ANALISIS GAYA BAHASA PADA
IDIOM BAHASA MANDARIN
汉语熟语修辞格分析
hànyǔ shúyǔ xiūcígé fēnxī
)
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Cina Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu
syarat Ujian Sarjana dalam bidang ilmu Sastra Cina
Oleh:
ANITA HASJEM
070710028
PROGRAM STUDI S-1 SASTRA CINA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS GAYA BAHASA PADA
IDIOM BAHASA MANDARIN
汉语熟语修辞格分析
hànyǔ shúyǔ xiūcígé fēnxī
)
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Studi Sastra Cina Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu
syarat Ujian Sarjana dalam bidang ilmu Sastra Cina
Oleh:
ANITA HASJEM
070710028
Dosen Pembimbing I
Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A.
NIP. 19630109 198803 2 001
Dosen Pembimbing II
Liu Jingfeng, M.A.
PROGRAM STUDI S-1 SASTRA CINA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Disetujui Oleh :
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Medan
Program Studi S-1 Sastra Cina
Ketua Program Studi,
Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A.
NIP. 19630109 198803 2 001
PENGESAHAN
Diterima Oleh:
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Sastra dalam bidang Sastra Cina.
Pada
Tanggal : Juni 2011
Pukul :
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Dekan
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP. 19511013 197603 1 001
Panitia Ujian
No. Nama Tanda Tangan
1. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. ( )
2. Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si ( )
3. Dra. Rohani Ganie, M.Hum ( )
4. Wu Qiaoping, M.A. ( )
ABSTRACT
This research is about the analysis of figure of speech in Chinese idiom, which focused on the four variants of Chinese idiom, namely maxims, proverbs, allegories, and idioms. The data of this research is the Chinese Idiomatic Phrases for Foreign Students’ book complied by Xu and Ying. In this research, Huang and Liao’s concept about the figure of speech in Chinese language is used to identify the figure of speech. Besides that, the semantic theory of Pateda is also used to describe the function and the meaning of the figure of speech. Method of this research is the combination of qualitative and quantitative method. The result of this research shows that there are nine figures of speech that are used in four variants of Chinese idiom. They are simile/metaphor, personification/ depersonification, metonymy/synecdoche, hyperbole, paronomasia, dui’ou, antithesis, repetition, and rhetorical question. The functions of these figures of speech are to make idioms seem more real, figurative, and interesting; easy to understand and to remember. They also can weaken the meaning of idioms or sharpen the meaning of idioms. The meaning of these figures of speech can be viewed in terms of similarity of meaning, the closeness of meaning, the application of the meaning, the equality of meaning, the comparison of meaning and the repetition of meaning.
KATA PENGANTAR
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, peneliti dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Gaya Bahasa pada Idiom Bahasa Mandarin”, sesuai
yang direncanakan. Untuk itu puji syukur peneliti panjatkan kepada-Nya.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, karena pengetahuan peneliti yang masih sangat terbatas. Namun berkat
dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang sangat banyak membantu peneliti,
maka penulisan skripsi ini pun akhirnya diselesaikan.
Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr. Syahron Lubis,M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara,
2. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A., selaku Ketua Program Studi Sastra Cina
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing
I yang telah meluangkan waktunya membimbing penulis dalam
mengerjakan penyelesaian skripsi,
3. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi
Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah
banyak mendukung penulis dalam proses penyelesaian skripsi,
4. Ibu Liu Jingfeng, M.A., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu untuk membimbing dan mendukung dalam
5. Ibu Dra. Lila Pelita Hati, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan pengarahan selama kegiatan perkuliahan,
6. Ibu Wu Qiaoping, M.A., selaku Dosen Pengajar mata kuliah Chinese
Rethoric yang telah memberikan pengarahan selama penyelesaian skripsi,
7. Seluruh staf pengajar Program Studi Sastra Cina yang telah banyak
memberikan ilmu yang bermanfaat selama empat tahun,
8. Ayah, Ibu, dan saudara peneliti yang telah banyak memberikan dorongan
dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini,
9. Seluruh rekan mahasiswa Program Studi Sastra Cina dan teman lainnya
yang bersedia memberikan saran, kritik, tips, dan bantuan lainnya, serta
semua yang telah membantu peneliti untuk terselesaikannya skripsi ini.
Akhir kata, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca, agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi ke depannya.
Medan, Juni 2011
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
BAB I . PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6
1.5.2 Manfaat Praktis ... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI ... 7
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 7
2.2 Konsep ... 9
2.2.1 Gaya Bahasa ... 9
2.2.1.1 Gaya Bahasa pada Bahasa Mandarin ... 10
Gaya Bahasa Perumpamaan ... 11
Gaya Bahasa Personifikasi/Depersonifikasi ... 13
Gaya Bahasa Hiperbola ... 16
Gaya Bahasa Paronomasia ... 16
Gaya Bahasa dui’ou ... 17
Gaya Bahasa Antitesis ... 18
Gaya Bahasa Repetisi ... 19
Gaya Bahasa Erotesis ... 19
2.2.2 Idiom ... 20
2.2.2.1 Idiom Bahasa Mandarin ... 21
Peribahasa (Chéngyǔ) ... 23
Pepatah (Yànyǔ) ... 24
Kiasan (Xièhòuyǔ) ... 24
Ungkapan (Guànyòngyǔ) ... 25
2.3 Landasan Teori ... 25
BAB III. METODE PENELITIAN ... 27
3.1 Metode Gabungan Kualitatif – Kuantitatif ... 27
3.2 Data dan Sumber Data ... 28
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 29
3.4 Teknik Analisis Data ... 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1 Hasil ... 32
4.2 Pembahasan ... 34
4.2.1 Jumlah Gaya Bahasa Empat Varian Idiom Bahasa Mandarin ... 34
4.2.2.1 Gaya Bahasa Perumpamaan ... 38
4.2.2.2 Gaya Bahasa Personifikasi/Depersonifikasi ... 39
4.2.2.3 Gaya Bahasa Metonimia/Sinekdoke ... 41
4.2.2.4 Gaya Bahasa Hiperbola ... 42
4.2.2.5 Gaya Bahasa Paronomasia ... 43
4.2.2.6 Gaya Bahasa dui’ou ... 44
4.2.2.7 Gaya Bahasa Antitesis ... 45
4.2.2.8 Gaya Bahasa Repetisi ... 46
4.2.2.9 Gaya Bahasa Erotesis ... 46
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
5.1 Kesimpulan ... 48
5.2 Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Jumlah Peribahasa yang Mengandung Gaya Bahasa ... 35
Tabel 4.2 Jumlah Pepatah yang Mengandung Gaya Bahasa ... 35
Tabel 4.3 Jumlah Kiasan yang Mengandung Gaya Bahasa ... 36
Tabel 4.4 Jumlah Ungkapan yang Mengandung Gaya Bahasa ... 36
ABSTRACT
This research is about the analysis of figure of speech in Chinese idiom, which focused on the four variants of Chinese idiom, namely maxims, proverbs, allegories, and idioms. The data of this research is the Chinese Idiomatic Phrases for Foreign Students’ book complied by Xu and Ying. In this research, Huang and Liao’s concept about the figure of speech in Chinese language is used to identify the figure of speech. Besides that, the semantic theory of Pateda is also used to describe the function and the meaning of the figure of speech. Method of this research is the combination of qualitative and quantitative method. The result of this research shows that there are nine figures of speech that are used in four variants of Chinese idiom. They are simile/metaphor, personification/ depersonification, metonymy/synecdoche, hyperbole, paronomasia, dui’ou, antithesis, repetition, and rhetorical question. The functions of these figures of speech are to make idioms seem more real, figurative, and interesting; easy to understand and to remember. They also can weaken the meaning of idioms or sharpen the meaning of idioms. The meaning of these figures of speech can be viewed in terms of similarity of meaning, the closeness of meaning, the application of the meaning, the equality of meaning, the comparison of meaning and the repetition of meaning.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari bahasa, baik itu bahasa lisan
maupun tulisan. Secara linguistik, yang dimaksudkan dengan bahasa adalah
sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota
kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasi diri (Kushartanti, 2005:3). Idiom sebagai suatu simbol bahasa
yang sangat unik juga sangat melekat erat dengan kehidupan manusia. Kehadiran
idiom sendiri sangat dipengaruhi oleh pola pikir penutur bahasa itu sendiri. Oleh
sebab itu, orang-orang yang belajar suatu bahasa baru harus mempelajari idiom
bahasa tersebut sebagaimana mereka mempelajari kosa kata lain dalam bahasa itu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara linguistik idiom adalah
konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna unsurnya,
misalnya kambing hitam dalam kalimat dalam peristiwa itu Hansip menjadi
kambing hitam, padahal mereka tidak tahu apa-apa (KBBI, 2007:417).
