• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA NO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGGUNAAN DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA NO"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA NOV

EL “DAUN

YANG JATUH TAK PERNA

H MEMBENCI ANGIN”

KARYA TERE LIYE

Nury Ziyadatul Faricha

Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Abstrak: Setiap penulis sastra memiliki ciri khas masing-masing dalam mencipakan hasil karyanya. Oleh sebab itu karakter seorang penulis mempengaruhi hasil tulisannya. Melalui gaya bahasa dan ketepaan pemilihan kata-kata iulah dapat diketahui karakter seperti apa yang dimilikioleh penulis. Adapun fokus penelitian ini meliputi: (1) bagaimanakah bentuk penggunaan diksi pada novel Daun yang Jatu Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye? (2) bagaimanakah bentuk penggunaan gaya bahasa pada novel Daun yang Jatu Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye?, dan (3) makna apakah yang terkandung dalam penggunaan diksi dan gaya bahasa pada novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan tekstual. Sedangkan dilihat dari sisi sastra penelitian ini menggunakan pendekatan analisis sastra. Beberapa struktur yang dikaji dalam novel tersebut meliputi makna kata, diksi, kata-kata konkret dan bahasa figuratif. Sementara itu, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam penelitian ini yaitu: (1) reduksi data, (2) sajian data, (3) kemudian penarikan simpulan. Teknik analisis data dalam penelitian ini digunakan analisis mengalir. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian terhadap novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin ini adalah, terdapat tiga jenis diksi yang sering digunakan dalam novel tersebut diantaranya makna konotasi, kata berantonim, dan kata beridiomatik. Sedangkan untuk gaya bahasa yang terdapat dalam novel tersebut terdapat empat jenis gaya bahasa yaitu, gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa sindiran, gaya bahasa pertentangan, dan gaya bahasa penegasan. Sementara makna yang terkandung dalam penggunaan diksi dan gaya bahasa pada novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin adalah gambaran perasaan yang dialami oleh tokoh yang meliputi, perasaan bahagia, jatuh cinta, kebencian, kecewa dan sakit hati.

Kata kunci: disi, gaya Bahasa, novel

PENDAHULUAN

Diksi adalah pilihan kata. Artinya pemilihan kata yang tepat serta sesuai dalam menyampaikan sesuatu. Terutama dalam dunia tulis menulis, memilih kata merupakan unsur yang sangat penting. Sebab dapat mempengaruhi dan memungkinkan pesan yang ingin disampaikan bisa tersampaikan.

(2)

yang kaitannya dengan ungkapan-ungkapan yang individual, karakteristik atau suatu hal yang memiliki nilai artistik.

Dalam setiap karya sastra tentunya memiliki karakter gaya bahasa masing-masing. Sebab setiap penulis memiliki gaya bahasa yang disampaikan oleh penulis sesuai karakter penulis itu sendiri. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa watak seorang penulis mempengaruhi hasil karyanya. Jika penulis memiliki karakter lemah lembut, maka kata-kata yang dituangkan akan melankolis dan mendramatisir alur cerita. Sedangkan jika penulis memiliki watak keras, maka kalimat-kalimat yang terdapat dalam hasil karyanya tak jauh berbeda dengan watak yang dimilikinya.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penggunaan diksi dalam novel Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye, (2) mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa yang ada dalam novel Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye, dan (3) mengetahui makna yang terkandung dalam penggunaan diksi dan gaya bahasa pada novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye.

METODE

Penelitian ini penggunakan pende-katan deskriptif kualitatif , dengan maksud untuk memberikan hasil analisis bagaimana penggunaan diksi dan gaya bahasa pada novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tekstual. Data yang dikumpulkan berupa laporan kutipan-kutipan hasil analisis penelitian.

