• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Tesis Retorik dan Majas Lokalitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal Tesis Retorik dan Majas Lokalitas"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

RETORIK DAN MAJAS LOKALITAS MINANGKABAU

DALAM KUMPULAN CERPEN HASRAT MEMBUNUH KARYA YUSRIZAL KW

RIO RINALDI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA

(2)
(3)

RETORIK DAN MAJAS LOKALITAS MINANGKABAU

DALAM KUMPULAN CERPEN HASRAT MEMBUNUH KARYA YUSRIZAL KW

Rio Rinaldi1, Hasanuddin WS2, Agustina 3

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Program Pascasarjana

Universitas Negeri Padang email: rinaldirio83@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan retorik dan majas lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW. Gaya bahasa retorik (bermakna langsung) terdiri atas penegasan dan pertentangan. Gaya bahasa majas (bermakna tidak langsung) terdiri atas perbandingan dan sindiran.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Data penelitian ini adalah kata, frasa, klausa, atau kalimat yang dapat dirumuskan sebagai gaya bahasa lokalitas Minangkabau. Sumber data penelitian ini adalah kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW. Teknik pengumpulan data dengan cara : (1) membaca dan memahami gaya bahasa lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW, (2) mengklasifikasi data yang berhubungan dengan gaya bahasa lokalitas Minangkabau, yaitu retorik penegasan dan pertentangan dan majas perbandingan dan sindiran.

Hasil temuan penelitian dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW adalah sebagai berikut ini : (1) terdapat gaya bahasa retorik lokalitas Minangkabau, yaitu penegasan dan pertentangan, majas lokalitas Minangkabau, yaitu perbandingan dan sindiran. Dari sejumlah gaya bahasa yang ditemukan, gaya bahasa yang dominan sebagai khas Yusrizal KW adalah majas lokalitas Minangkabau, yaitu majas perbandingan alusio. Majas alusio menjadi ciri khas Yusrizal KW dalam memberikan corak bahasa lokal melalui perbandingan secara sugestif penggambaran tentang tempat, orang, dan peristiwa.

1

Mahasiswa Penulis Tesis Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk wisuda periode Juni 2015

2

Pembimbing I, dosen Pascasarjana Universitas Negeri Padang

3

(4)

4 Abstract

This study aimed to describe the rhetorical figure of speech locality and Minangkabau in the short story collection Hasrat Membunuh by Yusrizal KW. Rhetorical style Minangkabau locality, namely the assertion and conflict, figure of speech locality Minangkabau, namely comparison and satire.

This research is a qualitative study using descriptive methods. The data of this study is the word, phrase, clause, or sentence that can be formulated as a locality Minangkabau style. Source of research data is a collection of short stories Hasrat Membunuh by Yusrizal KW. Data collection techniques by means of: (1) to read and understand the language of the locality Minangkabau style in a collection of short stories Hasrat Membunuh by Yusrizal KW, (2) classifying the data associated with the locality Minangkabau style, namely rhetorical affirmation and conflict and comparative figure of speech and satire.

(5)

A. Pendahuluan

Dalam perkembangan sastra modern, warna lokal turut hadir dalam lahirnya karya sastra. Warna lokal tersebut dikatakan sebagai manifestasi yang digunakan oleh pengarang sebagai bagian dalam setiap karyanya. Warna lokal dalam karya sastra memberikan dampak terhadap corak pandang masyarakat dalam mengetahui persoalan-persoalan yang terjadi pada masa kekinian atau masa silam. Penggambaran warna lokal ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pembaca yang menikmati karya sastra untuk mendapatkan ciri khas suatu lingkungan pada masyarakat daerah tertentu.

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1269), warna berarti „corak atau ragam‟ (sifat sesuatu), sedangkan lokal (KBBI, 2002:680) berarti

„terjadi atau berlaku disatu tempat‟ dan

„tidak merata‟ atau „bersifat setempat‟. Abrams (1981:1989) mengkonkretkan bahwa manifestasi warna lokal dapat dikatakan sebagai lukisan yang cermat mengenai latar, dialek, adat istiadat, cara berpakaian, cara berpikir, cara merasa, dan sebagainya yang khas dari suatu daerah tertentu yang terdapat dalam cerita. Oleh karena itu, untuk mengenal warna lokal dalam karya sastra, diperlukan pemahaman falsafah kebudayaan dari bangsa atau daerah pelaku cerita.

Kehadiran warna lokal dapat dikatakan sebagai upaya pengarang dalam memanfaatkan setting, diksi, dan gaya bahasa yang digunakan. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan fungsi estetis. Fungsi estetis tersebut terlihat lebih konkret melalui makna langsung (retorik) dan makna tidak

langsung (majas) yang disampaikan oleh pengarang untuk menggambarkan warna lokal yang terdapat di dalam karyanya. Warna lokal yang dimaksud adalah warna lokal Minangkabau.

Kusmarwanti (2008) menjelaskan bahwa Minangkabau sebagai daerah yang kaya dengan nilai-nilai budaya menjadi salah satu daerah yang sering dimanfaatkan sebagai latar penciptaan karya sastra, sehingga muncul istilah warna lokal Minangkabau. Warna lokal dalam karya sastra ditentukan oleh beberapa unsur antara lain latar cerita, asal-usul pengarang, nama pelaku, nama panggilan yang digunakan, pakaian, adat istiadat, cara berpikir, lingkungan hidup, sejarah, cerita rakyat, kepercayaan, serta gaya bahasa, dan dialek. Di samping itu, kekhasan budaya Minangkabau di antaranya tampak pada masalah perkawinan, hubungan kekerabatan, organisasi sosial, pola perkampungan, kepercayaan, mata pencaharian, adat dan perubahan, kesenian, individu dalam masyarakat, dan harga diri. Namun, penelitian ini akan memfokuskan pada retorik dan majas lokalitas dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW.

(6)

6 lokalitas Minangkabau yang digunakan sebagai media penyampaiannya.

