftar perusahaan.
3. Laporan keuangan, seperti neraca dan laporan rugi laba, data persediaan
terakhir, data penjualan dan fotokopi rekening bank.
2.4 Penelitian Terdahulu
(Rizki Tri Anugrah Bhakti1, Mochammad Bakri2, Siti Hamidah, 2013)
dalam penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) melalui Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil oleh
Lembaga Keuangan Syariah”. Dari hasil penelitian, didapat bahwa kecilnya porsi
pembiayaan oleh lembaga keuangan syariah dengan prinsip bagi hasil karena
dihadapkan pada beberapa faktor. faktor-faktor penghambat tersebut tersebut
antara lain: Pertama, hukum atau peraturan itu sendiri (substansi hukum), antara
lain pelaksanaan prinsip kehati-hatian (prudential principle) yang diberlakukan
perbankan. Kedua, mentalitas petugas yang menegakkan (struktur hukum) yaitu
membuka peluang untuk bank membuat suatu self regulatory banking, yang
berisi tentang ketentuan intern bank dalam menjalankan usahanya, walaupun
tetap tidak diperbolehkan menyalahi ketentuan yang telah ditetapkan Bank
Indonesia. Ketiga, fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan
bagi pihak bank. Keempat, kesadaran hukum dan budaya masyarakat (budaya
hukum), yaitu bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kurang
menyadari pentingnya menjadi unit usaha yang bankable. Faktor-faktor
penghambat diatas sebenarnya dapat diatasi dengan mengupayakan beberapa hal,
antara lain: pertama, perbaikan peraturan perbankan yaitu perlu disesuaikan agar
bank dapat tetap dalam kondisi kesehatan yang baik dengan menerapkan prinsip
kehati-hatian, namun tetap memperhatikan kondisi nasabah yang tidak selalu
sama. Kedua, bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang terkendala
dengan jaminan, maka dapat menjadi anggota pada suatu koperasi primer. Ketiga,
peningkatan kualitas dan kuantitas Sumber Daya Insani perbankan syariah.
Keempat, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai budaya kejujuran dan
produk pembiayaan bank syariah.
(Amir Mu’alli, 2004) dalam penelitian yang berjudul “Praktek
Pembiayaan Bank Syariah dan Problematikanya”. Dari hasil penelitian, didapat
bahwa alasan seseorang memilih bank syariah adalah alasan emosional dan
ideologis. Bukan alasan yang memberi solusi pada nasabah, yang membantu
nasabah dalam menyelesaikan problem-problemnya secara lebih baik, memberi
perbaikan pada kondisi ekonomi masyarakat lemah dan pada tujuannya.
Keberadaan Bank syariah khususnya di Indonesia baru di pendang sebagai
penyelamatan diri secara emosional dan ideologis, bukan solusi dari problem
ekonomi, bahkan secara makro penyelamatan eksistensial yang menyelamatkan
kemanusian dari kekuatan kapital yang merongrong eksistensi kemanusian yang
2.5 Kerangka konseptual
Setiap pengusaha UMK pasti menginginkan permohonan pengajuan
pembiayaannya diterima. Seperti juga dalam perbankan konvensional, perbankan
syariah juga menetapkan beberapa syarat-syarat umum. Permohonan pembiayaan
pengusaha UMK dapat dipengaruhi oleh beberapa variable, yaitu : jenis usaha,
jumlah pinjaman, pendapatan, modal. Hal tersebut merupakan potensi dan kedala
bagi para pengusaha UMK dalam mengakses pembiayaan di perbankan syariah.
Dari uraian di atas dapat dihasilkan kerangka konseptual. Kerangka konseptual
tersebut menggambarkan adanya beberapa persyaratan untuk para pengusaha
UMK dalam mengakses pembiayaan di perbankan syariah. Kerangka konseptual
teoritis di tampilkan sebagai berikut :