• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM MAJAS PERBANDINGAN YANG DIGUNAKAN ANDREA HIRATA PADA NOVEL BERJUDUL EDENSOR: KAJIAN SEMANTIK SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS GAYA BAHASA DALAM MAJAS PERBANDINGAN YANG DIGUNAKAN ANDREA HIRATA PADA NOVEL BERJUDUL EDENSOR: KAJIAN SEMANTIK SKRIPSI"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM MAJAS PERBANDINGAN YANG DIGUNAKAN ANDREA HIRATA PADA NOVEL BERJUDUL

EDENSOR: KAJIAN SEMANTIK

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun Oleh:

Fransiskus Yoga Oktavian Bele Bau 171224023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Syarat

(2)

SKRIPSI

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM MAJAS PERBANDINGAN YANG DIGUNAKAN ANDREA HIRATA PADA NOVEL BERJUDUL EDENSOR:

KAJIAN SEMANTIK

Oleh:

Fransiskus Yoga Oktavian Bele Bau NIM: 171224023

Telah disetujui oleh

Dosen Pembimbing

ii

Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. Yogyakarta, 8 November 2021

(3)

SKRIPSI

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM MAJAS PERBANDINGAN YANG DIGUNAKAN ANDREA HIRATA PADA NOVEL BERJUDUL EDENSOR:

KAJIAN SEMANTIK

Dipersiapkan dan ditulis oleh Fransiskus Yoga Oktavian Bele Bau

NIM: 171224023

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal: 15 November 2021 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. ……….

Sekretaris : Setya Tri Nugraha, S.Pd., M.Pd. ……….

Anggota 1 : Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum. ……….

Anggota 2 : Dr. B. Widharyanto, M.Pd. ……….

Anggota 3 : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. ……….

Yogyakarta, 15 November 2021

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,

Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si.

iii

(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan skripsi ini untuk:

1. Allah Bapa Yang Mahakuasa yang telah memberikan berkat kesehatan, rezeki, dan kekuatan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibuku, Herlina Elfrida Lika, yang membesarkan saya dengan cinta kasih dan selalu memberikan doa terbaik dari seorang ibu demi saya khususnya dalam menyelesaikan studi dengan lancar dan mampu membanggakan keluarga.

3. Ayahku, Emanuel Bele Bau S.Pd., yang memberikan pedoman hidup yang baik saat membesarkan saya serta dukungan dalam bentuk moral, materiel dan tentunya doa yang selalu mengalir bagi kesuksesan anak bungsu dalam keluarga ini.

4. Kakakku, Christy Margareth Via Dolorosa Hayuning Beledeth yang selalu memberikan perhatian dan dukungan dalam berbagai bentuk meskipun terhalang jarak antar kota.

5. Sahabatku, Pascalis Muritegar Embu-Worho, S.Psi yang selalu memotivasi dengan menanyakan kapan saya lulus serta memberikan referensi untuk melengkapi penyusunan skripsi saya.

6. Teman-teman satu bimbingan skripsi yang selalu memberikan motivasi, semangat dan referensi bagi kelancaran penyusunan skripsi saya.

7. Teman-teman PBSI angkatan 2017 kelas A yang telah memberikan kesan yang tidak bisa dilupakan selama berdinamika bersama di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

iv

(5)

MOTO

“Dalam tiap jerih payah ada keuntungan, tetapi kata-kata belaka mendatangkan kekurangan saja.”

(Amsal 14:23)

“Lebih baik terlambat dibandingkan tidak sama sekali, karena orang yang malas punya banyak alasan untuk berhenti. Semua punya kesempatan untuk bisa jika

memiliki kemauan.”

(Fransiskus Yoga Oktavian Bele Bau)

“Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, maka jalani hidup sesuai dengan porsi dan kemampuanmu. Bermain secara berlebihan membuatmu lupa waktu,

makan secara berlebihan membuatmu sakit perut, minum secara berlebihan membuat perut kembung, harta yang berlebihan membuat lupa diri, belajar

secara berlebihan membuatmu enggan bersosialisasi, bahkan mencintai seseorang secara lerlebihan membuatmu sakit hati jika kehilangan.”

(Fransiskus Yoga Oktavian Bele Bau)

v

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Yogyakarta, 15 November 2021 Penulis

Fransiskus Yoga Oktavian Bele Bau

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Fransiskus Yoga Oktavian Bele Bau

NIM : 171224023

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, skripsi saya yang berjudul:

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM MAJAS PERBANDINGAN YANG DIGUNAKAN ANDREA HIRATA PADA NOVEL BERJUDUL EDENSOR:

KAJIAN SEMANTIK

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminja izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 15 November 2021 Yang menyatakan

Fransiskus Yoga Oktavian Bele Bau

vii

(8)

ABSTRAK

Bau, Fransiskus Yoga Oktavian Bele. 2021. Analisis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini menganalisis gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan sumber data novel berjudul Edensor.

Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, menganalisis wujud gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor. Kedua, menganalisis makna dari setiap gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor.

Data penelitian ini berupa kata maupun frasa pada kalimat yang digunakan Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor yang mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan dan dianalisis berdasarkan kajian semantik. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode baca dan catat. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang merupakan pengumpul data utama. Analisis data dilakukan dengan tahapan: (1) identifikasi data, (2) klasifikasi data, (3) interpretasi data.

Hasil dari penelitian ini menunjukan dua hal penting yaitu pertama, Gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan oleh Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor berjumlah 8 jenis gaya bahasa yaitu: gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa metafora, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa depersonifikasi, gaya bahasa antitesis, gaya bahasa perifrasis, gaya bahasa antisipasi, dan gaya bahasa koreksio. Kedua, makna yang ingin disampaikan melalui kalimat yang mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor sangat beragam. Peneliti menemukan sepuluh jenis makna pada gaya bahasa dalam majas perbandingan yang dijabarkan menjadi: (1) Makna mengumpamakan, makna membandingkan, dan makna mendeskripsikan pada gaya bahasa perumpamaan, (2) makna menegaskan dan makna menduga pada gaya bahasa metafora, (3) makna mendeskripsikan dan makna mengumpamakan pada gaya bahasa personifikasi, (4) makna mengumpamakan dan makna mendeskripsikan pada gaya bahasa depersonifikasi, (5) makna menjelaskan dan makna menyampaikan pendapat pada gaya bahasa antitesis, (6) makna menduga pada gaya bahasa perifrasis, (7) makna mengharapkan pada gaya bahasa antisipasi, (8) makna menyangkal pada gaya bahasa koreksio.

Kata Kunci: Gaya bahasa, majas perbandingan, semantik, dan makna.

viii

(9)

ABSTRACT

Bau, Fransiskus Yoga Oktavian Bele. 2021. Analysis of Language Style in Comparative Figurative Figures used by Andrea Hirata in a novel entitled Edensor: Semantic Studies. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Education and Arts, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This study analyzes the language style in the comparative figure of speech used by Andrea Hirata in the novel entitled Edensor. This research is a qualitative descriptive study with a novel data source entitled Edensor. This research has two objectives. First, analyzing the form of language style in the comparative figure of speech used by Andrea Hirata in the novel entitled Edensor.

Second, analyze the meaning of each language style in the comparative figure of speech used by Andrea Hirata in the novel entitled Edensor.

The research data are in the form of words and phrases in sentences used by Andrea Hirata in the novel entitled Edensor which contain language styles in comparative figure of speech and are analyzed based on semantic studies. The data collection method used in this study is the method of reading and taking notes.

The instrument in this research is the researcher himself who is the main data collector. Data analysis was carried out in stages: (1) data identification, (2) data classification, (3) data interpretation.

The results of this study indicate two important things, namely first, the language style in comparative figure of speech used by Andrea Hirata in the novel entitled Edensor, there are 8 types of language style, namely: parable language style, metaphor language style, personification language style, depersonification language style, language style antithesis, periphrasis, anticipation, and correction.