Yusrizal KW menggambarkan kehidupan masyarakat setempat melalui retorik dan majas lokalitas Minangkabau yang terdapat di dalam karya-karyanya. Sebagaimana diketahui, retorik (makna langsung) mencakup dua hal yakni, retorik penegasan dan retorik pertentangan. Retorik penegasan meliputi pleonasme, repetisi, klimaks, antiklimaks, retoris, hiperbola, asonansi, anastrof (inversi), apostrof, asindeton, polisindenton, elipsis, eufemismus, litotes, tautologi, perifrasis, prolepsis (antisipasi), erotesis, silepsis, zeugma, koreksio. Retorik pertentangan meliputi paradoks, antitesis, apofasis (preterisio), kiasmus, histeron proteron, dan

oksimoron.

Majas (makna tidak langsung) meliputi dua hal pula, yakni majas perbandingan dan majas sindiran. Majas perbandingan meliputi metafora, personifikasi, asosiasi, paralel, persamaan/simile, alegori, parabel, fabel, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia. Majas sindiran meliputi ironisme, sarkasme, sinisme, satire, innuendo, antifrasis. Melalui penjabaran tersebut, penelitian ini akan mengorientasikan pada retorik dan majas lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW.

Yusrizal KW, selanjutnya disingkat YKW, memanfaatkan retorik dan majas lokalitas Minangkabau sebagai warna lokal dalam setiap karyanya. Hal tersebut berdasarkan resepsinya terhadap kenyataan di sekitar.

Kenyataan tersebut kemudian diolah kembali oleh YKW menjadi sebuah karya sastra cerpen. Karya-karya YKW merupakan hasil manifestasi atas gejolak kebudayaan setempat. Karena dinamika retorik dan majas lokalitas Minangkabau itulah, kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW ini diangkat kepermukaan ilmiah untuk kemudian ditelusuri retorik dan majas lokalitas Minangkabau yang terdapat di dalamnya. Di samping itu, karya-karya YKW ini menceritakan sekaligus menggambarkan persoalan adat dan perubahan, harga diri perempuan di Minangkabau, kekuasaan dan kekerasan, penyimpangan seks, perselingkuhan, dan lain sebagainya. Semua hal itu disampaikan melalui estetika bahasa yakni retorik dan majas lokalitas Minangkabau yang terdapat di dalamnya.

Kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW mengandung sejumlah fenomena masyarakat setempat dengan berbasis retorik dan majas lokalitas Minangkabau yang terdapat di dalamnya, dengan tujuan memberikan corak pandang yang khas terhadap Minangkabau dalam perkembangan cerpen sastra Indonesia modern. Jika berbicara tentang warna lokal, terdapat beberapa indikator yang ditentukan oleh beberapa unsur, antara lain latar cerita, asal-usul pengarang, nama pelaku, nama panggilan yang digunakan, pakaian, adat istiadat, cara berpikir, lingkungan hidup, sejarah, cerita rakyat, kepercayaan, dialek, termasuk gaya bahasa (retorik dan majas). Retorik (makna langsung) dan majas (makna tidak langsung) lokalitas Minangkabau sebagai bagian gaya bahasa merupakan fokus dalam penelitian ini. Melalui retorik dan majas lokalitas Minangkabau dalam kumpulan

(7)

cerpen Hasrat Membunuh karya YKW ini akan terlihat dan tergambar bentuk-bentuk warna lokal Minangkabau dengan beragam persoalan di antaranya mengenai kekerasan, penyimpangan seks, harga diri, pola pikir, harta dan kekuasaan. Bentuk-bentuk adat dan perubahan pun tergambar dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh ini. Hal tersebut tampak pada peristiwa atau alur cerita yang di alami tokoh.

Pentingnya penelitian tentang retorik dan majas lokalitas Minangkabau dalam teks sastra, kumpulan cerpen karya YKW ini, dapat menambah dan memberikan kontribusi terhadap wawasan, pengetahuan, motivasi, dan kritik tentang perkembangan warna lokal yang terdapat di dalam teks sastra Indonesia. Selain itu, kritik terhadap teks sastra juga memberikan kontribusi terhadap sarana pendidikan dalam hal memahami keberagaman budaya nusantara. Karya sastra, terutama yang warna lokal, merupakan materi ajar yang sangat cocok tentang pendidikan multikultural. Dengan karya sastra berwarna lokal, siswa dapat memahami keberagaman budaya, bahasa, dan keunikan suatu etnis, contohnya (Minangkabau): masalah jender, ras, kelas sosial, orientasi seksual, gaya bahasa, dan lain-lain. Mempelajari karya sastra yang berlatar belakang budaya tertentu, misalnya, dapat mengembangkan pemahaman siswa terhadap keberagaman perspektif pandangan dunia suatu etnis yang menghasilkan cerita tersebut (Saldana, 1995).

Menurut Atmazaki

(http://www.academia.edu), sastra warna lokal mengungkapkan banyak hal tentang

warisan, tradisi, nilai, dan simbol kelompok etnis dan hubungan antaretnis. Penggunaan cerpen berlatar belakang etnis tertentu, misalnya, tidak dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan siswa tentang menulis cerpen, tetapi untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang dunia multietnis tempat mereka hidup. Dalam konteks inilah, perspektif retorik dan majas lokalitas Minangkabau juga dapat ditempatkan. Dalam hal lain, melalui sastra yang mencitrakan berbagai peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakat, siswa diajak untuk memahami bagaimana masing-masing masyarakat memandang lawan jenisnya dan gaya bahasa yang digunakan berdasarkan budaya dan konstruksi sosialnya. Melalui pengkajian stilistika tentang retorik dan majas lokalitas Minangkabau yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW ini, terlihat bentuk warna lokal Minangkabau di dalamnya. Konkretnya, bagaimana menumbuhkan sikap simpati, dan tidak berprasangka negatif, atau sikap toleran pembaca terhadap ketersiksaan Siti Nurbaya dalam upayanya untuk mencintai Samsul Bahri (Sitti Nurbaya), kepasrahan/keluguan Pariyem menerima perlakuan majikan mudanya (Pengakuan Pariyem), kesediaan (keterpaksaan) Srintil dalam

(8)

8 sehingga menimbulkan kebencian-kebencian dan dapat pula memberikan cap-cap tertentu terhadap suku yang melatarbelakangi cerita itu.