Sedangkan idiom (shúyǔ) menurut Kamus Bahasa Mandarin Modern (XiànDài
HànYǔ CíDiǎn) (2009:1267), adalah “固定的词组,只能整个应用,不能随意
变 动 其 中 成 分 , 并 且 往 往 不 能 按 照 一 般 的 构 词 法 来 分 析”, yang artinya
“kelompok kata atau frasa yang susunannya tetap, hanya boleh digunakan secara
menyeluruh, tidak boleh sembarangan mengubah unsur-unsurnya, dan biasanya
斯 理 màntiáosīlǐ (bertenang-tenang; tidak buru-buru), 无 精 打 采 wújīngdǎcǎi
(tak bergairah; murung; lesu), 乱 七 八 糟 luànqībāzāo (kacau-balau; dalam
kekalutan), 八 九 不 离 十 bājiǔbùlíshí (sangat dekat; hampir betul), dan lain
sebagainya. Idiom Bahasa Mandarin mencakup peribahasa (chéngyǔ), pepatah
(yànyǔ), kiasan (xièhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ) (Yáo, 2006:25).
Idiom bahasa Mandarin memiliki daya ekspresi yang tinggi, karena itu
banyak orang yang belajar bahasa Mandarin menggunakan idiom demi
meningkatkan kemampuan menulis karangan mereka. Namun pada kenyataannya,
banyak orang yang belajar bahasa Mandarin mengalami kesulitan dalam
menggunakan idiom tersebut. Hal ini dikarenakan mereka tidak memahami
penggunaan dari idiom tersebut.
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan
efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal
tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum (Tarigan, 1985:5).
Sementara itu menurut arti pada buku xiūcíxué fāfán (1997:71), gaya bahasa
adalah “人们在长期的语言交际过程中,在本民族语言特点的基础上,为提
高 语 言 表 达 效 果 而 形 成 的 格 式 化 的 方 法 、 手 段” yang artinya “sebuah cara
atau metode yang terbentuk dari proses komunikasi bahasa manusia, demi
meningkatkan hasil penyampaian bahasa tersebut.”
Banyak idiom bahasa Mandarin yang memanfaatkan berbagai gaya bahasa
sebagai dasar pembentukannya, sehingga idiom tersebut menjadi tampak ringkas,
sangat berfigur, dan memiliki daya tarik tersendiri. Contohnya salah satu varian
sebagai berikut: mobil seperti air mengalir, kuda seperti naga berbaris.
Peribahasa (chéngyǔ) ini menggunakan gaya bahasa perumpamaan yaitu metafora
untuk membandingkan air yang mengalir dengan kendaraan yang hilir-mudik dan
mengumpamakan kereta kuda yang berbaris panjang dengan tubuh naga. Kita
mengetahui bahwa air yang mengalir akan terus mengalir tanpa hentinya, ini sama
dengan keadaan mobil di jalan raya pada saat jam kerja dimana mobil hilir-mudik
tanpa hentinya. Mobil yang melaju tersebut juga kadang tampak seperti saling
berhimpitan membentuk barisan panjang mirip tubuh naga. Dengan analogi
tersebut maka arti chéngyǔ chēshuǐmǎlóng sebenarnya adalah kendaraan
berhilir-mudik dengan ramai. Penggunaan gaya bahasa metafora pada idiom menjadikan
makna chéngyǔ chēshuǐmǎlóng lebih nyata dan jelas.
Dengan memperhatikan pemanfaatan gaya bahasa pada idiom bahasa
Mandarin, maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik analisis gaya bahasa
pada idiom bahasa Mandarin, yang berfokus pada pembahasan gaya bahasa yang
terdapat pada empat varian idiom (shúyǔ), yaitu: peribahasa (chéngyǔ), pepatah
(yànyǔ), kiasan (xièhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ) dalam buku Chinese
Idiomatic Phrases for Foreign Students. Dengan dianalisisnya gaya bahasa pada
idiom bahasa Mandarin, pembelajar bahasa Mandarin dapat memahami makna
gaya bahasa pada idiom, sehingga akan membantu mereka dalam penggunaan
1.2Rumusan Masalah Penelitian
Banyak idiom bahasa Mandarin yang memanfaatkan berbagai gaya bahasa
sebagai dasar pembentukannya, dengan demikian idiom menjadi tampak ringkas,
padat dan sangat berfigur. Melihat pemanfaatan gaya bahasa pada idiom bahasa
mandarin, maka permasalahan yang ingin dibahas oleh peneliti pada penelitian ini
adalah:
a. Berapa jumlah gaya bahasa yang terdapat pada empat varian idiom bahasa
Mandarin (shúyǔ) yang ada pada buku Chinese Idiomatic Phrases for Foreign
Students.
b. Gaya bahasa apa saja yang terdapat pada empat varian idiom bahasa Mandarin
(shúyǔ) yang ada pada buku Chinese Idiomatic Phrases for Foreign Students.
c. Bagaimana fungsi dan makna gaya bahasa tersebut pada empat varian idiom
bahasa Mandarin (shúyǔ) yang ada pada buku Chinese Idiomatic Phrases for
Foreign Students.
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya analisis gaya bahasa pada idiom bahasa
mandarin adalah:
a. Menjumlahkan berapa gaya bahasa yang terdapat pada empat varian idiom
bahasa Mandarin (shúyǔ) yang ada pada buku Chinese Idiomatic Phrases for
Foreign Students.
b. Mengidentifikasi gaya bahasa pada empat varian idiom bahasa Mandarin
c. Mendeskripsikan fungsi dan makna gaya bahasa tersebut pada empat varian
idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) yang ada pada buku Chinese Idiomatic
Phrases for Foreign Students.
1.4Ruang Lingkup Penelitian
Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) pada bahasa Mandarin adalah sangat banyak.
Agar pembahasan tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi pembahasan hanya
pada idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) dalam buku Chinese Idiomatic Phrases for
Foreign Students (2005) yang disusun oleh Xú Zōngcái dan Yìng Jùnlíng. Adapun alasan penulis memilih buku ini, karena pada buku ini terdapat empat varian
idiom (shúyǔ) yang merupakan idiom (shúyǔ) yang sering digunakan dalam
pembelajaran bahasa Mandarin.
Karena keterbatasan ruang penulisan dan keterbatasan kemampuan penulis
terhadap gaya bahasa pada bahasa Mandarin, maka peneliti membatasi
pembahasan hanya pada gaya bahasa yang terdapat pada empat varian idiom
(shúyǔ), yaitu: peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan (xièhòuyǔ), dan
ungkapan (guànyòngyǔ) dalam buku Chinese Idiomatic Phrases for Foreign
Students. Gaya bahasa tersebut akan dianalisis menggunakan teori semantik
leksikal tentang makna dalam gaya bahasa.
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dicapai dari penelitian tentang analisis gaya bahasa
1.5.1Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat dari penelitian tentang analisis gaya bahasa pada
idiom bahasa Mandarin adalah:
a. Menambah khasanah penelitian tentang idiom bahasa Mandarin (shúyǔ).
b. Menambah khasanah penelitian yang memfokuskan pada analisis gaya bahasa
pada idiom bahasa Mandarin (shúyǔ).
1.5.2Manfaat Praktis
Secara praktis manfaat dari penelitian tentang analisis gaya bahasa pada
idiom bahasa Mandarin adalah:
a. Dapat digunakan sebagai acuan bagi pembelajar bahasa Mandarin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
Pada Bab II ini, pertama peneliti akan mengemukakan hasil penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan idiom bahasa Mandarin pada umumnya dan yang
berhubungan dengan gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin pada khususnya.
Selanjutnya peneliti menguraikan dan menjelaskan konsep-konsep yang
digunakan pada penelitian ini. Dan yang terakhir peneliti memaparkan teori yang
diaplikasikan dalam penelitian ini yang digunakan untuk menganalisis gaya
bahasa pada idiom bahasa Mandarin.
2.1
Hasil Penelitian TerdahuluPenelitian mengenai gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) sudah
banyak diteliti, terutama di Cina. Penelitian-penelitian tersebut antara lain sebagai
berikut.
1. Kūnhóng dalam penelitiannya yang berjudul “熟语分类论” (Shúyǔ fēnlèi lùn)
(2009). Beliau mengelompokkan idiom bahasa Mandarin dari sudut
penggunaan suku katanya, yaitu idiom dengan empat suku kata dan bukan
empat suku kata.
