ISBN 979–978–3948–65–2
KUALITAS UDARA AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI
DI KOTA SEMARANG
Agus Muldiyanto, S.T., M.T. 1 ,Ir. Mudjiastuti Handajani, M.T. 1, dan Mukti Wiwoho, S.T. 1
Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh kegiatan transportasi terhadap kualitas udara. Lokasi mengambil sampel di beberapa tempat yang diindikasikan tingkat kepadatan lalulintasnya tinggi, frekuensi kemacetan, tingginya nilai emisi gas buang, macam-macam moda yang mengakses, dan kondisi lingkungan geografis di sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pencemaran udara akibat kegiatan transportasi di Kota Semarang, mengetahui konsistensi emisi gas buang terhadap baku mutu yang telah ditetapkan, dan mengetahui pengaruh pencemaran udara terhadap kualitas udara. Kapasitas jalan dan v/c rasio pada lokasi penelitian menunjukkan tingkat kepadatan lalulintas yang mengurangi ruang gerak kendaraan. Kondisi ini berpotensi menyebabkan kemacetan yang berdampak secara langsung terhadap meningkatnya jumlah gas buang kendaraan yang dikeluarkan kendaraan yang berakibat pada meningkatnya kadar pencemaran udara. Hal ini diindikasikan dari hasil pengukuran ISPU yang sebagian besar telah melampaui ambang batas ISPU.
Kata kunci: pencemaran udara, kapasitas, V/C rasio, ISPU
1. Pendahuluan
Transportasi darat dengan jalan raya sebagai prasarana vital merupakan salah satu urat nadi sektor transportasi. Transportasi jenis ini digunakan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat dan tersebar luas. Dari segi prasarana dan sarana diperlukan perencanaan sistem transportasi yang terarah, diperlukan tata guna lahan yang baik, perbaikan moda transportasi mengingat bahwa transportasi timbul karena adanya perpindahan manusia dan barang.
Peranan sektor transportasi secara nyata tampak dalam skala yang lebih kecil yaitu pada pertumbuhan suatu kota. Kenaikan aktivitas ini memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kondisi kualitas udara akibat pencemaran. Perencanaan transportasi jangka panjang salah satunya agar memperhatikan: penyesuaian standar kualitas udara, bersih dari polusi udara, dan kesehatan lingkungan (Legacy, 2005).
Pencemaran udara menjadi permasalahan yang serius di kota-kota besar di Indonesia, termasuk di Kota Semarang, hal ini berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat, lingkungan, dan pengembangan ekonomi. Peningkatan pencemaran udara yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan makhluk hidup, perlu upaya pencegahan dan penanggulangan secara terpadu dan konsepsional untuk memulihkan kualitas udara agar dapat berfungsi semestinya.
Berdasarkan UU Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam pembangunan berkelanjutan dinyatakan bahwa transportasi yang berkelanjutan adalah transportasi yang berwawasan lingkungan yang ditinjau dari segi teknis, ekonomis, dan
1
lingkungan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan generasi masa sekarang dan akan datang serta memanfaatkan sumberdaya secara bijaksana dengan mempertimbangkan kebutuhan sumberdaya bagi generasi sekarang dan akan datang (Anonim, 1997).
Kerugian lingkungan akibat adanya transportasi antara lain: polusi udara emisi gas buang kendaraan, getaran kendaraan berat yang mempengaruhi bangunan di tepi jalan, kebisingan kendaraan, kecelakaan, tundaan disebabkan oleh pengguna jalan lain, keausan sarana dan prasaran, institusi visual dari kendaraan atau infrastruktur terhadap tatanan urban dan rural, pemisahan kehidupan masyarakat akibat jalan.
Whitelegg (1993), Anonim (1997), dan Bachrun (1993) menyatakan ada enam komponen polusi udara hasil emisi gas buang kendaraan bermotor yang menjadi perhatian utama yaitu: karbon monoksida oksida sulfur, hidrokarbon, oksida nitrogen, partikel dan timah hitam. Bila pembakaran pada kendaraan bermotor tidak sempurna maka terbentuk karbon monoksida padahal bila pembakaran sempurna seharusnya terbentuk karbon dioksida.
Udara sebagai sumberdaya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya (PP No. 41/1999). Agar udara dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka udara perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui pengendalian pencemaran udara. Kualitas udara menjadi sangat penting untuk diteliti, karena peran transportasi dapat menimbulkan dampak yang tidak dapat dihindarkan terutama di wilayah perkotaan.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi tingkat pencemaran udara akibat kegiatan transportasi di Kota Semarang; 2) mengetahui konsistensi emisi gas buang terhadap baku mutu yang telah ditetapkan; dan 3)mengetahui pengaruh pencemaran udara terhadap kualitas udara
Batasan permasalahan yang diusulkan agar penelitian lebih terfokus dalam mencapai tujuan yaitu: 1) standar mutu udara sesuai dengan PP RI No 41 Tahun 1999; 2) alat yang digunakan untuk mengukur sebatas alat yang sudah tersedia; dan 3) dampak terhadap lingkungan akibat kegiatan transportasi perkotaan dalam hal ini dibatasi pada pencemaran udara yang diakibatkan oleh kegiatan transportasi kendaraan bermotor/ emisi gas buang kendaraan dan pengamatan dalam skala lokal/ perkotaan.