Di samping itu, guru perlu memberi penegasan bahwa di balik berbagai pandangan itu harus ada ide atau tujuan yang jelas bahwa pada akhirnya kepada siswa ditanamkan adanya keseimbangan antara keberagaman budaya, bahasa, serta peran antara perempuan dan laki-laki. Siswa

diajak untuk “melawan” praktik-praktik ketidakseimbangan gender, status sosial, dan bahasa, yang terefleksi di dalam sastra dengan menggunakan dalil-dalil, baik yang dibawa agama, budaya, maupun paham feminisme. Siswa perlu diajak untuk mengembangkan sikap toleransi sebagaimana ditunjukkan oleh tokoh-tokoh dalam karya sastra melalui retorik dan majas lokalitas yang dimanfaatkan pengarang dalam melahirkan karya-karyanya. Oleh sebab itu, melalui gaya bahasa, peneliti merasa perlu untuk meneliti retorik dan majas lokalitas dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW.

B. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan metode yang lazim digunakan pada jenis-jenis penelitian ilmu sosial, humaniora. Penelitian kualitatif yang menitikberatkan pada analisis isi (content analysis), yaitu penelitian yang mementingkan pengkajian isi dengan tujuan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam objek penelitian dengan dijabarkan secara verba. Moleong

(2005:6) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lainnya secara holistik dengan cara memaparkannya secara deskripsi, dengan menggunakan bahasa atau kata-kata pada suatu konteks khusus yang alamiah. Penelitian ini menggambarkan fenomena secara alamiah dengan memaparkan retorik dan majas lokalitas Minangkabau yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan analisis isi (content analysis). Menurut Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2005:220) kajian dengan analisis isi ini dilakukan untuk menarik kesimpulan melalui usaha mengidentifikasi karakteristik khusus dalam sebuah teks secara objektif dan sistematis. Hal ini yang menjadi alasan deskriptif tepat digunakan dalam proses penelitian terhadap retorik dan majas lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW. Selain itu, metode deskriptif dapat memberikan perincian yang detail tentang fenomena yang belum diketahui dalam objek penelitian. Fenomena yang dimaksud adalah retorik dan majas lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW.

(9)

C. Pembahasan

1. Retorik Lokalitas Minangkabau dalam Kumpulan Cerpen Hasrat Membunuh Karya Yusrizal KW

Pendayaagunaan gaya bahasa retorik lokalitas Minangkabau oleh YKW terletak pada tataran kata, frasa, klausa, atau kalimat dengan menggambarkan cara pengungkapan dan merasa masyarakat Minangkabau. Pendayagunaan gaya bahasa retorik tersebut diwakili melalui pendayagunaan struktur bahasa dan variasi bahasa lokal. Pendayagunaan dan variasi bahasa lokal dapat dilihat pada variasi morfologis, leksikal, semantik, tataran sintaksis.

Sebagaimana yang disampaikan para kritikus sebelumnya, pemakaian dialek daerah, penguasaan bahasa lokal, dan cara mengungkapkan yang bersifat lokal memiliki variasi berbeda-beda ditiap-tiap wilayah atau daerah. Variasi bahasa lokalitas Minangkabau merupakan gejala bahasa lokalitas yang dapat dilihat dari perbedaan dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat Minangkabau di berbagai wilayah. Wilayah Sumatera Barat adalah wilayah tutur bahasa Minangkabau yang utama dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Bahasa lokal Minangkabau tersebut digunakan oleh masyarakat yang berada di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Luasnya sebaran tersebut menyebabkan bervariasinya bahasa Minangkabau yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh penuturnya.

Terdapat beberapa dialek bahasa Minangkabau di daerah Sumatera Barat,

yaitu dialek Rao Mapat Tunggul, dialek Muaro Sungai Lolo, dialek Payakumbuh, dialek Pangkalan-Lubuk Alai, dialek Agam, Tanah Datar, dialek Pesisir Selatan, dialek kabupaten dan Kota Pariaman, dan lain sebagainya. Variasi bahasa yang ditemukan pada masyarakat Minangkabau dapat dicermati berupa variasi fonologis, morfologis, leksikal, semantik, tataran sintaksis. Meskipun demikian, banyaknya variasi bahasa dalam bahasa Minangkabau bukanlah suatu rintangan bagi masyarakat Minangkabau. Hal tersebut justru merupakan suatu ciri khas yang unik dari kebudayaan Minangkabau itu sendiri. Dalam hal ini, kekhususan atau keunikan gaya bahasa retorik penegasan dan pertentangan YKW menggambarkan dialek kabupaten dan Kota Pariaman. Bahasa lokal tersebut terlihat pada tataran bahasa klasik yang diungkapkan berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat.

Pendayagunaan gaya bahasa retorik lokalitas Minangkabau oleh YKW memberikan warna tataran bahasa masyarakat klasik. Artinya, pendayagunaan gaya bahasa bermakna langsung yang digunakan YKW dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh menggambarkan ciri khas bahasa masyarakat lama di kabupaten dan Kota Pariaman. Bahasa klasik tersebut terlihat dari ungkapan atau istilah kedaerahan yang jarang digunakan oleh pengarang lainnya. Hal ini mencirikan kekhususan YKW dibanding dengan pengarang-pengarang lainnya.

(10)

10 memperkenalkan kebudayaan lokal daerah Minangkabau kepada masyarakat luas. Bahasa lokal Minangkabau dan kebudayaan masyarakatnya ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Tumbuh kembangnya bahasa lokal Minangkabau terbentuk karena adanya konteks budaya. Sementara itu,

kebudayaan Minangkabau

membutuhkan bahasa untuk menjaga kelestariannya. Salah satu media pelestarian dan menjaga identitas suatu kebudayaan adalah melalui karya sastra prosa. Sebagaimana yang diketahui, bahasa tidak hanya bersifat otonom dan berfungsi sebagai alat komunikasi. Dengan demikian, gaya bahasa retorik lokalitas Minangkabau dalam karya sastra telah memosisikan diri sebagai alat untuk mengekspresikan dan menampilkan makna-makna budaya yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau.