Analisis data juga bersifat induktif, adalah analisis ini dimulai dari hal-hal yang khusus kemudian menuju analisis yang umum. Sebab penelitian ini menggunakan metode content analysis atau penelitian isi. Artinya penelitian ini mmenganalisis suatu

dokumen untuk diketahui isi dan makna yang terkandung dalam dokumen tersebut (Jabrohim, 2014:7), dan dokumen itu berupa novel Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye.

Adapun dari sisi sastra, pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan analisis sastra. Pendekatan ini memperhatikan kekhasan gaya dan mempelajari kecenderungan yang membedakan kekhasan gaya tersebut dari sistem linguistik yang mengelilinginya.

Ada beberapa pokok penekanan dalam penelitian ini yaitu, analisis difokuskan pada corak individual yang khas dari penulis, karena setiap penulis yang telah mapan tentu telah mempunyai gaya tersendiri. Analisis ini juga diarahkan pada kalimat, paragraf kemudian wacana. Sementara itu ada beberapa struktur yang dikaji dalam analisis ini meliputi makna kata, diksi, kata-kata konkret dan bahasa figuratif.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Diksi pada Novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Penggunaan diksi merupakan pemilihan kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan. Pada setiap karya sastra penggunaan diksi menjadi suatu hal yang utama. Sebab pokok dari karya sastra itu sendiri adalah kreatifitas penulis dalam memainkan kata-katanya. Penggunaan diksi pada novel “Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” terdiri dari empat jenis yaitu: makna konotasi, kata yang berantonim, penggunaan bentuk idiomatik, serta kata abstrak.

Makna konotasi

Memilih konotasiadalah hal yang jauh lebih berat bila dibandingkan dengan memilih denotasi. Oleh karena itu, pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian dengan pilihan kata yang bersifat konotatif (Keraf, 2010: 29). Sehingga dalam setiap karya sastra gaya bahasa cenderung menggunakan bahas konotatif. Penggunaan kata-kata menumpah-kan, menghunjam, membungkus, serta kata kepalan tangan merupakan kata berkonotasi. Kata menumpahkan memiliki arti mencurahkan, kemudian kata menghunjam memiliki makna menyentuh secara langsung sedangkan kata tak memiliki apa-apa memiliki makna yang lebih positif dengan arti miskin.

Kata Berantonim

Antonim adalah kata yang berlawanan. seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa antonim memiliki beberapa bentuk yaitu, antonim kembar, plural, gradual, dan relasional. Bahkan dalam teori Keraf (2010:41) menambahkan dua jenis antonim lagi diantaranya antonim Herarkis dan Inversi. Dalam novel “Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin” terdapat salah satudari tujuh

antonim tersebut, yaitu antonim kembar. Antonim kembar pada dua kutipan pada novel terdapat pada kata sedikit banyak, berarti menunjuk antara makna agak sedikit dan agak banyak.

Kata Beridiomatik

Biasanya idiom (ID) disejajarkan dengan pengertian peribahasa dalam bahas indonesia, padahal sebenarnya kata ini memili-ki makna yang lebih luas. Untuk mengetahui makna sebuah idiom, setiap orang harus mem-pelajari sebagai penutur asli, bukan hanya melalui makna kata-kata yang membentuknya. Kata banting setir, studi banding,dan amunisi perasaan pada beberapakutipan di atas meru-pakan kata beridiom. Kata-kata tersebut tidak bisa diartikan satu per satu berdasarkan kata yang sebenarnya. Seperti kata banting setir dalam kutipan DJTMA-ID1 tidak bisa diartikan dengan setiap kata banting dan kata setir. Akan tetapi memiliki makna ‘menggan-ti’. Begitu pula dengan kata studi banding dalam kutipan DJTMA –ID2 yang memiliki makna ‘membandingkan suatu hasil’ dan kata amunisi perasaan dalam kutipan DJTMA –ID3 dengan makna ‘sebuah pertahanan’.

Penggunaan Gaya Bahasa Pada Novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Berikut ini beberapa gaya Bahasa yang ditemukan dalam Novel Daun yan Jatuh Tak Pernah Membenci Angin.

Gaya Bahasa Perbandingan

(4)

(DJTMA) hampir mayoritas isi cerita di dalamnya menggunakan majas perbandingan. Gaya bahasa perbandingan yang ditemukan meliputi personifikasi, metafora, hiperbola, dan perumpamaan.

Gaya Bahasa Sindiran

Gaya bahasa sindiran merupakan suatu gaya bahasa yang berlawanan dari kenyataan dengan tujuan menyindir seseorang. Pada novel “Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” terdapat tiga jenis majas sindiran yaitu majas ironi, sinisme, dan sarkasme.

Gaya Bahasa Pertentangan

Gaya bahasa pertentangan adalah kata-kata berkias yang menyatakan pertentangan dengan yang dimaksudkan sebenarnya yang berujuan untuk memperhebat atau meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap pembaca atau pendengar. Pada novel “Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” terdapat dua jenis majas pertentangan yaitu litotes dan antitesis.

Gaya Bahasa Penegasan

Gaya bahasa penegasan adalah gaya bahasa yang menyatakan penegasan untuk untuk memberikan pengaruh terhadap pembaca. Pada novel ini terdapat dua jenis majas penegasan yaitu: repetisi dan elipsis.

Mengenai gaya bahasa dalam pemakaiannya, pada novel karya Tere Liye ini cenderung menggunakan gaya bahasa perbandingan, terutama gaya bahasa hiperbola dan metafora. Dalam novel “Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin”, penulis banyak menggunakan kata-kata yang bersifat melebih-lebihkan dan membandingkan suatu hal secarai implisit. Kata-kata ini tidak hanya digunakan dalam penggambaran suatu kondisi, bahkan dalam kutipan-kutipan percakapan pun penulis juga menggunakan dua majas tersebut.

Dalam karakter penulisan Tere Liye yang berpola kalimat pendek-pendek, juga mengandung unsur klimaks. Meskipun setiap kalimatnya pendek dan sederhana susunannya, akan tetapi pilihan kata serta urutan kalimatnya semakin terlihat sangat penting. Seperti pada kutipan berikut:Lampu itu setia. Dan penduduk

kota ini juga setia mengikuti petunjuk tersebut. Tak ada yang nekat menerobos meskipun jalanan amat lengang. Semua menunggu saatnya. Menunggu masanya. Sabar. (DJTMA-P5 hal, 220)

Terdapat pilihan kata yang seirama seperti kata setia, serta kalimat menunggu saatnya. Menunggu masanya. Kalimat ini semakin diperindah oleh pengarang dengan menambahkan unsur gaya bahasa elipsis. Sehingga nuansa makna yang dibangun dalam cerita semakin kuat.

Ciri khas lain yang sangat menonjol digunakan oleh penulis dalam novel ini adalah dengan menggunakan gaya bahasa penegasan yang berupa repetisi. Menurut Tarigan (2010:184) gaya bahasa repetisi merupakan perulangan kata atau kalimat yang bertujuan untuk memberi penegasan. Hal ini sering ditemukan dalam beberapa kutipan novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin dengan tujuan menegaskan suatu hal dalam bentuk perulangan kata. Adapun gaya bahasa repetisi yang digunakan pada novel ini adalah repetisi anafora, yaitu perulangan dari setiap kalimat atau baris. Perhatikan salah satu kutipan majas repetisi berikut:

Dia menghela napas panjang. Cahaya mukanya berubah. Dan mendadak aku tersentuh! Itulah raut mukanya dulu saat menjemputku di bandara waktu libur SMP. Raut muka saat sweet seventeen, raut muka saat memujiku. Raut muka saat menegurku di atas bus, raut muka saat membersihkan luka dikakiku, membalutnya! Raut muka itu.

(5)

Gaya bahasa repetisi ini menjadi bentuk kekhasan pengarang ketika membangun imajinasi pembaca. Dengan menggunakan kata yang berulang-ulang dalam beberapa kalimat pendek dapat menjelaskan semua apa yang ingin di sampaikan oleh pengarang melalui deskripsi cerita. Tere Liye seolah sengaja membuat pembaca agar tidak bosan dan lelah dengan menggunakan kallimat sederhana namun pilihan kata yang istimewa. Bahkan melalui kalimat-kalimat pendeknya pengarang dapat menyampaikan pesan yang terkandung dalam cerita tersebut, dengan struktur kallimat yang imajinatif, asosiatif serta memiliki gaya bahasa personifikasi dan elipsis. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut:Ketahuilah, Tania dan

Dede….Daun yang jatuh tak pernah membenci angin…dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. Tania, kau lebih dari dewasa untuk memahami kalimat itu…tidak sekarang, esok lusa kau akan tahu artinya…dan saat kau tahu apa artinya, semua ini akan terlihat berbeda. Kita harus pulang, Tania. (DJTPMA-P2 hal, 63)

Aku mendesah teringat kalimat itu, “kebaikan itu seperti pesawat terbang, Tania. Jendela-jendela bergetar, layar teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat pesawat itu lewat. Kebaikan merambat tanpa mengenal batas. Bagai garpu tala yang beresonansi, kebaikan menyebar dengan cepat (DJTMA-PR4 hal, 184). Pada

kutipan DJTPMA-P2 penulis berusaha memberikan kata-kata bijak melalui makan sebuah keikhlasan. Pada paragraf kutipan tersebut, penulis dengan gaya berunsur metafor memberikan pengertian yang sangat bermakna. Serta secara tidak langsung memberikan arti dari judul novelnya. Sedangkan pada paragraf kutipan berikutnya, yaitu DJTMA-PR4 pengarang menjelaskan definisi sebuah kebaikan melalui unsur gaya bahasa perumpamaan. Menariknya,

pengarang mengumpamakan bentuk kebaikan tersebut dengan beberapa benda yang sering kita jumpai setiap hari, seperti efek dari pesawat terbang yang mulai lepas landas.

Makna Diksi dan Gaya Bahasa pada Novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Penggunaan diksi dan gaya bahasa dalam novel “Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” memiliki makna tertentu untuk menyampaikan apa yang ditulis oleh pengarang. Oleh karenanya, disamping menggunakan berbagai jenis diksi dan gaya bahasa dalam menyusun kata-kata, penulis juga mempertimbangkan setiap makna yang terkandung di dalamnya. Menurut Keraf (2010: 25) ada beberapa unsur yang terkandung dalam setiapujaran kita yaitu: pengertian, perasaan, nada dan tujuan. Keempat unsur tersebut menjadi nilai terpenting dalam pembentukan sebuah kata. Setiap gaya bahasa dan pemilihan kata menjadi sebuah ciri yang dimiliki setiap pribadi dan mempunyai sifat antara satu dengan yang lainnya.

Dalam novel “Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” makna diksi dan gaya bahasa tertuju pada sebuah karya seorang penulis. Adapun makna diksi dan gaya bahasa dalam novel tersebut adalah gambaran setiap perasaan yang dialami oleh beberapa tokoh. Terutama yang terjadi pada tokoh utama, sering kali penggunaan diksi dan gaya bahasa menjadi sebuah acuan untuk mendeskripsikan beberapa keadaan yang dialami oleh tokoh utama bernama Tania.

(6)

beridiomatik, yang didalamnya memiliki makna yang lebih luas serta bukan makna yang sebenarnya. Seperti kata banting setir dan amunisi perasaan yang terdapat dalam kutipan DJTMA-ID1 dan DJTMA-ID3. Kedua kata ini tidak dapat dimaknai dari setiap kata yang membentuknya. Oleh sebab itu untuk mengetahui makna sebenarnya dari beberapa kata tersebut, maka perlu mempelajari dari penutur asli, atau dengan membaca seluruh isi paragraf.

Sementara dalam penggunaan gaya bahasa, dalam novel “Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” memiliki beberapa makna dari empat jenis majas, yaitu perbandingan, sindiran, pertentangan dan penegasan. Di dalam majas perbandingan terdapat empat jenis gaya bahasa yang meliputi persoifikasi,metafora, hiperbola, dan perumpamaan.

Pada beberapa kutipan yang mengandung gaya bahasa personifikasi, memiliki makna yang mengandung nilai moral seperti, seperti bentuk sebuah penerimaan, keikhlasan dan kesetiaan. Beberapa nilai tersebut digambarkan penulis melalui beberapa benda mati yang seolah-olah hidup seperti manusia.

Sementara pada kutipan yang mengandung gaya bahasa metafora, memiliki makna sosok yang baik hati yang dikiaskan melalui kata mata bercahaya dan cahaya mukanya. Selain itu juga mengandung makna yang merupakan gambaran perasaan yang dimiliki seseorang dengan mengibaratkan perasaan seperti tumbuhan. Perasaan sakit dan kecewa ditulis penulis menggunakan beberapa bentuk bahasa kiasan yang indah serta bagaimana pertahanan yang dilakukan oleh tokoh.

Berikutnya pada kutipan yang mengandung gaya bahasa hiperbola, memiliki makna yang terlalu melebih-lebihkan segala bentuk reaksi yang dialami tokoh ataupun yang ada disekeliling tokoh. Bahkan makna

berlebihan juga digunakan dalam penggambaran keadaan suatu sosok dalam cerita, seperti menggunakan kata kurus kering dalam kutipan DJTMA-H8. Bahkan makna berlebihan yang merupakan suatu bentuk kesedihan juga dituliskan menggunakan kata email berdarah-darah dalam kutipan DJTMA-H16.

Dalam penggunaan kata-kata yang mengandung gaya bahasa sindiran memiliki makna sindiran halus, sindiran sinis dan sindiran yang sangat menyakitkan. Hal ini diungkapakna melalui tiga jenis gaya bahasa sesuai tingkatan seberapa kasarnya kata-kata sindiran tersebut. Yaitu, gaya bahasa ironi yang berarti sindiran halus sekedar mengeluh, kemudian gaya bahasa sinisme yang mengandung makana ejekan, serta gaya bahasa sarkasme yang merupakan bentuk rasabenci yang dimiliki oleh tokoh dalam cerita novel ”Daun yang Jatuh TakPernah Membenci Angin”.

Sedangkan dalam jenis kutipan yang mengandung gaya bahasa pertentangan terdapat makna yang merendahkan diri dalam maksud ingin menyampaikan arti kata miskin dan lemah. Makna tersebut dituliskan melalui kata tak memiliki apa-apa dan kata kepalan tangan yang tedapat dalam kutipan DJTMA-L1 dan DJTMA-L2. Adapun makna gaya bahasa pertentangan dalam kutipan novel tersebut yang lain adalah keseimbangan ukuran. Makna ini disampaikan melalui kelompok kata berlawanan berupa sedikit-banyak yang terdapat pada kutipan DJTMA-A1 dan DJTMA-A2.

(7)

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil analisis terhadap novel yang berjudul Daun yang Jatuh tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pada novel ini terdapat beberapa tiiga jenis diksi yang digunakan yaitu: makna konotasi, kata berantonim, dan kata beridiomatik. Pada umumnya novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin ini lebih banyak menggunakan kata yang berkonotasi dibandingkan kata yang mengandung makna denotasi. Sebab setiap karya sastra akan terlihat sangat menarik melalui penggunaan kata-kata yang lebih kreatif dan indah.

