• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Lobby dan negosiasi studi kasus B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teknik Lobby dan negosiasi studi kasus B"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK

LOBBY &

NEGOSIASI

CHRISTIANI SAGALA 1106057733

Kasus yang diangkat: Bisnis Ritel domestik di Indonesia.

Berperan sebagai : Lobbyist dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

(APRINDO)

10/20/2013

(2)

I.

BACKGROUND MASALAH

Ritel merupakan sektor industri yang sangat populer dan sudah mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia turun-temurun sejak dahulu kala. Ditandai dengan tersebarnya warung dan toko kelontong di hampir tiap daerah, mulai dari pelosok hingga kota besar. Industri ini tumbuh dan berkembang sedemikian cepat seiring dengan pertambahan laju penduduk. . Industri ini juga semakin populer sejak masuknya peritel modern dan milik investor asing di Indonesia. Para peritel tersebut berlomba-lomba untuk masuk. Dari yang ingin membuka cabang (ekspansi), mendirikan pabrik baru di luar negara asal, mencari mitra strategis, hingga mendirikan perusahaan baru.

Fenomena tersebut secara perlahan mengakibatkan pelaku usaha domestik satu-persatu kolaps tidak berdaya, terlebih lagi pelaku usaha domestik dengan skala yang kecil. Tidak mengherankan jika industri ini mendapat sorotan yang cukup serius dan banyak diperbincangkan oleh berbagai kalangan, mulai dari instansi pemerintah, pelaku usaha, hingga para akademisi. Banyak kalangan yang menghendaki pemerintah untuk turun tangan mengatasi permasalahan tersebut. Kondisi ini kemudian menggelitik pemerintah untuk mengatur permasalahan ini dalam suatu bentuk ketentuan dengan maksud melindungi kepentingan usaha kecil secara nasional. Namun, ketika pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar

Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (“Perpres 112/2007”) pada tanggal 27

Desember 2007, peraturan ini tidak kalah mengundang kontroversi.

Perpres 112/2007 mengatur secara teknis mengenai pembagian usaha antara pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Pada beberapa ketentuan pasal, Perpres 112/2007 terlalu mengatur dengan sangat rigid. Misalnya, terdapat pengaturan mengenai lokasi dan syarat-syarat pendirian, luas bangunan, jam operasi, ketentuan pemasokan barang, perizinan, serta pembinaan dan pengawasan untuk pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Peraturan ini dibuat dengan maksud untuk melindungi dan mengembangkan usaha kecil serta sebagai suatu upaya pembinaan terhadap usaha kecil supaya bisa maju dan berkembang. (Sumber: http://www.kppu.go.id diakses pada 19 oktober 2013 pukul 21:22 WIB).

Karena dalam proses pengimplementasiannya Perpres yang bersifat sangat teknis sering mengalami benturan-benturan kepentingan maka perlu pengawasan yang ketat oleh

(3)

perbelanjaan dan Toko modern harus segera dilakukan sebagai bagian pengimplementasian Perpres tersebut.

Dalam kasus ini saya dan tim saya akan bertindak sebagai Lobbyist dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) akan melakukan upaya-upaya lobby agar pemerintah benar-benar mengimplementasikan isi Perpres 111/2007 sehingga usaha ritel Indonesia tetap mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Disamping itu, sebagai persiapan menghadapi ASEAN Community 2015 pemerintah perlu membuat pengaturan khusus untuk menjamin persaingan usaha yang sehat antara bisnis ritel Indonesia dan ritel asing, mulai dari pengaturan jarak tempat usaha, dan perizinan usaha. Demikian juga dengan kebijakan baru dari pemerintah yakni mengenai Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP). Upah ini berlaku untuk 11 bidang usaha. Di sektor ritel, bersama dengan sektor tekstil, sandang, dan kulit, besar UMSP adalah 5 persen di atas UMP tahun berjalan. Pemberlakuan upah ini dinilai sangat memberatkan bisnis ritel saat ini dan kedepannya. Oleh karena itu pengaturan UMSP ini agar dapat dipertimbangkan dan ditinjau kembali oleh pemerintah mengingat persaingan yang akan semakin segit pada 2015.

