• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2. Hasil Analisis Data

4.2.1 Jenis Gaya Bahasa Dalam Majas Perbandingan

Menurut Tarigan (Tarigan, 2013:7) Majas perbandingan adalah majas yang membandingkan sesuatu hal dengan hal lain. Sesuai dengan namanya majas perbandingan melukiskan suatu keadaan dengan menggunakan perbandingan antara suatu unsur dengan unsur yang lain. Sejalan dengan definisi dari Tarigan menurut Surianti Nafiuddin dalam jurnalnya (Nafinuddin, 2020:8) Majas perbandingan adalah majas yang cara melukiskan keadaan apapun dengan menggunakan perbandingan antara satu hal dengan hal lain. Pendapat kedua ahli ini dilengkapi oleh Hendra Kasmi dalam Jurnalnya (Kasmi, 2020:221) yang menyatakan majas perbandingan adalah majas yang membandingkan suatu benda atau perilaku makhluk manusia yang satu dengan yang lain melalui proses menyetarakan, menggantikan, dan melebihkan.

Andrea Hirata dalam novel berjudul Edensor menggunakan berbagai gaya bahasa dalam majas khususnya majas perbandingan. Dapat diketahui bahwa gaya bahasa dalam majas perbandingan cukup digemari oleh penulis novel ini karena banyaknya jumlah frasa atau kalimat yang ditemukan mengandung gaya bahasa dalam majas perbandingan. Pada uraian bagian ini peneliti akan menjabarkan analisis data dari gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata melalui tokoh-tokoh yang terlukis dalam novel berjudul Edensor. Gaya bahasa dalam majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata dapat diuraikan sebagai berikut:

4.2.1.1. Gaya Bahasa Perumpamaan

Hasil dari pengumpulan data majas perbandingan dalam novel berjudul Edensor karya Andrea Hirata menghasilkan beberapa data yang mengandung gaya bahasa perumpamaan dan dikategorikan sebagai data yang valid. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama (Tarigan, 2013:9). Nafinuddin dalam (Nafinuddin, 2020:8) menyatakan bahwa simile adalah bahasa kiasan berupa pernyataan suatu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding. Sejalan dengan pendapat dari Ratna dalam (Ratna, 2013:446) simile (menggunakan kata-kata pembanding:

seperti, laksana, umpama). Data yang mengandung gaya bahasa perumpamaan dari majas perbandingan akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Menara Eiffel laksana nyonya besar. (Hal.79) (S.5)

b. Aku dan Arai sibuk seperti tupai mengumpulkan biji-biji pinang.

(Hal.148) (S.10)

c. Arai bak Medusa, dewi berambut ular itu. (Hal.182) (S.14)

d. Mereka seperti lebah yang membantu bunga-bunga bersemi. (Hal 209 ) (S.15)

e. Benar saja, seperti menggoda anjing beranak, wajah mereka merah padam. (Hal.221) (S.17)

Gaya bahasa pada kalimat (a) dengan kode (S.5) sesuai dengan pengertian dari gaya bahasa perumpamaan atau simile .Pada contoh 1 data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang ditemukan dari novel Edensor karya Andrea Hirata mengandung gaya bahasa perumpamaan. Sesuai dengan pengertian dari gaya bahasa perumpamaan yaitu gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang pada hakikatnya berbeda tetapi sengaja dianggap sama sesuai dengan pernyataan Tarigan (Tarigan, 2013:9). Pada contoh ini terdapat perbandigan pada kalimat berupa perbandingan dua hal yakni “Menara Eiffel” dan “nyonya besar”.

Kedua unsur ini sangat berbeda dari segi bentuk, namun dianggap memiliki kesamaan oleh pengarang sebagai sesuatu yang megah, menarik, dan memikat hati orang yang melihat. Gaya bahasa perumpamaan pada kalimat ini juga bisa dikenali dengan adanya kata penghubung “laksana” diantara kedua unsur untuk mempertegas perbandingan. Kata “laksana” membandingkan kemegahan bangunan

dengan keindahan orang yang menarik dan dominan dibandingkan orang lain.

Sesuai dengan pendapat dari Ratna (Ratna, 2013:446) bahwa simile (menggunakan kata-kata pembanding: seperti, laksana, umpama).