2. Yán dalam penelitiannya yang berjudul “试 论 熟 语 文 化” (Shìlùn Shúyǔ
Wénhuà) (2006), yang menganalisis sifat kebangsaan, kesistematisan,
kekayaan dan keragaman bentuk serta sasaran dan ruang lingkup dari
3. Yán kembali mengangkat topik yang sama dalam penelitiannya yang berjudul
“汉 语 熟 语 的 民 族 文 化 特 征” (Hànyǔ Shúyǔ de Mínzú Wénhuà Tèzhēng)
(2009). Pada penelitian ini beliau menganalisis keistimewaan budaya dari
idiom bahasa Mandarin dengan memfokuskan penelitiannya pada filosofi,
makna tak langsung, sifat humanisme, kesusastraan langgam bahasa dan
motivasi yang tersirat pada idiom bahasa Mandarin.
4. Zhènlái dalam penelitiannya yang berjudul “熟语的文化 加义” (Shúyǔ de
Wénhuà Fùjiāyì) (2008) menganalisis makna tambahan yang tersirat pada
idiom bahasa Mandirin.
5. Dūnguì dalam penelitiannya yang berjudul “熟 语 的 修 辞 特 色” (Shúyǔ de
Xiūcí Tèsè) (1988), menganalisis keistimewaan dari pilihan kata pada idiom
bahasa Mandarin.
6. Lán dalam penelitiannya yang berjudul “熟 语 的 修 辞 功 能 探 析” (Shúyǔ de
Xiūcí Gōngnéng Tànxī) (2010) memaparkan kegunaan dari diksi dan gaya
bahasa pada idiom bahasa Mandarin.
7. Yuán dalam penelitiannya yang berjudul “浅析惯用语、谚语和歇后语的结
构及修辞特点” (Qiǎnxī Guànyòngyǔ、 Yànyǔ hé Xiēhòuyǔ de Jiégòu jí Xiūcí
tèdiǎn) (2008) yang memfokuskan analisisnya pada struktur, diksi dan gaya
bahasa pada idiom bahasa Mandarin khususnya pada tiga varian idiom, yaitu:
ungkapan (guànyòngyǔ), pepatah (yànyǔ) dan kiasan (xiēhòuyǔ).
Walaupun penelitian tentang gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin di
ada penelitian yang mengidentifikasi gaya bahasa pada idiom itu satu per satu,
maka peneliti merasa penelitian analisis gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin
tentunya dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan
dengan gaya bahasa.
2.2
KonsepKonsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada
diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI,
2007:588). Jadi, konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.2.1
Gaya BahasaBila kita melihat arti gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya
adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku,
berpakaian dan lain sebagainya.
Secara leksikologis yang dimaksud dengan gaya bahasa, yakni: (i)
pemanfaatan atas kekayaaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis;
(ii) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; (iii)
keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra (Kridalaksana, 2008:70).
Menurut Keraf (2007:113), “gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”. Sedangkan menurut Tarigan (1985:5),
“gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek
tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.” Pendapat lain
dikemukakan oleh Slamet Muljana tentang gaya bahasa, yaitu: “gaya bahasa
adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup
dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati
pembaca” (Waridah, 2008:322).
Karena objek kajian penelitian ini adalah idiom bahasa Mandarin, maka gaya
bahasa yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah gaya bahasa pada
bahasa Mandarin.
2.2.1.1
Gaya Bahasa pada Bahasa MandarinMenurut arti pada buku xiūcíxué fāfán (1997:71), gaya bahasa adalah “人们
在长期的语言交际过程中,在本民族语言特点的基础上,为提高语言表达效
果而形成的格式化的方法、手段” yang artinya “sebuah cara atau metode yang
terbentuk dari proses komunikasi bahasa manusia, demi meningkatkan hasil
penyampaian bahasa tersebut.”
Menurut Huáng dan Liào dalam buku xiàndài hànyǔ diuraikan ada dua puluh
satu macam gaya bahasa pada bahasa Mandarin. Sedangkan menurut Chén pada
buku xiūcíxué fāfán disebutkan bahwa ada tiga puluh delapan gaya bahasa pada
bahasa Mandarin. Dapat dilihat, gaya bahasa pada bahasa Mandarin adalah sangat
banyak.
Namun karena keterbatasan kemampuan penulis terhadap gaya bahasa pada
bahasa Mandarin, maka peneliti hanya membahas gaya bahasa yang terdapat pada
(xièhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ) dalam buku Chinese Idiomatic Phrases
for Foreign Students.
Adapun gaya bahasa yang dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Gaya Bahasa Perumpamaan (比喻bǐyù)
Menurut Huáng dan Liào dalam buku xiàndài hànyǔ(1997:233), “比喻是用
相似的事物去 绘事物或者说明道理” yang artinya “Bǐyù adalah gaya bahasa
perbandingan yang memanfaatkan kemiripan dua benda atau hal untuk
melukiskan benda atau hal lain ataupun menjelaskan suatu ide.”
Dalam bǐyù, sesuatu yang dibandingkan disebut “běntǐ” atau dapat
diterjemahkan sebagai “noumenon”, sesuatu yang digunakan untuk
membandingkan disebut “yùtǐ” atau diterjemahkan sebagai “pembanding”, dan
yang menghubungkan kedua hal yang dibandingkan itu disebut “bǐyùcí” atau
diterjemahkan sebagai “kata banding”.
Gaya bahasa perumpamaan ini dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
míngyù医 ànyù, dan jièyù.
a. Gaya Bahasa Simile (明喻míngyù)
Míngyù sama dengan gaya bahasa simile/perumpamaan pada bahasa
Indonesia. Menurut Tarigan (1985:9), “perumpamaan adalah perbandingan dua
hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama.
Perbandingan ini secara eksplisit ditandai oleh pemakaian kata “seperti” dan
sejenisnya (ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa, dll).”
Menurut Huáng dan Liào (1997:233) pada míngyù, noumenon dan
rú, 似sì, 仿佛fǎngfú, 犹如yóurú, 有如yǒurú, 一般yìbān, dan lain sebagainya.
Contoh:
(1) 食堂开饭时,全校同学像热锅上的蚂蚁一样挤成一团。
Di kantin saat jam makan, semua murid sekolah seperti semut diatas panci panas berjejal jadi satu.
Pada contoh (1) diatas, yang menjadi noumenon adalah “semua murid”,
pembandingnya adalah “semut diatas panci panas”, dan kata bandingnya adalah
“seperti”.
b. Gaya Bahasa Metafora (暗喻ànyù)
Ànyù setara dengan gaya bahasa metafora pada bahasa Indonesia. Menurut
Dale [et al] dalam Tarigan (1985:15), “Metafora membuat perbandingan antara
dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun
tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, bak,
sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan.”
Huáng dan Liào dalam buku xiàndài hànyǔ (1997:234), menyatakan bahwa
ànyù disebut juga yǐnyù, noumenon dan pembandingnya muncul, namun
menggunakan kata banding berupa kata: 是 shì (adalah), 变 成 biànchéng
(menjadi), 成为chéngwéi (menjadi), 等于děngyú (serupa/berarti), dll atau tidak
menggunakan kata banding sama sekali.
Contoh:
(2) 爱护书籍吧,它是知识的源泉。
Peliharalah buku dengan baik, dia adalah sumber pengetahuan.
Pada contoh (2), noumenonnya adalah “buku”, pembandingnya adalah
c. Gaya Bahasa 借喻jièyù
Jièyù tidak menyebutkan noumenon, dan tidak ada kata banding, tetapi
langsung menggunakan pembanding sebagai noumenonnya (Huáng, 1997:234).
Contoh:
(3) 鲁迅在一篇文章里,主张打落水狗。他说,如果不打落水狗,它一旦
跳起来,就要咬你,最低限度也要溅你一身的污泥。
Lǔxùn (Novelis Cina) dalam salah satu karyanya, menganjurkan memukul anjing yang jatuh ke parit. Beliau mengatakan, jika tidak memukul anjing yang jatuh ke parit itu, maka begitu dia melompat ke atas, akan menggigitmu, atau minimal akan menciprat kamu dengan lumpur.
Contoh (3) langsung menggunakan pembanding “anjing yang jatuh ke parit ”
untuk menyatakan “musuh yang sudah kena pukul”. Pada contoh ini hanya
muncul pembanding, tidak ada noumenon dan kata banding, kalimat ini langsung
menggunakan pembanding sebagai noumenonnya.
2. Gaya Bahasa Personofikasi/Depersonifikasi (比拟bǐnǐ)
Bila bahasa Indonesia membedakan gaya bahasa personifikasi dan
depersonifikasi maka pada bahasa Mandarin kedua gaya bahasa ini termasuk
dalam gaya bahasa bǐnǐ.
