• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disfungsi Frekuensi Milik Publik & Tingkat Pengetahuan Siswa (Studi Deskriptif Kuantitatif Tingkat Pengetahuan Siswa Terhadap Disfungsi Frekuensi Pada Tayangan “Kamulah Takdirku” di SMA Swasta Taman Siswa, Kota Tebing Tinggi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Disfungsi Frekuensi Milik Publik & Tingkat Pengetahuan Siswa (Studi Deskriptif Kuantitatif Tingkat Pengetahuan Siswa Terhadap Disfungsi Frekuensi Pada Tayangan “Kamulah Takdirku” di SMA Swasta Taman Siswa, Kota Tebing Tinggi)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan bagi peneliti, mahasiswa, serta masyarakat luas mengenai frekuensi sebagai ruang publik.

3. Manfaat penelitian secara praktis, yaitu:

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan dan

masukan bagi masyarakat agar memahami frekuensi sebagai ruang publik.

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori

Dalam suatu penelitian teori memiliki peran sebagai pendorong pemecahan masalah. Setiap penelitian sosial memerlukan teori, karena salah satu unsur yang paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995: 37). Adapun teori yang relevan untuk penelitian ini yaitu Komunikasi, Komunikasi Massa, Televisi, Frekuensi, Tayangan dan Ruang Publik.

2.1.1 Komunikasi

Secara epistemologi istilah kata komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin yakni communication dari sumber kata communis yang berarti “sama”. Sama dalam arti kata ini bias di interpretasikan dengan pemaknaannya adalah sama makna. Jadi secara sederhana dalam proses komunikasi yang terjadi adalah bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut. Sedangkan menurut Berelson dan Steiner (1964) komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi. Keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain. . (Amir, dkk, 2010:1)

(2)

komunikasi informatif, persuasive, koersif, instruktif, dan hubungan manusia. (Mufid, 2012: 84)

Dengan demikian maka, komunikasi mendapatkan penekanan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Dan perbedaan tersebut umumnya dilatarbelakangi oleh perspektif para ahli yang mendefenisikannya.

2.1.2 Komunikasi Massa 2.1.2.1 Definisi Komunikasi Massa

Secara umum Komunikasi Massa ialah komunikasi melalui media massa (media cetak dan media elektronik), seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, buku serta film. Media massa dapat dikatakan sebagai penyalur dalam menyampaikan pesan berupa informasi ataupun berita kepada khalayaknya secara cepat dan serempak.

Saat terbangun dari tidur hal yang pertama kali kita lakukan biasanya adalah mengecek handphone, mengecek kotak pesan, membuka media sosial, ataupun membuka portal berita. Saat diperjalanan menuju tempat beraktivitas, maka kita akan menghidupkan radio. Ini hanya sedikit contoh dari sekian banyak waktu yang kita gunakan untuk menggunakan media massa.

Secara sederhana, Bittner dalam Ardianto & Komala (2004:3), mengungkapkan defenisi komunikasi massa adalah suatu proses dalam mengkomunikasikan pesan melalui media massa yang melibatkan banyak komunikan dan tersebar dalam wilayah yang luas, karena memiliki perhatian dan minat terhadap isu yang sama. Secara terperinci, Gerbner mengemukakan defenisi komunikasi massa, yaitu komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berlangsung secara berkesinambungan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri (mass communication is the technologically and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continuous flow of messages in industrial societies).

(3)

komunikator. Namun, dalam komunikasi massa, komunikator cenderung sulit untuk mengetahui umpan balik dengan segera karena umpan balik relatif tidak ada. Untuk mengetahuinya, biasanya komunikator (lembaga maupun bentuk organisasi lainnya) melakukan survei atau penelitian.

Berdasarkan pada definisi komunikasi massa yang sudah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah suatu proses komunikasi yang menggunakan media massa modern (media cetak dan media elektronik) dalam menyebarkan informasi yang ditujukan pada khalayak yang heterogen dan anonim sehingga pesan dapat diterima secara serentak.

Sepanjang hari, rata-rata setiap orang menghabiskan waktu lebih banyak dengan media daripada tanpa media. Beberapa bentuk media massa menyentuh anda setiap hari secara ekonomis, sosial, dan budaya. Media massa dapat memengaruhi cara anda menggunakan suara dan cara anda membelanjakan uang. Terkadang, media massa memengaruhi apa yang anda makan, bicarakan, kerjakan, pelajari dan beristirahat (Biagi, 2010:5).