Second, the meaning to be conveyed through sentences containing the style of language in the comparative figure of speech used by Andrea Hirata in the novel entitled Edensor is very diverse. The researcher found ten types of meaning in the style of language in comparative figure of speech which were translated into: (1) the meaning of paraphrasing, the meaning of comparing, and the meaning of describing in the figurative language style, (2) the meaning of affirming and the meaning of conjecturing in the metaphorical style of language, (3) the meaning of describing and the meaning of likening to the personification style, (4) the meaning of figuring out and the meaning of describing in the depersonification style of language, (5) the meaning of explaining and the meaning of expressing opinions in the antithesis style of language, (6) the meaning of conjecturing in the periphrasis style of language, (7) the meaning of expect in anticipation language style, (8) meaning deny in corrective language style.

Keywords: Style, comparative figure of speech, semantics, and meaning.

ix

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik.” dengan baik.

Penelitian ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skrispi melibatkan bantuan dari berbagai pihak. Berkat bantuan yang telah diberikan oleh pihak terkait akhirnya, penulis dapat menyelesaikan secara tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan ini yang baik ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam kepada pihak-pihak terlibat yang selama ini telah memberikan doa, bimbingan, motivasi, dan nasihat, serta kerja sama. Sehubungan dengan itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

3. Prof. Pranowo. M,Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing saya dalam penyusunan skripsi dengan sangat baik dan penuh kesabaran.

4. Danang Satria Nugraha S.S., M.A., selaku triangulator yang telah bersedia melakukan triangulasi terhadap data yang telah saya kumpulkan.

5. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selama ini selalu mendampingi dan memberikan ilmu yang sangat berharga kepada peneliti.

6. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dalam menyediakan referensi berupa buku-buku yang digunakan peneliti sebagai referensi penulisan skripsi.

x

(11)

7. Keluarga saya, terutama kedua orang tua saya Bapak Emanuel Bele Bau S.Pd., Ibu Herlina Elfrida Lika dan kakak Christy Margareth Via Dolorosa Hayuning Beledeth yang tidak berhenti untuk selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada saya agar terus berusaha dan pantang menyerah.

8. Teman-teman PBSI 2017 kelas A yang selama ini telah memberikan pengalaman baru, belajar bersama, dan berdinamika selama melaksanakan perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak pihak yang secara langsung maupun tidak langsung sudah berkontribusi dalam kelancaran penulis dalam proses mencari ilmu di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada berbagai pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna dan masih ada kekurangan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Penulis memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan. Terima kasih.

Yogyakarta, 15 November 2021

Fransiskus Yoga Oktavian Bele Bau

xi

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Batasan Istilah ... 8

BAB II ... 9

LANDASAN TEORI ... 9

2.1. Penelitian yang Relevan ... 9

2.2. Kajian Teori ... 14

2.2.1 Semantik ... 14

2.2.2 Makna ... 15

2.2.3 Majas ... 16

2.2.4 Gaya Bahasa ... 19

xii ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix KATA PENGANTAR

(13)

2.2.5 Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan ... 21

2.2.6 Novel ... 32

2.3. Kerangka Berpikir ... 34

BAB III ... 38

METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2. Sumber Data dan Data ... 39

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.4. Instrumen Penelitian... 40

3.5 Teknik Analisis Data ... 41

3.5.1 Identifikasi Data ... 42

3.5.2 Klasifikasi Data ... 43

3.5.3 Interpretasi Data ... 44

3.6. Triangulasi Data ... 45

BAB IV ... 46

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1. Deskripsi Data ... 46

4.2. Hasil Analisis Data ... 46

4.2.1 Jenis Gaya Bahasa Dalam Majas Perbandingan ... 48

4.2.2 Makna Gaya Bahasa Dalam Majas Perbandingan ... 65

4.3. Pembahasan ... 75

4.3.1 Jenis Gaya Bahasa Dalam Majas Perbandingan ... 76

4.3.2 Makna Gaya Bahasa Dalam Majas Perbandingan ... 88

BAB V ... 91

PENUTUP ... 91

5.1. Kesimpulan ... 91

5.2. Saran ... 92

xiii

(14)

DAFTAR PUSTAKA ... 93 LAMPIRAN ... 98 BIOGRAFI PENELITI ... 159

xiv

(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2. 1 Kerangka Pikir Penelitian ... 36

xv

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Klasifikasi Data ... 43

xvi

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa Indonesia merupakan bahasa utama yang digunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar diperlukan sebagai bahasa utama dalam kegiatan sehari-hari. Meskipun Indonesia terdiri atas berbagai suku, budaya, agama dan bahasa yang beragam tetapi bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa utama dalam berbagai kegiatan. Meskipun menjadi bahasa sehari-hari bahasa Indonesia yang digunakan oleh masyarakat masih mengalami kesulitan dalam penggunaan bahasa khususnya dalam menuangkan karya sastra. Kesalahan penggunaan bahasa ini diakibatkan oleh diakibatkan kurangnya pemahaan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar serta apa saja wujud bahasa Indonesia yang unik. Pada saat ini kesadaran masyarakat terutama kalangan remaja terhadap pentingnya Bahasa Indonesia masih sangat rendah menurut (Franesti, 2021:41). Penggunaan bahasa yang baik dan benar sangatlah penting karena bahasa digunakan dalam aktivitas sehari-hari untuk berbagai kegiatan baik kegiatan yang bersifat formal maupun tidak formal. Pada era modern ini masyarakat khususnya anak muda kurang memahami keindahan bahasa Indonesia disebabkan berbagai faktor pendukung tergerusnya minat penggunaan bahasa Indonesia. Salah satu faktor yang paling dominan adalah adanya interferensi bahasa asing terhadap bahasa Indonesia (Ramdhani & Enawar, 2019:278).

Masyarakat lebih tertarik menggunakan bahasa asing dibandingkan bahasa Indonesia karena belum mengetahui keunikan bahasa Indonesia.

Sebagai pengguna utama bahasa Indonesia kita wajib melestarikan dan menunjukan keindahan bahasa Indinesia. Semua orang menggunakan bahasa, namun terdapat perbedaan antara pengguna bahasa daerah tertentu dengan daerah lainya. Perbedaan bahasa yang digunakan dipengaruhi berbagai faktor. Menurut (Hussein dkk, 2021:107) faktor-faktor penyebab keragaman bahasa yang ada di

(18)

Indonesia adalah faktor budaya, yaitu setiap daerah atau setiap provinsi mempunyai kultur atau kebiasaan yang berbeda seperti wilayah Jawa dan Kalimantan, dan juga provinsi lainnya. Perbedaan ini membuat bahasa menjadi sesuatu yang unik antara pengguna bahasa yang satu dengan pengguna bahasa yang lain. Perbedaan penggunaan bahasa ini merupakan sebuah keunikan yang jika mampu dilihat dari sisi yang tepat akan memunculkan keindahSetiap orang memiliki kekhasan tersendiri dalam berbahasa. Manusia sejak dilahirkan tidak langsung dapat berbahasa, ia harus melalui proses interaksi terlebih dahulu dengan orang lain yang berbahasa seperti dirinya (Darsana, 2017:3). Proses interaksi inilah yang nantinya akan membentuk keunikan berbahasa seseorang dan akhirnya menghasilkan gaya bahasa miliknya. Setiap orang memiliki gaya bahasa tertentu dalam aktivitas sehari- harinya secara lisan maupun tertulis meskipun berasal dari daerah, maupun lingkungan yang sama karena gaya bahasanya bisa saja dipengaruhi oleh aspek yang lain.