Dalam proses lobby yang saya lakukan maka saya menyusun strategi serta melakukan sejumlah langkah-langkah implementasi dari strategi lobby yang saya rencanakan, yaitu:

II.

JENIS LOBBY

Adapun jenis lobby yang akan saya lakukan adalah:

1.

Lobby akar rumput (Grassroot Lobbying)

Lobby akar rumput adalah upaya awal yang saya lakukan. Ritel indonesia merupakan identitas bangsa, kepemilikan bangsa yang sebenarnya. Peningkatan bisnis ritel Indonesia pastinya akan berdampak lebih besar bagi kesejahteraan orang-orang Indonesia dibandingkan ritel asing. Ini juga merupakan bagian dari upaya agar lebih mencintai produk-produk Indonesia atau produk lokal sebagai bagian pelestarian budaya bangsa. Karena itu saya akan mempengaruhi masyarakat agar posisi ritel Indonesia tetap menjadi yang terutama di masyarakat Indonesia. Adapun langkah-langkah yang saya lakukan adalah:

(4)

Edukasi lewat seminar yang diadakan APRINDO kepada para mahasiswa dan para

akademisi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Seminar ini bertema “Peluang dan tantangan bisnis ritel Indonesia menghadapi ASEAN Community 2015”

Goals dari seminar ini adalah: para akademisi dan mahasiswa aware dengan perlunya campur tangan pemerintah lewat pembuatan kebijakan yang mengatur persaingan usaha antara usaha ritel Indonesia dan usaha ritel asing. Disamping itu, mereka juga akhirnya menyadari bahwa sebagai penduduk negara berkembang yang menginginkan pertumbuhan ekonomi yang baik maka kita perlu mencintai produk lokal Indonesia dan mendukung peningkatan dan pengembangan produk lokal tersebut lewat berbagai inovasi yang dilakukan.  Melakukan pendekatan dengan supplier atau pemasok

Dengan sejumlah tantangan yang akan dihadapi oleh bisnis ritel Indonesia ssaat ini dan kedepan nantinya maka para stakeholder bisnis ritel harus juga aware dengan permasalahan ini dan turut serta mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh Aprindo untuk mendapat perhatian pemerintah. Pendekatan dapat dilakukan lewat gathering peritel Indonesia dengan para supplier mereka, atau acara rapat umum dengan yang turut melibatkan para pemasok terkait masalah yang tengah dihadapi terkait UMSP dan tantangan yang akan dihadapi kedepannya nanti pada tahun 2015.  Mendorong masyarakat umum untuk beropini mengenai “Tantangan industri ritel

Indonesia kedepannya dan apa yang harus dilakukan dari pihak pemerintah?”. Adapun

cara agar masyarakat terdorong untuk menyuarakan opininya adalah dengan mengadakan kompetisi menulis blog. Lewat blog mereka dapat menyebarkan pemikiran mereka dan mengajak orang lain juga untuk membaca blog mereka sehingga mereka dapat aware dengan permasalahan ini. Pemenang dalam kompetisi ini beserta karya gagasan pemikirannya nantinya akan dipublikasikan lewat media massa dan sehingga masyarakat luas mengetahui permasalahan yang dihadapi peritel Indonesia. Ini merupakan cara untuk mengedukasi masyarakat secara umum dengan memberdayakan masyarakat itu sendiri, sehingga suara yang terdengar bukan hanya dari Aprindo atau peritel Indonesia tetapi juga masyarakt umum.