2.1.2.2 Ciri-Ciri Komunikasi Massa

Melalui definisi-definisi komunikasi massa tersebut, dapat diketahui ciri-ciri komunikasi massa. Menurut Effendy setidaknya terdapat lima ciri-ciri dari komunikasi massa (Fajar, 2009: 226) adalah:

1) Komunikasi massa berlangsung satu arah

2) Komunikator pada komunikasi massa melembaga 3) Pesan pada komunikasi massa bersifat umum 4) Media massa menimbulkan keserempakan 5) Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen

(4)

Misalnya, pada tayangan live “Kamulah Takdirku”. Khalayak yang tidak menyukai tayangan ini ataupun penonton yang ingin memberikan tanggapan mengenai tayangan ini harus berbicara kepada lembaga yang terkait maupun setelah tayangan ini selesai berlangsung.

Komunikasi pada komunikasi massa melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks karena media massa sebagai saluran komunikasi. Peranannya dalam proses komunikasi ditunjang oleh orang lain, bukan individual. Misalnya, tulisan seorang penulis dalam sebuah majalah ternama, tentunya didukung oleh redaktur pelaksana, korektor dan yang lainnya supaya tulisan tersebut dapat dimuat dan dibaca oleh khalayak. Maka dari itu komunikator pada komunikasi massa disebut juga komunikator kolektif (collective communicator) karena tersebarnya pesan yang berupa informasi merupakan hasil kerja sama sejumlah kerabat kerja.

Pesan komunikasi massa bersifat umum (berupa fakta, peristiwa atau opini), karena disebarkan melalui media massa yang ditujukan kepada semua orang dan mengenai kepentingan umum. Sebagai contoh, stasiun televisi seperti Trans TV membuat program “Janji Suci” yang berisi kegiatan sehari-hari Nagita Slavina dan Raffi Ahmad setelah menjadi pasangan suami istri.

Media massa dalam menyampaikan pesannya kepada khalayak mengandung ciri keserempakan (simultaneity), yakni disebarkan secara bersama-sama dalam jumlah besar dan jarak jauh. Misalnya acara situasi komedi “Tetangga Masa Gitu” yang ditayangkan oleh stasiun televisi NET pada setiap hari pukul 19.00–19.30 WIB, ditonton oleh jutaan pemirsa. Maka secara serempak pada waktu yang sama menonton acara tersebut selama 30 menit, namun mereka berada di berbagai tempat yang berbeda di seluruh Indonesia.

(5)

Pengelompokkan tersebut dilakukan oleh berbagai media massa dengan membuat acara tertentu, seperti acara kartun “Si Unyil” yang ditayangkan oleh Trans7 ditujukan secara khusus untuk anak-anak.

2.1.2.3 Fungsi Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan komunikasi dalam media modern sebagai penyalurnya memberikan pengaruh yang kuat terhadap khalayaknya. Fungsi komunikasi massa menurut Dominick dalam Ardianto&Komala (2004: 16) ialah sebagai berikut:

a. Surveilance (Pengawasan)

Pengawasan mengacu pada peranan berita dari media massa. Fungsi pengawasan meliputi pengawasan peringatan (warning or beware surveillance) dan pengawasan instrumental (instrumental surveillance). Fungsi pengawasan peringatan terjadi apabila media menyampaikan informasi kepada kita mengenai ancaman. Misalnya mengenai ancaman dari angin topan, meletusnya gunung berapi, kondisi efek yang memprihatinkan, atau adanya serangan militer.

Sedangkan fungsi pengawasan instrumental merupakan penyebaran informasi yang memiliki kegunaan dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya berita tentang film yang sedang tayang di bioskop, peningkatan atau penurunan harga saham di bursa efek, ide tentang fashion dan sebagainya.

b. Interpretation (Penafsiran)

Media massa memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting dimana industri media memutuskan kejadian atau peristiwa tersebut untuk ditayangkan. Tujuan penafsiran media ingin mengajak para pembaca ataupun pemirsa untuk memperluas wawasan dan membahasnya dalam komunikasi antarpersonal atau komunikasi kelompok.

c. Linkage (Pertalian)

Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.

d. Transmission of values (Penyebaran Nilai-Nilai)

(6)

berpikir bahwa metode kekerasan adalah wajar dalam memecahkan persoalan hidup.

e. Entertainment (Hiburan)

Fungsi media massa sebagai fungsi menghibur adalah untuk mengurangi rasa kejenuhan ataupun mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan melihat tayangan di televisi atau membaca berita-berita sehingga dapat membuat pikiran khalayak menjadi kembali segar.

Dari keseluruhan fungsi tersebut, fungsi komunikasi massa ditentukan dalam penggunaannya di media massa. Bagaimana media massa memberikan pengaruh yang baik kepada khalayak untuk dapat menerima pesannya (berupa data, fakta, informasi, berita maupun yang lainnya) sehingga komunikasi massa dapat berlaku sebagaimana yang diharapkan oleh khalayak, sesuai dengan kebutuhan informasi dari masing-masing individu maupun kelompok.

Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran pendidikan dan saluran hiburan, namun kenyataannya media massa memberi efek lain diluar fungsinya itu. Efek media massa tidak saja memengaruhi sikap seseorang namun dapat pula memengarui perilaku, bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat memengaruhi system-sistem sosial maupun system budaya masyarakat (Bungin, 2008: 317).

2.1.3 Televisi

2.1.3.1 Pengertian Televisi

(7)

Dalam kaitannya dengan komunikasi massa, televisi menjadi media massa yang paling banyak dimiliki dan diminati oleh masyarakat dibanding dengan dengan media massa lainnya. Siaran televisi menjadi lebih komunikatif dalam menyampaikan pesan, dengan audio visual yang dimilikinya. Maka dari itulah, televisi sangat berguna dalam upaya pembentukan sikap, perilaku dan perubahan pola pikir (Effendy, 2005: 21). Sifat televisi yang audio visual mengharuskan semua acara di televisi dilengkapi dengan gambar, baik gambar diam berupa foto, gambar peta atau wilayah maupun film berita yakni rekaman peristiwa dalam topik berita yang disiarkan untuk mempunyai keyakinan akan kebenaran berita.

Istilah televisi berasal dari kata “tele” yang berarti jauh, dan “visi / vision” yang berarti penglihatan (Effendy, 2003: 174). Apa yang dilihat oleh para penonton merupakan siaran gambar-gambar dan juga suara yang dipancarkan oleh pemancar televisi. Begitu juga dengan sifatnya yang langsung, tidak mengenal jarak, dan memiliki daya tarik yang kuat pada televisi membuat para penonton menjadi lebih suka dan mudah dalam mencari dan menerima berbagai informasi yang disampaikan oleh televisi karena prosesnya yang tidak rumit.

2.1.3.2 Televisi di Indonesia

(8)

Penonton televisi siaran di Indonesia bisa dikatakan juga terus bertambah. Sejak tahun 1980-an, jumlah pesawat TV bertambah enam kali lipat, bandingkan dengan radio yang bertambah hanya tiga kali lipat. Data Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa sejak tahun 1980-an, lebih banyak orang Indonesia yang menyaksikan televisi secara rutin dibanding membaca Koran, majalah ataupun mendengar radio. (Ks, Usman. 2009)

2.1.3.3 Fungsi Televisi

Televisi melakukan berpikir dalam gambar, yakni mengenai visualisasi (penerjemahan kata-kata terhadap suatu objek sehingga mengandung suatu makna) dan penggambaran (kegiatan merangkai gambar-gambar individual sehingga mengandung makna tertentu). Untuk dapat melakukan fungsinya, maka pengoperasian dalam televisi melibatkan banyak orang sehingga lebih kompleks. Berikut fungsi televisi bagi masyarakat (Ardianto dan Komala, 2004: 128), yaitu:

a) Sebagai media informasi b) Sebagai media pendidikan c) Sebagai media menghibur d) Sebagai media membujuk

Televisi sebagai media informasi ialah untuk menyiarkan berita bagi pendengar atau pemirsa sesuai dengan kepentingannya. Televisi sebagai media pendidikan dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat luas melalui penayangannya tentang sesuatu hal yang belum dan ingin diketahui, sehingga menambah pengetahuan mengenai hal yang baru dan sebagai kontrol sosial masyarakat terhadap fenomena yang sedang terjadi di masyarakat. Tentu saja masyarakat diharapkan untuk berpikir kritis serta menyaring hal-hal demi kemajuan manusia.

Televisi sebagai media pendidikan ialah untuk menayangkan berita yang sifatnya mencerdaskan, memberi sudut pandang berbeda. Yang menjadikan seorang penontonnya kaya akan informasi dan hal-hal baru untuk kemudian dipelajari dan di aplikasikan pada kehidupannya sehari-hari.

(9)

Tetapi bukan itu saja, dalam kejadian ataupun peristiwa yang ditayangkan di televisi dapat membangkitkan sikap-sikap tertentu. Misalnya terdapat berita bencana alam, hal ini dapat menggugah hati pemirsa untuk ikut membantu para korban dengan cara-cara tertentu.

Televisi sebagai media menghibur, selalu menghadirkan berbagai macam hiburan, seperti acara konser musik, acara komedi, ataupun acara lainnya yang tentu saja menghibur.

Siaran televisi sesuai dengan sifatnya yang dapat diikuti secara audio dan visual (suara dan gambar) secara bersamaan oleh semua lapisan masyarakat, maka siaran televisi tidak dapat memuaskan semua lapisan masyarakat. Siaran televisi dapat membuat kagum dan memukau sebagian penontonnya, tetapi sebaliknya siaran televisi dapat membuat jengkel dan rasa tidak puas bagi penonton lainnya. Suatu program mungkin disukai oleh masyarakat terdidik, namun program itu akan ditinggalkan oleh kelompok masyarakat lainnya. (Morissan, 2008: 12).

2.1.4 Frekuensi

Michael Faraday (1791-1867) dan James Clerk Maxwell (1831-1979) adalah dua ilmuwan asal Inggris yang mempelajari gelombang elektromagnetik yang merupakan gelombang untuk mengirim gambar dan suara dari satu tempat ke tempat lain. Sarjana Jerman Heinrich Rudolf Hertz (1857-1894) adalah ilmuwan pertama yang sukses melakukan percobaan transmisi gelombang elektromagnetik, walau masih dalam jarak terbatas. Namun lewat tangan ilmuwan Italia Guglielmo Marconi (1874-1937) sinyal radi sukses dikirim menyebrangi Samudra Atlantik pada tahun 1901.

(10)

Setiap gelombang elektrmagnetik memiliki frekuensi tertentu. Secara umum frekuensi dapat diidentifikasikan sebagai jumlah pengulangan getaran dalam satu detik yang dihitung dengan satuan cycle atau Hertz. Suara yang dapat diterima telinga manusia, memiliki frekuensi yang sangat rendah, yaitu antara 20 Hz hingga 20.000 Hz. Frekuensi antara 20 Hz sampai 20.000 Hz disebut frekuensi audio, karena pendengaran manusia umumnya dibatasi pada frekuensi tersebut. secara umum frekuensi ini dibagi-bagi atau dikelompokkan ke dalam kelompok frekuensi (blok frekuensi), mulai yang terendah hingga tertinggi dan berlaku secara internasional sebagai berikut:

10-30 KHz : very low frequency (VLF) 30-300 KHz : low frequency (LF) 300-3000 KHz : high frequency (HF) 3000-30.000 KHz : very high frequency (VHF) 30-300 MHz : ultra high frequency (UHF) 300-3000 MHz : super high frequency (SHF) 3000-30.000 MHz : extremely high frequency (EHF)

Blok frekuensi itu kemudian dibagi lagi menjadi bagian-bagian frekuensi yang lebih kecil yang dinamakan saluran atau kanal frekuensi (channel) yang digunakan suatu stasiun untuk melakukan penyiaran. Kanal frekuensi merupakan satuan terkecil dari spektrum frekuensi yang ditetapkan untuk suatu stasiun penyiaran. Di Indonesia, penetapan (assignment) pita frekuensi radio atau kanal frekuensi ialah otorisasi yang diberikan oleh suatu administrasi, dalam hal ini menteri kepada suatu stasiun radio untuk menggunakan frekuensi radio atau kanal frekuensi radio berdasarkan persyaratan tertentu. (Morissan, 2008).

2.1.5 Frekuensi dalam Undang-Undang Penyiaran

(11)

frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945”.

Gambar 2.1

Mukadimah UU Penyiaran No.32 Tahun 2002

Sumber:

Frekuensimilikpublik.org (akses terakhir 7 April 2014)

Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Semangatnya adalah pengelolaan sistem penyiaran yang merupakan ranah publik harus dikelola oleh sebuah badan independen yang bebas dari campur tangan pemodal maupun kepentingan kekuasaan.

(12)

yaitu Diversity of Content (prinsip keberagaman isi) dan Diversity of Ownership (prinsip keberagaman kepemilikan).

2.1.6 Tayangan Televisi

Tayangan adalah sesuatu yang ditayangkan (dipertunjukkan); pertunjukan (film dan sebagainya). (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 1151). Jadi tayangan dapat diartikan sesuatu yang dipertunjukkan kepada khalayak baik berupa film, berita, hiburan dan sebagainya, melalui suatu media elektronik yang dapat menampilkan gambar dan suara (media audio-visual) dalam hal ini adalah televisi. Tayangan pada televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel dan ruang. Sistem ini menggunakan peralatan yang mengubah cahaya dan suara kedalam gelombang elektrik dan mengkorversinya kembali kedalam cahaya dan suara yang dapat di dengar.

