• Tidak ada hasil yang ditemukan

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatuyang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moelong, 2006) . Penelitian berjudul Analisis Gaya Bahasa dalam Majas Perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada Novel berjudul Edensor: Kajian Semantik ini dilaksanakan dengan jenis triangulasi penyidik. Triangulasi penyidik adalah jenis triangulasi yang menggunakan bantuan dari peneliti atau pengamat lain untuk memeriksa keabsahan data pada penelitian ini. Pada penelitian ini, peneliti meminta bantuan kepada dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yakni Danang Satria Nugraha S.S., M.A.

untuk menjadi pihak penyidik dalam triangulasi penelitian ini.

46 BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data

Data dari penelitian ini bersumber pada novel berjudul Edensor karya Andrea Hirata yang terbit pada tahun 2005 oleh penerbit Bentang Pustaka. Sebagai bagian penting dari penelitian ini, peneliti menggunakan edisi cetakan pertama edisi revisi I, yang diterbitkan pada bulan Mei tahun 2013 oleh penerbit Bentang Pustaka.

Berdasarkan konteks semantik yang digunakan sebagai materi dasar dalam penyusunan penelitian ini ditemukan delapan jenis gaya bahasa dalam majas perbandingan, yaitu: gaya bahasa perumpamaan atau simile, gaya bahasa metafora, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa depersonifikasi, gaya bahasa antitesis, gaya bahasa perifrasis, gaya bahasa antisipasi, dan gaya bahasa koreksio.

Data diperoleh dalam rentang waktu 1 bulan yaitu pada bulan April 2021 sampai Mei 2021. Proses pengumpulan data dalam rentang waktu tersebut menghasilkan sejumlah data berupa kata atau frasa yang mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan. Data yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti sejumlah 104 data yang terdiri dari 8 jenis gaya bahasa dalam majas perbandingan. Data yang ditemukan oleh peneliti sudah melalui tahap triangulasi dengan bantuan dari dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yakni Danang Satria Nugraha S.S., M.A. selaku triangulator dengan teknik triangulasi penyidik. Hasil dari triangulasi sudah disetujui oleh triangulator sejak tanggal 11 Juni 2021.

4.2 Hasil Analisis Data

Peneliti akan membahas hasil analisis penggunaan gaya bahasa dalam majas perbandingan Andrea Hirata pada novel berjudul Edensor. Langkah analisis penggunaan gaya bahasa diambil oleh peneliti untuk menemukan gaya bahasa dalam majas perbandingan berdasarkan makna dalam semantik pada novel populer.

Sebagai teori dasar semantik mengandung kajian pemakaian bahasa dengan menghubungkan kata atau frasa dengan konteks pada kalimat tersebut.

Pemaparan dalam analisis ini adalah gaya bahasa dalam majas perbandingan berdasarkan konteks dalam semantik pada novel berjudul Edensor. Berikut uraian dari data yang sudah ditemukan beserta dengan contoh kalimat dan konteksnya.

Karena jumlah data yang ditemukan cukup banyak, maka peneliti akan memaparkan beberapa contoh pada setiap gaya bahasa dalam majas perbandingan pada novel berjudul Edensor karya Andrea Hirata. Data dan analisisnya akan ditampilkan secara utuh pada bagian lampiran skripsi penelitian ini.

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa frasa atau kalimat yang mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan pada novel berjudul Edensor karya Andrea Hirata. Pada penelitian ini peneliti membahas gaya bahasa yang terkandung dalam majas perbandingan pada frasa atau kalimat dalam karya sastra dengan memperhatikan teori dari ahli. Menurut Tarigan (Tarigan, 2013:5) Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Pengungkapan yang khas tidak terlepas dari kekhasan pengarang yang menggunakan gaya bahasa dalam karya nya, sesuai dengan pendapat Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020:2) Pengarang memiliki gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan setiap ide tulisannya.

Menurut Ratna (Ratna, 2009:164) bahasa kias atau majas adalah pilihan kata tertentu yang menyampaikan maksud dan tujuan seorang penulis kepada pembaca dalam rangka memperoleh aspek keindahan. Ungkapan dari majas bersifat unik dan memperindah, sesuai dengan pendapat Ratna dalam (Ratna, 2009:4) bahwa majas bertujuan utama untuk memunculkan aspek keindahan. Penggunaan majas pada karya sastra khususnya novel yang ditujukan bagi pembaca menambah daya tarik dari novel tersebut. Dengan adanya majas penulis dapat mengungkapkan sebuah pesan kepada pembaca dalam bentuk yang indah dan menarik.