Seperti yang kita ketahui bahwa setiap individu memang memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda yang diakibatkan dari berbagai aspek kehidupanya. Keluarga dan lingkungan akan mempengaruhi gaya bahasa yang digunakan oleh individu. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa berdasarkan pendapat (Tarigan, 2013:5). Saat ini, gaya bahasa tidak hanya berkaitan dengan bahasa yang indah saja, namun memberikan kesadaran bahwa hal yang menarik dari penggunaan bahasa dalam aktibitas sehari-hari adalah aspek bentuk dan makna yang terkandung dalam kalimat tersebut.

Salah satu media yang menunjukan keindahan berbahasa adalah karya sastra. Keindahan bahasa Indonesia dapat terlihat dari karya sastra karena karya sastra menggunakan bahasa yang indah dan unik dengan tetap memperhatikan prinsip bahasa Indonesia yang baik. Pencipta dari suatu karya sastra menuangkan keunikan bahasa yang dimilikinya dalam karya yang dinikmati oleh orang lain.

Keunikan bahasa dari seorang sastrawan menjadi daya tarik tersendiri bagi orang

(19)

lain. Sastrawan menggunakan bahasa yang mengandung keindahan untuk menciptakan makna tertentu yang akan membantunya menambah efek estetika.

Salah satu bentuk yang mampu memperindah bahasa adalah gaya bahasa. Dengan menggunakan majas suatu karya sastra dapat lebih menarik perhatian pembacanya.

Keberagaman gaya bahasa yang dihasilkan dari ungkapan pikiran setiap pemakai bahasa memunculkan berbagai macam ungkapan khususnya dalam bidang sastra. Sastrawan memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan karya sastra dengan gaya bahasa yang dia gunakan. Sejak dulu sastrawan khususnya di Indonesia sudah menghasilkan berbagai karya dengan tujuan masing-masing dengan berbagai keunikan penggunaan bahasa yang menjadi ciri khas setiap sastrawan. Novel menjadi salah satu karya sastra yang paling diminati sejak dulu.

Novel adalah sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2013:12). Novel juga diminati karena mengandung nilai moral yang sesuai dengan kehidupan masyarakat pada waktu tertentu. Layaknya manusia lain yang mempunyai gaya tertentu dalam berbahasa, novelis juga mempunyai ciri kebahasaan yang berbeda antara novelis yang satu dengan yang lain. Perbedaan gaya bahasa yang dimiliki oleh novelis mempengaruhi karya yang dihasilkan dan akhirnya menjadi ciri dari novelis tersebut.

Penelitian ini memperhatikan penggunaan gaya bahasa seorang novelis yang bernama lengkap Andrea Hirata Seman Said Harun atau yang lebih dikenal dengan Andrea Hirata pada novel karyanya yang berjudul Edensor. Karirnya sebagai seorang novelis dimulai dengan novel berjudul “Laskar Pelangi” yang digemari oleh banyak masyarakat Indonesia bahkan hingga menarik perhatian orang dari luar negeri. Peneliti berfokus pada gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan oleh Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor.

Peneliti memilih meneliti gaya bahasa yang digunakan Andrea Hirata pada novel yang berjudul Edensor karena novel ini merupakan novel ke tiga dari tetralogi laskar pelangi yang merupakan karya bestseller dan telah dialihbahasakan ke 30 bahasa dan diterbitkan di 100 negara. Tahun 2007 pada tahun yang sama dengan

(20)

penerbitan novel Edensor masuk nominasi penghargaan nasional sastra KLA (Khatulistiwa Literary Award). Secara pribadi novel Edensor menarik bagi peneliti karena dua alasan: pertama, sudah banyak penelitian lain menggunakan novel Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi karya Andrea Hirata, kedua jalan cerita novel Edensor sangat menarik karena berkaitan dengan kehidupan peneliti saat ini yang masih berjuang meraih cita-cita di masa muda, ketiga Andrea Hirata banyak menyajikan penggunaan gaya bahasa pada novel berjudul Edensor.

Salah satu ungkapan yang sering digunakan oleh pemakai bahasa adalah ungkapan yang digunakan dengan makna atau kesan yang berbeda dari makna yang biasa digunakan atau lebih dikenal dengan majas. Majas sering dianggap sebagai sinonim dari gaya bahasa, namun sebenarnya majas termasuk dalam gaya bahasa (Zaimar, 2002). Dari beberapa jenis majas yang sering diungkapkan didalam karya sastra oleh pengguna bahasa, penulis secara khusus mengkaji penggunaan gaya bahasa dalam majas perbandingan pada novel Edensor Karya Andrea Hirata.

“Majas perbandingan adalah majas yang dibentuk dengan membandingkan sesuatu hal dengan hal yang lain yang mempunyai ciri yang sama” (Manaf, 2008:148).

Seperti namanya majas ini membandingkan suatu ungkapan dengan ungkapan lain yang memiliki makna yang sama. Majas sering ditemukan dalam karya sastra yaitu novel. Kalimat pada novel banyak menggunakan kalimat yang tidak biasa dan mengakibatkan adanya makna yang belum bisa dipahami oleh pembaca (tidak eksplisit) maka diperlukan kajian dengan menggunakan teori semantik agar kalimat yang mengandung majas dapat diketahui maknanya. Peneliti tertarik meneliti wujud dan makna kalimat yang mengandung majas perbandingan daripada majas lainya karena tertarik pada penyampaian sesuatu dengan bahasa yang indah dengan membandingkan beberapa unsur yang sama maupun berbeda secara bentuk dan makna. Jenis dari majas perbandingan juga banyak sehingga peneliti berharap menemukan berbagai unsur gaya bahasa dalam majas perbandingan yang kaya.

Peneliti hendak mendeskripsikan gaya bahasa dalam majas perbandingan Andrea Hirata dan memaparkan analisis makna dari setiap gaya bahasa yang ditemukan pada kalimat dalam bentuk kata maupun frasa dalam novel Edensor.

(21)

Dengan membaca kemudian mampu mendeskripsikan unsur gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan oleh Andrea Hirata dalam novelnya yang berjudul Edensor diharapkan mampu mendeskripsikan gaya bahasa dalam majas perbandingan dan memaparkan makna yang terkandung dengan menggunakan kajian semantik. Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran penggunaan gaya bahasa khususnya gaya bahasa dalam majas perbandingan yang indah dan unik ditunjukan dengan keberagaman gaya bahasa yang digunakan dalam karya sastra. Karya sastra yang dihasilkan oleh seseorang yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan unsur kebahasaan dan menjadikan karya sastra bisa dinikmati oleh berbagai kalangan karya sastra novel menunjukan keindahan keragaman bahasa Indonesia melalui penggunaan gaya bahasa dan majas perbandingan pada karya sastra. Alasan peneliti memilih meneliti gaya bahasa dalam penelitian ini adalah: pertama, gaya bahasa memiliki berbagai bentuk dan ciri yang masih cukup sulit dipahami oleh masyarakat khususnya siswa, kedua melalui penggunaan gaya bahasa seseorang dapat menyampaikan pesan tertentu kepada orang lain dengan cara yang unik, ketiga setiap orang memiliki gaya bahasa yang menjadi ciri khas pembeda dengan orang lain, khususnya bagi seorang sastrawan yang menuangkan kekhasan bahasa pada karyanya.

Untuk memperoleh manfaat dari penggunaan bahasa Indonesia maka diperlukan pemahaman dari kata, frasa atau kalimat yang mengandung gaya bahasa dan majas didalam karya sastra. Setelah menujukan berbagai macam wujud gaya bahasa dalam majas perbandingan dan wujud makna pada kalimat maka peneliti berupaya menggunakan data yang sudah diperoleh untuk menunjukan keindahan bahasa Indonesia pada masyarakat khususnya anak muda yang belum berminat untuk membaca karya sastra dan menganggap bahasa asing lebih menarik dari bahasa Indonesia. Keindahan dalam tata bahasa Indonesia terlihat dari penggunaan gaya bahasa sastrawan Indonesia yang sudah menghasilkan berbagai karya menarik bagi pembaca dari dalam dan luar negeri.