2. Kajian Pustaka
Pola jaringan jalan Kota Semarang mengikuti jari-jari dan lingkar (ring and radial pattern). Jalan keluar masuk ke Kota Semarang dapat dilakukan dari beberapa arah, kecuali dari arah Utara, karena batas Kota Semarang sebelah Utara adalah Laut Jawa. Tempat keluar masuk Kota Semarang dari arah Barat melalui Tugu, dari arah Timur melalui Genuk, dari arah Tenggara melewati Pedurungan, dari arah Selatan melewati Banyumanik, dan dari arah Barat Daya melewati Boja.
Sistem jaringan jalan di wilayah Kota Semarang dilalui jalur utama yang menghubungkan wilayah-wilayah penting baik antarprovinsi maupun di dalam provinsi Jawa Tengah. Kedudukan kota ini berpengaruh terhadap kepadatan lalu lintas yang melalui Kota Semarang. Permasalahan yang dihadapi dalam sektor transportasi ini adalah:
1) Percampuran pergerakan lokal (dalam kota) dengan pergerakan antarkota, hal ini terjadi pada beberapa ruas jalan seperti Jl. Terboyo, Jl. R Patah, Jl. Dr. Cipto, Jl. Perintis Kemer-dekaan, Jl. Siliwangi, Jl. Walisongo
2) Kapasitas jaringan tidak sepadan dengan intensitas pergerakan pada beberapa ruas jalan, khususnya pada jam-jam sibuk, hal ini terjadi pada Jl. Brigjen Katamso, Jl. Brigjen Sudiarto, Jl. Siliwangi, Jl. Walisongo, Jl. Setiabudi, Jl. Perintis Kemerdekaan.
3) Ketersediaan fasilitas transportasi yang kurang memadai yaitu terminal, halte, dan tempat penyeberangan.
4) Efisiensi pergerakan. Pergerakan kendaraan jalur Jakarta-Semarang dan Semarang-Surakarta mempunyai intensitas lebih tinggi dibandingkan dengan Semarang-Surabaya. 5) Dari adanya jalur dengan pencampuran antar moda tersebut sering menimbulkan masalah
kemacetan.
Status mutu udara ambien ditetapkan berdasarkan inventarisasi dan/atau penelitian terhadap mutu udara ambien, potensi sumber pencemar udara, kondisi meteorologis dan geografis, serta tata guna tanah. Apabila hasil inventarisasi dan/atau penelitian menunjukkan status mutu udara ambien daerah berada di atas baku mutu udara ambien nasional, kemudian ditetapkan status mutu udara ambien daerah yang bersangkutan sebagai udara tercemar. Indeks Standar Pencemar Udara ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat mutu udara terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, bangunan, dan nilai estetika.
Perlindungan mutu udara ambien didasarkan pada baku mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi, ambang batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan, ambang batas kebisingan dan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
Data ISPU mengklasifikasikan kualitas udara dalam 5 golongan dan warna yaitu: kondisi udara "Baik", "Sedang”, "Tidak Sehat”, "Sangat Tidak Sehat", dan ”Berbahaya”, mengacu pada KepMen LH No.Kep-45/MENLH/10/1997. Masing-masing kategori tersebut berasosiasi dengan efek kesehatan yang dapat ditimbulkan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Asosiasi antara efek pencemar secara umum dengan kategori ISPU
Kategori dan
Warna Skala Efek
Baik 0–50 Tidak ada efek bagi kesehatan dan pada lingkungan
Sedang 51–100 Tidak ada efek bagi kesehatan tetapi berpengaruh pada tumbuhan
yang sensitif
Tidak sehat 101–199 Merugikan manusia dan hewan yang sensitif dan kerusakan pada tumbuhan dan nilai estetika
Sangat tidak sehat 200–299 Tingkat kuakitas yang merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar
Berbahaya > 300 Secara umum berbahaya dan merugikan kesehatan yang serius pada
populasi
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) didapatkan dari rumus berikut:
Xx = Kadar ambien nyata hasil pengukuran.
Konsentrasi nyata ambien (Xx) dinyatakan dalam satuan ppm, mg/m3.