2)

Lobi Tradisional

(5)

Untuk permasalahan kebijakan baru dari pemerintah mengenai Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) maka Aprindo perlu melakukan Lobby kepada pihak-pihak politisi yang memiliki kepentingan bisnis ritel. Seperti misalnya Chairul Tanjung yang merupakan pemegang saham mayoritas Carefour Indonesia sekaligus Komisaris Utama PT Carrefour Indonesia dimana Carefour juga merupakan anggota dari Aprindo. Disamping itu kita juga dapat mendekati dan me-lobby para politisi yang juga memiliki kepentingan dalam bisnis ritel seperti misalnya Nasril Bahar anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara III untuk periode 2009 – 2014. Ia merupakan anggota komisi VI yang membidangi masalah perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM, BUMN dan Standardisasi Nasional dan bermitra dengan beberapa lembaga lainnya, seperti Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Menteri Negara BUMN, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Standardisasi Nasional (BSN), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Disamping itu dia sendiri memiliki bisnis yang juga bergerak dibidang ritel yakni Citra Fasion dan memiliki CV Ridho Mandiri. Tujuan dari lobby yang dilakukan terhadap Nasril Bahar adalah agar ia dapat membawa kasus ini, yakni mengenai peningkatan UMSP yang ditanggung pebisnis ritel serta upaya kebijakan persaingan sehat antara peritel Indonesia dan peritel asing sebagai upaya mengahadapi ASEAN Community 2015.

III.

TAHAPAN LOBI

1.

Pengumpulan Data Dan Fakta.

Sebagai langkah awal maka hal yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan data-data serta fakta terkait:

 Implementasi Perpres 112/2007 yang berhubungan dengan industri ritel. Kemudian mengontak sumber – sumber data tersebut untuk mendapatkan data dan fakta yang kita butuhkan. Jika masih terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan pengimplementasian Perpres tersebut maka ini bisa menajdi fakta yang kuat untuk dapat disuarakan nantinya.  Disamping itu kita perlu untuk membuat analisa prediksi terhadap situasi persaingan

usaha yang nantinya akan terjadi pada 2015. Hal ini penting untuk melihat apa yang paling urgent kita butuhkan sebagai pebisnis ritel Indonesia.

(6)

karyawannya hanya karena dampak dari kebijakan ini yang memberatkan pengusaha ritel

maka data ini perlu untuk dikumpulkan untuk nantinya ”disuarakan”.

2.

Interpretasi Terhadap Langkah

Langkah Pemerintah,

Dalam melakukan lobby yang mempengaruhi kebijakan pemerintah maka kita perlu melakukan interpretasi terhadap langkah-langkah yang akan dilakukan pemerintah terkait industri ritel Indonesia kedepannya. Jika dilihat dari peredaran informasi saat ini, sebagai tahap proses implementasi kesepakatan pemerintah terkait perdagangan bebas dengan beberapa negara, maka pemerintah juga akhirnya membuka diri terhadap masuknya peritel asing sebagai konsekuensi kesepakatan tersebut. Tapi disamping itu pemerintah sepertinya sedang melakukan rencana memaksimalkan penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 111 Tahun 2007 yang mengatur penguasaan modal asing di perdagangan ritel Indonesia. Pengetatan ekspansi ritel asing sangat diperlukan guna menjaga kinerja bisnis ritel domestik agar tetap eksis di Tanah Air. (http://www.panjisuroboyo.com). Hal ini adalah signal positif dari pemerintah untuk menjaga bisnis ritel domestik. Hanya saja Aprindo perlu untuk memonitor dan mendorong agar pemerintah menjalankan rencana tersebut sesuai dengan yang seharusnya.

3.

Intrepretasi Terhadap Langkah

Langkah Perusahaan

.

Sebagai lobbyist dari Asosiasi pedagang ritel Indonesia (APRINDO) yang memiliki sejumlah besar anggota yang bergerak diberbagai jenis ritel maka kita dapat mengumpulkan informasi dari para anggota-anggota Aprindo mengenai kondisi bisnis ritel mereka saat ini, kendala yang dihadapi terkait kebijakan pemerintah mengenai Perpres dan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), serta rencana serta persiapan yang telah dilakukan oleh para peritel Indonesia menghadapi ASEAN Community 2015 dan terpaan ritel asing yang baru-baru ini sudah mulai sangat terlihat di Indonesia. Dari informasi yang diperoleh maka pe-lobby dapat menginterpretasikan secara umum mengenao rencana para peritel Indonesia yang akan dilakukan kedepannya nanti serta tindakan mereka untuk menghadapi tantangan serta kebijakan pemeritnah terkait UMSP.