Dalam penelitian ini setiap jenis gaya bahasa pada majas perbandingan yang digunakan oleh Andrea Hirata dan ditemukan didalam novel akan dijabarkan dengan contoh sesuai dengan jenis gaya bahasa tersebut. Karena jumlah data yang

untuk setiap jenisnya bervariasi maka peneliti membatasi jumlah contoh yang akan disertakan didalam penjelasan. Gaya bahasa perumpamaan, metafora, personifikasi, dan depersonifikasi pada majas perbandingan akan dijabarkan dengan jumlah contoh yang berbeda dari gaya bahasa antitesis, perifrasis, antisipasi, dan koreksio karena perbedaan jumlah data yang cukup banyak.

4.2.1 Jenis Gaya Bahasa Dalam Majas Perbandingan

Menurut Tarigan (Tarigan, 2013:7) Majas perbandingan adalah majas yang membandingkan sesuatu hal dengan hal lain. Sesuai dengan namanya majas perbandingan melukiskan suatu keadaan dengan menggunakan perbandingan antara suatu unsur dengan unsur yang lain. Sejalan dengan definisi dari Tarigan menurut Surianti Nafiuddin dalam jurnalnya (Nafinuddin, 2020:8) Majas perbandingan adalah majas yang cara melukiskan keadaan apapun dengan menggunakan perbandingan antara satu hal dengan hal lain. Pendapat kedua ahli ini dilengkapi oleh Hendra Kasmi dalam Jurnalnya (Kasmi, 2020:221) yang menyatakan majas perbandingan adalah majas yang membandingkan suatu benda atau perilaku makhluk manusia yang satu dengan yang lain melalui proses menyetarakan, menggantikan, dan melebihkan.

Andrea Hirata dalam novel berjudul Edensor menggunakan berbagai gaya bahasa dalam majas khususnya majas perbandingan. Dapat diketahui bahwa gaya bahasa dalam majas perbandingan cukup digemari oleh penulis novel ini karena banyaknya jumlah frasa atau kalimat yang ditemukan mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan. Pada uraian bagian ini peneliti akan menjabarkan analisis data dari gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata melalui tokoh-tokoh yang terlukis dalam novel berjudul Edensor. Gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata dapat diuraikan sebagai berikut:

4.2.1.1. Gaya Bahasa Perumpamaan

Hasil dari pengumpulan data majas perbandingan dalam novel berjudul Edensor karya Andrea Hirata menghasilkan beberapa data yang mengandung gaya bahasa perumpamaan dan dikategorikan sebagai data yang valid. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama (Tarigan, 2013:9). Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020:8) menyatakan bahwa simile adalah bahasa kiasan berupa pernyataan suatu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding. Sejalan dengan pendapat dari Ratna dalam (Ratna, 2013:446) simile (menggunakan kata-kata pembanding:

seperti, laksana, umpama). Data yang mengandung gaya bahasa perumpamaan dari majas perbandingan akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Menara Eiffel laksana nyonya besar. (Hal.79) (S.5)

b. Aku dan Arai sibuk seperti tupai mengumpulkan biji-biji pinang.

(Hal.148) (S.10)

c. Arai bak Medusa, dewi berambut ular itu. (Hal.182) (S.14)

d. Mereka seperti lebah yang membantu bunga-bunga bersemi. (Hal 209 ) (S.15)

e. Benar saja, seperti menggoda anjing beranak, wajah mereka merah padam. (Hal.221) (S.17)

Gaya bahasa pada kalimat (a) dengan kode (S.5) sesuai dengan pengertian dari gaya bahasa perumpamaan atau simile .Pada contoh 1 data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang ditemukan dari novel Edensor karya Andrea Hirata mengandung gaya bahasa perumpamaan. Sesuai dengan pengertian dari gaya bahasa perumpamaan yaitu gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang pada hakikatnya berbeda tetapi sengaja dianggap sama sesuai dengan pernyataan Tarigan (Tarigan, 2013:9). Pada contoh ini terdapat perbandigan pada kalimat berupa perbandingan dua hal yakni “Menara Eiffel” dan “nyonya besar”.

Kedua unsur ini sangat berbeda dari segi bentuk, namun dianggap memiliki kesamaan oleh pengarang sebagai sesuatu yang megah, menarik, dan memikat hati orang yang melihat. Gaya bahasa perumpamaan pada kalimat ini juga bisa dikenali dengan adanya kata penghubung “laksana” diantara kedua unsur untuk mempertegas perbandingan. Kata “laksana” membandingkan kemegahan bangunan

dengan keindahan orang yang menarik dan dominan dibandingkan orang lain.

Sesuai dengan pendapat dari Ratna (Ratna, 2013:446) bahwa simile (menggunakan kata-kata pembanding: seperti, laksana, umpama).

Pada kalimat (b) dengan kode (S.10) merupakan data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel Edensor karya Andrea Hirata melalui tokoh-tokoh pada novel yang mengandung gaya bahasa perumpamaan. Andrea Hirata menggambarkan kalimat ini sebagai penggambaran kerja keras Ikal dan Arai untuk mengumpulkan uang yang akan digunakan untuk mewujudkan mimpi mereka yaitu berkeliling Eropa.

Perumpamaan ditandai dengan adanya kata “seperti” diantara dua unsur yang berbeda yaitu tokoh Ikal (aku) dan Arai dengan seekor tupai. Perumpamaan digambarkan dengan menggambarkan kedua tokoh yang sedang sibuk bekerja keras seperti kebiasaan hewan tupai saat memasuki musim dingin yang akan mengumpulkan makanan sebanyak-banyaknya didalam sarang untuk persiapan hibernasi. Secara bentuk kedua unsur ini berbeda namun digambarkan memiliki kesamaan oleh Andrea Hirata dalam bentuk “usaha”.

Pada kalimat (c) dengan kode (S.14) data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel Edensor.

Andrea Hirata menggunakan kalimat ini untuk membandingkan tokoh manusia dengan unsur makhluk mitologi. Jika ditelaah berdasarkan kalimat yang menyertai sebelum dan sesudah kalimat ini dapat diketahui maknaya yaitu penggambaran tokoh Ikal yang sedang menggunakan kostum yang terlihat seperti makhluk mitologi. Penggambaran ini dilihat secara fisik oleh tokoh Ikal yang kemudian digambarkan oleh Andrea Hirata secara langsung dengan membandingkan dua unsur yang berbeda.

Pada kalimat (d) dengan kode (S.15) data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel Edensor mengandung gaya bahasa perumpamaan. Andrea Hirata menggunakan kalimat ini membandingkan dua hal yaitu “mereka” dan “lebah”. Unsur mereka pada kalimat

ini merujuk pada beberapa tokoh yang merupakan manusia sedangkan lebah merupakan hewan yang memiliki tingkah laku yang berbeda dari manusia namun digambarkan mampu melakukan kegiatan yang serupa dengan skala yang berbeda.

Pada kalimat (e) dengan kode (S.17) data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel Edensor. Kalimat ini dapat digolongkan kedalam kalimat yang mengandung gaya bahasa perumpamaan karena kalimat ini membandingkan perilaku hewan yang sedang beranak dengan ekspresi wajah manusia. Andrea Hirata menggambarkan tokoh seperti hewan yang sedang beranak dan memiliki emosi yang tinggi sedangkan ekspresi wajah tokoh yang digambarkan berwarna merah padam seperti sedang menahan amarah.

Kelima contoh di atas terdiri dari kalimat yang mengandung unsur dan ciri dari gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan dan dituliskan berdasarkan gaya bahasa dari Andrea Hirata melalui tokoh-tokoh dalam novel. Data yang telah diperoleh membandingakan dua unsur yang berbeda namun dianggap sama oleh Andrea Hirata. Seluruh kalimat ini dilengkapi dengan kata kunci seperti, laksana, bagaikan dan bak yang memperkuat adanya unsur perbandingan dan perumpamaan pada kalimat-kalimat ini.