Program televisi ialah bahan yang telah disusun dalam suatu format sajian dengan unsur video yang ditunjang unsur audio yang secara teknis memenuhi standar estetik dan artistik yang berlaku (Sutisno, 1993: 9). Setiap program televisi punya sasaran yang jelas dan tujuan yang akan dicapai. Ada lima parameter dalam penyusunan program siaran televisi, diantaranya yaitu:

1. Landasan filosofis

Yang mendasari tujuan semua program; Landasan yangmenyangkut segala macam program ialah Pancasila dan UUD 1945. landasan ini tetap, sedangkan aspek hukum dan operasional program televisi perlu bersifat luwes

dalam rangka mengantisipasi pengalaman dan teknologi baru, serta motivasi yang terjadi sewaktu-waktu.

2. Strategi penyusunan program

Sebagai pola umum tujuan program; Pola strategi penyusun program lebih menyangkut kepola pencapaian tujuam program secara umum.

3. Sasaran program

Penyiaran suatu program mempunyai strata sasarannya, termasuk adat dan kebiasaan.

4. Pola produksi

Menyangkut garis besar isi program; Karakteristik program dipolakan oleh sifat waktu, tempat, dan suasana.

(13)

Pencapaian usaha yang optimum. Suasana program dipengaruhi oleh komposisi usia, jenis kelamin, profesi, tingkat pendidikan dan persepsi (Sutisno, 1993: 10-11).

Program tayangan televisi adalah suatu tayangan yang menampilkan gambar yang bisa dilihat dan suara yang bisa didengar yang bertujuan untuk memberikan informasi, hiburan, dan pendidikan pada khalayak pemirsa. Televisi mampu memberikan program tayangan yang berbeda-beda kepada khlayak pemirsa, sehingga khalayak dapat dengan mudah mencari mana tayangan yang disukai. Dengan demikian semakin berkembangnya media massa khususnya televisi, semakin memberikan ruang bagi khalayak pemirsa untuk memperoleh informasi, pendidikan, maupun hiburan yang di inginkan, serta televisi mampu mempengaruhi khalayak pemirsa dalam membentuk kepribadian.

Kata program berasal dari bahasa Inggris, “programme” atau “program”

yang artinya acara atau rencana. Program diartikan sebagai segala hal yang

ditampilkan distasiun televisi untuk memenuhi kebutuhan audiensnya dalam

Morrisan (2008:199). Setiap harinya, televisi menyajikan berbagai jenis program

yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya beragam. Pada sadarnya apa saja yang

dapat dijadikan sebagai program, yang terpenting adalah disukai oleh audiens, tidak

bertentangan dengan norma kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Didunia

pertelevisian, program merupakan unsur yang sangat penting, karena program yang

disiarkan memiliki dampak yang luas terhadap masyarakat. Untuk itulah bagian

program merupakan tulang punggung dari suatu stasiun televisi yang mempunyai

tugas harus merencanakan program dengan matang, karena apapun yang disiarkan

oleh bidang program ditujukan oleh audiensnya, oleh sebab itu wajar bila

disebutkan Broadcasting is Planning atau Televisi is Planning, karena semua acara

yang disiarkan oleh stasiun televisi merupakan acara yang telah direncanakan

sebelumnya dan jarang sekali terjadi acara yang insidetil atau tiba – tiba langsung

dilakukan pembuatan acaranya.

Program televisi dapat diartikan juga sebagai hasil jasa atau hasil produksi dari

suatu perusahaan televisi. Menurut Pringle, Starr dan Mc. Cavitt (1991:18-19), meskipun

terdapat perbedaan – perbedaan program televisi yang diproduksi antara satu stasiun televisi

dengan stasiun televisi lainnya, program dari stasiun televisi tersebut ditentukan oleh empat

faktor yaitu:

(14)

Audience atau pemirsa itu sendiri yang memilih atau mencari stasiun televisi yang

disenanginya untuk setiap programnya. Pemirsa atau penonton boleh tebuka

kepada isi acara atau iklan layanan masyarakat dan pengumuman promosi, tetapi

tujua utamanya adalah mengamati isi program yang memuaskan kebutuhan pada

waktu tertentu.

2. The Broadcaster

Mereka yang bertanggung jawab untuk mengoperasikan keuntungan stasiun televisi

untuk kepentingan pemiliknya. Makin banyak audiensnya makin besar

keuntungan yang dapat direalisasikan.