Pada kalimat (b) dengan kode (S.10) merupakan data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel Edensor karya Andrea Hirata melalui tokoh-tokoh pada novel yang mengandung gaya bahasa perumpamaan. Andrea Hirata menggambarkan kalimat ini sebagai penggambaran kerja keras Ikal dan Arai untuk mengumpulkan uang yang akan digunakan untuk mewujudkan mimpi mereka yaitu berkeliling Eropa.

Perumpamaan ditandai dengan adanya kata “seperti” diantara dua unsur yang berbeda yaitu tokoh Ikal (aku) dan Arai dengan seekor tupai. Perumpamaan digambarkan dengan menggambarkan kedua tokoh yang sedang sibuk bekerja keras seperti kebiasaan hewan tupai saat memasuki musim dingin yang akan mengumpulkan makanan sebanyak-banyaknya didalam sarang untuk persiapan hibernasi. Secara bentuk kedua unsur ini berbeda namun digambarkan memiliki kesamaan oleh Andrea Hirata dalam bentuk “usaha”.

Pada kalimat (c) dengan kode (S.14) data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel Edensor.

Andrea Hirata menggunakan kalimat ini untuk membandingkan tokoh manusia dengan unsur makhluk mitologi. Jika ditelaah berdasarkan kalimat yang menyertai sebelum dan sesudah kalimat ini dapat diketahui maknaya yaitu penggambaran tokoh Ikal yang sedang menggunakan kostum yang terlihat seperti makhluk mitologi. Penggambaran ini dilihat secara fisik oleh tokoh Ikal yang kemudian digambarkan oleh Andrea Hirata secara langsung dengan membandingkan dua unsur yang berbeda.

Pada kalimat (d) dengan kode (S.15) data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel Edensor mengandung gaya bahasa perumpamaan. Andrea Hirata menggunakan kalimat ini membandingkan dua hal yaitu “mereka” dan “lebah”. Unsur mereka pada kalimat

ini merujuk pada beberapa tokoh yang merupakan manusia sedangkan lebah merupakan hewan yang memiliki tingkah laku yang berbeda dari manusia namun digambarkan mampu melakukan kegiatan yang serupa dengan skala yang berbeda.

Pada kalimat (e) dengan kode (S.17) data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel Edensor. Kalimat ini dapat digolongkan kedalam kalimat yang mengandung gaya bahasa perumpamaan karena kalimat ini membandingkan perilaku hewan yang sedang beranak dengan ekspresi wajah manusia. Andrea Hirata menggambarkan tokoh seperti hewan yang sedang beranak dan memiliki emosi yang tinggi sedangkan ekspresi wajah tokoh yang digambarkan berwarna merah padam seperti sedang menahan amarah.

Kelima contoh di atas terdiri dari kalimat yang mengandung unsur dan ciri dari gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan dan dituliskan berdasarkan gaya bahasa dari Andrea Hirata melalui tokoh-tokoh dalam novel. Data yang telah diperoleh membandingakan dua unsur yang berbeda namun dianggap sama oleh Andrea Hirata. Seluruh kalimat ini dilengkapi dengan kata kunci seperti, laksana, bagaikan dan bak yang memperkuat adanya unsur perbandingan dan perumpamaan pada kalimat-kalimat ini.

4.2.1.2. Gaya Bahasa Metafora

Metafora adalah bagian dari majas perbandingan yang membuat perbandingan antara dua hal yang berbeda namun dianggap sama untuk menciptakan suatu kesan. Menurut Ratna (Ratna, 2013:445) metafora membandingkan suatu benda dengan benda yang lainya.Penggunaan majas ini tidak dapat memerlukan kata penghubung seperti perumpamaan. Setelah melaksanakan proses pengumpulan data pada novel Edensor karya Andrea Hirata ditemukan data gaya bahasa metafora dalam majas perbandingan dengan jumlah yang paling banyak diantara temuan gaya bahasa yang lain. Tarigan berpendapat dalam bukunya (Tarigan, 2013:15) metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Nafinuddin (Nafinuddin, 2020:9)

menambahkan bahwa metafora membatu orang yang berbicara atau menulis untuk menggambarkan hal-hal dengan jelas, dengan cara membanding-bandingkan suatu hal dengan hal lain yang emiliki ciri-ciri dan sifat yang sama. Data yang mengandung gaya bahasa metafora dari majas perbandingan dan sudah tervalidasi akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Ia telah menulis puluhan puisi untuk belahan hatinya itu, telah menyanyikan lagu dibawah jendela kamarnya, berhujan-hujanan mengejarnya, dan bersepeda puluhan kilometer hanya untuk menemui nya lima menit. (Hal. 46) (M.8)

b. Dari cara menulis namanya, aku mendapat kesan pastilah Somers ini seorang ibu-ibu gemuk, atau lajang lapuk, pegawai yang tak penting, pengurus hal remeh temeh di bagian administrasi. (Hal.182) (M.9) c. Sambil terengah gentar, aku mengejek para penjahat itu, agar mereka

gelap mata. (Hal.221) (M.15)

Pada kalimat (a) dengan kode (M.8) data gaya bahasa metafora pada majas perbandingan yang diungkapkan oleh Andrea Hirata ditemukan dari novel Edensor yang mengandung gaya bahasa metafora ditandai dengan adanya frasa “belahan hati” pada kalimat tersebut. Perbandingan pada kalimat ini dapat dibuktikan dengan membandingkan dua hal yang memiliki sifat yang sama. Kalimat ini dituturkan oleh tokoh Ikal ketika menggambarkan perjuangan tokoh Arai untuk menghubungi

“belahan hati” nya. Belahan hati dapat dibandingkan dengan “kekasih” yang memiliki makna yang sama karena berdasarkan konteks kalimat sebelumnya frasa

“belahan hati” mengarah pada tokoh lain yaitu Zakiah Nurmala yang merupakan orang yang dikagumi oleh tokoh Arai namun cintanya bertepuk sebelah tangan.

Andrea Hirata menggunakan metafora untuk menggambarkan sosok penting bagi tokoh dalam novel.

Sedangkan pada kalimat (b) dengan kode (M.9) yang mengandung gaya bahasa metafora pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata dalam novel Edensor. Andrea Hirata menggunakan kalimat ini untuk membandingkan gambaran tokoh terhadap tokoh lain dari tulisan tanganya. Dalam bayangan tokoh Ikal tulisan tangan itu merupakan hasil dari seseorang dengan ciri fisik seperti ibu-ibu yang sudah tua namun belum memiliki pasangan. Status belum berpasangan

sampai usia yang cukup tua ini dapat dibandingkan dengan frasa “lajang lapuk”

karena memiliki sifat dan fungsi yang sama pada kalimat. “Lajang lapuk” pada kalimat ini tidak diartikan secara langsung sebagai seorang lajang yang sudah mengalami pelapukan namun menggambarkan orang yang sudah lama membujang, saking lamanya disamakan dengan tumbuhan yang sudah mengalami pelapukan.

Gaya bahasa pada kalimat (c) dengan kode (M.15) dalam bentuk kalimat dan frasa yang mengandung gaya bahasa metafora pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata pada novel Edensor merupakan jenis yang ditemukan paling banyak oleh peneliti. Sesuai dengan pengertian dari gaya bahasa metafora yaitu gaya bahasa yang membuat perbandingan antara dua hal yang berbeda namun dianggap sama untuk menciptakan suatu kesan. Dengan kata lain gaya bahasa metafora membandigkan dua unsur secara langsung tanpa adanya kata penghubung (seperti, bak, bagaikan, laksana, dan lain-lain) dalam bentuk yang singkat. Penanda adanya gaya bahasa metafora pada contoh (1) ini adalah adanya frasa “gelap mata”

yang secara singkat membandingkan dua hal dan memiliki sifat yang sama. Jika diperhatikan dari konteks kalimat sebelumnya yang menggambarkan suasana ketika kedua tokoh utama berusaha mempertahankan diri dari sekelompok orang yang hendak merampok dengan cara membuat mereka emosi. Ketika seseorang sedang emosi terkadang sulit untuk berpikir secara logis dan melakukan apa yang diinginkan tanpa mempertimbangkan dampaknya. Perilaku ketika melakukan sesuatu tanpa melihat keadaan orang lain dengan adanya pertimbangan dampaknya seperti seseorang yang matanya sedang ditutup dan gelap. Gelap mata dimaknai secara implisit keadaan seseorang yang emosi dan tidak bisa melihat keadaan bukan orang yang sedang menutup mata atau buta.

Ketiga contoh di atas terdiri dari kalimat yang mengandung unsur dan ciri dari gaya bahasa metafora pada majas perbandingan yang digunakan oleh Andrea Hirata dalam novel Edensor. Sesuai dengan ciri dari gaya bahasa metafora, seluruh kalimat ini membandingkan dua hal yang memiliki sifat yang sama secara langsung tanpa menggunakan bantuan kata penghubung.

4.2.1.3. Gaya Bahasa Personifikasi

Tarigan (Tarigan, 2013:17) menyimpulkan bahwa penginsanan atau personifikasi, ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa. Dengan kata lain personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat makhluk hidup kedalam benda mati seakan-akan benda yang tidak bernyawa tersebut hidup. Sifat yang melekat pada majas ini adalah menyamakan benda dengan kebiasaan manusia yang hidup. Nafinuddin (Nafinuddin, 2020:9) menambahkan personifikasi atau penginsanan adalah gaya bahasa yang mempersamakan benda-benda dengan manusia, punya sifat, kemampuan, pemikiran, perasaan, seperti yang dimiliki dan dialami oleh manusia.

Ratna menyimpulkan bahwa personifikasi muncul ketika benda mati dianggap benda hidup dalam (Ratna, 2013:446). Berdasarkan proses pengumpulan data pada novel Edensor karya Andrea Hirata ditemukan 26 data gaya bahasa personifikasi dalam majas perbandingan. Berikut sebagian data yang mengandung gaya bahasa personifikasi dari majas perbandingan dan menggambarkan keseluruhan data yang sudah diperoleh akan dijabarkan sebagai berikut:

a. Dalam bingkai itu, aku menggambar gerbang desa Edensor berukir ayam jantan yang berputar seirama belaian angin. (Hal. 274) (PE.5)

b. Rombongan itu berjalan tenang, beriringan, jubahnya melambai-lambai.

(Hal.240) (PE.25)

c. Ayat demi ayat mengalir, membelai-belai dan aku tercabut dari masjid itu. (Hal.243) (PE.26)

Berdasarkan data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata dalam novel Edensor analisis kalimat (a) dengan kode (PE.5) diketahui bahwa terdapat gaya bahasa personifikasi didalam kalimat tersebut. Pengertian dari gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 2013:17). Dengan kata lain gaya bahasa personifikasi memberikan sifat benda hidup kepada benda mati. Kata yang mengindikasikan adanya gaya bahasa personifikasi adalah “belaian” yang disematkan pada “amgin”.

Kalimat ini jika dilihat sepintas memberikan gambaran desa Edensor dengan dihiasi

ukiran ayam jantan yang berputar searah dengan “belaian” angin. Berdasarkan konteks kalimat dan kalimat sebelumnya dapat diketahui Andrea Hirata bermaksud untuk memberikan makna kata “belaian” yang merupakan tiupan karena angin adalah unsur benda mati yang tidak dapat membelai dengan maksud yang sama dengan membelai yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk hidup.

Kalimat (b) data gaya bahasa personifikasi pada majas perbandingan dengan kode (PE.25) yang digunakan Andrea Hirata dalam novel Edensor. Adanya gaya bahasa pada contoh kalimat ini ditandai dengan adanya kata “melambai-lambai”

yang disematkan pada benda mati berupa jubah dari seseorang yang dilihat oleh tokoh. Jika diperhatikan dari kalimat sebelumnya dan makna dapat diketahui pada kalimat ini yang digambarkan oleh tokoh sedang melambai-lambai adalah jubah dari para pengelana timur tengah yang mereka jumpai ketika sedang melakukan perjalanan keliling dunia. Andrea Hirata melukiskan gerakan melambai-lambai pada benda mati berupa jubah dapat diartikan sebagai gerakan jubah yang terkibaskan oleh angin bagaikan gerakan melambai-lambai. Syarat dari adanya gaya bahasa personifikasi adalah adanaya penyematan sifat makhluk hidup pada benda mati.

Kalimat (c) dengan kode (PE.26) mengandung gaya bahasa personifikasi.

Kalimat bermakna sebagai penggambaran rasa takjub dari tokoh Ikal ketika sedang beribadah dan mendengar lantunan doa dari imam masjid yang merdu. Dapat diketahui adanya unsur personifikasi dari kata “membelai-belai”. Jika diperhatikan dari konteks kalimat dan kalimat sebelumnya maka dapat diketahui bahwa yang tokoh membelai-belai adalah lantunan doa dan ayat-ayat suci yang dibacakan oleh imam dan didengar oleh kedua tokoh. Andrea Hirata menggambarkan dampak dari keindahan ayat-ayat tersebut mampu membuat tokoh tersentuh secara rohani dan merasa bagaikan sedang dibelai saat itu.

Ketiga contoh di atas terdiri dari kalimat yang mengandung unsur dan ciri dari gaya bahasa personifikasi pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata melalui tokoh-tokoh dalam novel Edensor. Ketiga kalimat contoh ini

dilengkapi dengan kata-kata yang menggambarkan adanya pelekatan sifat unsur makhluk hidup pada unsur benda mati sesuai dengan ciri dari gaya bahasa personifikasi.

4.2.1.4. Gaya Bahasa Depersonifikasi

Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang melekatkan sifat benda mati kepada manusia. Menurut Tarigan (Tarigan, 2013:21) apabila personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonfikasi justru membedakan manusia atau insan. Dengan kata lain depersonifikasi merupakan kebalikan dari personifikasi. Sejalan dengan pendapat dari Tarigan, Nafinuddin (Nafinuddin, 2020:9)depersonifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan. Berdasarkan proses pengumpulan data pada novel Edensor karya Andrea Hirata ditemukan 12 data gaya bahasa depersonifikasi dalam majas perbandingan. Data yang mengandung gaya bahasa depersonifikasi dari majas perbandingan dan sudah divalidasi akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Aku melangkah seperti rangka kayu yang reot. (Hal.35) (DE.5)

b. Paru-parunya disesaki gas–gas beracun, napas nya berat, tubuhnya keras seperti kayu. (Hal. 48) (DE.6)

c. Jika menari kepala, lehernya seperti engsel peluru: naik, turun, maju, mundur, patah-patah, menjulur-julur, dan berputar meliuk-liuk.

(Hal.105) (DE.8)

Pada kalimat (a) dengan kode (DE.5) dapat dikategorikan sebagai kalimat yang mengandung gaya bahasa depersonifikasi pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata dalam novel Edensor pada kalimat “Aku melangkah seperti rangka kayu yang reot”. Depersonifikasi ditandai dengan adanya kata

“seperti” diantara dua unsur yaitu “aku” sebagai perlambangan dari makhluk hidup dan “rangka kayu” yang merupakan benda mati dan “reyot” sebagai sifat dari benda mati. Melalui kalimat ini Andrea Hirata menggambarkan tokoh Aku yang diberikan sifat benda mati jika dalam artian yang sesungguhnya. “Reyot” menurut KBBI memiliki arti sudah sangat rusak dan hampir roboh (tentang gubuk, kursi, meja).

Jika diperhatikan berdasarkan kalimat sebelum dan sesudahnya maka dapat

diketahui bahwa makna “reyot” pada kalimat ini adalah tidak mampu berjalan bergerak atau berjalan lagi. Andrea Hirata menggunakan kalimat ini untuk menunjukan tokoh Aku yang sangat kelelahan karena harus berjalan dengan jarak yang jauh dalam keadaan matahari yang terik dan sedang melaksanakan puasa.

Kalimat (b) dengan kode (DE.6) dapat dianalisis berdasarkan data gaya bahasa depersonifikasi pada majas perbandingan berdasarkan pemikiran Andrea Hirata dalam novel Edensor mengandung gaya bahasa depersonifikasi.

Berdasarkan pengertian dari gaya bahasa depersonifikasi yaitu gaya bahasa yang melekatkan sifat benda mati kepada manusia. Pada contoh ini adanya depersonifikasi terlihat pada kalimat “Paru-parunya disesaki gas– gas beracun, napas nya berat, tubuhnya keras seperti kayu”. Pada kalimat ini depersonifikasi atau pelekatan sifat benda mati terlihat dari “tubuh” yang keras disamakan dengan benda mati yang berupa “kayu”. Adanya kata “seperti” mengindikasikan adanya pembandingan antara tubuh manusia dengan kayu yang memiliki sifat keras dalam artian yang sesungguhnya. Jika diperhatikan berdasarkan konteks kalimat sebelumnya maka dapat diketahui makna sesungguhnya dari “tubuh yang keras”

adalah postur tubuh yang kokoh karena sudah sering melakukan pekerjaan berat di perusahaanya.

Kalimat (c) dengan kode (DE.8) data gaya bahasa perumpamaan pada majas perbandingan yang ditemukan dari novel Edensor karya Andrea Hirata. Pada contoh data ke 3 yang dianalisis oleh peneliti ini gaya bahasa depersonifikasi dapat ditemukan dalam kalimat “Jika menari kepala, lehernya seperti engsel peluru: naik, turun, maju, mundur,patah-patah, menjulur-julur, dan berputar meliuk-liuk”.

Andrea Hirata melakukan penggambaran seorang tokoh yang dilakukan oleh tokoh utama yang memiliki kebiasaan dan tingkah laku yang unik. Unsur “leher” tokoh yang merupakan makhluk hidup digambarkan dengan sifat benda mati yaitu “engsel peluru” karena gerakan lehernya yang menyerupai gerakan naik turun ketika engsel peluru digerakan. Penggambaran kalimat ini juga diperkuat dengan menggunakan kata bantuan “seperti” yang membandingkan dua unsur makhluk hidup atau insani dengan benda mati. Jika ditelaah berdasarkan kalimat yang menyertai sebelum dan

sesudah kalimat ini Andrea Hirata ingin menggambarkan perilaku dan ciri fisik tokoh MVRC Manoj yang sedang menari.

Ketiga contoh di atas terdiri dari kalimat yang mengandung unsur dan ciri dari gaya bahasa depersonifikasi pada majas perbandingan yang digunakan Andrea Hirata dalam novel Edensor. Seluruh kalimat ini sesuai dengan ciri dari gaya bahasa depersonifikasi yang membandingkan manusia atau insan dengan benda mati.

4.2.1.5. Gaya Bahasa Antitesis

Nafinuddin (Nafinuddin, 2020:11) Antitesis ialah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan. Antitesis adalah gaya bahasa yang terdiri dari perbandingan antara dua hal yang berbeda dalam bentuk maupun makna. Dengan kata lain majas antithesis terdiri dari sesuatu yang berlawanan (Antonim). Poerwadarminta dalam buku (Tarigan, 2013:26) berpendapat bahwa secara alamiah antitesis berarti ‘lawan yang tepat’ atau ‘pertentangan yang benar-benar’. Dari kedua definisi menurut ahli dapat diketahui bahwa antiteis merupakan gaya bahasa yang menampilkan gagasan-gagasan yang saling berlawanan dalam bentuk maupun makna.

Berdasarkan proses pengumpulan data pada novel Edensor karya Andrea Hirata ditemukan data gaya bahasa antitesis dalam majas perbandingan. Data yang mengandung gaya bahasa antitesis dari majas perbandingan dan sudah divalidasi akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Napasnya naik turun menahan rasa. (Hal.93) (AN.1)

b. Berkelana tidak hanya telah membawaku ke tempat- tempat yang spektakuler sehingga aku terpaku, tak pula memberiku tantangan ganas yang menghadapkanku pada keputusan hitam putih. (Hal. 229) (AN.2) Berdasarkan pengertian dari gaya bahasa Antitesis yaitu gaya bahasa yang membandingkan antara dua kata yang mengandung ciri semantik yang bertentangan. Dengan kata lain gaya bahasa antitesis adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang pada hakikatnya berbeda tetapi sengaja dianggap sama. Pada contoh kalimat (a) dengan kode (AN.1) ini terdapat perbandingan dua

hal yang dibandingkan secara lansgung dalam sebuah kalimat yaitu “naik” dan

“turun”. Kedua kata ini saling bertentangan dalam makna ciri semantik. Kata naik menurut KBBI bermakna bergerak ke atas atau ke tempat yang lebih tinggi, sedangkan kata “turun” berarti bergerak ke arah bawah, bergerak ke tempat yang lebih rendah. Pada dasarnya kedua kata ini merupakan kata yang saling berlawanan.

Jika diperhatikan berdasarkan makna kalimat dan kalimat penghantarnya maka dapat diketahui Andrea Hirata hendak menggambarkan keadaan sesorang yang menangis karena sangat sedih hingga nafasnya tidak teratur seperti “naik turun”

ketika idolanya meinggal dunia yang dilihat oleh tokoh.

Pada contoh (b) dengan kode (AN.2) kalimat ini terbukti mengandung gaya bahasa antitesis pada majas perbandingan yang ditemukan dari novel Edensor karya

Pada contoh (b) dengan kode (AN.2) kalimat ini terbukti mengandung gaya bahasa antitesis pada majas perbandingan yang ditemukan dari novel Edensor karya

Dokumen terkait