4.2.1.2. Gaya Bahasa Metafora

Metafora adalah bagian dari majas perbandingan yang membuat perbandingan antara dua hal yang berbeda namun dianggap sama untuk menciptakan suatu kesan. Menurut Ratna (Ratna, 2013:445) metafora membandingkan suatu benda dengan benda yang lainya.Penggunaan majas ini tidak dapat memerlukan kata penghubung seperti perumpamaan. Setelah melaksanakan proses pengumpulan data pada novel Edensor karya Andrea Hirata ditemukan data gaya bahasa metafora dalam majas perbandingan dengan jumlah yang paling banyak diantara temuan gaya bahasa yang lain. Tarigan berpendapat dalam bukunya (Tarigan, 2013:15) metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Nafinuddin (Nafinuddin, 2020:9)

menambahkan bahwa metafora membatu orang yang berbicara atau menulis untuk menggambarkan hal-hal dengan jelas, dengan cara membanding-bandingkan suatu hal dengan hal lain yang emiliki ciri-ciri dan sifat yang sama. Data yang mengandung gaya bahasa metafora dari majas perbandingan dan sudah tervalidasi akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Ia telah menulis puluhan puisi untuk belahan hatinya itu, telah menyanyikan lagu dibawah jendela kamarnya, berhujan-hujanan mengejarnya, dan bersepeda puluhan kilometer hanya untuk menemui nya lima menit. (Hal. 46) (M.8)

b. Dari cara menulis namanya, aku mendapat kesan pastilah Somers ini seorang ibu-ibu gemuk, atau lajang lapuk, pegawai yang tak penting, pengurus hal remeh temeh di bagian administrasi. (Hal.182) (M.9) c. Sambil terengah gentar, aku mengejek para penjahat itu, agar mereka

gelap mata. (Hal.221) (M.15)

Pada kalimat (a) dengan kode (M.8) data gaya bahasa metafora pada majas perbandingan yang diungkapkan oleh Andrea Hirata ditemukan dari novel Edensor yang mengandung gaya bahasa metafora ditandai dengan adanya frasa “belahan hati” pada kalimat tersebut. Perbandingan pada kalimat ini dapat dibuktikan dengan membandingkan dua hal yang memiliki sifat yang sama. Kalimat ini dituturkan oleh tokoh Ikal ketika menggambarkan perjuangan tokoh Arai untuk menghubungi

“belahan hati” nya. Belahan hati dapat dibandingkan dengan “kekasih” yang memiliki makna yang sama karena berdasarkan konteks kalimat sebelumnya frasa

“belahan hati” mengarah pada tokoh lain yaitu Zakiah Nurmala yang merupakan orang yang dikagumi oleh tokoh Arai namun cintanya bertepuk sebelah tangan.

Andrea Hirata menggunakan metafora untuk menggambarkan sosok penting bagi tokoh dalam novel.

Sedangkan pada kalimat (b) dengan kode (M.9) yang mengandung gaya bahasa metafora pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata dalam novel Edensor. Andrea Hirata menggunakan kalimat ini untuk membandingkan gambaran tokoh terhadap tokoh lain dari tulisan tanganya. Dalam bayangan tokoh Ikal tulisan tangan itu merupakan hasil dari seseorang dengan ciri fisik seperti ibu-ibu yang sudah tua namun belum memiliki pasangan. Status belum berpasangan

sampai usia yang cukup tua ini dapat dibandingkan dengan frasa “lajang lapuk”

karena memiliki sifat dan fungsi yang sama pada kalimat. “Lajang lapuk” pada kalimat ini tidak diartikan secara langsung sebagai seorang lajang yang sudah mengalami pelapukan namun menggambarkan orang yang sudah lama membujang, saking lamanya disamakan dengan tumbuhan yang sudah mengalami pelapukan.

Gaya bahasa pada kalimat (c) dengan kode (M.15) dalam bentuk kalimat dan frasa yang mengandung gaya bahasa metafora pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel Edensor merupakan jenis yang ditemukan paling banyak oleh peneliti. Sesuai dengan pengertian dari gaya bahasa metafora yaitu gaya bahasa yang membuat perbandingan antara dua hal yang berbeda namun dianggap sama untuk menciptakan suatu kesan. Dengan kata lain gaya bahasa metafora membandigkan dua unsur secara langsung tanpa adanya kata penghubung (seperti, bak, bagaikan, laksana, dan lain-lain) dalam bentuk yang singkat. Penanda adanya gaya bahasa metafora pada contoh (1) ini adalah adanya frasa “gelap mata”