3. The advertiser

Dimana pelaku tertarik untuk menggunakan jasa televisi untuk membawa suatu

produk atau atau jasa yang ditujukan untuk khalayak.

4. The Regulator

Pemerintah dan dan beberapa agen khususnya FCC (Federal Communication

Commision) seperti di Indonesia KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) atau yang diatur

dengan undang – undang penyiaran. Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa

stasiun televisi yang dioperasikan adalah untuk melayani kepentingan publik.

2.1.7 Ruang Publik

2.1.7.1 Definisi Ruang Publik

Menurut KBBI, Ruang adalah rongga yg berbatas atau terlingkung oleh bidang, rongga yg tidak berbatas, tempat segala yg ada: sejak dulu para ahli pikir kerap memperbincangkan soal dan waktu, sedangkan Publik adalah orang banyak (umum); semua orang yg datang (menonton, mengunjungi, dsb). Jadi, secara harfiah Ruang Publik adalah rongga tempat segala yang ada dan dimilki oleh orang banyak.

(15)

keterlibatan dan ruang sosial tertentu yang menyangga kerja sama dan koordinasi civitas, terutama dalam interaksi antara kota besar dan ekonomi global”.

Berbeda pula dengan pengertian ruang publik bagi para ekonom mainstream. Ruang public lebih menunjuk pada “kapasitas sosial pemerintah untuk menjadi manajer yang efektif dalam bidang-bidang di mana mekanisme pasar bebas (free-market mechanism) jelas-jelas gagal (market failure) dan distorsi sosial yang muncul sebagai akibat perluasan komersialisasi semakin banyak bidang kehidupan” (Rodrik, 1997: 51). Para ekonom umumnya melihat ruang publik sebagai bidang-bidang seperti lingkungan hidup, kesehatan masyarakat, pendidikan dan bidang-bidang lain yang dianggap pengadaannya sebagai tugas pemerintah, bukan swasta.

Pengertian ruang publik dalam ilmu kebijakan (policy sciences) adalah istilah lain dari “bidang layanan publik” (public services). Hal ini dekat dengan konsep dari ekonomi mainstream, terlihat dari apa yang dianggap sebagai bidang cakupan ruang publik, yaitu bidang-bidang seperti infrastruktur jalan, jembatan, taman, keamanan, jarring pengamatan, pendidikan, kesehatan masyarakat, dan semacamnya. Jika kita melihat dalam berbagai refleksi budaya, ruang publik mengacu pada gugus-gugus keyakinan, pandangan, dan praktik yang menyangkut sikap, wacana, cara berpikir dan cara merasa kolektif, selera serta corak keberadaban (civility) yang berlangsung dalam interaksi sosial (Eagleton: 2003).

Menurut Fukuyama (1995) dalam Priyono&Herry (2010:328) pada refleksi sosiologis, konsepsi ruang public lebih mengacu pada jaringan trust dan resiprositas yang menentukan hidup-matinya (dan ada- tidaknya) kohesi sosial suatu masyarakat. Dapat dikatakan juga bahwa ini merupakan konsepsi yang mengacu pada ciri dan kadar sosial (the social) suatu masyarakat (Durkheim, 1964).

(16)

Dari beberapa perspektif diatas dapat kita simpulkan secara positif ruang publik dapat kita rumuskan sebagai ranah, asset, barang, jasa, ruang, yang kinerjanya menjadi penyangga sifat sosialnya suatu masyarakat yang membuat masyarakat tersebut berevolusi dari sekedar crowd menjadi society. Ruang publik bukan hak prerogatif pemerintah, dan keberadaannya pertama-tama tidak untuk diperjual-belikan melalui mekanisme pasar bebas. Dengan demikian, bukan hanya taman kota atau lingkungan hidup, melainkan juga acara-acara televisi swasta merupakan “ruang publik”. (Priyono&Herry, 2010:328).

Mengerucutkan definisi Ruang Publik menurut satu bidang kajian adalah jalan pintas untuk keluar dari berbagai definisi yang justru dapat menyesatkan kita. Cara ini dapat berguna bagi fokus berfikir namun kurang menampilkan realitas atas apa yang terjadi. Kelonggaran arti “ruang publik‟ sendiri bukanlah hal yang dapat dihindari. Karena „ruang publik‟ sesungguhnya adalah arena terbuka yang diperebutkan. Karena merupakan sesuatu yang diperebutkan maka ia dapat dibuat menjadi apa saja dan digiring kemana saja.