(22)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis gaya bahasa dalam majas perbandingan apa sajakah yang digunakan oleh Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor?

2. Makna apa saja yang terdapat pada setiap jenis gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan oleh Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor?

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan rumusan masalah dari penelitian ini maka dapat ditentukan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan jenis gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor.

2. Mendeskripsikan makna gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor.

(23)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian berjudul Analisis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik.

Diharapkan dengan adanya penelitian ini mampu memberikan dampak dan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penelitian ini memiliki dua manfaat yaitu secara teoritis dan praktis.

a. Manfaat Teoretis

1. Sebagai masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam pengumpulan jenis dan makna penggunaan gaya bahasa dalam majas perbandingan pada karya sastra.

2. Sebagai bahan referensi bagi penelitian kajian semantik.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Guru Bahasa Indonesia

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menyusun aktivitas pembelajaran yang berkaitan dengan karya sastra.

2. Bagi peneliti lain

Diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi penelitian selanjutnya, terutama penelelitian terkait majas perbandingan didalam karya sastra.

3. Bagi peneliti sendiri

Dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar khususnya penggunaan majas perbandingan dalam kehidupan sehari-hari.

(24)

1.5 Batasan Istilah

Dalam penelitian ini terdapat batasan-batasan istilah sebagai berikut:

1. Semantik

Semantik adalah bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna dalam bahasa (Chaer, 2012).

2. Majas

Majas adalah bahasa kias atau susunan perkataan yang digunakan oleh penulis dalam karya sastra yang menimbulkan efek atau arti tertentu dalam hati pembaca atau penyimaknya (Kasmi, 2020:221).

3. Majas Perbandingan

Majas perbandingan adalah majas yang dibentuk dengan membandingkan sesuatu hal dengan hal yang lain yang mempunyai ciri yang sama (Manaf, 2008).

4. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Tarigan, 2013:5).

5. Novel

Menurut Kosasih (Kosasih, 2012) novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas broblematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh.

(25)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bagian bab II ini peneliti akan memaparkan pembahasan mengenai metodologi penelitian yang mencakup tentang (1) penelitian yang relevan, (2) kajian teori, dan (3) kerangka berpikir. Seluruh cakupan akan diuraikan pada bab ini sebagai berikut.

2.1 Penelitian yang Relevan

Setelah melakukan pencarian dan pengamatan dari berbagai sumber akademis dapat diketahui bahwa Penelitian berjudul Analisis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada Novel berjudul Edensor:

Kajian Semantik belum pernah dilaksanakan. Jika diperhatikan dari judul memang sudah banyak penelitian yang meneliti unsur majas perbandingan dan gaya bahasa didalam karya sasrta berbentuk novel, namun belum ada penelitian secara khusus meneliti gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata dalam novel berjudul Edensor dengan berlandaskan kajian semantik.

Penelitian pertama yang dilakukan oleh Enlelia Gismiyati pada tahun 2018 yang berjudul Jenis dan Peran Majas Perbandingan pada Novel “Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” karya Tere Liye. Tujuan dari penelitian adalah mendeskripsikan jenis majas perbandingan dan menganalisis peran majas perbandingan pada novel “Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin” karya Tere Liye. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti manghasilkan dua temuan yaitu Jenis majas yang terkandung didalam novel ini berjumlah 10 jenis yaitu, simile atau perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antithesis, pleonasme, perifrasis, antisipasi, dan koreksio. Kedua terdapat peran majas perbandingan yang digunakan dalam novel ini dengan tujuan sebagai pembanding, menghidupkan suatu gambaran, penginsanan, memberikan keterangan tambahan untuk hal yang sudah jelas, melukiskan sesuatu, mendahului tentang sesuatu, mengkoreksi dan mempertegas antara gagasan yang satu dengan yang lain. Persamaan penelitian yang dilakukan saudari Enlelia Gismiyati dengan

(26)

penelitian saya adalah data yang diperoleh dari novel berupa kalimat yang mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan. Perbedaan terletak pada tujuan akhir dari penelitian dari saudari Enlelia Gismiyati memaparkan jenis majas perbandingan yang terkandung didalam novel dan terdapat analisis peranan dari kandungan majas pada kalimat didalam novel tersebut, sedangkan penelitian Analisis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan yang Digunakan Andrea Hirata pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik mendeskripsikan jenis dan makna gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan oleh Andrea Hirata melalui tokoh-tokoh dalam novel.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Sarah Khisniyah pada tahun 2016 yang berjudul Gaya Bahasa dalam Novel Kembang Kantil Karya Senggono. Tujuan dari penelitian ini yaituuntuk mendeskripsi gaya bahasa yang terdapat pada novel Kembang Kantil karya Senggono dan untuk mendeskripsi fungsi gaya bahasa yang terdapat pada novel Kembang Kantil karya Senggono. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti manghasilkan fakta bahwa dalam novel Kembang Kantil karya Senggono terdapat beberapa gaya bahasa yaitu (1) pemilihan kata (a) pemanfaatan kata bahasa Daerah meliputi: kata bahasa Lampung Selatan sejumlah 7 kata dan kata bahasa Sunda sejumlah 3 kata, (b) pemanfaatan kata bahasa Asing meliputi:

kata bahasa Indonesia sejumlah 31 kata, kata bahasa Arab sejumlah 5 kata, kata bahasa Inggris sejumlah 8 kata, dan kata bahasa Belanda sejumlah 1 kata, (c) pemanfaatan sinonim meliputi kata ganti persona pertama, persona kedua , persona pertama jamak dan persona ketiga tunggal yaitu kata deweke. fungsi dari pemilihan kata tersebut untuk memperkuat makna, memberikan ajaran religius, dan memberikan kesan intelektual, (2) Gaya bahasa kias meliputi: (a) majas hiperbola sejumlah 7, majas metafora sejumlah 12, majas simile sejumlah 17, majas personifikasi sejumlah 10, dan majas aligori sejumlah 3. fungsi dari bahasa kias atau majas yaitu untuk konkritisasi, menjelaskan gambaran, memberikan penekanan penuturan atau emosi, menghidupkan gambaran, membangkitkan kesan dan suasana tertentu, untuk mempersingkat penulisan dan melukiskan perasaan tokoh (3) Gaya bahasa citraan yang meliputi: visual imagery sejumlah 7, audio

(27)

imagery sejumlah 4, movement imagery sejumlah 1, dan local colour sejumlah 3, fungsi untuk menunjukkan gambaran dalam sebuah pikiran. Persamaan penelitian yang dilakukan saudari Sarah Khisniyah dengan penelitian saya adalah data yang diperoleh dari novel berupa kalimat yang mengandung gaya bahasa. Perbedaan terletak pada aspek penelitian dari saudari Sarah Khisniyah memaparkan jenis gaya bahasa yang terkandung didalam novel tanpa spesifik menyebutkan pada majas apa dan terdapat temuan jenis serta analisis fungsi gaya bahasa, sedangkan penelitian Analisis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan yang Digunakan Andrea Hirata pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik hendak menemukan dan mendeskripsikan jenis gaya bahasa dalam majas perbandingan dan makna yang digunakan oleh Andrea Hirata melalui teks dalam novel berjudul Edensor.

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Junita Ira Kurnia pada tahun 2019 dengan penelitianya yang berjudul Gaya Bahasa Dalam Majas Perbandingan dan Majas Perulangan Pada Novel Saman Karya Ayu Utami: Kajian Stilistika Pragmatik. Tujuan dari penelitian ini adalah Mendeskripsikan wujud gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami ditinjau dari perspektif stilistika pragmatic dan Mendeskripsikan makna pragmatik gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan pada novel Saman karya Ayu Utami ditinjau dari perspektif stilistika pragmatik.

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan saudari Junita Ira Kurnia penelitian ini menghasilkan informasi sebagai berikut: kalimat yang mengandung gaya bahasa berdasarkan konteks dalam pragmatik dari penelitian ini berjumlah 38 kalimat.