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan
benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki
sifat-sifat kemanusiaan (Keraf, 2007:140).
Contoh:
(4) 春风放胆来梳柳;夜雨瞒人去浇花。
“Angin musim semi” dan “hujan malam” adalah benda tak bernyawa. Contoh
(4) menginsankan “angin musim semi” dan “hujan malam”, membuat mereka
memiliki perasaan, pikiran, dan gerakan manusia. Coba kita berpikir apakah
“angin musim semi” bisa memberanikan diri pergi menyisir pohon willow dan
“hujan malam” bisa sembunyi-sembunyi pergi menyiram bunga?
Sedangkan depersonifikasi adalah kebalikan dari gaya bahasa personifikasi.
Kalau personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka
depersonifikasi justru membendakan manusia atau insan (Tarigan, 1985:21). Pada
bahasa Mandarin, gaya bahasa depersonifikasi boleh juga menjadikan manusia
memiliki sifat seperti binatang.
Contoh:
(5) 我到了自家的房外,我的母亲早已迎着出来,接着便飞出了八岁的侄
儿宏儿。
Sampailah saya diluar rumah, ibu saya sudah lama keluar menyambut saya, kemudian terbang keluar keponakan saya Hóngér yang berumur delapan tahun.
“Terbang” adalah kemampuan sejenis binatang yang mempunyai sayap.
Manusia tidak memiliki sayap dan tidak dapat terbang. Contoh (5) menjadikan
manusia seolah-olah memiliki sayap dan dapat terbang.
Bǐnǐ selain menginsankan benda dan membendakan manusia, juga
menggunakan kata-kata yang melukiskan suatu benda untuk menggambarkan
benda lain.
(6) 蓝色的火苗舔着锅底,锅里热气腾腾… …
“Menjilati” adalah kegiatan binatang untuk meminum atau memakan dengan
lidah. “Lidah api” pada contoh (6) diatas dibuat seolah-olah memiliki sifat
binatang itu sehingga bisa “menjilati” bawah panci.
3. Gaya Bahasa Metonimia/Sinekdoke (借代jièdài)
Jièdài adalah gaya bahasa yang tidak secara langsung menyebut nama dari
benda/hal yang dimaksud, tetapi meminjam nama dari benda/hal yang
berhubungan erat dengannya untuk menggantikannya (Huáng, 1997:240). Jièdài
sama dengan gaya bahasa Metonimia dan Sinekdoke pada bahasa Indonesia.
Menurut Moeliono dalam Tarigan (1985:123), “Metonimia ialah majas yang
memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang,
atau hal sebagai penggantinya.”
Contoh:
(7) 人 民 群 众 中 间 , 实 在 有 成 千 上 万 的 “ 诸 葛 亮 ” , 每 个 乡 村 , 每 个 市
镇,都有那里的“诸葛亮”。
Di antara sekelompok masyarakat, pasti ada beribu-ribu “Zhū gěliàng”, setiap desa, setiap kota, pasti ada “Zhū gěliàng” disana.
“Zhū gěliàng” adalah nama dari tokoh sejarah pada zaman tiga negara. Di hati orang Cina, beliau adalah jelmaan dari kebijaksanaan. Contoh (7)
menggunakan “Zhū gěliàng” untuk menyebut “orang yang bijaksana”. “beribu-ribu ‘Zhū gěliàng’” untuk menyebut sekelompok masyarakat besar yang memiliki kebijaksanaan dan memiliki kreatifitas tinggi.
Sinekdoke ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti
Contoh:
(8) 几十双闪亮的眼睛热切地注视着李老师,她激动地说不出话来。
Beberapa puluh pasang mata yang berkilau dengan ramahnya menatapi guru Li, Dia terharu hingga tidak dapat berkata apa-apa.
Contoh (8) menggunakan kalimat “beberapa puluh pasang mata yang
berkilau” untuk mengganti orang banyak.
4. Gaya Bahasa Hiperbola (夸张kuāzhāng)
Kuāzhāng sama dengan gaya bahasa hiperbola pada bahasa Indonesia.
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang
berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya atau sifatnya – dengan maksud memberi
penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan
kesan dan pengaruhnya (Tarigan, 1985:55).
Contoh:
(9) 天气又闷又热,我们渴得嗓子都快冒烟了。
Cuaca panas dan pengap, kami kehausan sampai tenggorakan mengeluarkan asap.
Contoh (9) menggambarkan sangat kehausan dengan cara yang
berlebih-lebihan yaitu “sampai tenggorakan mengeluarkan asap”, meskipun kita sangat
kehausan, tidak mungkin tenggorakan bisa sampai mengeluarkan asap.
5. Gaya Bahasa Paronomasia ( 关shuāngguān)
Shuāngguān sama dengan gaya bahasa paronomasia pada bahasa Indonesia.
sama tetapi bermakna lain; kata-kata yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda
(Tarigan, 1985:64).
Menurut Huáng dan Liào, “利用语音或语义条件,有意使语句同时关顾表
面和内里两种意思,言在此而意在彼,这种辞格叫 关” (Huáng, 1997:248).
Yang diterjemahkan sebagai: “gaya bahasa yang memanfaatkan persyaratan
bunyi dan arti yang sama, yang sengaja menjadikan kalimat memperhatikan
makna luar dan dalam dari kalimat.”
Contoh:
(10)姓陶不见桃结果,姓李不见李开花,姓罗不见锣鼓响,三个蠢才哪
里来?
Si marga Tao tidak tampak buah persik berbuah, si marga Li tidak tampak buah prem berbunga, si marga Luo tidak tampak genderang berbunyi, tiga orang bodoh dari mana datangnya?
Contoh (10) memanfaatkan persamaan bunyi dari ketiga marga Tao, Li, dan
Luo dengan nama ketiga buah atau benda “buah persik”, “buah prem”, dan
“genderang”. (Pada bahasa Mandarin bunyi ketiga benda diatas sama dengan
bunyi ketiga marga diatas).
6. Gaya Bahasa 对偶duì’ǒu
Menurut Huáng dan Liào, “对偶是用结构相同或相近、字数相等、意义上
密 切 相 关 的 一 对 短 语 或 句 子 对 称 排 列 起 来 表 达 相 对 或 相 近 的 意 思” (Huáng,
1997:256) yang artinya “Duì’ǒu adalah gaya bahasa yang memanfaatkan
kelompok kata atau kalimat yang bentuknya sama atau mirip, jumlahnya sama,
artinya sangat berkaitan erat dibariskan secara seimbang kiri dan kanan untuk
Contoh:
(11)病来如山倒,病去如抽丝。
Penyakit datangnya seperti gunung ambruk, penyakit perginya seperti menguraikan serat sutera.
Pada contoh (11) kalimat bagian kiri dan kanan memiliki jumlah karakter
yang sama, yaitu masing-masing terdiri dari lima karakter. Bentuk kedua bagian
ini juga sama, yaitu bagian kiri “penyakit datangnya” dan bagian kanan “penyakit
perginya”; bagian kiri “seperti gunung ambruk” dan bagian kanan “seperti
menguraikan serat sutera”. Makna kalimat ini adalah menyatakan maksud yang
berlawanan yaitu penyakit datangnya cepat, tetapi sembuhnya lambat.
7. Gaya Bahasa Antitesis (对比duìbǐ)
Duìbǐ hampir sama dengan gaya bahasa antitesis pada bahasa Indonesia.
Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau
perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri
semantik yang bertentangan) (Ducrot & Todorov dalam Tarigan, 1985:27).
Menurut Huáng dan Liào, “对比是把两种不同事物或者同一事物的两个方
面 , 放 在 一 起 相 互 比 较 的 一 种 辞 格 , 也 叫 对 照” (1997:266) yang artinya
“Duìbǐ adalah gaya bahasa yang saling membandingkan dua hal yang tidak sama
atau membandingkan dua sisi dari hal yang sama.”
Contoh:
(12)对下属面无表情(像一张白纸似的……但是他一见到上司(驴脸得立
刻缩短(变成柿饼脸(堆下笑容……
Contoh (12) membandingkan sikap seseorang terhadap bawahan dan
atasannya yang saling yang bertentangan.
8. Gaya Bahasa Repetisi ( 复fǎnfù)
Fǎnfù adalah gaya bahasa repetisi. Repetisi adalah pengulangan kata, frasa,
atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberikan penekanan.
(Waridah, 2008:322).
Repetisi ialah majas yang berupa pengulangan kata/kelompok kata yang sama
dengan maksud menarik perhatian atau lebih menegaskan (Soedjito, 1990:118).
Contoh:
(13)冒着敌人的炮火,前进!前进!前进!
Menantang tembakan meriam dari musuh, maju! Maju! Maju!