2.1.7.2 Sosok – Sosok Kekuasaan Ruang Publik

Setelah mengetahui berbagai definisi mengenai „ruang publik‟, maka selanjutnya kita dapat menentukan sosok-sosok kekuatan yang dapat menentukan watak dari „ruang publik‟ tersebut. Ruang publik sendiri bukanlah hak prerogatif pemerintah melainkan ranah maupun asset yang kinerjanya menjadi penyangga watak sosial suatu masyarakat dan tidak untuk diperjualkan secara bebas dengan mekanisme pasar.

(17)

Gambar 2.2

Sosok-sosok kekuasaan dan Ruang Publik

Sumber: (Priyono&Herry, 2010: 379)

Dari gambar tersebut dapat kita lihat bahwa pemerintah bukanlah satu-satunya penentu kekuatan ruang publik. Terlihat munculnya sosok-sosok kekuasaan baru yang secara nyata mengubah tata kekuasaan dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan media televisi di Indonesia dewasa ini, televisi merupakan salah satu locus publicus yang kian hari semakin menjadi salah satu penentu isi kultural suatu masyarakat dalam berbagai kajian budaya baik selera, cara berfikir hingga sikap. Secara khusus didalam kasus yang menjadi fokus penelitian saya, terdapat beberapa sosok yang menunjukkan kekuasaannya, diantaranya:

- Bisnis

Pasar merupakan salah satu kekuatan yang tidak dapat kita pungkiri pengaruhnya dalam produksi sebuah stasiun televisi. Pada akhirnya dengan atau tanpa memandang keberadaan integritas dari sebuah stasiun televisi maupun jurnalis yang bernaung didalamnya, keuntungan tetap menjadi sebuah tujuan.

- Tren Global

Pengaruh dari kekuatan trend global tentu saja bagaimana sebuah hal mewabah dikalangan masyarakat dan menjadi sesuatu yang dicari-cari. Kekuatan sebuah tren untuk mengubah persepsi masyarakat tidak perlu kita ragukan lagi.

(18)

Media dalam hal ini yaitu televisi benar-benar mampu mengubah kadar civility suatu masyarakat. Maka sesungguhnya kita harus benar-benar memperhatikan apa yang ditayangkan oleh televisi.

- Civil Society

Civil Society dalam hal ini, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia adalah pihak yang memiliki kekuatan untuk mengawasi tayangan-tayangan yang merupakan output dari media. Tidak hanya mengawasi, KPI juga dapat menghentikan tayangan yang menurut mereka melanggar peraturan sebagaimana yang telah di atur.

2.1.7.3 Asal Usul Lahirnya Ruang Publik Borjuis

Pada dasarnya, sebuah Negara dibangun berkat pajak yang dibayar oleh penduduknya, dimana birokrasi keuangan adalah inti dari administrasinya. Disini, terjadi pemisahan antara kekayaan pribadi seorang penguasa dengan apa yang dimiliki oleh Negara. Jurang pemisah tersebut kemudian menjadi sebuah ruang lain yang dikenal sebagai ruang publik. Demi kelangsungannya, Negara terus melakukan kontak dengan mereka yang mengatur lalu lintas barang dan lalu lintas berita (antara pasar saham dan pers). Ruang publik kemudian menjadi suatu objek nyata, bertentangan dengan siapapun yang berusaha menguasainya ataupun yang berusaha meraup keuntungan darinya. Karena orang-orang yang tidak memegang jabatan apapun sebaiknya dihapuskan dari ruang publik.

Schumpeter dalam (Habermas, 2007:29) mengatakan bahwa bentuk-bentuk lama yang memenjarakan setiap orang ke dalam sistem tujuan-tujuan supra individual ini telah mati, dan bahwa setiap ekonomi keluarga individual telah menjadi pusat eksistensinya, sehingga yang lahir kemudian adalah ruang privat sebagai sebuah entitas yang berbeda sepenuhnya dengan ruang publik. Sisi ini, proses reproduksi ekonomi hanya sekilas mewakili relevansi ruang publik.

(19)

Dalam tatanan politis dan sosial yang sedang berubah selama fase merkantilis dari kapitalisme ini, pers mampu menciptakan suatu daya ledak yang unik. Jurnal-jurnal pertama dinamai „jurnal-jurnal politik‟ terbit sejak abad ke -17. Saat itu, hubungan surat-menyurat privat mengandung berita-berita detail dan terkini mengenai Perjamuan kerajaan, hasil panen, perdagangan luar negeri dan lain-lain. Namun, hanya sedikit dari banyaknya informasi tersebut yang boleh dicetak menjadi jurnal. Artinya, di satu sisi „jurnal-jurnal politik‟ ini hanya merespons kebutuhan para saudagar, dan mereka pun benar-benar membutuhkan jurnal-jurnal ini. Karena ketergantungan pertukaran privat berita-berita pada laporan publik ini, hanya berita yang tidak begitu penting saja yang boleh lolos dari pengendali sensor jurnal tersebut. kalau begitu, sebenarnya informasi yang menjadia milik publik sebenarnya disusun dari elemen residual dari sebuah realita yang tengah berlangsung. Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa berita-berita seperti ini yang didistribusikan secara besar-besaran dan dapat diakses secara umum. Dengan kata lain benar-benar menjadi milik publik.