yang secara singkat membandingkan dua hal dan memiliki sifat yang sama. Jika diperhatikan dari konteks kalimat sebelumnya yang menggambarkan suasana ketika kedua tokoh utama berusaha mempertahankan diri dari sekelompok orang yang hendak merampok dengan cara membuat mereka emosi. Ketika seseorang sedang emosi terkadang sulit untuk berpikir secara logis dan melakukan apa yang diinginkan tanpa mempertimbangkan dampaknya. Perilaku ketika melakukan sesuatu tanpa melihat keadaan orang lain dengan adanya pertimbangan dampaknya seperti seseorang yang matanya sedang ditutup dan gelap. Gelap mata dimaknai secara implisit keadaan seseorang yang emosi dan tidak bisa melihat keadaan bukan orang yang sedang menutup mata atau buta.

Ketiga contoh di atas terdiri dari kalimat yang mengandung unsur dan ciri dari gaya bahasa metafora pada majas perbandingan yang digunakan oleh Andrea Hirata dalam novel Edensor. Sesuai dengan ciri dari gaya bahasa metafora, seluruh kalimat ini membandingkan dua hal yang memiliki sifat yang sama secara langsung tanpa menggunakan bantuan kata penghubung.

4.2.1.3. Gaya Bahasa Personifikasi

Tarigan (Tarigan, 2013:17) menyimpulkan bahwa penginsanan atau personifikasi, ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa. Dengan kata lain personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat makhluk hidup kedalam benda mati seakan-akan benda yang tidak bernyawa tersebut hidup. Sifat yang melekat pada majas ini adalah menyamakan benda dengan kebiasaan manusia yang hidup. Nafinuddin (Nafinuddin, 2020:9) menambahkan personifikasi atau penginsanan adalah gaya bahasa yang mempersamakan benda-benda dengan manusia, punya sifat, kemampuan, pemikiran, perasaan, seperti yang dimiliki dan dialami oleh manusia.

Ratna menyimpulkan bahwa personifikasi muncul ketika benda mati dianggap benda hidup dalam (Ratna, 2013:446). Berdasarkan proses pengumpulan data pada novel Edensor karya Andrea Hirata ditemukan 26 data gaya bahasa personifikasi dalam majas perbandingan. Berikut sebagian data yang mengandung gaya bahasa personifikasi dari majas perbandingan dan menggambarkan keseluruhan data yang sudah diperoleh akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Dalam bingkai itu, aku menggambar gerbang desa Edensor berukir ayam jantan yang berputar seirama belaian angin. (Hal. 274) (PE.5)

b. Rombongan itu berjalan tenang, beriringan, jubahnya melambai-lambai.

(Hal.240) (PE.25)

c. Ayat demi ayat mengalir, membelai-belai dan aku tercabut dari masjid itu. (Hal.243) (PE.26)

Berdasarkan data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata dalam novel Edensor analisis kalimat (a) dengan kode (PE.5) diketahui bahwa terdapat gaya bahasa personifikasi didalam kalimat tersebut. Pengertian dari gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 2013:17). Dengan kata lain gaya bahasa personifikasi memberikan sifat benda hidup kepada benda mati. Kata yang mengindikasikan adanya gaya bahasa personifikasi adalah “belaian” yang disematkan pada “amgin”.

Kalimat ini jika dilihat sepintas memberikan gambaran desa Edensor dengan dihiasi

ukiran ayam jantan yang berputar searah dengan “belaian” angin. Berdasarkan konteks kalimat dan kalimat sebelumnya dapat diketahui Andrea Hirata bermaksud untuk memberikan makna kata “belaian” yang merupakan tiupan karena angin adalah unsur benda mati yang tidak dapat membelai dengan maksud yang sama dengan membelai yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk hidup.