Contoh (13) berturut-turut mengulang kata “maju” untuk menegaskan
semangat berperang yang mendalam.
9. Gaya Bahasa Erotesis ( 问fǎnwèn)
Fǎnwèn sama dengan gaya bahasa erotesis atau pertanyaan retoris pada
bahasa Indonesia. Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan
yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek
yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak
Contoh:
(14)我心里在想着,难道美丽的花园里一个人也没有?
Dalam hati saya berpikir, apakah taman bunga secantik ini satu orang pun tidak ada?
(15)难道我会做这样的坏事儿吗?
Apakah saya bisa melakukan hal jahat ini?
Contoh (14) menggunakan kalimat negasi “tidak ada” untuk menekankan
bahwa taman bunga secantik ini pasti ada sangat banyak orang. Contoh (15)
menggunakan kalimat positif untuk menyatakan saya tidak mungkin melakukan
hal jahat ini.
2.2.2
IdiomSecara leksikologis idiom adalah: (i) konstruksi dalam unsur-unsur yang
saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya
karena bersama yang lain; (ii) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan
gabungan makna anggota-anggotanya; (iii) bahasa dan dialek yang khas menandai
suatu bangsa, kelompok atau suku (Pateda, 2001:231).
Sedangkan menurut Abdul Chaer (1984:7), idiom adalah satuan bahasa
(entah berupa kata, frasa, maupun kalimat) yang maknanya tidak dapat “ditarik”
dari kaidah umum gramatikal yang berlaku dalam bahasa tersebut, atau tidak
dapat diramalkan dari makna leksikal unsur-unsur yang membentuknya.
Pengertian idiom yang senada juga dinyatakan oleh Soedjito, beliau
mengatakan idiom adalah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frasa) yang
maknanya menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur yang
2.2.2.1
Idiom Bahasa MandarinIdiom bahasa Mandarin (shúyǔ) adalah “人 们 常 用 的 定 型 化 了 的 固 定 短
语,是一种特殊的词汇单位” yang artinya “kelompok kata dengan pola yang
tetap yang sering digunakan oleh masyarakat, adalah sebuah unit kosa kata yang
istimewa (Huáng, 1997:312). Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) mencakup
peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan (xièhòuyǔ), dan ungkapan
(guànyòngyǔ) (Yáo, 2006:25).
Idiom bahasa Mandarin (Shúyǔ) menurut Zhènlái adalah “语言符号中一类
比 较 特 殊 的 符 号 , 它 们 是 定 型 的 语 言 表 达 形 式”yang artinya “suatu simbol
bahasa yang istimewa, mereka adalah suatu bentuk bahasa yang sudah tetap”.
Sementara Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) menurut Mǎ Guófán adalah “固定
词组的总和,它包括成语、谚语、歇后语和惯用语姰熟语是 用的词的固定
组 合 , 语 义 结 合 紧 密 、 语 言 和 谐 , 是 语 言 中 独 立 用 的 词 汇 单 位” dapat
diterjemahkan sebagai “kumpulan kelompok kata yang tetap, termasuk peribahasa
(chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan (xiēhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ).
Idiom (shúyǔ) adalah kelompok tetap dari kata yang sering digunakan, yang
artinya bersatu erat, bahasanya berirama, adalah suatu unit kosa kata pada bahasa
yang digunakan secara mandiri.”
Dari ketiga definisi diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Idiom bahasa
Mandarin (shúyǔ) adalah suatu simbol bahasa yang sangat unik医 yang terbentuk
susunannya, termasuk didalamnya peribahasa (chéngyǔ), pepatah (yànyǔ), kiasan
(xiēhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ).
Dilihat dari segi linguistik, Idiom bahasa Mandarin (shúyǔ)adalah kelompok
kata dengan pola tetap, biasanya memiliki sifat:
a. Susunannya tetap, unsur-unsur pembentuknya tidak boleh sembarangan
diubah.
Misalnya ungkapan (guànyòngyǔ) “碰钉子pèng dīngzi” (kena paku), kita tidak
boleh menyebutnya menjadi “碰螺丝 pèng luósī” (kena obeng); pepatah (yànyǔ)
“留 得 青 山 在 , 不 怕 没 柴 烧 liúdé qīngshān zài, búpà méi chái shāo” (selama
gunung hijau masih ada, orang tidak takut kehabisan kayu bakar), kita juga tidak
boleh mengubahnya menjadi “留 得 青 山 在 , 不 怕 没 草 烧 liúdé qīngshān zài,
búpà méi cǎo shāo” (selama gunung hijau masih ada, orang tidak takut kehabisan
rumput bakar). Namun begitu, ada juga idiom (shúyǔ) tertentu (pepatah (yànyǔ),
kiasan (xiēhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ)) yang boleh ditambahi atau
dikurangi beberapa unsur-unsurnya, misalnya “ 个臭皮匠,顶个诸葛亮sān gè
chòupíjiàng, dǐng gè zhūgěliàng” (kecerdikan tiga orang tukang sepatu, menyamai
kecerdikan zhūgěliàng), boleh ditulis sebagai “ 个臭皮匠,顶得过一个诸葛亮
sān gè chòupíjiàng, dǐngdéguò yígè zhūgěliàng” (kecerdikan tiga orang tukang
sepatu, mengungguli kecerdikan zhūgěliàng),“ 个臭皮匠,赛过一个诸葛亮
sān gè chòupíjiàng, sàiguò yígè zhūgěliàng” (kecerdikan tiga orang tukang sepatu,
b. Maknanya khusus dan menyeluruh, tidak boleh diartikan dari satu per satu arti
unsur-unsurnya.
Makna yang ada pada idiom (shúyǔ) adalah makna yang khusus, umumnya adalah
makna gaya bahasanya ataupun makna dari penggunaannya. Makna idiom (shúyǔ)
terselimut di dalamnya, tidak boleh diartikan satu per satu dari unsur-unsur
pembentuknya, karena itu makna idiom (shúyǔ) harus dipahami secara
keseluruhan. Misalnya “骑 驴 看 场 本——走 着 瞧 qílǘ kàn chǎngběn --
zǒuzheqiáo”,kita tidak bisa mengartikannya sebagai “menunggangi keledai
sambil membaca naskah opera tradisional Tiongkok” tetapi harus dipahami secara
keseluruhan sebagai “akhir dari suatu peristiwa akan tampak seiring dengan
berjalannya waktu”.
Sumber dari idiom (shúyǔ) beraneka ragam, idiom (shúyǔ) boleh berasal dari
bahasa sehari-hari masyarakat yang turun-menurun dan luas digunakan, juga
boleh berasal dari bahasa buku, termasuk berasal dari karya-karya kuno yang
terkenal (legenda, fabel, sejarah, puisi, novel dan lain sebagainya).
1. Peribahasa (Chéngyǔ)
Chéngyǔ dapat disetarakan dengan peribahasa pada bahasa Indonesia.
Chéngyǔ adalah kelompok kata atau frasa yang tetap yang sudah digunakan dalam
jangka waktu panjang, bentuknya ringkas dan padat (XiànDài HànYǔ CíDiǎn,
2009:173). Chéngyǔ kebanyakan terdiri atas empat karakter. Contoh: 亡羊补牢
memperbaiki diri setelah melakukan kesalahan agar tidak lagi melakukan
kesalahan yang sama.
2. Pepatah (Yànyǔ)
Yànyǔ dapat disetarakan dengan pepatah dalam bahasa Indonesia (Leman,
2007:xi). Yànyǔ disajikan dalam kalimat yang relatif lengkap dan banyak
mengandung nasihat, kata-kata bijak atau nilai-nilai kearifan. Contoh: 有 福 同
享 , 有 难 同 当 yǒufútóngxiǎng, yǒunàntóngdāng (ada keuntungan dinikmati
bersama, ada kesusahan ditanggung bersama) yang artinya senasib
sepenanggungan.
3. Kiasan (Xièhòuyǔ)
Xièhòuyǔ setara dengan perumpamaan (kiasan, ibarat) dalam bahasa
Indonesia (Leman, 2007:xvi). Xièhòuyǔ biasanya menggunakan benda atau
sesuatu yang lain sebagai perbandingan (analogi). Xièhòuyǔ terdiri atas dua bagian,
yaitu bagian pertama sebagai perumpamaan dan bagian kedua sebagai penjelasan.
Contoh: 孔 夫 子 搬 家——净 是 书 kǒngfūzǐ bānjiā – jìng shì shū (Tuan Kong
pindah rumah – semuanya buku), karena pada bahasa Mandarin karakter “书”
(buku) dan “输” (kalah) ejaannya sama, yaitu “ shū ” sehingga arti dari
4. Ungkapan (Guànyòngyǔ)
Guànyòngyǔ dapat disetarakan dengan ungkapan pada bahasa Indonesia.