Penggunaan gaya bahasa pada novel karya Tere Liye ini menggunakan empat jenis gaya bahasa yaitu (a) gaya bahasa perban-dingan meliputi: personifikasi,metafora, hiperbola, dan perumpamaan, (b) gaya bahasa sindiran meliputi: ironi, sinisme, dan sarkasme, (c) gaya bahasa pertentangan meliputi: litotes dan antithesis, dam (d) gaya bahasa penegasan meliputi: repetisi dan elipsis. Dari keempat gaya bahasa di atas, novel Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin ini lebih dominan menggunakan gaya bahasa perbandingan yang berupa hiperbola dan metafora. Di dalam novel tersebut terdapat 16 kutipan yang termasuk majas hiperbola, sedangkan yang termasuk majas metafora terdiri dari 13 kutipan.

Adapun makna yang terkandung dalam pnggunaan diksi dan gaya bahasa pada novel Daun yang Jatuh Tak pernah Membenci Angin adalah beberapa rasa kecewa dan sakit hati ketika memendam perasaan terhadap orang lain.

Beberapa saran berikut dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi pihak-pihak terkait. Bagi siswa, karya ilmiah ini dapat dijadikan acuan bahan pembelajaran dalam menambah khasanah dan wawasan.Bagi peneliti yang lain,

sebelum melakukan penelitian maka sebaiknya memahami lebih dahulu mengenai gaya bahasa.Bagi pembaca karya sastra, sebaiknya dalam menikmati karya sastra bukan hanya sekadar membaca isi cerita dalam novel tersebut, akan tetapi juga harus memahami lebih dalam baik dari sudut pandang linguistik ataupun nilai yang terkandung di dalamnya.

DAFTAR RUJUKAN

Damayanti. D. 2013. Buku Pintar Sastra Indonesia: Puisi, Sajak, Syair dan Majas. Yogyakarta:

Araska

Endraswara, Suwardi. 2013. Metode

Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi.

Jakarta: PT Buku Seru

Jabrohim. 2014.Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Kamil, Sukron. 2012. Teori Kritik

Sastra Arab: Klasik dan Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya

Bahasa. Jakarta: PT Ikrar Mandiriabadi

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press Rampan, Korry layun. 2013. Antologi

Apresiasi Sastra Indonesia

Modern. Yogyakarta: Narasi Ratna, Kutha Nyoman. 2013. Stilistika:

Kajian Puitika Bahasa, Sastra,

dan Budaya.

Yogyakarta:Pustaka Pelajar Setiawan,Iwan Aris. 2011. Analisis

Kesalahan Berbahasa dalam Bercerita Siswa Kelas VII SMPN 2 Kencong Jember Tahun 2011/2012. Tesis. Malang: Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia UNISMA (Tidak diterbitkan) Tarigan, Henry Guntur. 2013.

Pengajaran Gaya Bahasa.

Referensi

Dokumen terkait

Makna gaya bahasa pada empat varian idiom bahasa Mandarin dapat dilihat. dari segi kesamaan makna (gaya bahasa perumpamaan, gaya

Teknik catat yaitu teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan metode simak, yaitu pemakaian diksi dan pemakaian gaya bahasa pada puisi karangan siswa kelas

Perbedaan terletak pada tujuan akhir dari penelitian dari saudari Enlelia Gismiyati memaparkan jenis majas perbandingan yang terkandung didalam novel dan terdapat analisis

Berdasarkan salah satu contoh majas atau gaya bahasa yang digunakan dalam novel “Saat untuk Menaruh Dendam dan Saat untuk Menaburkan cinta, peneliti tertarik

◦ Homofon adalah suatu kata yang memiliki makna dan ejaan yang berbeda dengan lafal yang sama.. ◦ Homograf adalah suatu kata yang

Setelah melakukan penelitian terhadap diksi dan gaya bahasa figuratif yang terkandung dalam cerpen 蜘蛛の糸, penulis menemukan sebanyak empat diksi, dan total 14

Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit, makna wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang

PENGGUNAAN DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA MEDIA SOSIAL AKUN INSTAGRAM NKCTHI Seiring berjalannya waktu, cara berkomunikasi tidak hanya menggunakan telepon dan SMS, tetapi juga menggunakan