Kalimat (b) data gaya bahasa personifikasi pada majas perbandingan dengan kode (PE.25) yang digunakan Andrea Hirata dalam novel Edensor. Adanya gaya bahasa pada contoh kalimat ini ditandai dengan adanya kata “melambai-lambai”

yang disematkan pada benda mati berupa jubah dari seseorang yang dilihat oleh tokoh. Jika diperhatikan dari kalimat sebelumnya dan makna dapat diketahui pada kalimat ini yang digambarkan oleh tokoh sedang melambai-lambai adalah jubah dari para pengelana timur tengah yang mereka jumpai ketika sedang melakukan perjalanan keliling dunia. Andrea Hirata melukiskan gerakan melambai-lambai pada benda mati berupa jubah dapat diartikan sebagai gerakan jubah yang terkibaskan oleh angin bagaikan gerakan melambai-lambai. Syarat dari adanya gaya bahasa personifikasi adalah adanaya penyematan sifat makhluk hidup pada benda mati.

Kalimat (c) dengan kode (PE.26) mengandung gaya bahasa personifikasi.

Kalimat bermakna sebagai penggambaran rasa takjub dari tokoh Ikal ketika sedang beribadah dan mendengar lantunan doa dari imam masjid yang merdu. Dapat diketahui adanya unsur personifikasi dari kata “membelai-belai”. Jika diperhatikan dari konteks kalimat dan kalimat sebelumnya maka dapat diketahui bahwa yang tokoh membelai-belai adalah lantunan doa dan ayat-ayat suci yang dibacakan oleh imam dan didengar oleh kedua tokoh. Andrea Hirata menggambarkan dampak dari keindahan ayat-ayat tersebut mampu membuat tokoh tersentuh secara rohani dan merasa bagaikan sedang dibelai saat itu.

Ketiga contoh di atas terdiri dari kalimat yang mengandung unsur dan ciri dari gaya bahasa personifikasi pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata melalui tokoh-tokoh dalam novel Edensor. Ketiga kalimat contoh ini

dilengkapi dengan kata-kata yang menggambarkan adanya pelekatan sifat unsur makhluk hidup pada unsur benda mati sesuai dengan ciri dari gaya bahasa personifikasi.

4.2.1.4. Gaya Bahasa Depersonifikasi

Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat benda mati kepada manusia. Menurut Tarigan (Tarigan, 2013:21) apabila personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonfikasi justru membedakan manusia atau insan. Dengan kata lain depersonifikasi merupakan kebalikan dari personifikasi. Sejalan dengan pendapat dari Tarigan, Nafinuddin (Nafinuddin, 2020:9)depersonifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan. Berdasarkan proses pengumpulan data pada novel Edensor karya Andrea Hirata ditemukan 12 data gaya bahasa depersonifikasi dalam majas perbandingan. Data yang mengandung gaya bahasa depersonifikasi dari majas perbandingan dan sudah divalidasi akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Aku melangkah seperti rangka kayu yang reot. (Hal.35) (DE.5)

b. Paru-parunya disesaki gas–gas beracun, napas nya berat, tubuhnya keras seperti kayu. (Hal. 48) (DE.6)

c. Jika menari kepala, lehernya seperti engsel peluru: naik, turun, maju, mundur, patah-patah, menjulur-julur, dan berputar meliuk-liuk.

(Hal.105) (DE.8)

Pada kalimat (a) dengan kode (DE.5) dapat dikategorikan sebagai kalimat yang mengandung gaya bahasa depersonifikasi pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata dalam novel Edensor pada kalimat “Aku melangkah seperti rangka kayu yang reot”. Depersonifikasi ditandai dengan adanya kata

“seperti” diantara dua unsur yaitu “aku” sebagai perlambangan dari makhluk hidup dan “rangka kayu” yang merupakan benda mati dan “reyot” sebagai sifat dari benda mati. Melalui kalimat ini Andrea Hirata menggambarkan tokoh Aku yang diberikan sifat benda mati jika dalam artian yang sesungguhnya. “Reyot” menurut KBBI memiliki arti sudah sangat rusak dan hampir roboh (tentang gubuk, kursi, meja).

“seperti” diantara dua unsur yaitu “aku” sebagai perlambangan dari makhluk hidup dan “rangka kayu” yang merupakan benda mati dan “reyot” sebagai sifat dari benda mati. Melalui kalimat ini Andrea Hirata menggambarkan tokoh Aku yang diberikan sifat benda mati jika dalam artian yang sesungguhnya. “Reyot” menurut KBBI memiliki arti sudah sangat rusak dan hampir roboh (tentang gubuk, kursi, meja).

Dokumen terkait