Rincian jenis gaya bahasa tersebut sebagai berikut: Gaya bahasa perumpamaan 7 buah, gaya bahasa metafora 3 buah, gaya bahasa personifikasi 6 buah, gaya bahasa sinestesia 2 buah, gaya bahasa epanalipsis 7 buah, gaya bahasa epizeukis 6 buah, gaya bahasa anafora 5 buah, gaya bahasa epifora 2 buah. Penelitian ini juga meneliti makna yang muncul dari penggunaan gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan dalam novel Saman karya Ayu Utami dan menemukan 6 makna yang muncul dari penggunaan gaya bahasa dalam majas perbandingan dan majas perulangan berdasarkan konteks dalam tuturan yang terdapat pada novel Saman

(28)

karya Ayu Utami. Enam makna pragmatik yang ditemukan sebagai berikut; makna pragmatik mendeskipsikan', makna pragmatik "memberikan penjelasan', 'menanyakan sesuatu, pragmatik "menegaskan', makna pragmatik 'memberi perintah larangan", dan makna pragmatik 'menunjukkan sesuatu' makna Kata Kunci. Persamaan penelitian yang dilakukan saudari Junita Ira Kurnia dengan penelitian saya adalah data yang diperoleh dari novel berupa kalimat yang mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan dalam novel. Perbedaan terletak pada gaya bahasa penelitian dari saudari Junita Ira Kurnia berasal dari majas perbandingan dan majas perulangan, sedangkan penelitian Analisis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan yang Digunakan Andrea Hirata pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik mendeskripsikan wujud dan makan gaya bahasa dalam majas perbandingan saja yang digunakan oleh Andrea Hirata melalui teks yang muncul dari tokoh dalam novel berjudul Edensor.

Penelitian keempat yang dilakukan oleh Nisa Putri Batubara pada tahun 2016 dengan penelitianya yang berjudul Gaya Bahasa Perbandingan Dalam Novel

“Kalah dan Menang” Karya S. Takdir Alisjahbana: Kajian Teknik Penerjemahan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hasil penerjemahan gaya bahasa perbandingan dan teknik terjemahan yang dipakai oleh penerjemah.

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan saudari Nisa Putri Batubara Hasil analisis menunjukkan bahwa dari lima gaya bahasa perbandingan, hanya empat jenis gaya bahasa perbandingan yang terdapat dalam novel Kalah dan Menang yaitu simile, metafora, personifikasi dan antitesis. Dan dari sebelas teknik terjemahan menurut Moentaha, hanya enam teknik terjemahan yang digunakan yaitu, harfiah, bebas, parafrasa, penggantian, penambahan, dan penghilangan. Persamaan penelitian yang dilakukan saudari Nisa Putri Batubara dengan penelitian saya adalah data yang diperoleh dari novel berupa kalimat yang mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan. Perbedaan terletak pada tujuan penelitian dari saudari Nisa Putri Batubara untuk mendeskripsikan hasil penerjemahan gaya bahasa perbandingan dan teknik terjemahan yang dipakai oleh penerjemah, sedangkan penelitian Penggunaan Gaya Bahasa Dalam Majas Perbandingan

(29)

Andrea Hirata Pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik hendak mendeskripsikan wujud dan makna gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan oleh Andrea Hirata melalui teks dalam novel berjudul Edensor.

Penelitian kelima yang dilakukan oleh Desti Sellatania pada tahun 2021 dengan penelitianya yang berjudul Majas Perbandingan Dalam Novel Bulan Karya Tere Liye. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh pendeskripsian penggunaan majas perbandingan dalam novel Bulan karya Tere Liye. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan saudari Desti Sellatania penelitian ini menghasilkan informasi sebagai berikut: Hasil penelitian Majas perbandingan yang ditemukan dalam novel Bulan karya Tere Liye sebanyak 201 kutipan meliputi perumpamaan/simile ditemukan sebanyak 91 kutipan, metafora ditemukan sebanyak 32 kutipan, personifikasi ditemukan sebanyak 13 kutipan, dipersonifikasi ditemukan sebanyak 7 kutipan, antithesis ditemukan sebanyak 5 kutipan, pleonasme ditemukan sebanyak 24 kutipan, periphrasis ditemukan sebanyak 12 kutipan, prolepsis ditemukan sebanyak 5 kutipan, dan koreksio ditemukan sebanyak 12 kutipan. Majas perbandingan yang paling dominan ditemukan adalah majas perumpamaan/smile dengan 91 kutipan dan majas perbandingan yang paling sedikit adalah majas anthitesis dan prolepsis masing-masing ditemukan 5 kutipan.

Sedangkan majas perbandingan yang tidak ditemukan adalah majas alegori.

Persamaan penelitian yang dilakukan saudari Desti Sellatania dengan penelitian saya adalah data yang diperoleh dari novel berupa kalimat yang mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan hanya saja Desti Sellatania masih belum membedakan antara majas dan gaya bahasa. Perbedaan terletak pada gaya bahasa penelitian dari saudari Desti Sellatania berasal dari majas perbandingan dan majas perulangan, sedangkan penelitian Penggunaan Gaya Bahasa Dalam Majas Perbandingan Andrea Hirata Pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik hendak mendeskripsikan wujud dan makna gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan oleh Andrea Hirata melalui teks dalam novel berjudul Edensor.

(30)

2.2 Kajian Teori

Penelitian berjudul Analisis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik. dalam penelitian ini digunakan beberapa teori dalam proses analasis, di antaranya: gaya bahasa dalam majas khususnya majas perbandingan, dan ruang lingkup semantik.

Berikut pemaparan terkait teori yang menjadi landasan penelitian ini.

2.2.1 Semantik

Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan kajian ilmu semantik. Semantik adalah salah satu bagian dari ilmu linguistik. Tokoh dan berbagai ahli bahasa meyakini bahwa semantik sebagai suatu tatanan dalam linguistik dengan kata lain semantik merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari ilmu linguistik. Dalam jurnal (Khatimah, 2016:35) kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti tanda atau ‘lambang’ kata kerjanya adalah semaino yang berarti ‘menandai’

atau ‘melambangkan’. Menurut Chaer (Chaer, 2012) semantik adalah bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau dengan kata lain bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna dalam bahasa. Salah satu bidang linguistik ini dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti yang merupakan salah satu dari tiga tataran analisis bahasa. Berdasarkan tataran semantik dapat dibedakan menjadi empat, yaitu (1) semantik leksikal yang merupakan jenis semantik yang berfokus pada leksikon sebagai objek penelitian, (2) semantik gramatikal dapat diketahui berdasarkan objek kajianya yang merupakan makna gramatikal dari tataran morfologi, (3) semantik sintaksikal adalah jenis semantik yang kajianya berkaitan dengan sintaksis, dan (4) semantik maksud yang merupakan jenis semantik yang berkaitan dengan pemakaian bentuk-bentuk gaya bahasa.

Surianti Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020) menyatakan bahwa semantik kebahasaan adalah kajian tentang makna yang digunakan untuk memahami ekspresi

(31)

manusia melalui bahasa. Pada analisis kebahasaan semantik diperlukan karena bahasa itu memiliki sifat yang unik, dan berhubungan dengan budaya masyarakat.

Ibrahim dalam jurnalnya (Ibrahim, 2015:21) berpendapat bahwa makna bersifat abstrak, lain halnya dengan bahasa. Karena sifat abstraknya ini membuat makna hampir tak bisa didefinisikan karena menafsikan makna pada dasarnya hanyalah berdasarkan bahasa yang memiliki sifat yang konkret. Pada dasarnya mempelajari mengenai makna adalah mempelajari bagaimana pemakaian bahasa dalam konteks tertentu dalam lingkup yang memiliki kesepahaman mengenai bahasa agar saling mengerti apa yang dimaksud satu sama lain. Makna terbagi menjadi berbagai bentuk dan sudut pandang yang berbeda-beda diantaranya makna leksikal, makna gramatikal, makna denotasi dan konotasi, serta sudut pandang lainya. Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada makna yang terkandung dalam kajian semantik.