Guànyòngyǔ adalah kelompok kata dengan pola tetap yang sering digunakan pada
komunikasi sehari-hari, kebanyakan terdiri dari tiga karakter, yang maknanya
merupakan perluasan dari makna unsur-unsur pembentuknya (Huáng, 1997:316).
Contoh: 开 夜 车 kāiyèchē (mengendarai mobil di malam hari) yang artinya
bekerja sampai larut malam atau lembur.
2.3
Landasan TeoriKarena tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan fungsi dan makna
dari penggunaan gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin, maka peneliti
menggunakan teori semantik menurut Pateda.
Menurut Pateda (2001:7), semantik adalah subdisiplin linguistik yang
membicarakan makna. Setiap kata mengandung makna. Makna kata itu ada yang
sudah jelas, tetapi ada pula yang maknanya kabur. Kata terkadang berada dalam
urutan dan urutan tersebut terwujud dalam bentuk yang dinamakan gaya bahasa,
peribahasa, dan ungkapan. Dalam semantik urutan kata dibicarakan pada semantik
leksikal yang menyangkut makna leksikal.
Berkaitan dengan penelitian, maka teori semantik leksikal tentang makna
dalam gaya bahasa yang digunakan peneliti untuk menganalisis gaya bahasa pada
idiom bahasa Mandarin.
Gaya bahasa lebih banyak dan sering dibicarakan dalam bidang sastra, tetapi
dipentingkan bukan soal gaya bahasanya, melainkan makna kata atau kalimat
yang menggunakan gaya bahasa tersebut. Misalnya, “Pak Ali membeli lima ekor
kambing.” Dengan membaca kalimat tersebut kita akan mengetahui bahwa makna
yang terkandung di dalam gabungan kata ini, adalah lima kambing dan bukan ekor
kambing sebanyak lima buah.
Dengan demikian ada makna yang berhubungan dengan gaya personifikasi,
metonimia, dan seterusnya. Akibatnya makna yang berhubungan dengan gaya
bahasa, ada yang dapat dilihat dari segi kedekatan antarmakna, ada pula yang
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu proses penyelidikan atau usaha-usaha yang
dilakukan secara sistematis untuk mengetahui atau mempelajari segala sesuatu
yang baru guna memenuhi hasrat keingintahuan manusia. Metode Penelitian
adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini, maka metode penelitian yang
digunakan peneliti adalah metode gabungan kualitatif - kuantitatif.
3.1Metode Gabungan Kualitatif – Kuantitatif
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005:6).
Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan,
wawancara, atau penalaahan dokumen. Dengan data yang didapat bersifat
deskriptif yaitu data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan
angka-angka. Analisis data pada penelitian kualitatif adalah secara induktif, yaitu
analisis yang diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan pembuktian,
Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang datanya adalah data kuantitatif
sehingga analisis datanya menggunakan analisis kuantitatif (inferensi). Data
kuantitatif adalah dalam bentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan
seperti 1, 2, 3, 4, … dst, atau skor 5 = selalu, skor 4 = sering, skor 3 =
kadang-kadang, skor 2 = jarang, dan skor 1 = tidak pernah. Data kuantitatif dibedakan
menjadi data diskrit atau nominal dan data kontinum. Data nominal adalah data
dalam bentuk kategori atau diskrit. Analisis data pada penelitian kuantitatif adalah
secara deduktif. Penelitian ini menghasilkan data numerik yang biasanya
dianalisis secara statistik.
Penelitian gabungan kualitatif dan kuantitatif adalah penelitian yang datanya
terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif sehingga analisis datanya pun
menggunakan analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif.
3.2Data dan Sumber Data
Data dapat diartikan sebagai bahan mentah yang didapatkan peneliti dari
penelitiannya, bisa berupa fakta maupun keterangan yang dapat digunakan
sebagai dasar analisis. Data dapat berfungsi sebagai bukti dan petunjuk tentang
adanya sesuatu.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah idiom bahasa Mandarin
(shúyǔ) yang mencakup empat varian idiom yaitu: peribahasa (chéngyǔ), pepatah
(yànyǔ), kiasan (xièhòuyǔ), dan ungkapan (guànyòngyǔ). Selain itu, peneliti juga
mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dan data-data dari internet yang
Sumber data adalah sesuatu yang menjadi sumber untuk memperoleh sebuah
data. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sumber data berupa buku
kumpulan idiom (shúyǔ), yaitu Chinese Idiomatic Phrases for Foreign Students
dengan ciri-ciri buku:
Judul Buku : Chinese Idiomatic Phrases for Foreign Students
(外国人说熟语wàiguórén shuō shúyǔ)
Pengarang : Xú Zōngcái dan Yìng Jùnlíng Penerbit : Běijīng Yǔyán Dàxué Chūbǎnshè
Tahun terbit : November 2005 cetakan ketiga
Tebal buku : 194 halaman
Detil cover : warna dasar kuning dan jingga
Bergambarkan seorang lelaki dengan pakaian tradisional zaman
dinasti Tang duduk memainkan kecapi dengan ditemani seekor
kerbau
3.3Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan
cara:
1. Mengumpulkan data empat varian idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) yang
terdapat pada buku Chinese Idiomatic Phrases for Foreign Students.
2. Mencari data empat varian idiom bahasa Mandarin (shúyǔ) yang mengandung
3. Mengklasifikasikan masing-masing empat varian idiom bahasa Mandarin
(shúyǔ) berdasarkan gaya bahasa pada bahasa Mandarin.
Pada buku Chinese Idiomatic Phrases for Foreign Students peneliti
menemukan ada sebanyak 557 buah idiom (shúyǔ), yang terdiri atas 206 buah
peribahasa (chéngyǔ), 211 buah pepatah (yànyǔ), 49 buah kiasan (xièhòuyǔ), dan
91 buah ungkapan (guànyòngyǔ).
Setelah dilakukan pemilahan terhadap shúyǔ, maka peneliti memperoleh total
396 buah idiom (shúyǔ) mengandung gaya bahasa dan 159 idiom (shúyǔ) tidak
mengandung gaya bahasa, dengan rincian idiom (shúyǔ) yang mengandung gaya
bahasa ada 116 buah peribahasa (chéngyǔ), 162 buah pepatah (yànyǔ), 47 buah
kiasan (xièhòuyǔ), dan 71 buah ungkapan (guànyòngyǔ) (lihat lampiran 1, 2, 3,
dan 4).
3.4Teknik Analisis Data
Tujuan analisis data adalah mengendalikan data agar sistematis dan sesuai
dengan perumusan masalah. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis
data secara deduktif – induktif yaitu proses analisis yang diawali dengan
observasi data secara statistik, pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri
dengan kesimpulan umum.
Setelah data dikumpulkan dan dikategorikan, peneliti akan menganalisis
fungsi gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin dan menjelaskan makna gaya
bahasa tersebut pada idiom bahasa Mandarin.
1. Menganalisis berdasarkan gaya bahasa. Misalnya: gaya bahasa simile atau
míngyù. Adapun idiom bahasa Mandarin yang menggunakan gaya bahasa
tersebut adalah 如饥似渴rújī sìkě(seperti orang haus atau lapar akan sesuatu)
(Chéngyǔ).
2. Menganalisis fungsi dan makna gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin.
Misalnya Chéngyǔ Æ 如饥似渴rújī sìkě (seperti orang haus atau lapar akan
sesuatu)
Jika diartikan satu per satu memiliki arti: 如rú dan 似sì artinya “seperti”, 饥
jīartinya “lapar” dan 渴kě artinya “haus”, jadi dapat diartikan “seperti lapar akan
makanan dan seperti haus akan minuman”. Sedangkan arti sebenarnya adalah
keinginan yang amat besar. Dengan memanfaatkan gaya bahasa simile, maka
sesuatu yang abstrak akan menjadi lebih nyata, sesuatu yang sulit dimengerti
menjadi mudah dimengerti. Selain itu, idiom dengan gaya bahasa ini akan tampak
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab-bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai tinjauan pustaka, konsep,
landasan teori dan metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini. Pada bab
ini, peneliti menganalisis gaya bahasa yang memfokuskan pada empat varian
idiom bahasa Mandarin yang terdapat di dalam buku Chinese Idiomatic Phrases
for Foreign Students.