Pendayagunaan gaya bahasa retorik lokalitas Minangkabau dalam karya sastra menujukkan kepiawaian YKW dalam mengeksplorasi bahasa lokal. Kepiawaian YKW dalam mengeksplorasi bahasa lokal terlihat pada gaya bahasa penegasan yang digunakan, yaitu hiperbola, anastrof, prolepsis, dan erotesis/pertanyaan retoris. Sementara itu, gaya bahasa pertentangan yang bersifat lokal Minangkabau adalah antitesis. Dari seluruh gaya retorik sebagai gaya bahasa bermakna langsung, YKW cenderung menggunakan gaya bahasa hiperbola.

Retorik lokalitas Minangkabau dalam karya sastra fiksi, terutama cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau,

merupakan salah satu pengejawantahan identitas lokal yang dibangun melalui bahasa. Peran bahasa lokal dalam cerpen Indonesia berwarna lokal selain menjadi pemertahanan identitas lokal, juga sebagai perhiasan yang memperindah suatu karya sastra yang berasal dari pengarang berlatar kebudayaan setempat. Kematangan YKW mengeksplorasi bahasa lokal menjadi kekhususan pengarang dalam proses penciptaan cerpen Indonesia berwarna lokal.

Cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau telah banyak terbit di surat kabar lokal maupun nasional. Karya-karya berwarna lokal Minangkabau tersebut terlahir dari pengarang-pengarang seperti, A.A Navis, Motinggo Busye, Ismet Fanany, Harris Effendi Thahar, Gus tf Sakai, Farizal Sikumbang, Yusrizal KW, dan lain sebagainya. Kecenderungan setiap pengarang dalam memanfaatkan unsur lokalitas Minangkabau tentu berbeda-beda. Pengarang-pengarang lokal Minangkabau tersebut memiliki style tersendiri dalam memanfaatkan bahasa lokal, istilah-istilah kedaerahan, atau struktur kalimat yang mencirikan cara orang Minangkabau merasa dan cara pengungkapan melalui bahasa.

Sebagai penggambaran atas cara pengungkapan dan merasa orang Minangkabau, gaya bahasa retorik lokalitas Minangkabau dalam cerpen Indonesia berwarna lokal digunakan oleh pengarang yang berlatar budaya Minangkabau. Melalui gaya bahasa penegasan dan pertentangan, retorik lokalitas Minangkabau digunakan oleh pengarang untuk membangun struktur bahasa lokal Minangkabau di dalam karya-karyanya. Strukutur bahasa lokal

(11)

tersebut berasal dari bahasa lisan yang kemudian pengejawantahannya terlihat dalam struktur kalimat (tulisan) dalam karya sastra. Bahasa lokal tersebut berfungsi sebagai penegasan pernyataan dan juga mempertentangkan makna.

Retorik lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW sebagai bagian dari cerpen Indonesia berwarna lokal merupakan manifestasi identitas lokal suatu kebudayaan. Penggunaan retorik penegasan dan pertentangan lokalitas Minangkabau tersebut menimbulkan efek menjelaskan dan memperkuat pernyataan, sehingga menjadi penguat rasa dalam lahirnya cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau. Pengungkapan bahasa lokal tersebut berupa istilah/bahasa kedaerahan, struktur kalimat, dan lain sebagainya. Meskipun retorik lokalitas Minangkabau tidak mendominasi dari keseluruhan gaya bahasa lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh, YKW telah berusaha memperlihatkan identitas lokal Minangkabau melalui pengeksplorasian bahasa lokal yang bermakna langsung. Kekhusus YKW mengeksplorasi bahasa lokal dalam karya-karyanya menujukkan bahwa YKW adalah salah satu pengarang lokal Minangkabau yang mampu mengeskplorasi bahasa lokal dengan penggunaan retorik sebagai gaya bahasa bermakna langsung.

Penggambaran akar tradisi suatu kebudayaan dalam cerpen Indonesia berwarna lokal, salah satunya dapat dijelaskan melalui penggunaan bahasa lokal. Kemampuan YKW dalam mengeksplorasi bahasa lokal Minangkabau dalam karyanya sudah

cukup signifikan. Hal ini terbukti ditemukannya gaya bahasa penegasan yaitu, hiperbola, anastrof, prolepsis, dan erotesis/pertanyaan retoris. Gaya bahasa pertentangan yang ditemukan yaitu, antitesis.

Melalui bahasa lokal tersebut, tergambar karakteristik YKW sebagai pengarang Minangkabau yang memanfaatkan dan mengeksplorasi bahasa lokal untuk membangun kesan estetis dalam melahirkan cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau. Sebagai gaya bahasa yang dominan dalam retorik lokalitas Minangkabau karya YKW, penggunaan hiperbola lokalitas Minangkabau mencirikan bahwa YKW sebagai pengarang Minangkabau cenderung menggunakan bahasa bermakna langsung dengan pengungkapan makna yang berlebihan-lebihan untuk tujuan menekankan makna dalam satu pernyataan. Penggunaan hiperbola lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW berfungsi untuk menjelaskan tentang suatu hal yang ingin dipertegas dan dinyatakan melalui penggunaan bahasa langsung yang maknanya berlebih-lebihan.

(12)

12 gaya bahasa anastof, yakni pembalikan susunan kalimat, menjadi ciri khas bahasa lokal Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW sebagai cerpen Indonesia berwarna lokal. Anastrof lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW berfungsi untuk menjelaskan suatu maksud dengan cara membalikkan susunan kalimat, yakni meletakkan predikat di depan struktur kalimat. Di dalam pembalikan susunan kalimat tersebut, terdapat beberapa kata sapaan dari bahasa Minangkabau, seperti Uda, Mamak, dan lain sebagainya.