Berdasarkan pendapat dari para ahli tentang pengertian semantik dapat disimpulkan oleh peneliti semantik adalah cabang dari linguistik yang dalam prosesnya mengkaji, membahas, dan mempelajari tentang makna pada kata, frasa, dan juga kalimat.

2.2.2 Makna

Makna merupakan pokok kajian dari semantik. Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling mengerti (Aminuddin, 2011:52). Kesepakatan mengenai bahasa ini bisa dilaksanakan jika pemakai bahasa telah memiliki pemahaman mengenai bahasa tersebut. Makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (Sarifuddin, 2021:635). Mengungkapkan makna dari suatu kata maka harus memahami kajian yang berkaitan dengan hubungan makna yang membuat makna suatu kata berbeda dari yang lainya.

Makna dibagi berdasarkan beberapa jenis. Chaer (Chaer, 2013:60) membagi makna menjadi beberapa jenis, yaitu: (1) makna leksikal dan gramatikal, (2) makna referensial dan nonreferensial, (3) makna deontatif dan makna konotatif, (4) makna kata dan makna istilah, (5) makna konsep dan makna asosiatif, (6) makna idiomatikal dan peribahasa, (7) makna kias.

(32)

Menurut Chaer dalam (Chaer, 2013:65) makna denotatif adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, dan pendengaran, perasaan dan pengalaman lainya. Dalam jurnal (Antika dkk., 2020:63) makna denotatif merupakan makna asli yang dimiliki oleh sebuah leksem, makna ini hampir sama dengan makna leksikal. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna denotatif adalah makna sebenarnya yang memiliki sifat apa adanya.

Makna konotatif adalah makna yang berupa kiasan atau yang disertai nilai rasa, tambahan-tambahan sikap sosial, sikap pribadi dengan kriteria tertentu.

Menurut Chaer (Chaer, 2012:292) makna konotatif adalah makna lain sebagai makan yang “ditambahkan” berkaitan dengan nilai rasa dari individu maupun kelompok masyarakat terhadap penggunaan kata. Makna konotatif adalah makna yang tidak sebenarnya menurut Ilyas (Suhardi, 2015:61). Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna konotatif adalah makna kias dari sebuah kalimat yang berhubungan dengan nilai rasa. Contoh dari makna konotatif adalah sebagai berikut:

Berdasarkan definisi dari makna konotatif yang mengikuti nilai rasa, sikap sosial, skiap pribadi maupun individu, maka makna konotatif juga dapat berubah sesuai dengan unsur penyusun kalimat yang mengandung makna. Sesuai dengan pendapat Erniwati dalam (Erniwati, 2017:30) makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Contoh perubahan makna pada kata “debat” dulu berkonotasi negatif tetapi sekarang bisa dikonotasikan dengan hal positif, sedangkan kata

“kerja” dulu sebelum kemerdekaan berkonotasi negatif dan sekarang bisa dikonotasikan dengan hal positif.

2.2.3 Majas

Bahasa merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. Manusia merupakan makhluk sosial yang menggunakan bahasa sebagai salah satu cara bersosialisasinya. Adanya bahasa memudahkan orang untuk berkomunikasi satu sama lain untuk melakukan berbagai aktivitasnya. Setiap orang atau disebut pemakai bahasa memiliki kekhasan masing-masing yang terletak pada penggunaan bahasanya baik lisan maupun secara tertulis. Kekhasan ini ditimbulkan dari berbagai faktor yang mendunkung pembentukan bahasa yang digunakan oleh pemakai bahasa. Kekhasan bahasa ini memunculkan berbagai cara untuk menyampaikan bahasa kepada pengguna bahasa lain. Salah satu bentuk penyampaian bahasa kepada pengguna bahasa lain adalah majas. Majas sering dianggap sebagai sinonim dari gaya bahasa, namun sebenarnya majas termasuk

(33)

dalam bagian gaya bahasa. Majas merupakan unsur-unsur penunjang gaya bahasa (Ratna, 2009).

Majas berfungsi membantu pembaca untuk menemukan jalan yang tepat untuk mengikuti jalan cerita pada tulisan dengan harapan pembaca dapat memahami makna keseluruhan yang ada pada tulisan tersebut. Majas atau bahasa kias banyak digunakan oleh pengarang atau sastrawan dalam membuat sebuah karya tulis dengan tujuan mempermudah penyampaian pesan yang terkandung pada karya sastra kepada pembacanya (Endah Prihastuti, 2017: 2). Dengan menggunakan jenis bahasa tertentu pembaca dapat lebih memahami makna yang ingin disampaikan oleh penulis, sedangkan penulis mampu memberikan kemudahan penggambaran maksud yang diinginkan kepada pembaca dengan cara yang lebih mudah, namun tetap menarik. Secara tidak langsung bahasa kias yang digunakan oleh pengarang dalam karyanya menggambarkan karakteristik dari pengarang tersebut karena sama seperti gaya bahasa, bahasa kias juga dimiliki oleh setiap pengarang dengan gaya dan kekhasan yang berbeda-beda.

Bermajas adalah bahasa yang menggunakan kata-kata yang susunan dan artinya sengaja dibuat menyimpang dari susunan dan arti biasa (Hasanuddin, 2003:

133). Akibat dari penyimpangan bahasa ini maka diperlukan pemahaman dari pembaca terhadap majas karena meskipun maksud dari pengarang dalam menggunakan majas atau bahasa kias adalah untuk memperindah dan mempermudah dalam menyampaikan pesan dari pengarang kepada pembaca, namun terkadang masih ada kesalahan dalam penangkapan makna oleh pembaca.

Kesalahan pemahaman ini disebabkan oleh ketidakpahaman pembaca mengenai makna yang ditangkap berbeda dengan makna yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh pengarang.

Majas adalah bahasa kias atau susunan perkataan yang digunakan oleh penulis dalam karya sastra yang menimbulkan efek atau arti tertentu dalam hati pembaca atau penyimaknya menurut Santoso dalam (Kasmi, 2020:221). Efek yang dimaksud adalah efek keindahan terlepas dari kekuranganya tidak dapat dipungkiri

(34)

bahwa majas bisa dikatakan sebagai alat untuk menghias sebuah kalimat yang terkandung dalam karya sastra. Sesuai dengan pernyataan Ratna dalam (Ratna, 2009: 4) bahwa majas bertujuan utama untuk memunculkan aspek keindahan.

Aspek keindahan ini kemudian bertugas untuk menghias kalimat. Maksud dari menghias adalah dengan menggunakan majas didalam sebuah kalimat maka kalimat tersebut dapat memunculkan sisi keindahan yang tidak dapat ditemukan dalam kalimat lain yang tidak menggunakan majas sebagai salah satu unsur pembentuknya. Majas atau dikenal dengan bahasa kias adalah pilihan kata tertentu yang digunakan oleh penulis untuk menambahkan sisi keindahan pada kalimat tersebut.

Majas seringkali digunakan untuk memunculkan keindahan pada suatu karya sastra (puisi, novel, dan lain-lain). Majas bisa digunakan untuk mengungkapkan berbagai ekspresi pengguna bahasa dari yang paling halus hingga memperhalus makna kata yang sebenarnya kasar. Tarigan dalam (Tarigan, 2013:6) membagi majas menjadi empat kelompok, yaitu: majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan, sedangkan Ratna berdasarkan (Ratna, 2009:164) membagi majas kedalam empat jenis juga dengan sedikit perbedaan yaitu majas penegasan, majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas sindiran. Memiliki pendapat yang sama dengan Ratna, Anggraini dkk dalam (Anggraini dkk, 2018:4) membagi majas dalam empat bagian yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas penegasan, dan majas sindiran.

Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020:4) meggolongkan majas kedalam empat bagian yaitu: majas perbandingan, majas penegasan, majas pertentangan, dan majas sindiran.

(35)

2.2.4 Gaya Bahasa

Gaya bahasa merupakan suatu kekayaan bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek-efek tertentu untuk memperindah dan memperkaya penggunaan bahasa tersebut. Menurut (Keraf, 1987:113) “Akhirnya style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”. Sedangkan Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2013:369) menyatakan bahwa gaya atau stile adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau cara seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan dalam sebuah cerita. Dalam penelitian ini gaya bahasa dianggap sebagai unsur penting dari penelitian karena didalamnya terkandung teori dasar mengenai keragaman jenis dan bentuk dari suatu bahasa yang digunakan masyarakat luas.

Setiap pemakai bahasa memiliki perbedaan pandangan mengenai gaya bahasa. Ada yang memandang derajat seseorang dapat dinilai dari gaya bahasa yang digunakan, namun ada juga yang berpendapat mengenai gaya bahasa setiap individu yang berbeda dapat dirubah dengan dipelajari. Gaya bahasa dari segi non bahasa diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor diantaranya; berdasarkan pengarang, berdasarkan masa, berdasarkan medium, berdasarkan subyek, berdasarkan tempat, berdasarkan hadirin, dan berdasarkan tujuan. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Tarigan, 2013:5). Dengan adanya gaya bahasa yang mampu dimanfaatkan dalam berbagai unsur ragam bahasa ragam lisan dan ragam tulis, karena gaya bahasa merupakan sebuah alat penggunaan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang yang menghasilkan karya untuk tujuan tertentu. Secara khusus gaya bahasa sangat terkait dalam bidang penggunaan bahasa. Umumnya dalam sebuah penelitian yang berkaitan dengan karya sastra, jenis gaya bahasa yang digunakan tidak memperhatikan panjang pendeknya kalimat, tingkatan bahasa tinggi rendah, kata- kata serapan, dan sebagainya.

(36)

Gaya bahasa merupakan bahasa khas karena bahasanya telah direkayasa dan dipoles sedemikian rupa. Akibat proses pemolesan itu kemudian muncul gaya bahasa yang indah (Endraswara, 2008). Oleh karena itu, pemakaian gaya bahasa harus sangat disadari oleh seorang pengarang. Penggunaan gaya bahasa pada sebuah karya sastra jangan sampai hanya digunakan sebagai formalitas bagi popularitas karyanya. Jika pengarang memiliki pengetahuan akan gaya bahasa yang luas, dan mahir dalam menggunakan mengaplikasikanya pada karyanya maka akan menghasilkan karya sastra yang menarik dari dalam hatinya. Dengan adanya gaya bahasa menjadi sebuah patokan dalam menilai kekhasan dari seorang pengarang yang sudah menghasilkan karya tulis dan sudah dipublikasikan. Kebanyakan pengarang karya sastra yang hendak memunculkan efek keindahan pada karyanya akan menggunakan bahasa yang unik dari bahasa sehari-hari yang biasanya digunakan untuk komunikasi.

Bahasa retorik dan bahasa kias merupakan penyimpangan dari bahasa.

Penyimpangan yang dimaksud adalah dari pandangan bahasa yang digunakan sehari-hari, penyimpangan bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan kata supaya memperoleh makna khusus (Sardani, 2018:56).

Sejalan dengan pendapat dari Hasanuddin dalam (Hasanuddin, 2003:133) bahasa bermajas adalah bahasa yang menggunakan kata-kata yang susunan dan artinya sengaja dibuat menyimpang dari susunan dan arti biasa. Penggunaan gaya bahasa pada karya sastra meskipun sama-sama menggunakan bahasa yang indah namun memiliki perbedaan antara yang satu dengan yang lainya. Gaya bahasa pada karya sastra dapat diketahui dengan memperhatikan unsur struktur kalimat, diksi , jenis bahasa kiasan, dan berbagai ciri semantik yang terkandung didalam karya sastra tersebut.

Dalam mengekspresikan kalimat pada karya sastra pengarang seringkali menggunakan gaya bahasa yang tidak lazim digunakan seperti bahasa sehari-hari dalam berbagai aktivitas. Gaya bahasa yang digunakan pada karya sastra ini dikenal dengan istilah gaya bahasa sastra. Menurut Ratna dalam (Ratna, 2013) gaya bahasa sastra merupakan sebuah ragam khsusus yang digunakan oleh pengarang untuk

(37)

memperindah teks. Memperindah dalam artian memberikan kesan yang lebih menarik kepada pembaca. Pada karya sastra pembaca akan lebih tertarik dengan adanya bahasa yang jarang mereka lihat dan akan muncul keinginan untuk mengetahui makna dari kata-kata yang unik tersebut. Berdasarkan pernyataan beberapa ahli di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa gaya bahasa merupakan sebuah alat yang digunakan oleh pengarang dalam memberikan nuansa keindahan pada sebuah karya sastra dengan ciri khas dan, kebiasaan, dan pandangan dari pengarang itu sendiri. Ciri dari gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang biasanya berupa bahasa yang unik dan tidak lazim digunakan dalam konteks komunikasi sehari-harinya. Dengan adanya gaya bahasa maka mampu menambah keindahan dan keunikan dari sebuah karya sastra.

2.2.4.1 Gaya Bahasa Dalam Majas Perbandingan

Majas perbandingan adalah majas yang digunakan untuk membandingkan suatu objek dengan objek lainya melalui proses tertentu. Menurut Hendra Kasmi dalam (Kasmi, 2020:221) majas perbandingan adalah majas yang membandingkan suatu benda atau perilaku makhluk manusia yang satu dengan yang lain melalui proses menyetarakan, menggantikan, dan melebihkan. Nafinuddin menambahkan dalam jurnal (Nafinuddin, 2020:8) bahwa majas perbandingan adalah majas yang cara melukiskan keadaan apapun dengan menggunakan perbandingan antara satu hal dengan hal yang lain. Sesuai dengan nama majas perbandingan menggunakan unsur pembanding sebagai aspek utama dalam mengungkapkan sesuatu.

Pada penelitian berjudul Analisis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik ini berpatok pada penggunaan gaya bahasa dalam majas perbandingan Andrea Hirata pada novel Edensor. Majas perbandingan yang akan diteliti mengacu pada tiga teori milik Tarigan, Ratna, dan Nafinuddin, ketiga ahli yang menjadi pataokan ini telah mengkaji adanya peranan majas perbandingan dalam kebahasaan khususnya sastra.

Tarigan dalam (Tarigan, 2013:9) mengklasifikasikan majas perbandingan menjadi 10 jenis gaya bahasa, yaitu: gaya bahasa perumpamaan, metafora, personifikasi,

(38)

depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme, perifrasis, antisipasi, dan koreksi atau koreksio. Sedangkan Ratna (Ratna, 2013:444) membagi majas perbandingan dalam 21 jenis gaya bahasa, yaitu: gaya bahasa alegori, alusio, antonomasia, disfemisme, epitet, eponim, eufemisme, hipalase, hiperbola, litotes, metafora, metonimia, onomatope, paronomasia, perifrasis, personifikasi, simbolik, simile, sinekdoke, sinestesia, dan tropen. Nafinuddin memiliki kemiripan dengan pendapat Ratna dengan membagi majas perbandingan kedalam 20 jenis gaya bahasa dalam (Nafinuddin, 2020:8) yaitu: simile, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, alusio, antitesis, pleonasme, tautologi, perifrasis, antisipasi, koreksio, antropomorfisme, sintesia, antonomasia, aptronim, metonimia, asosiasi, hipokorisme, tropen.

1. Perumpamaan atau Simile

Perumpamaan atau nama lainya simile adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berlawanan namun namun sengaja dianggap sama.