4.1Hasil
Dari hasil penelitian terhadap gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin dapat
dinyatakan bahwa terdapat sembilan gaya bahasa pada empat varian idiom bahasa
Mandarin. Gaya bahasa tersebut adalah: gaya bahasa perumpamaan (bǐyù),
termasuk di dalamnya simile (míngyù), metafora (ànyù), dan jièyù; gaya bahasa
personifikasi/ depersonifikasi (bǐnǐ); gaya bahasa metonimia/sinekdoke (jièdài);
gaya bahasa hiperbola (kuāzhāng); gaya bahasa paronomasia (shuāngguān); gaya
bahasa duì’ǒu; gaya bahasa antitesis (duìbǐ); gaya bahasa repetisi (fǎnfù); dan
terakhir gaya bahasa erotesis (fǎnwèn).
Adapun fungsi dan makna gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin adalah
sebagai berikut. Gaya bahasa perumpamaan (bǐyù) untuk mengumpamakan idiom
yang sulit dimengerti dengan hal-hal yang lebih mudah dimengerti. Gaya bahasa
humoris, berfigur, dan mudah dimengerti. Fungsi gaya bahasa
metonimia/sinekdoke (jièdài) adalah menjadikan idiom menjadi lebih berfigur dan
nyata.
Sementara itu gaya bahasa hiperbola (kuāzhāng) berfungsi sebagai penambah
daya tarik idiom. Berbeda dengan fungsi gaya bahasa diatas, gaya bahasa duì’ǒu
memiliki fungsi menjadikan idiom terasa berirama pada saat diucapkan dan terasa
ringan pada saat didengar. Gaya bahasa paronomasia (shuāngguān) berfungsi
menjadikan makna idiom lebih beragam, menyenangkan, dan melemahkan ucapan
(eufenisme) dan menajamkan makna.
Gaya bahasa antitesis (duìbǐ) berfungsi untuk membandingkan dua hal yang
bertentangan/berlawanan sehingga tampak jelas makna kedua sisi hal yang
bertentangan itu, sedangkan gaya bahasa repetisi (fǎnfù) dan gaya bahasa erotesis
(fǎnwèn) sama-sama berfungsi untuk menegaskan maksud. Bedanya gaya bahasa
repetisi memanfaatkan pengulangan kata sedangkan gaya bahasa erotesis
memanfaatkan bentuk pertanyaan.
Makna gaya bahasa pada empat varian idiom bahasa Mandarin dapat dilihat
dari segi kesamaan makna (gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa hiperbola,
gaya bahasa paronomasia, dan gaya bahasa erotesis), kedekatan makna (gaya
bahasa metonimia/sinekdoke), penerapan makna (gaya bahasa
personifikasi/depersonifikasi), kesejajaran makna (gaya bahasa duì’ǒu),
perbandingan makna (gaya bahasa antitesis) dan pengulangan makna (gaya bahasa
4.2Pembahasan
Pada subbab pembahasan berikut ini akan dipaparkan analisis gaya bahasa
berdasarkan empat varian idiom bahasa Mandarin yang terdapat dalam buku
Chinese Idiomatic Phrases for Foreign Students. Sebelum gaya bahasa dianalisis
satu per satu, peneliti terlebih dahulu menjumlahkan berapa gaya bahasa yang
muncul pada idiom bahasa Mandarin dengan tujuan untuk mendukung analisis
tersebut. Kemudian pembahasan dilanjutkan dengan analisis fungsi dan makna
gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin.
4.2.1 Jumlah Gaya Bahasa pada Empat Varian Idiom bahasa Mandarin
Untuk menganalisis gaya bahasa pada idiom bahasa Mandarin, peneliti
menggunakan teknik analisis data berdasarkan perhitungan statistik.
Pada buku Chinese Idiomatic Phrases for Foreign Students tersimpan
sebanyak 557 buah shúyǔ, yang terdiri atas 206 buah chéngyǔ, 211 buah yànyǔ, 49
buah xièhòuyǔ, dan 91 buah guànyòngyǔ.
Setelah dilakukan pemilahan terhadap shúyǔ, maka peneliti memperoleh total
396 buah shúyǔ mengandung gaya bahasa dan 159 shúyǔ tidak mengandung gaya
bahasa, dengan rincian shúyǔ yang mengandung gaya bahasa ada 116 buah
chéngyǔ, 162 buah yànyǔ, 47 buah xièhòuyǔ, dan 71 buah guànyòngyǔ (lihat
lampiran 1, 2, 3, dan 4).
Pada tabel-tabel berikut terlihat jumlah gaya bahasa yang dihitung
Tabel 4.1 Jumlah Peribahasa (Chéngyǔ) yang mengandung gaya bahasa
Jenis Gaya Bahasa Jumlah Chéngyǔ Persentase
Duì’ǒu 49 42.24
Jièyù 17 14.66
Hiperbola (kuāzhāng) 16 13.79
Repetisi (fǎnfù) 14 12.07
Antitesis (duìbǐ) 12 10.35
Metafora (ànyù) 3 2.59
Simile (míngyù) 2 1.72
Depersonifikasi (nǐwù) 1 0.86
Metonimia/Sinekdoke (jièdài) 1 0.86
Erotesis (fǎnwèn) 1 0.86
Total 116 100%
Dapat dilihat pada tabel 4.1 diatas, bahwa dari sembilan gaya bahasa yang
diteliti pada penelitian ini hanya delapan gaya bahasa yang digunakan pada
chéngyǔ, yaitu: gaya bahasa perumpamaan (simile, metafora, dan jièyù),
depersonifikasi, metonimia/sinekdoke, hiperbola, duì’ǒu, antitesis, repetisi, dan
erotesis.
Tabel 4.1 juga menunjukkan bahwa gaya bahasa yang paling banyak
digunakan pada chéngyǔ adalah gaya bahasa duì’ǒu. Salah satu gaya bahasa
perumpamaan, yaitu jièyù menempati urutan kedua, kemudian ada gaya bahasa
[image:47.595.123.500.613.732.2]hiperbola, repetisi, antitesis, dan selanjutnya.
Tabel 4.2 Jumlah Pepatah (Yànyǔ) yang mengandung gaya bahasa
Jenis Gaya Bahasa Jumlah Yànyǔ Persentase
Jièyù 78 48.15
Antitesis (duìbǐ) 23 14.2
Metonimia/Sinekdoke (jièdài) 18 11.11
Hiperbola (kuāzhāng) 12 7.4
Duì’ǒu 12 7.4
Metafora (ànyù) 7 4.32
Personifikasi (nǐrén) 3 1.85
Erotesis (fǎnwèn) 2 1.24
Simile (míngyù) 1 0.62
Paronomasia (shuāngguān) 1 0.62
Total 162 100%
Dari tabel 4.2 diatas dapat kita lihat bahwa kesembilan gaya bahasa yang
dibahas peneliti pada penelitian ini terdapat pada yànyǔ, ini membuktikan bahwa
gaya bahasa pada yànyǔ lebih beragam. Di dalam yànyǔ, gaya bahasa yang paling
sering digunakan adalah salah satu gaya bahasa perumpamaan yaitu jièyù, hampir
[image:48.595.121.501.113.191.2]setengah yànyǔ mengandung gaya bahasa ini.
Tabel 4.3 Jumlah Kiasan (Xièhòuyǔ) yang mengandung gaya bahasa
Jenis Gaya Bahasa Jumlah Xièhòuyǔ Persentase
Jièyù 38 80.85
Paronomasia (shuāngguān) 7 14.89
Personifikasi (nǐrén) 1 2.13
Duì’ǒu 1 2.13
Total 47 100%
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa gaya bahasa yang muncul pada xièhòuyǔ
hanya ada empat macam yaitu: salah satu gaya bahasa perumpamaan (jièyù),
personifikasi, paronomasia, dan duì’ǒu. Dan yang paling banyak digunakan pada
xièhòuyǔ adalah gaya bahasa jièyù dan paronomasia. 80% xièhòuyǔ mengandung
gaya bahasa jièyù, ini menunjukkan bahwa adalah benar xièhòuyǔ berupa
analogi/perumpamaan.
Tabel 4.4 Jumlah Ungkapan (Guànyòngyǔ) yang mengandung gaya bahasa
Jenis Gaya Bahasa Jumlah Guànyòngyǔ Persentase
Jièyù 62 87.32
[image:48.595.129.496.381.472.2]Jenis Gaya Bahasa Jumlah Guànyòngyǔ Persentase
Hiperbola (kuāzhāng) 3 4.23
Depersonifikasi (nǐwù) 1 1.41
Paronomasia (shuāngguān) 1 1.41
Total 71 100%
Dari tabel 4.4 diatas, kita dapat melihat bahwa gaya bahasa yang paling
banyak digunakan pada guànyòngyǔ adalah juga salah satu jenis gaya bahasa
perumpamaan yaitu jièyù. Sekitar 80% guànyòngyǔ menggunakan gaya bahasa
[image:49.595.129.499.113.188.2]ini. Ini menunjukkan bahwa memang guànyòngyǔ adalah suatu bentuk analogi.