Prolepsis dan pertanyaan retoris lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW adalah sebagai pelengkap atas kehadiran bahasa lokal yang mewarnai identitas lokal dalam kumpulan cerpen tersebut. Pertanyaan retoris merupakan turunan dari gaya bahasa retorik. Kata retoris berarti yang bersifat pemilihan bahasa dalam situasi tertentu, untuk tujuan tertentu, secara efektif. Sementara itu, retorik didefinisikan sebagai kemampuan (dalam hal ini pengarang) untuk memilih dan menggunakan bahasa dalam situasi tertentu secara efektif untuk mempersuasi orang lain. Persuasi dalam hal ini diartikan sebagai menjadikan orang lain mengetahui, memahami, serta menerima maksud yang disampaikan sebagai pesan atau isi komunikasi. Sebuah komunikasi, baik lisan maupun tulisan, akan berjalan dengan baik, setelah orang mengetahui, memahami, dan menyetujui hal yang dimaksud oleh penyampai bahasa dalam suatu komunikasi. Sebagai gaya bahasa penegasan, penggunaan gaya bahasa prolepsis dan pertanyaan retoris

berfungsi untuk menguatkan pernyataan dalam suatu bahasa.

Kehadiran gaya bahasa antitesis lokalitas Minangkabau sebagai bagian dari gaya bahasa pertentangan juga mewarnai eksistensi bahasa lokal dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW. Data gaya bahasa pertentangan tidak begitu signifikan dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW. Meskipun demikian, antitesis lokalitas Minangkabau telah berfungsi sebagai hiasan yang turut mewarnai gaya bahasa lokal Minangkabau dalam kumpulan cerpen karya YKW.

Kematangan YKW dalam mengeksplorasi bahasa lokal penegasan dan pertentangan dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh sesekali mendampingkan dengan bahasa di luar lokal Minangkabau. Meskipun demikian, penggunaan bahasa lokal di luar Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW tidaklah begitu signifikan. Hanya saja, apabila pengarang sedikit lebih konsisten dalam menggunakan bahasa lokal tanpa mencampur-adukkan atau mendampingkan bahasa lokal Minangkabau dengan bahasa lokal di luar Minangkabau, identitas suatu kebudayaan tentu terlihat lebih konkret.

Dengan demikian, sebagaimana yang disampaikan kritikus tentang bahasa lokal, disimpulkan bahwa kematangan dalam mengeksplorasi bahasa lokal dan konsistensi pengarang dalam menggunakan bahasa lokal perlu diperhatikan. Hal inilah yang menjadi persoalan penting dalam cerpen Indonesia berwarna lokal. Kehadiran

(13)

retorik lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW telah memiliki perannya sebagai gaya bahasa lokal dan sebagai penekanan arti dalam menjelaskan tentang suatu hal, serta berperan memberi kesan estetis tertentu.

2. Retorik Lokalitas Minangkabau dalam Kumpulan Cerpen Hasrat Membunuh Karya Yusrizal KW

Pendayaagunaan gaya bahasa majas lokalitas Minangkabau oleh YKW terletak pada tataran cara pengungkapan dan merasa masyarakat Minangkabau yang diwakili melalui pendayagunaan struktur bahasa dan variasi bahasa lokal. Pendayagunaan struktur bahasa dan variasi bahasa lokal terlihat dari gaya bahasa perbandingan dan sindiran. Pendayagunaan dan variasi bahasa lokal juga dapat dilihat pada variasi morfologis, leksikal, semantik, tataran sintaksis. Pemakaian dialek daerah, penguasaan bahasa lokal, dan cara mengungkapkan yang bersifat lokal memiliki variasi berbeda-beda ditiap-tiap wilayah atau daerah. Variasi bahasa lokalitas Minangkabau merupakan gejala bahasa lokalitas yang dapat dilihat dari perbedaan dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat Minangkabau di berbagai wilayah. Wilayah Sumatera Barat adalah wilayah tutur bahasa

Minangkabau yang utama

dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia. Bahasa lokal Minangkabau tersebut digunakan oleh masyarakat yang berada di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Luasnya sebaran tersebut menyebabkan bervariasinya bahasa Minangkabau

yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh penuturnya.

Terdapat beberapa dialek bahasa Minangkabau di daerah Sumatera Barat, yaitu dialek Rao Mapat Tunggul, dialek Muaro Sungai Lolo, dialek Payakumbuh, dialek Pangkalan-Lubuk Alai, dialek Agam, Tanah Datar, dialek Pesisir Selatan, dialek kabupaten dan Kota Pariaman, dan lain sebagainya. Variasi bahasa yang ditemukan pada masyarakat Minangkabau dapat dicermati berupa variasi fonologis, morfologis, leksikal, semantik, tataran sintaksis. Meskipun demikian, banyaknya variasi bahasa dalam bahasa Minangkabau bukanlah suatu rintangan bagi masyarakat Minangkabau. Hal tersebut justru merupakan suatu ciri khas yang unik dari kebudayaan Minangkabau itu sendiri. Dalam hal ini, kekhususan atau keunikan gaya bahasa retorik penegasan dan pertentangan YKW terlihat pada ungkapan bahasa lokal Minangkabau yang dirumuskan berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat.

(14)

14 YKW sebagai pengarang yang berlatar belakang masyarakat Minangkabau, mendayagunakan bahasa lokal Minangkabau sebagai salah satu media yang digunakan untuk memperkenalkan kebudayaan lokal daerah Minangkabau kepada masyarakat luas melalui gaya bahasa perbandingan dan sindiran. Gaya bahasa majas lokalitas Minangkabau dan kebudayaan masyarakatnya ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Tumbuh kembangnya bahasa lokal Minangkabau terbentuk karena adanya konteks budaya. Sementara itu, kebudayaan Minangkabau membutuhkan bahasa untuk menjaga kelestariannya. Salah satu media pelestarian kebudayaan adalah karya sastra prosa. Sebagaimana yang diketahui, bahasa tidak hanya bersifat otonom dan berfungsi sebagai alat komunikasi. Dalam hal ini, bahasa lokal Minangkabau dalam karya sastra juga telah memosisikan diri sebagai alat untuk mengekspresikan dan menampilkan makna-makna budaya yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau.

Pendayagunaan gaya bahasa majas lokalitas Minangkabau dalam karya sastra menujukkan kepiawaian YKW dalam mengeksplorasi bahasa lokal.