Maka dari itu gaya bahasa ini bisa juga disebut sebagai sebuah “persamaan”.

Menurut (Rizki & Mulyani, 2017:203) simile adalah majas peerbandingan yang membandingkan secara langsung dengan menggunakan kata-kata pembanding.

Sejalan dengan pendapat Ratna dalam (Ratna, 2013:446) Simile (menggunakan kata-kata pembanding: seperti, laksana, umpama). Kata pembanding yang dimaksud juga dijabarkan oleh Tarigan dalam (Tarigan, 2013:9) terdiri dari kata seperti, bagaikan, umpama, ibarat, laksana, sebagai, umpama, serupa, penaka.

Adanya kata pembanding memperkuat posisi kalimat ini sebagai majas perumpamaan atau simile, sesuai dengan pendapat Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020:8) bahwa simile adalah bahasa kiasan berupa pernyataan suatu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding. Contoh dari gaya bahasa ini sebagai berikut:

a. Seperti air dan api.

b. Seperti air dan minyak.

c. Bagaikan bumi dan langit.

d. Bak rumah tak bertuan.

e. Laksana badai ditengah laut.

(39)

2. Metafora

Metafora adalah bagian dari majas perbandingan yang membuat perbandingan antara dua hal yang berbeda namun dianggap sama untuk menciptakan suatu kesan. Penggunaan majas ini tidak dapat memerlukan kata penghubung seperti perumpamaan. Sesuai dengan pendapat Rizki dan Mulyani dalam (Rizki & Mulyani, 2017:203) bahwa metafora merupakan majas perbandingan yang membandingkan dua hal secara langsung. Maksud dari secara langsung ini adalah tanpa adanya kata penghubung apapun pada unsur majas tersebut. Gaya bahasa ini mampu memberikan bantuan kepada seseorang dalam mengungkapkan suatu gambaran yang jelas melalui komparasi secara langsung.

Menurut (Tarigan, 2013:15) metafora merupakan gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat dan tersusun rapi. Sesuai dengan pendapat dari Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020:9) yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan majas lainya, metafora merupakan majas yang paling singkat, padat, dan jelas. Contoh dari gaya bahasa ini sebagai berikut:

a. Dia memang anak emas.

b. Dia memang kutu buku.

3. Personifikasi

Personifikasi menurut Nurgiyantoro dalam (Payuyasa, 2019:75) merupakan jenis majas yang meletakan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Sejalan dengan pendapat Tarigan dalam (Tarigan, 2013:17) yang menyatakan bahwa personifikasi adalah majas yang melekatkan sifat-sifat makhluk hidup kedalam benda mati seakan-akan benda yang tidak bernyawa tersebut hidup. Sifat yang melekat pada majas ini adalah menyamakan benda dengan kebiasaan manusia yang hidup. Gaya bahasa personifikasi dikenal dengan nama lain “penginsanan” karena sesuai dengan ciri nya yang melekatkan sifat insani kepada benda mati atau unsur yang tidak hidup. Ratna mendefinisikan personifikasi dengan lebih ringkas dalam (Ratna, 2013:446) yaitu benda mati dianggap benda hidup. Contoh dari gaya bahasa ini sebagai berikut:

a. Nyiur melambai ditepi pantai.

(40)

b. Ombak yang berdesis.

c. Belaian hembusan angin.

d. Mentari menggores kulitku.

4. Depersonifikasi

Depersonifikasi adalah majas yang melekatkan sifat benda mati kepada manusia. Dengan kata lain depersonifikasi merupakan kebalikan dari personifikasi.

Biasanya gaya bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan (Tarigan, 2013:21). Menurut pendapat Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020:9) depersonifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan. Dengan kata lain depersonifikasi melekatkan unsur makhluk hidup kepada benda, objek atau suatu hal. Contoh dari gaya bahasa ini sebagai berikut:

a. Hatiku sudah membeku.

b. Langkah kakinya surut.

c. Jika kamu bunga, aku lebahnya.

d. Andai kamu langit, maka aku adalah bintang.

5. Alegori

Alegori adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan menggunakan kiasan. Menurut Tarigan (Tarigan, 2013:24) alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lamban, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan- gagasan yang diperlambangkan. Ciri lain dari gaya bahasa alegori adalah kandungan sifat-sifat moral atau spiritual manusia, dikuatkan dengan pendapat dari Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020:10) bahwa alegori sering mengandung sifat- sifat moral spiritual. Sifat moral yang dimaksud adalah nilai moral atau suatu hal yang bisa diambil dari suatu kejadian dalam kehidupan sehari-hari. Ratna dalam (Ratna, 2013:444) mendefinisikan alegori sebagai perbandingan dengan alam secara utuh. Contoh dari gaya bahasa ini sebagai berikut:

a. Bayi yang baru lahir bagaikan kertas putih kosong, belum bernoda.

(41)

b. Ayah adalah nahkoda dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

c. Hidup itu bagaikan roda, kadang kita dibawah, kadang kita di atas.

7. Antitesis

Antitesis adalah majas yang terdiri dari perbandingan antara dua hal yang berbeda dalam bentuk maupun makna. Dengan kata lain majas antitesis terdiri dari sesuatu yang berlawanan (Antonim) sejalan dengan pendapat Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020:11) berpendapat bahwa antitesis merupakan gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan. Menurut Poerwadarminta dalam (Tarigan, 2013:26) secara alamiah antitesis berarti “lawan yang tepat” atau

“pertentangan yang benar-benar. Dapat dikatakan sebagai lawan yang tepat karena kedua unsur yang diperbandingkan saling berlawanan satu sama lain. Contoh dari gaya bahasa ini sebagai berikut:

a. Naik turunya harga kopi.

b. Kita hanya bisa mempertimbangkan baik buruknya.

c. Kecantikanya yang akan mencelakakanya.

6. Pleonasme

Pleonasme muncul ketika adanya kata yang memiliki makna yang berlebihan dan sebenarnya tidak diperlukan pada sebuah kalimat. Penggunaan kata yang berlebihan atau mubazir ini jika dihilangkan tidak akan merubah makna dari kalimat tersebut, sesuai dengan pendapat Tarigan dalam (Tarigan, 2013:28).

Berdasarkan pendapat Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020:11) pleonasme merupakan majas yang dipergunakan dengan cara menambahkan keteangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Kalimat yang tidak diperlukan ini jika dihilangkan tidak akan merubah makna apapun pada kalimat tersebut, sesuai dengan pendapat Keraf dalam (Arta dkk, 2018:34) apabila kata yang berlebihan tersebut dihilangkan, tidak akan mengubah makna atau arti. Contoh dari gaya bahasa ini sebagai berikut:

a. Buah kelapa itu jatuh kebawah.

b. Dia naik ke atas meja.

c. Kegembiraanku menyenangkan hatiku.

d. Roda yang bundar itu sedang dipompa.

Gambar

Tabel 3. 1 Klasifikasi Data .....................................................................................
Tabel 3. 1 Klasifikasi Data

Referensi

Dokumen terkait

Siswa keempat bernama Veli. Dia adalah siswa SMAN 1 Baregbeg kelas XII IPA 2. Berdasarkan jawaban pada evalusi siswa dalam modul menganalisi isi dan kebahasaan novel, siswa sudah

Instrumen dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri yang merupakan alat pengumpul data utama analisis data dilakukan dengan tahapan: 1 mengidentifikasi dan menginventarisasi

Penutur: seoang anak Perumpamaan laki-laki bernama Ikal Keterangan: Tujuan tuturan: penutur Termasuk gaya bahasa ingin mempertegas perumpamaan karena tentang kedatangan menggunakan

1 data perbandingan gaya bahasa dalam novel Bidadari Berbisik karya Asma Nadia berasal dari 25 sub judul, sebanyak 61 gaya bahasa, dan terdiri dari 13 gaya bahasa perbandingan, yaitu