Ruang publik borjuis dapat dimengerti, di atas segalanya, sebagai ruang masyarakat privat (sphere of private people) yang berkumpul bersama sebagai sebuah publik. Mereka mengklaim bahwa ruang publik ini diregulasi dari atas guna melawan otoritas publik. Inilah yang lantas menyeret mereka masuk ke dalam perdebatan seputar kaidah-kaidah umum yang mengatur hubungan-hubungan di dalam ruang pertukaran komoditas dan ruang kerja sosial yang secara mendasar telah terprivatisasi meski secara publik masih relevan. (Habermas, 2007: 41)

2.2 Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka teori yang telah diuraikan diatas, maka untuk lebih memudahkan operasionalisasi dalam memecahkan masalah perlu dibuat variabel dalam penelitian:

Tabel 2.1 Variabel Penelitian

(20)

1.Frekuensi Sebagai Ruang Publik.

a. Bisnis b. Trend Global c. Media

d. Civil Society 2.Tayangan Live

“Kamulah Takdirku” di RCTI

a. Durasi Menonton b. Penyajian Informasi c. Penggunaan Bahasa d. Kelengkapan Informasi 3. Karakteristik

Responden

a. Jenis Kelamin b. Usia

2.3 Definisi Operasional

Defenisi variabel operasional bukanlah defenisi konsep yang diajukan para ahli, tetapi sudah merupakan defenisi yang lebih operasional tentang variabel itu sendiri, dan tentu saja bagaimana mengukur variabel itu (Idrus, 2008:12). Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang dapat didefenisikan, antara lain:

2.3.1 Frekuensi Sebagai Ruang Publik

a. Bisnis, yakni berorientasi kepada apakah para siswa-siswi mengetahui bahwa lewat tayangan “Kamulah Takdirku” yang dibuat oleh pihak RCTI maka hak mereka sebagai pemilik frekuensi telah diperjual-belikan, yang sebenarnya melanggar aturan.

b. Tren Global, yakni untuk melihat bagaimana para siswa-siswi memandang sebuah tren yang sedang diciptakan oleh pihak media, yaitu menayangkan acara resepsi pernikahan artis yang kurang penting bagi mereka secara live di televisi c. Media, yakni berorientasi pada bagaimana siswa-siswi tersebut sebagai publik

memandang media, dalam hal ini RCTI sebagai stasiun TV yang mencederai hak mereka sebagai pemilik frekuensi.

Gambar

Gambar 2.1 Mukadimah UU Penyiaran No.32 Tahun 2002
Gambar 2.2 Sosok-sosok kekuasaan dan Ruang Publik

Referensi

Dokumen terkait

Sequence Diagram Kelola Pelanggaran Siswa Terlambat oleh Guru Piket

Contoh dari valid sequenced time-travel query retrieval dengan fungsi agregasi terhadap relasi bitemporal adalah “Perlihatkan sejarah fluktuasi jumlah pegawai mengacu pada basis

merupakan sebuah ritual untuk pertaubatan diri, karena mereka menganggap bahwa pada Bulan Muharram yaitu merupakan tahun baru dalam kalender Islam adalah bulan yang mulia maka

Pelanggan yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang membeli berkali-kali ( melakukan pembelian ulang ) dari organisasi yang sama. Pelanggan yang puas dengan kualitas

Results of the research are: (1) indicator of the ability to analyze (C4) which has been developed are ability to analysis of factual, conceptual, procedural, and

Penelitian tentang preeklampsia sudah dilakukan, namun sampai saat ini penyebab preeklampsia belum diketahui secara pasti, berbagai mekanisme untuk menjelaskan

Total quality management dipilih salah satu sistem yang akan digunakan untuk memperbaiki sistem manajemen yang ada pada perusahaan. untuk menghasilkan kinerja manajerial yang

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Sistem Informasi Geografis Untuk Analisis Persebaran Pelayanan Kesehatan di Kota Bengkulu dengan lancar.. Skripsi ini