Tabel 4.5 Jumlah Gaya Bahasa Idiom Bahasa Mandarin (Shúyǔ)
Varian Shúyǔ Perum pamaa n Perso nifika si Meto nimia Hiperb ola Paronom
asia Duì ǒu
Antit esis
Repet isi
Erot
esis Total
Peribahasa 22 1 1 16 - 49 12 14 1 116
Pepatah 86 3 18 12 1 12 23 5 2 162
Kiasan 38 1 - - 7 1 - - - 47
Ungkapan 62 1 4 3 1 - - - - 71
Total 208 6 23 31 9 62 35 19 3 396
Persentase 52.23 % 1.52 % 5.81 % 7.83 % 2.27 % 15.66 % 8.84 % 4.8 % 0.76 % 100 %
Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa dari 396 buah idiom bahasa Mandarin yang
mengandung gaya bahasa dalam buku Chinese Idiomatic Phrases for Foreign
Students, gaya bahasa yang paling banyak digunakan adalah gaya bahasa
perumpamaan (bǐyù). Setengah dari jumlah idiom bahasa Mandarin yang diteliti
mengandung gaya bahasa ini. Ini membuktikan bahwa memang benar kebanyakan
idiom memiliki makna idiomatikal yang disebabkan oleh penggunaan gaya bahasa
[image:49.595.109.520.349.465.2]4.2.2 Analisis Gaya Bahasa pada Idiom beserta Fungsi dan Maknanya
Disini peneliti mengambil sampel empat varian idiom bahasa Mandarin yang
mengandung gaya bahasa pada buku Chinese Idiomatic Phrases for Foreign
Students. Keempat varian idiom ini dianalisis makna gaya bahasanya sehingga
mendapatkan fungsi gaya bahasa tersebut pada idiom. Makna yang berhubungan
dengan gaya bahasa, ada yang dapat dilihat dari segi kedekatan antarmakna, ada
pula yang dapat dilihat dari segi kesamaan antarmakna, dan lain sebagainya.
4.2.2.1Gaya Bahasa Perumpamaan (比喻bǐyù)
Gaya bahasa perumpamaan (比喻 bǐyù) merupakan hal yang berhubungan
dengan kesamaan antarmakna. Gaya bahasa ini memanfaatkan sisi kemiripan dua
benda/hal untuk melakukan pengumpamaan. Contoh idiom (shúyǔ) yang
memanfaatkan gaya bahasa ini adalah:
(16) Chéngyǔ : 如饥似渴 (rújī sìkě) = Seperti lapar dan seperti haus
(17) Yànyǔ : 隔行如隔山 (géhang rú géshān) = pekerjaan tidak sama seperti
jarak antar gunung
(18) Xiēhòuyǔ : 哑巴吃黄连——有苦说不出 (yǎba chī huánglián – yǒukǔ
shuōbùchū) = Orang bisu makan ramuan obat pahit – terasa tapi tak terucapkan
(19) Guànyòngyǔ : 当耳旁风 (dāng ěrpángfēng) = dijadikan tiupan angin di sisi kuping
Pada contoh (16) terdapat kata “seperti”, sehingga termasuk dalam gaya
bahasa simile (míngyù), yang menganalogikan keinginan yang amat besar dengan
orang yang lapar akan makanan dan haus akan minuman.
Contoh (17) juga menggunakan gaya bahasa simile (míngyù), yang
gunung besar, dalam arti “sangat berbeda”.
Contoh (18) termasuk gaya bahasa jièyù, karena disini langsung
menggunakan pembanding “orang bisu makan ramuan obat pahit” untuk
menggantikan noumenon “orang yang mengalami kesulitan tetapi tidak bisa
mengatakannya”.
Contoh (19) juga menggunakan gaya bahasa jièyù, dengan pembanding
“tiupan angin di sisi kuping” menggantikan noumenon “nasihat yang tak
diindahkan”.
Gaya bahasa perumpamaan menggunakan analogi atau perumpamaan untuk
menjelaskan idiom yang sulit dimengerti menjadi mudah dimengerti, sehingga
menjadikan idiom tampak lebih nyata dan berfigur serta mudah dimengerti.
4.2.2.2Gaya Bahasa Personofikasi/Depersonifikasi (比拟bǐnǐ)
Selain kedekatan makna dan kesamaan makna, kadang-kadang orang
mendapat kenyataan yang berhubungan dengan penerapan makna. Misalnya
dalam bahasa Indonesia ada kata mengamuk yang biasanya dihubungkan dengan
manusia. Tetapi makna kata mengamuk diterapkan pada benda-benda yang lain,
sehingga muncullah urutan kata: api mengamuk, laut mengamuk, ombak
mengamuk, topan mengamuk.
Dikaitkan dengan gaya bahasa, maka penerapan makna seperti ini disebut
gaya bahasa personifikasi dan depersonifikasi. Contoh idiom (shúyǔ) yang
(20) Chéngyǔ : 不翼而飞(bú yì ér fēi) = tak bersayap tapi bisa terbang Æ Depersonifikasi
(21) Yànyǔ : 红 花 还 得 绿 叶 扶 (hónghuā háidĕi lǜyè fú) = bunga merah
masih perlu dipapah daun hijau Æ Personifikasi
(22) Xiēhòuyǔ : 黄 鼠 狼 给 鸡 拜 年 — — 没 安 好 心 (huángshǔláng gěi jī
bàinián – méi ān hǎoxīn) = musang berkunjung dan mengucapkan
selamat tahun baru kepada ayam – bermaksud jahat Æ Personifikasi (23) Guànyòngyǔ : 翘尾巴(qiào wěiba) = menjungkit ekor Æ Depersonifikasi
Pada contoh (20), “yì” artinya sayap. Chéngyǔ ini memiliki arti “tidak
memiliki sayap tetapi bisa terbang”. Hal yang dimaksudkan disini adalah berita
atau benda. Berita atau benda adalah benda/hal yang tak bernyawa. Chéngyǔ ini
menjadikan berita atau benda memiliki sifat seperti binatang yang memiliki sayap,
sehingga bisa terbang (depersonifikasi).
Bunga merah dan daun hijau adalah bagian dari tubuh tumbuhan, merupakan
sesuatu yang tak hidup. Bunga merah dan daun hijau tidaklah mungkin bisa
memiliki sifat seperti manusia yaitu memapah. Contoh (21) menggunakan gaya
bahasa personifikasi sehingga menjadikan “bunga merah” dan “daun hijau”
memiliki sifat manusia tersebut.
Musang adalah binatang pemakan ayam. “Berkunjung dan mengucapkan
selamat tahun baru” adalah tingkah laku manusia berkunjung ke rumah sanak
famili pada saat tahun baru. Contoh (22) menggunakan gaya bahasa personifikasi
sehingga “musang” dapat melakukan kegiatan berkunjung dan mengucapkan
selamat tahun baru itu.
Contoh (23) menjadikan manusia seolah-olah memiliki ekor seperti binatang
sehingga bisa menjungkitkan ekor. Gaya bahasa yang digunakan adalah Contoh
adalah sombong, congkak, tinggi hati.
Personifikasi dan depersonifikasi memiliki fungsi menjadikan idiom
memiliki nilai humoris, berfigur, mudah diingat dan dimengerti.
4.2.2.3Gaya Bahasa Metonimia/Sinekdoke (借代jièdài)
Hal kedekatan makna berhubungan dengan metonimia. Metonimia
mengandung kedekatan makna dari dua hal, bahkan kadang-kadang sifat tertentu
dari benda/hal tersebut langsung digunakan untuk menggantikan benda/hal yang
dimaksud. Contoh idiom (shúyǔ) yang memanfaatkan gaya bahasa ini adalah:
(24) Chéngyǔ : 白头偕老 (báitóu xiélǎo) = berambut putih sampai tua
(25) Yànyǔ : 三个臭皮匠,顶个诸葛亮 (sān gè chòu píjiàng, dǐng gè zhū
Gěliàng) = kecerdikan tiga tukang sepatu, sam dengan kecerdikan Zhu Geliang
(26) Guànyòngyǔ : 大锅饭 (dà guōfàn) = makanan untuk orang banyak
Contoh (24) menggunakan “rambut putih” untuk menyebut “tua”, arti
sebenarnya adalah suami-isteri hidup bahagia sampai hari tua.
“Tukang sepatu” berarti tukang memperbaiki sepatu. “Zhu Geliang” adalah
nama salah satu tokoh sejarah pada zaman tiga ne