4.

Membangun Posisi

Posisi yang kuat perlu dibangun untuk dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah terkait usaha ritel Indonesia. Karena itu beberapa hal yang perlu dilakukan adalah dengan Melemparkan berita nasional (publicity springboard).

Upaya publicity springboard juga dapat dibantu oleh para pendukung dari level grassroot

(7)

berbagai pihak perlu untuk dikemukankan sehingga hal ini dapat terkesan lebih objektif. Adapun upayanya adalah sebagai berikut:

Untuk media cetak berupa koran: Penulisan di kolom-kolom opini oleh berbagai

ahli baik pihak peritel maupun dari sisi analis, akademisi, maupun pemerhati bisnis ritel.

Media Siar berupa: Pemuatan berita mengenai ulasan bisnis ritel Indonesia serta

pendapat dari berbagai stakeholder bisnis ritel termasuk pemerintah dalam suatu siaran program Televisi berupa talkshow forum bisnis.

Forum online (digital) : Penyebaran dan publikasi opini masyarakat mengenai

“Tantangan Bisnis Ritel Indonesia Dan Peranan Pemerintah” yang diperoleh dari

kompetisi menulis blog sebagai upaya lobby akar rumput yang telah dilakukan.

IV.

TEKNIK LOBI

1.

Menganalisis Iklim.

Ini dilakukan mengetahui ke arah mana bergeraknya opini yang sudah terbentuk. Untuk kasus bisnis ritel ini maka opini saat ini masih datang dari pihak peritel yang mengeluhkan kebijakan pemerintah terkait kenaikan UMSP, naiknya upah buruh dan tarif dasar listrik (TDL). Disamping itu maraknya berita mengenai masuknya peritel asing ke Indonesia memenuhi kolom-kolom media massa nasional. Ini merupakan salah satu petunjuk arah pergerakan opini. Sebagai lobbyist kita harus menguasai informasi dan peka terhadap situasi yang ada.

2.

Membentuk Koalisi

Koalisi adalah hal yang sangat penting dalam proses me-lobby. Dalam kasus ini kita akan membentuk koalisi dengan pihak-pihak yang dapat mendukung tujuan kita atau usulan yang ingin kita raih lewat lobby. Adapun koalisi yang akan dibentuk dengan merangkul beberapa pihak yang berkenaan dengan isu ini antara lain:

 Asosiasi Pengelola Pasar Indonesia, yang hingga saat ini dikenal dengan Asparindo.  Asosiasi pemasok ritel Indonesia seperti Asosiasi pengusaha pemasok pasar retail

modern Indonesia (AP3MI), GAPMMI, NAMPA, PERKOSMI, APGAI, APROGAKOB, APPSI, GABEL,dll

 Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI)

(8)

3.

Memperhitungkan Media

Media merupakan saluran komunikasi yang harus dimanfaatkan dengan strategis dalam melakukan lobbying. Media juga digunakan untuk membangun posisi yang kuat untuk menyuarakan gagasan kita. Dalam hal ini kita menggunakan media relations untuk membantu memperkuat posisi kita dan merangkul media agar care dengan isu kita dan mempublikasi content media yang menguntungkan kita secara positif. Dalam rencana membangun posisi ada tiga jenis media massa yang digunakan yakni media cetak, media siar, dan media internet. Berikut penjelasan detailnya:

Untuk media cetak yang akan disasar berupa majalah dan koran nasional seperti

Kompas, Bisnis Indonesia, Investor Daily, Tempo,dll. Cara menginformasikannya adalah dengan mengisi penulisan di kolom-kolom opini oleh berbagai ahli baik pihak peritel maupun dari sisi analis, akademisi, maupun pemerhati bisnis ritel. Tujuannya: agar semakin banyak pihak yang dapat aware dengan masalah ini dan pada akhirnya dapat mendukung gagasan yang kita ajukan. Pastinya semua pihak menginginkan kondisi persaingan usaha yang sehat terutama menghadapi pasar bebas 2015 ini.

Untuk majalah, Aprindo dapat melakukan wawancara eksklusif dengan majalah seperti Marketeers dan Fortune Indonesia terkait bisnis ritel domestik di Indonesia. Dalam wawancara ini dapat diutarakan gagasan Aprindo sebagai bagian dari memperkuat posisi lobbying.

Untuk Media Siar berupa: Pemuatan berita mengenai ulasan bisnis ritel Indonesia

serta pendapat dari berbagai stakeholder bisnis ritel termasuk pemerintah dalam suatu siaran program Televisi berupa talkshow forum bisnis di media Metro TV, talkshow tentanga perkembangan bisnis dan usaha di TV one, dan muatan berita lainnya berupa wawancara eks

Forum online (digital) : Penyebaran dan publikasi opini masyarakat mengenai

(9)

penggunaan media online sangat bebas sehingga jangan sampai upaya merangkul masa lewat media online malah justru berbalik menjadi serangan yang merugikan kita.

4.

Mengembangkan Kasus

Upaya lobby merupakan serangkaian proses yang tidak sekejap. Karena itu ditengah proses lobby yang kita lakukan, kita perlu memperbaharui selalu atau meng-update perkembangan kasus yang kita bawa. Dalam hal ini pengimplementasian Perpres 111/2007 oleh pemerintah adalah hal krusial yang harus dimonitor dan di-update perkembangannya. Sehingga diperlukan tim yang selalu melakukan media monitoring yang pada akhirnya membantu kita merangkum isu setiap harinya sehingga kasus yang berkembang dapat kita pantau sejalan dengan upaya lobby yang kita lakukan. Kita juga akan mengupayakan kepada pemerintah lewat kementrian perindustrian, kementrian perdagangan, kementrian UKM untuk melakukan lobby dengan menyuarakan pengembangan kasus terbaru terkait isu yang kita bawa lewat media dan forum diskusi dengan menyebut peranan mereka dalam perkembangan industri ritel Indonesia.

5.

Jagalah Fleksibilitas.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam dunia Islam saat ini, ada dua tantangan utama yang harus dihadapi oleh umat Islam yang merupakan tantangan teoritis terkait terutama terkait dengan

Ketepatan uraian, kritik, argumen dan lukisan suatu strategi bisnis ritel yang diterapkan dengan benar pada bisnis ritel yang dikunjungi Kriteria Penilaian: Ketepatan

Salah satu tantangan yang dihadapi dalam perkembangan homeschooling adalah para praktisi homeschooling dihadapkan pada pentingnya program bimbingan dan konseling

Kendala dan tantangan yang dihadapi oleh para ibu ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya di Prancis, di mana hampir sejumlah 1723 responden menyatakan mengalami

Kemajuan dunia modern yang ditandai dengan lahirnya globalisasi dan perdagangan bebas (MEA) telah menghadirkan sejumlah tantangan dan masalah. Hakikat tantangan tersebut

Maraknya jumlah ritel Indomaret dan Ritel Alfamart di kota Batam menjadi ancaman yang mau tidak mau harus diterima oleh para pemilik ritel tradisional yang

Sehingga, salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan terkait kebutuhan analitik bisnis pada ritel XYZ adalah dengan mengembangkan paket analitik bisnis

Tantangan yang harus dihadapi oleh para aktivis Islam masa kini untuk setidaknya kesan “Islam adalah teroris”, “Islam mengajarkan ekstrimisme”, “Islam penuh dengan