Kepiawaian YKW dalam

mengeksplorasi bahasa lokal terlihat pada gaya bahasa perbandingan dan sindiran yang digunakan. Dari seluruh gaya bahasa lokalitas Minangkabau, YKW cenderung menggunakan gaya bahasa alusio. Gaya bahasa alusio mendominasi dari seluruh gaya bahasa lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW.

Majas lokalitas Minangkabau dalam karya sastra fiksi, terutama cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau, juga merupakan salah satu pembentuk identitas lokal yang dibangun melalui bahasa. Peran bahasa lokal dalam cerpen Indonesia berwarna lokal selain menjadi pemertahanan identitas lokal suatu kebudayaan, juga sebagai perhiasan yang memperindah suatu karya sastra yang berasal dari pengarang berlatar kebudayaan setempat. Kematangan pengarang dalam mengeksplorasi bahasa lokal menjadi perhatian serius dalam proses penciptaan cerpen Indonesia berwarna lokal.

Kecenderungan setiap pengarang dalam memanfaatkan unsur lokalitas Minangkabau tentu berbeda-beda. Pengarang-pengarang lokal Minangkabau memiliki style tersendiri dalam memanfaatkan istilah kedaerahan atau membangun struktur kalimat yang menggambarkan cara orang Minangkabau merasa atau cara penyampaian. Dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh, YKW cenderung menggunakan gaya bahasa bermakna tidak langsung, yaitu majas. Kekhususan majas lokalitas Minangkabau di dalam karya YKW semakin memperjelas dan memperkuat tentang identitas lokal Minangkabau. Identitas lokalitas Minangkabau tersebut terlihat pada pengungkapan makna secara tidak langsung yang digunakan masyarakat Minangkabau, yaitu penggunaan nama orang dan tempat yang menyugestikan tentang sesuatu, atau melalui perbandingan dengan alam, atau hal yang dekat dengan kondisi sosial masyarakat Minangkabau itu sendiri.

(15)

Gaya bahasa majas lokalitas Minangkabau dalam cerpen Indonesia berwarna lokal juga sudah banyak digunakan oleh pengarang yang berlatar budaya Minangkabau. Melalui gaya bahasa perbandingan dan sindiran dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW, majas lokalitas Minangkabau digunakan oleh pengarang dengan cara membangun struktur bahasa lokal, memanfaatkan istilah kedaerahan, ungkapan, nama tokoh, dan tempat yang berkaitan dengan Minangkabau. Strukutur bahasa lokal tersebut berasal dari bahasa lisan yang kemudian pengejawantahannya dalam struktur kalimat (tulisan) berfungsi sebagai menstimulasikan asosiasi, perbandingan, dan lain sebagainya. Majas lokalitas Minangkabau yang dipergunakan YKW yaitu, perbandingan dan sindirian. Perbandingan lokalitas Minangkabau tersebut adalah persamaan/simile, metafora, personifikasi, alusio, dan sinekdoke. Sindiran lokalitas Minangkabau tersebut adalah ironi, sinisme, dan sarkasme. Dari seluruh gaya bahasa majas lokalitas Minangkabau, YKW cenderung menggunakan majas alusio yaitu, memberikan sugesti tentang orang, tempat, dan kejadian yang erat kaitan dengan kondisi sosial masyarakat Minangkabau. Selain majas alusio, majas lokalitas Minangkabau lainnya tersebut juga berfungsi untuk menimbulkan efek menghidupkan objek mati, memperindah, atau sekadar hiasan, sehingga juga menjadi penguat rasa dalam penciptaan cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau. Penyampaian bahasa lokal tersebut juga diperoleh melalui tuturan tokoh dan narator.

YKW memanfaatkan majas lokalitas Minangkabau dengan tujuan untuk menonjolkan kesan lokalitas melalui bahasa dalam cerita, sehingga dapat membentuk estetik lokal. YKW menggunakan majas lokalitas Minangkabau bertujuan untuk memindahkan sifat benda yang satu ke benda yang lain. Hal ini tentu memperindah, memperhalus bahasa, dan mempertahankan identitas lokal dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh sebagai cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau. Dengan demikian, majas lokalitas Minangkabau yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW merupakan pengejawantahan identitas lokal sebagai wujudnya dalam cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau. Di samping itu, membuat pembaca lebih tertarik membacanya dan memahaminya karena kekhususan lokalitas Minangkabau tersebut.

(16)

16 pembaca bahwa kejadian, tempat, dan orang tentang situasi dan kondisi sosial masyarakat di Minangkabau. Dengan demikian, alusio lokalitas Minangkabau berfungsi untuk menstimulasi asosiasi tentang nama tokoh, nama tempat, dan sebuah kejadian yang pernah ada dan bersifat setempat (Minangkabau).

Metafora lokalitas Minangkabau sebagai gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW juga merupakan wujud acuan sosial budaya Minangkabau yang dijelaskan melalui penggunaan bahasa lokal secara tidak langsung. YKW membandingkan sesuatu hal dengan hal lain tanpa menggunakan kata pembanding. Acuan sosial tersebut berupa baampok, paampok, uang jemputan, dan lain sebagainya, mencirikan bahwa identitas lokal Minangkabau memiliki cara tersendiri dalam penyebutan bahasa.

Kematangan YKW dalam

menggunakan bahasa lokal sebagai alat untuk membandingkan sesuatu hal denga hal lain, tanpa menggunakan kata pembanding, menjadi lebih konkret terciptanya kumpulan cerpen Hasrat Membunuh sebagai bagian dari cerpen Indonesia berwarna lokal. Dengan demikian, metafora lokalitas Minangkabau berfungsi untuk menstimulasi asosiasi tentang sesuatu hal dengan hal lain yang dibandingkan secara tidak langsung.

Simile/persamaan lokalitas Minangkabau sebagai gaya bahasa perbandingan dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW merupakan wujud acuan sosial budaya di Minangkabau. Berbeda dengan

majas metafora yang tidak menggunakan kata pembanding, simile/persamaan lokalitas Minangkabau menggunakan kata pembanding. Tujuan majas simile/persamaan dengan metafora sama-sama membandingkan dua hal yang berbeda. Hanya saja, simile/persamaan lokalitas Minangkabau lebih terbuka dalam menjelaskan dan lebih konkret dalam memperbandingan suatu hal dengan hal lain. Acuan sosial budaya Minangkabau dapat berupa nama tokoh, seperti bak sindir orang tua-tua yang berarti niniak mamak, cadiak pandai, dan alim ulama (yang dikenal dengan tigo tungku sajarangan), frasa ibarat palambahan yang berarti orang yang tidak berguna, dan lain sebagainya. Simile/persamaan lokalitas Minangkabau sama halnya dengan metafora, yakni berfungsi untuk menstimulasi asosiasi tentang sesuatu hal dengan hal lain yang dibandingkan secara langsung dan menggunakan kata pembanding.

Kehadiran personifikasi lokalitas Minangkabau sebagai gaya bahasa perbandingan merupakan bagian dari bahasa lokal yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW. YKW Memanfaatkan bahasa lokal sebagai alat untuk menghidupkan benda mati seolah-olah bernyawa, seperti penggunaan kata mencucuk dan mati. Kata mencucuk dalam bahasa Minangkabau berarti menusuk dalam bahasa Indonesia. Demikian pula pada kata, mati dalam bahasa Minangkabau berarti juga mati atau tidak bernyawa dalam bahasa Indonesia. Personifikasi lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen

(17)

Hasrat Membunuh karya YKW berfungsi untuk menghidupkan objek mati, sehingga menimbulkan kesan estetis dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW sebagai cerpen Indonesia berwarna lokal.

Sinekdoke lokalitas Minangkabau sebagai gaya bahasa perbandingan merupakan wujud acuan sosial budaya Minangkabau yang menggunakan bahasa lokal dalam penyampaiannya. Dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW, sinekdoke lokalitas Minangkabau dimanfaatkan oleh pengarang untuk menjelaskan dan memperkuat pernyataan dengan menyatakan keseluruhan untuk sebagian (totum pro parte). Acuan sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah tempat atau yang bersifat komunal. Kehadiran sinekdoke lokalitas Minangkabau menambah warna bahasa dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW sebagai cerpen Indonesia berwarna lokal.

Gaya bahasa sindiran yang terdapat dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW yaitu, ironi, sinisme, dan sarkasme. YKW memanfaatkan gaya bahasa sindiran ini sebagai alat untuk memperkuat dan memperjelas pernyataan melalui sindiran yang disampaikan secara halus, agak kasar, hingga kasar. Ironi dan sinisme lokalitas Minangkabau digunakan YKW, memancarkan bagaimana cara pengungkapan dan cara merasa masyarakat Minangkabau dalam menyampaikan sindiran secara halus. Pengungkapan sindiran tersebut disampaikan melalui tuturan tokoh atau narator. Sarkasme lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen

Hasrat Membunuh karya YKW juga mencirikan bahasa lokal Minangkabau ketika seseorang meluapkan emosinya dengan kata-kata bernada makian, tidak sopan, dan kasar. Jika masyarakat Minangkabau menggunakan kata makian (sarkasme) anjiang ketika meluapkan kemarahannya, masyarakat di Jawa menggunakan kata makian assu, yang artinya sama, yakni anjing atau hewan berkaki empat dan dianggap haram bagi pemeluk agama Islam.

Dengan demikian, kehadiran majas lokalitas dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW sebagai cerpen Indonesia warna lokal Minangkabau menjadi penujuk identitas suatu kebudayaan melalui pengeksplorasian bahasa lokal. Konsistensi dan kematangan pengarang dalam mengeksplorasi bahasa lokal perlu diperhatikan para pengarang cerpen Indonesia berwarna lokal. Apalagi, jika ditelusuri lebih cermat, ditemukan beberapa kosakata atau bahasa lokal yang tidak taat asas, seperti penggunaan kata makian (sarkasme) anjiang, dan ada ditemukan pula kata anjing dalam cerpen

“Keluarga Marano”. Hal ini tentu mengurangi ketaatasasan pengarang dalam mengeksplorasi bahasa lokal.

Dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh ditemukan enam cerpen yang tidak bertema dan menggunakan bahasa lokal. Dari keenam buah cerpen tersebut, lima di antaranya bertema pop dan menggunakan bahasa populer. Hal ini menujukkan legitimasi dan integritas kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW belum sepenuhnya cerpen di dalamnya

(18)

18 Minangkabau. Unsur yang membangun lokalitas pada sebuah karya sastra tentu salah satunya berpijak pada bahasa lokal. Penggunaan bahasa lokal tidak semata dari penggunaan diksi, tetapi dapat juga dengan mengeksplorasi pengungkapan dan cara merasa suatu masyarakat setempat melalui bahasa tulis.

Melalui penggunaan majas lokalitas Minangkabau, tergambarlah akar tradisi dan budaya lokal yang tampak pada sebatas bahasa. Dengan kata lain, seperti yang disampaikan kritikus mengenai bahasa lokal, bahasa masih berkedudukan sebagai alat untuk menyampaikan cerita. Di dalam hal yang demikian, para pengarang dalam menyampaikan cerita tampaknya masih sangat terikat dengan dikotomi sebagaimana cerita dalam tradisi dongeng. Kegagalan memanfaatkan unsur bahasa sebagai aspek yang menentukan makna karya dikarenakan cara pandang dan sikap para pengarang. Ditemukan pula adanya perbenturan dua bahasa lokal yang wilayah budayanya saling bertolak belakang seperti frasa bujang rosokan. Kata bujang dalam bahasa Minangkabau diartikan sebagai anak laki-laki, sedangkan kat rosokan dalam bahasa Jawa berarti sampah, tidak berguna, atau tidak bermanfaat. Seharusnya, bila menjadi bahasa lokal

Minangkabau yang utuh,

pengungkapan bahasa lokal tersebut dapat diungkapkan dengan bujang sarok, bujang lapuak, sarok balai, dan lain sebagainya.

Persoalan pembenturan bahasa lokal, ketidakmatangan mengeksplorasi bahasa lokal, dan lain sebagainya

menjadi catatan penting bagi pengarang cerpen Indonesia berwarna lokal, khususnya pengarang Minangkabau dalam mengeksplorasi bahasa lokal. Minimnya keterangan istilah bahasa dialek lokal diakhir cerita, sehingga mengakibatkan pengarang berusaha membuat keterangan arti dari bahasa lokal itu sendiri melalui pemaparan langsung. Meskipun demikian, pembenturan bahasa lokal dan adanya ketidakmatangan mengeksplorasi bahasa lokal Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya Yusrizal KW tidak begitu signifikan. Bahasa lokal yang terdapat dalam karya YKW tetap mewarnai sebagai cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau. Dengan demikian, integritas kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW sebagai cerpen Indonesia berwarna lokal tetap mewarnai deretan cerpen Indonesia berwarna lokal.

D. Penutup

1. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut.

a. Retorik lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW yaitu, penegasan dan pertentangan. Retorik penegasan yang ditemukan yaitu, hiperbola, anastrof, prolepsis, dan erotesis/pertanyaan retoris. Retorik pertentangan yang ditemukan adalah antitesis. Gaya bahasa retorik lokalitas Minangkabau yang dominan dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW adalah penegasan hiperbola. Penggunaan retorik penegasan dan pertentangan

(19)

lokalitas Minangkabau tersebut berfungsi menimbulkan efek menjelaskan dan memperkuat pernyataan dengan cara melebih-lebihkan atau mempertentangkan makna dalam lahirnya cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau.

b. Majas lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW yaitu, perbandingan dan sindirian. Majas perbandingan yang ditemukan yaitu, persamaan/simile sebanyak, metafora, personifikasi, alusio, dan sinekdoke. Majas sindiran yang ditemukan yaitu, ironi, sinisme, dan sarkasme. Dari seluruh gaya bahasa yang ditemukan, gaya bahasa yang dominan adalah majas lokalitas Minangkabau. Majas lokalitas Minangkabau yang dominan tersebut adalah perbandingan alusio. Majas lokalitas Minangkabau tersebut berfungsi memberikan sugesti tentang orang, tempat, dan kejadian yang erat kaitannya dengan kondisi sosial masyarakat Minangkabau. Di samping itu, majas lokalitas lainnya juga berfungsi menimbulkan efek menghidupkan objek mati, memperindah, atau sekadar hiasan dalam penciptaan cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau. YKW memanfaatkan majas lokalitas Minangkabau untuk menghidupkan cerita melalui bahasa lokal, sehingga membentuk estetik lokal. YKW menggunakan majas lokalitas Minangkabau untuk memindahkan sifat benda yang satu ke benda yang lain. Hal ini mengkonkretkan pemertahanan identitas lokal dalam cerpen Indonesia berwarna lokal Minangkabau.

2. Saran

Penelitian ini diharapkan berguna untuk perkembangan ilmu dan bermanfaat bagi para pelajar, mahasiswa, serta penikmat sastra yang lainnya, khususnya bagi pembaca kumpulan cerpen Hasrat Membunuh karya YKW untuk memahami makna kata yang terkandung dalam kumpulan cerpen Yusrizal KW terebut. Oleh karena itu, disarankan bagi pihak-pihak berikut ini.

a. Mahasiswa dan pelajar, agar lebih memahami tentang retorik dan majas lokalitas Minangkabau dalam kumpulan cerpen, sehingga pengetahuan budaya daerah dan bahasa daerah semakin merakyat dan dipahami secara mendalam bagi generasi muda. Dengan demikian, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran.

b. Pengarang, lebih memperhatikan sarana bahasa dalam pembuatan karya-karyanya. Khususnya penggunaan bahasa daerah untuk pelestarian budaya dan mempertahankan identitas lokal. Kematangan seorang pengarang dalam menciptakan bahasa lokal dalam karya perlu diperhatikan, agar tidak terjadi perbenturan bahasa dari kebudayaan yang berbeda. Penggunaan bahasa daerah ini akan membantu pemahaman yang lebih mendalam lagi tentang budaya daerah tersebut dari pada penggunaan bahasa asing yang memiliki latar budaya yang berbeda.

(20)

20 mengajar. Penggunaan cerpen yang lebih banyak memunculkan unsur lokalitas menjadikan guru juga bisa secara langsung memperkenalkan

dan memberikan pemahaman terhadap budaya daerah melalui karya sastra.

(21)

DAFTAR RUJUKAN

Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart, and Winston.

Atmazaki. Sastra Warna Lokal dan Multikulturalisme di Indonesia. Universitas Negeri Padang.(/http://www.academia.edu/5676734/Sastra_MULTIKULTURAL).

Diunduh tanggal 14 April 2014.

Kusmarwanti. 2008. Warna Lokal Minangkabau dalam Karya Sastra Indonesia. Magelang : Universitas Negeri Yogyakarta.

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

2) Tingkat perluasan akses dan pemerataan pendidikan dasar yang berkualitas adalah permasalahan lain yang juga perlu mendapatkan perhatian serius, hal ini dapat

Hal tersebut dapat terlihat dari pemanfaatan LCD Projector di dalam kelas hanya digunakan oleh guru sebagai media untuk menampilkan materi, sedangkan terdapat

Sharan Kand ( Nagraj, Super Commando Dhruva ) [ NAGAYAN SERIES ] 117. Dahen Kand ( Nagraj, Super Commando Dhruva ) [ NAGAYAN SERIES

Dari hasil penelitian ditemukan juga pengaruh langsung budaya organisasi dan gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi tidak didukung data empiris dalam

Skripsi ini penulis susun guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Strata-1, Fakultas

Pada batang tarik yang mempunyai lobang, pada daerah penampang yang berlobang tersebut bentuk tegangan tarik tidak linear, terjadi konsentrasi tegangan pada tepi lobang, seperti

Contohnya sewaktu berucap merasmikan Sambutan Hari Wanita Peringkat Negeri Kelantan pada tahun 2003, beliau telah menjelaskan bahawa wanita mempunyai peranan yang sama penting

Oleh karena itu, dalam rangka peran sertanya untuk meningkatkan keunggulan bangsa, UGM perlu mengembangkan program dan kegiatan untuk menjadi universitas penelitian yang