Tabel 2. Batas Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
ISPU PM10
Langkah dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi survai lapangan, pengumpulan data primer dan sekunder, pengolahan, analisis dan penyimpulan. Penelitian mengkaji tentang pencemaran udara akibat kegiatan transportasi perkotaan, sehingga teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu mengukur kualitas udara di beberapa titik tertentu dan mengumpulkan data sekunder. Pada awal survai dilakukan pendataan kualitas udara yang sudah diukur/sudah tersedia. Emisi gas buang kendaraan yang diukur di dalam penelitian ini adalah emisi gas buang kendaraan angkutan umum. Masing-masing diukur emisi gas buangnya sesuai dengan bahan bakar kendaraan yaitu solar dan bensin. Kendaraan dengan bahan bakar solar emisi gas buang kendaraan yang diukur adalah ketebalan asap dan kendaraan dengan bahan bakar bensin emisi gas buang kendaraan yang diukur adalah kandungan CO, CO2, O2, dan HC.
4. Hasil dan Pembahasan
a) Kapasitas Jalan
Tabel 3. Data hirarki jalan di beberapa titik sampel
No Ruas Jalan Fungsi Jalan
Daya Dukung
Jalan (Ton)
Penggunaan ArahArus
(Arah)
Standar Jalan
Lebar Jalan (m)
Rerata Arus Sibuk (smp)
1 Setia Budi AP 10 2 Kota 17.8 2816
2 Brigjend Sudiarto AP 10 2 Kota 21.0 4532
3 Siliwangi AP 10 2 Kota 21.3 4967
4 Kaligawe AP 10 2 Kota 14.5 4710
Sumber: Data sekunder diolah (2007) Keterangan: AP = Arteri Primer
Tabel 4. Hasil perhitungan kapasitas dasar dan V/C rasio
No Ruas Jalan C (smp/jam) V/C rasio
1 Setia Budi 2779,5 0.9
2 Brigjend Sudiarto 3385,8 0.74
3 Siliwangi 3385,8 0.68
4 Kaligawe 3492,7 0.74
b) Pengukuran Kualitas Udara
Data rata-rata hasil pengukuran kualitas udara yang meliputi Partikulat (PM10), Karbon
Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NO2), Sulfur Oksida (SO2), dan Ozon (O3) ditunjukkan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Hasil pengukuran kualitas udara yang didapat dari 3 Stasiun AQMS di Kota Semarang
Parameter Satuan Lokasi Baku Mutu
SEF1 SEF2 SEF3
PM10 μg/m3 50.788 61.235 55.323 150
CO mg/m3 1.015 1.331 0.719 10
NO2 μg/m3 23.414 20.264 22.451 150
SO2 μg/m3 5.744 8.219 14.934 365
O3 μg/m3 32.051 42.174 45.375 235
Keterangan=
SEF = Stasiun tetap Air Quality Monitoring System (AQMS) SEF 1 = Banyumanik; SEF 2 = Pedurungan; SEF 3 = Tugu
c) Indeks Standar Pencemar Udara
Tabel 6. Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara
Lokasi g/mPM10 3
NO2
g/m3
SO2
g/m3
O3
g/m3
SEF1 49.712 23.414 49.712 32.949
SEF2 39.265 20.264 39.265 19.625
SEF3 45.177 22.451 45.177 19.625
5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Kapasitas jalan dan v/c rasio pada lokasi penelitian menunjukkan tingkat kepadatan lalulintas yang mengurangi ruang gerak kendaraan. Kondisi ini berpotensi menyebabkan kemacetan yang berdampak secara langsung terhadap meningkatnya jumlah gas buang kendaraan yang dikeluarkan kendaraan yang berakibat pada meningkatnya kadar pencemaran udara. Hal ini diindikasikan dari hasil pengukuran ISPU (Tabel 6) yang sebagian besar telah melampaui ambang batas ISPU (Tabel 2).
Saran
Meninjau hasil pengukuran emisi gas buang yang telah dilakukan maka perlu dilakukan pengukuran secara rutin terhadap kendaraan umum maupun pribadi. Karena pada penelitian ini hanya mengambil sampel pada saat penelitian berlangsung dan hanya dilakukan pada kendaraan umum saja. Perlu pengkajian lebih lanjut dengan memperhatikan pertumbuhan jumlah kendaraan yang akan datang.
Daftar Pustaka
Anonim. 1997. Agenda 21 Indonesia. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup pp 187-250 Anonim. 1997a. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Marga. Jakarta
Bachrun, R.K. 1983. Polusi Udara Perkotaan Pemantauan dan Pengaturan. PAU, ITB, Bandung, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep. 35/MENLH/10/1993
Legacy. 2005. The Region's Transportation Plan, East-West Getway Council of Governments Team Conference
Mitchell, G.O. 2003. The Indicators of Minority Transportation Equity (TE), Sacra-mento Transportation and Air Quality Collaborative Community Development Institute. Sacramento.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
UAQ-i. 2006. Draf Atlas Kualitas Udara Kota Semarang, Proyek Peningkatan Kualitas Udara Perkotaan. Pemerintah Kota Semarang
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup