• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN ANGINA jangan di hapu (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN ANGINA jangan di hapu (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN ANGINA PECTORIS Apr 2

1. PENGERTIAN

 Angina pektoris adalah suatu syndrome klinis yang ditandai dengan episode atau perasaan tertekan di depan dada akibat kurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat atau dengan kata lain, suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat. (Smeltzer dan Bare, 2002 : 779)

 Angina pektoris adalah suatu sindrom kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. (Noer, Sjaifoellah, dkk. IPD, 1999 : 1082)

 Angina pektoris adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis rasa tidak nyaman yang biasanya terletak dalam daerah retrosternum. (Penuntun Praktis Kardiovaskuler)

Di AS kurang lebih 50 % dari penderita jantung koroner ( PJK ) mempunyai manifestasi angina pectoris, jumlah angina pectoris sulit diketahui. Dilaporkan bahwa insiden angina pectoris pertahun pada penderita di atas 3 th sebesar 213 penderita / 100.000 penduduk.

4. FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain :

ü Emosi atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan, mengakibatkan frekuensi jantung meningkat, akibat pelepasan adrenalin dan meningkatnya tekanan darah, dengan demikian beban kerja jantung juga meningkat.

ü Kerja fisik terlalu berat dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen jantung

ü Makan makanan berat akan meningkatkan aliran darah ke daerah mesentrik untuk pencernaan, sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk suplai jantung. (pada jantung yang sudah sangat parah, pintasan darah untuk pencernaan membuat nyeri angina semakin buruk).

ü Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah, disertai peningkatan kebutuhan oksigen. (Smeltzer dan Bare, 2002 : 779).

5. PATOFISIOLOGI

(2)

kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobik menjadi metabolisme yang anaerobik. Metabolisme anaerobik dengan perantaraan lintasan glikolitik jauh lebih tdak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerobik melalui fosforilasi oksidatif dan siklus Kreb. Pembentukan fosfat berenergi tinggi mengalami penurunan yang cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerobik ini, yaitu asam laktat, akan tertimbun sehingga mengurangi pH sel dan menimbulkan nyeri.

Kombinasi dari hipoksia, berkurangnya jumlah energi yang tersedia serta asidosis menyebabkan gangguan fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek sehingga kekuatan dan kecepatannya berkurng. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.

Berkurangya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung mengubah hemodinamika. Respon hemodinamika dapat berubah-ubah, sesuai dengan ukuran segmen yang mengalami iskemia dan derajat respon refleks kompensasi oleh system saraf otonom. Berkurangnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan mengurangi volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut).

Angina pectoris adalah rasa sakit dada yang berkaitan dengan iskemia miokardium.

Mekanismenya yang tepat bagaimana iskemi menimbulkan rasa sakit masih belum jelas. Agaknya reseptor saraf rasa sakit terangsang oleh metabolik yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum diketahui atau oleh sters mekanik lokal akibat kontraksi miokardium yang abnormal. Jadi secara khas rasa sakit digambarkan sebgai suatu tekanan substernal, kadang-kadang menyebar turun kesisi medial lengan kiri. Tetapi banyak pasien tak pernah mengalami angina yang pas; rasa sakit angina dapat menyerupai rasa sakit karena maldigesti atau sakit gigi. Pada dasarnya angina dipercepat oleh aktivitas yang meningkatkan miokardium akan oksigen, seperti latihan fisik. Sedangkan angina akan hilang dalam beberapa menit dengan istirahat atau nitrogliserin.

1. KLASIFIKASI ü Angina Pektoris Stabil

q Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.

q Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas. q Durasi nyeri 3 – 15 menit.

Angina stabil dibedakan menjadi 3 yaitu : a. Angina noctural

Nyeri terjadi malam hari, biasanya pada saat tidur tetapi ini dapat di kurangi dengan duduk tegak. Biasanya angina noctural disebabkan oleh gagal ventrikel kiri.

b. Angina dekubitus

Angina yang terjadi saat berbaring. c. Iskemia tersamar

Terdapat bukti objektif iskemia ( seperti tes pada stress ) tetapi pasien tidak menunjukan gejala. ü Angina Pektoris Tidak Stabil

q Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris stabil. q Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.

q Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas ringan. q Kurang responsif terhadap nitrat.

q Lebih sering ditemukan depresi segmen ST.

q Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau trombosit yang beragregasi.

ü Angina Prinzmental (Angina Varian).

q Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari. q Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik. q EKG menunjukkan elevasi segmen ST.

q Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut. q Dapat terjadi aritmia.

2. GEJALA KLINIS

ü Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula atau lengan kiri.

ü Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).

ü Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit. ü Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.

(3)

ü Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik. ü Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan. 3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

§ Enzim atau isoenzim jantung,biasanya DBM : meningkat,menunjukkan kerusakan miokard. § EKG : biasanya normal bila pasien istirahat tetapi datar atau depresi pada segmen ST gelombang T menunjukkan iskemia.

§ Foto Dada : biasanya normal, namun infiltrat mungkin ada menunjukkan dekompensasi jantung atau komplikasi paru.

§ PCO2 kalium dan laktatmiokard: mungkin meningkat selama serangan angina. § Kolestrol / trigliserida serum : mungkin meningkat.

§ Kateterisasi jantung dengan angiografi: diindikasikan pada pasien dengan iskemia yang diketahui dengan angina atau nyeri dada tanpa kerja, pada pasien dengan kolesterolemia dan penyakit jantung keluarga yang mengalami nyeri dada dan pasien dengan EKG istirahat abnormal. 4. THERAPY

a. Terapi Farmakologi. Nitrogliserin

Senyawa nitrat masih merupakan obat utama untuk menangani angina pektoris. Nitrogliserin diberikan untuk menurunkan konsumsi oksigen jantung yang akan mengurangi iskemia dan mengurangi nyeri angina.

Nitrogliserin adalah bahan vasoaktif yang berfungsi melebarkan baik vena maupun arteria

sehingga mempengaruhi sirkulasi perifer. Dengan pelebaran vena terjadi pengumpulan darah vena diseluruh tubuh. Akibatnya hanya sedikit darah yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan tekanan pengisian (preload). Nitrat juga melemaskan anter terjadi pengumpulan darah vena diseluruh tubuh. Akibatnya hanya sedikit darah yang kembali ke jantung dan terjadilah penurunan tekanan pengisian (preload). Nitrat juga melemaskan anteriol sistemik dan menyababkan

penurunan tekanan darah (afterload). Semuanya itu berakibat pada penurunan kebutuhan oksigen jantung,menciptakan suatu keadaan yang lebih seimbang antara suplai dan kebutuhan.

Nitrogliserin biasanya diletakkan dibawah lidah (sublingual) atau di pipi (kantong bukal) dan akan menghilangkan nyeri iskemia dalam 3 menit.

Penyekat Beta-adrenergik.

Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung, kontraktilitas , tekanan di arteri dan peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain : atenolol, metoprolol, propranolol, nadolol.

Nitrat dan Nitrit

Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom angina pectoris, disamping juga mempunyai efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrat jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya toleransi dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 – 12jam. Obat golongan nitrat dan nitrit adalah : amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin.

Kalsium Antagonis

Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat kalsium antagonis adalah amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, verapamil. b. Terapi Non Farmakologis

Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung antara lain : pasien harus berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau ambisius.

5. PROGNOSIS

Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun dengan hanya sedikit pembatasan dalam kegiatan sehari-hari. Mortalitas bervariasi dari 2% – 8% setahun. Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah beratnyan kelainan pembuluh koroner. Pasien dengan

(4)

yang maksimal dan dengan bertambah majunya tindakan intervensi dibidang kardiologi dan bedah pintas koroner, harapan hidup pasien angina pektoris menjadi jauh lebih baik.

6. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan medis angina adalah untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung dan untuk meningkatkan suplai oksigen. Secara medis tujuan ini dicapai melalui terapi farmakologi dan kontrol terhadap faktor risiko. Secar bedah tujuan ini dicapai melalui revaskularisasi suplai darah jantung melalui bedah pintas arteri koroner atau angioplasti koroner transluminal perkutan (PCTA= percutaneus transluminal coronary angioplasty). Biasanya diterapkan kombinasi antara terapi medis dan pembedahan.

Angioplasti koroner transluminal perkutan adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memecahkan plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan ujung berbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner yang mengalami gangguan dan diletakkan di antara daerah aterosklerotik. Balon kemidian dikembangkan dan dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak.

PCTA dilakukan pada pasien yang mempunyai lesi yang menyumbat paling tidak 70% lumen internal arteri koroner besar, sehingga banyak daerah jantung yang berisiko mengalami iskemia. PCTA jarang dilakukan pada pasien dengan (1) oklusi arteri koroner kiri utama yang tidak menunjukkan aliran kolateral ke arteri sirkumflexa dan desebdens anterior, (2) yang mengalami stenosis di daerah arteria koroner kanan dan aorta, (3) yang aretri koronernya menunjukkan aneurisma proksimal atau distal stenosis, (4) yang telah menjalani tandur safena magma, atau (5) fungsi ventrikel kirinya sudah tidak jelas.

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN

v Aktivitas/ istirahat

Gejala : Kelelahan, perasaan tidak berdaya setelah latihan Terbangun bila nyeri dada

Tanda : Dispnea saat kerja v Sirkulasi

Gejala : Riwayat penyakit jantung, hipertensi, kegemukan Tanda : Takikardia, disritmia

Kulit/ membran mukosa lembab, dingin, adanya vasokonstriksi v Makanan/ cairan

Gejala : Mual, nyeri ulu hati/ epigastrium saat makan Diet tinggi kolesterol/lemak, kafein, minuman keras Tanda : Distensi gaster

v Integritas ego

Gejala : Stresor kerja, keluarga Tanda : Ketakutan, mudah marah v Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri dada substernal, anterior yang menyebar ke rahang, leher, bahu dan ekstremitas atas kiri.

Kualitas ringan sampai sedang, tekanan berat, tertekan, terjepit, terbakar.

Durasi : biasanya kurang dari 15 menit, kadang-kadang lebih dari 30 menit (rata-rata 3 menit) Tanda : Wajah berkerut, gelisah. Respons otomatis, contoh takikardi, perubahan tekanan darah. v Pernapasan

Gejala : Dispnea saat kerja, riwayat merokok

Tanda : Meningkat pada frekuensi / irama dan gangguan kedalaman. v Penyuluhan/ pembelajaran

Gejala : Riwayat keluarga sakit jantung, hipertensi, stroke

Penggunaan/ kesalahan penggunaan obat jantung, hipertensi atau obat yang dijual bebas 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokardium.

b) Penurunan curah jantung berhubungan dgn perubahan inotropik (iskemia miokard transien/memanjang)

c) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan serangan iskemia otot jantung, berkurangnya curah jantung.

d) Ansietas berhubungan dengan respon patofisiologis dan ancaman terhadap status kesehatan. e) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi. 3. RENCANA KEPERAWATAN

1. NYERI AKUT BERHUBUNGAN DENGAN ISKEMIK MIOKARDIUM

(5)

INTERVENSI RASIONAL Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat

dengan cepat bila terjadi nyeri dada. Nyeri dan penurunan curah jantung dpat merangsang sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan sejumlah besar nor epineprin, yang meningkatkan agregasi trombosit dan mengeluarkan trombokxane A2.Nyeri tidak bisa ditahan menyebabkan respon vasovagal, menurunkan TD dan frekuensi jantung. Identifikasi terjadinya faktor pencetus, bila ada:

frekuensi, durasi, intensitas dan lokasi nyeri.

Membantu membedakan nyeri dada dini dan alat evaluasi kemungkinan kemajuan menjadi angina tidak stabil (angina stabil biasanya berakhir 3 sampai 5 menit sementara angina tidak stabil lebih lama dan dapat berakhir lebih dari 45 menit. Evaluasi laporan nyeri pada rahang, leher, bahu,

tangan atau lengan (khusunya pada sisi kiri. Nyeri jantung dapat menyebar contoh nyeri sering lebih ke permukaan dipersarafi oleh tingkat saraf spinal yang sama.

Letakkan pasien pada istirahat total selama

episode angina. Menurunka kebutuhan oksigen miokard untuk meminimalkan resiko cidera jaringan atau nekrosis.

Tinggikan kepala tempat tidur bila pasien napas pendek

Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan hipoksia dan napas pendek berulang

Pantau kecepatan atau irama jantung Pasien angina tidak stabil mengalami

peningkatan disritmia yang mengancam hidup secara akut, yang terjadi pada respon terhadap iskemia dan atau stress

Panatau tanda vital tiap 5 menit selama serangan angina

TD dapat meningkat secara dini sehubungan dengan rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung dipengaruhi.

Pertahankan tenang , lingkungan nyaman, batasi

pengunjung bila perlu Stres mental atau emosi meningkatkan kerja miokard Berikan makanan lembut. Biarkan pasien istirahat

selama 1 jam setelah makan Menurunkan kerja miokard sehubungan dengan kerja pencernaan, manurunkan risiko serangan angina

Kolaborasi:

Berikan antiangina sesuai indikasi: nitrogliserin: sublingual

Nitrigliserin mempunyai standar untuk

pengobatan dan mencegah nyeri angina selam lebih dari 100 tahun

2. PENURUNAN CURAH JANTUNG BERHUBUNGAN DGN PERUBAHAN INOTROPIK (ISKEMIA MIOKARD TRANSIEN/MEMANJANG)

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan curah jantung. Kriteria hasil: Pasien melaporkan penurunan episode dipsnea, angina dan disritmia menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas, klien berpartisipasi pada perilaku atau aktivitas yang menurunkan kerja jantung.

INTERVENSI RASIONAL

Pantau tanda vital, contoh frekuensi jantung,

tekanan darah. Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia, dan menurunnya curah jantung. Perubahan juga terjadi pada TD (hipertensi atau hipotensi) karena respon jantung

Evaluasi status mental, catat terjadinya bingung,

disorientasi. Menurunkan perfusi otak dapat menghasilkan perubahan sensorium. Catat warna kulit dan adanya kualitas nadi Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung

turun, membuat kulit pucat dan warna abu-abu (tergantung tingkat hipoksia) dan menurunya kekuatan nadi perifer

Mempertahankan tirah baring pada posisi

nyaman selama episode akut Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan menurunkan kerja miokard dan risiko dekompensasi

Berikan periode istirahat adekuat. Bantu dalam atau melakukan aktivitas perawatan diri, sesuai indikasi

Penghematan energy, menurunkan kerja jantung.

Pantau dan catat efek atau kerugian respon obat, catat TD, frekuaensi jantung dan irama

(khususnya bila memberikan kombinasi antagonis kalsium, betabloker, dan nitras)

(6)

dan penyekat beta dapat memberi efek terkumpul pada curah jantung.

Kaji tanda-tanda dan gejala-gejala GJK Angina hanya gejalab patologis yang disebabkan oleh iskemia miokard.penyakit yang

emepengaruhi fungsi jantung emnjadi dekompensasi.

Kolaborasi :

Berikan obat sesuai indikasi : penyekat saluran kalsium, contoh ditiazem (cardizem); nifedipin (procardia); verapamil(calan).

Meskipun berbeda pada bentuk kerjanya, penyekat saluran kalsium berperan penting dalam mencegah dan menghilangkan iskemia pencetus spasme arteri koroner dan menurunkan tahanan vaskuler, sehingga menurunkan TD dan kerja jantung.

Penyakit beta, contoh atenolol (tenormin); nadolol (corgard); propanolol (inderal); esmolal

(brebivbloc).

Obat ini menurunkan kerja jantung dengan menurunkan frekuensi jantung dan TD sistolik. 3. INTOLERANSI AKTIFITAS BERHUBUNGAN DENGAN SERANGAN ISKEMIA OTOT JANTUNG, BERKURANGNYA CURAH JANTUNG.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan.

Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur, pasien menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologis.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji respons klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit di atas frekuensi istirahat; peningkatan TD yang nyata selama/sesudah aktivitas; dispnea atau nyeri dada; keletihan dan kelemahan yang berlebihan; diaphoresis; pusing atau pingsan.

Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap stress aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

Instruksikan pasien tentang teknik penghematan

energi. Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energy, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.

Kemajuan aktivitas bertahap mencegah

peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

4. ANSIETAS BERHUBUNGAN DENGAN RESPON PATOFISIOLOGIS DAN ANCAMAN TERHADAP STATUS KESEHATAN.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan ansietas pasien turun sampai tingkat yang dapat diatasi.

Kriteria hasil : Pasien menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat sesuai, pasien menunjukkan strategi koping efektif/keterampilan pemecahan masalah, pasien melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.

INTERVENSI RASIONAL

Jelaskan tujuan tes dan prosedur, contoh tes

stress. Menurunkan cemas dan takut terhadap diagnosedan prognosis. Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut,contoh

menolak, depresi, dan marah. Perasaan tidak ekspresikan dapat menimbulkan kekacauan internal dan efek gambaran diri. Dorong keluarga dan teman untuk menganggap

pasien sebelumnya. Meyakinkan pasien bahwa peran dalam keluargadan kerja tidak berubah. Kolaborasi : berikan sedative, tranquilizer sesuai

indikasi Mungkin diperlukan untuk membantu pasien rileks sampai secara fisik mampu untuk membuat strategi koping adekuat.

5. KURANG PENGETAHUAN (KEBUTUHAN BELAJAR) MENGENAI KODISI, KEBUTUHAN PENGOBATAN BERHUBUNGAN DENGAN KURANGNYA INFORMASI.

Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien bertambah. Kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan, berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan perubahan pola hidup.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji ulang patofisiologi kondisi. Tekankan

(7)

Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus episode angina, contoh: stress emosional, kerja fisik, makan terlalu

banyak/berat, terpajan pada suhu lingkungan yang ekstrem

Dapat menurunkan insiden /beratnya episode iskemik.

Kaji pentingnya control berat badan, menghentikan merokok, perubahan diet dan olahraga.

Pengetahuan faktor resiko penting memberikan pasien kesempatan untuk membuat perubahan kebutuhan.

Tunjukan/dorong pasien untuk memantau nadi sendiri selama aktivitas, jadwal/aktivitas sederhana, hindari regangan.

Membiarkan pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang dapat dimodifikasi untuk menghindari stress jantung dan tetap dibawah ambang angina.

Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina, contoh menghentikan aktivitas, pemberian obat bila perlu, penggunaan teknik relaksasi.

Menyiapkan pasien pada kejadian untuk menghilangkan takut yang mungkin tidak tahu apa yang harus dilakukan bila terjadi serangan.

Kaji ulang obat yang diresepkan untuk

mengontrol/mencegah serangan angina. Angina adalah kondisi rumit yang sering memerlukan penggunaan banyak obat untuk menurunkan kerja jantung, memperbaiki sirkulasi koroner, dan mengontrol terjadinya serangan. Tekankan pentingnya mengecek dengan dokter

kapan menggunakan obat-obat yang dijual bebas.

Obat yang dijual bebas mempunyai potensi penyimpangan.

4. EVALUASI

1) Pasien bebas dari nyeri. 2) Peningkatan curah jantung a. EKG dan kadar enzim jantung normal

b. Bebas dari tanda dan gejala infark miokardium akut

3) Pasien dapat mengontrol aktivitas yang dapat memicu serangan angina 4) Menunjukan penurunan kecemasan

a. Memahami penyakit dan tujuan perawatannya b. Mematuhi semua aturan medis

c. Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri menetap atau sifatnya berubah d. Menghindari tinggal sendiri saat terjadi episode nyeri

5) Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukan tanda-tanda bebas dari komplikasi a. Menjelaskan proses terjadinya angina

b. Menjelaskan alasan tindakan pencegahan komplikasi DAFTAR PUSTAKA

Smelzer. C, Suzanne, 2002. Bounner & Sularti. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC Mansjoer Arif, 2002. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 5. Jakarta: FKUI

Barbara C. Long, Perawatan Medikal Bedah 2, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan, Bandung, 1996.

Brunner & Suddarth.2002. keperawatan Medikal Bedah.edisi 8 vol.2. EGC. Jakarta

Marilynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse. Alice C Geissler Rencana Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta ,2000. Hal 73 – 82.

Sjaifoellah, (1998). Ilmu Penyakit dalam, Jilid I edisi ketiga Jakarta. Balai Penerbit FKUI hal. 1082 – 1089.

Sylvia A. Price (1995) Patofisiologi, ; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Buku I Jakarta EGC.

Tambayong,Jan. 2002. Patofisiologi untuk Keperawatan. Buku kedokteran (ECG). Jakarta http//www. Kalbe. Co.id/file/147_05 penyakit jantung koroner

http//www. Tanaman obat. Com/index. Php/ penyakit jantung http//www.kardiologi-vi.com

http//.bintang mawar.net

http// mediacastove.com/ 2007/12/16 penguna.

Disusun oleh: Mahasiswa Akper Pemkab. Tapanuli Tengah ( Subina Pasaribu, Yusra Aryati

(8)

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. DEFINISI

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”

(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes

melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)

DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

B. KLASIFIKASI

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)

1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.

2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

(9)

3. DM tipe lain

Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.

4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

C. ETIOLOGI

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) a. Faktor genetic :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes

Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih

ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

(10)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga d. Kelompok etnik

D. PATOFISIOLOGI

Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

(11)

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

Patways

(12)

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Diabetes Tipe I

§ hiperglikemia berpuasa

§ glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia

§ keletihan dan kelemahan

§ ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)

2. Diabetes Tipe II

§ lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif

§ gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur

§ komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

F. DATA PENUNJANG

1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.

2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.

3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat 4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I

5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.

6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3

7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.

8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal

9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II) 10. Urine: gula dan aseton positif

11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)

1. Komplikasi akut

(13)

a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA

Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.

Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.

Penatalaksanaan kegawat daruratan:

§ Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.

§ Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada tingkat hipoglikemia

§ Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.

§ Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan ketiga organ ini.

b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNC/ HONK).

HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per liter kalium bervariasi.

Penatalaksanan kegawat daruratan:

Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema IV Cairan

1 sampai 12 jam NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau osmolitas plasma 330 mOsm/liter

NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24 jam menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5% dekstrose Insulin

Permulaan Jam berikutnya

(14)

Permulaan

Jam kedua dan jam berikutnya

Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1 - 2 liter NaCl 0,2 %. Sesudah inisial ini diberikan 6 – 8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh karena itu, harus dimonitoring dengan hati – hati yang diberikan adalah insulin regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1 – 5 unit per jam dan bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari ekstraseluler keintraseluler.

c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD) Pengertian

DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.

Etiologi

Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh : 1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi

2) Keadaan sakit atau infeksi

3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Patofisiologi

Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.

(15)

asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulais darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik.

Tanda dan Gejala

Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat.

Ketosisis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses intrabdominal yang memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.

Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien dapat sadar, mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas plasma (konsentrasi partikel aktif-osmosis).

Pemeriksaan Penunjang

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memeliki kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi) · Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar glukosa

darah.

· Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.

Bukti adanya ketosidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah ( 0- 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.

Penatalaksanaan § Rehidrasi

(16)

2. Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada tingkat dehidrasi 3. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 – 300 mg/ 100 cc, ganti

dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc. § Kehilangan elektrolit

Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma normal. Elektrolit

Permulaan

Jam kedua dan jam berikutnya

Bila serum K+ lebih besar dari 3.5

mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara intravena untuk mempertahankan kadar cairan setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K+

§ Insulin

Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:

(17)

2. Komplikasi kronik

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.

1. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer dan vaskular serebral.

2. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.

3. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.

4. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih 5. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

H. PENATALAKSANAAN 1. Medis

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :

1) Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :

a. Memperbaiki kesehatan umum penderita b. Mengarahkan pada berat badan normal

c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita e. Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah : a. Jumlah sesuai kebutuhan b. Jadwal diet ketat

c. Jenis : boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu: § jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

§ jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya § jenis makanan yang manis harus dihindari

(18)

1. Kurus (underweight) BBR < 90 % 2. Normal (ideal) BBR 90% - 110% 3. Gemuk (overweight) BBR > 110% 4. Obesitas apabila BBR > 120%

§ Obesitas ringan BBR 120 % - 130% § Obesitas sedang BBR 130% - 140% § Obesitas berat BBR 140% - 200% § Morbid BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :

1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari 2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari 3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari 4. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

2) Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :

§ Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.

§ Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore § Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen § Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein

§ Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.

§ Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

3) Penyuluhan

Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

4) Obat

(19)

Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.

2) Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :

a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik - Menghambat absorpsi karbohidrat

- Menghambat glukoneogenesis di hati - Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek intraselluler 2) Insulin

1) Indikasi penggunaan insulin a) DM tipe I

b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD c) DM kehamilan

d) DM dan gangguan faal hati yang berat

e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren) f) DM dan TBC paru akut

g) DM dan koma lain pada DM h) DM operasi

i) DM patah tulang j) DM dan underweight k) DM dan penyakit Graves 2) Beberapa cara pemberian insulin a) Suntikan insulin subkutan

Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain :

5) Cangkok pankreas

Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identi 2. Keperawatan

Pengkajian

Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut

(20)

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain : § Airway + cervical control

1) Airway

Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga mulut

2) Cervical Control : -§ Breathing + Oxygenation

1) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan - KAD : Pernafasan kussmaul

- HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam) 2) Oxygenation : Kanula, tube, mask

§ Circulation + Hemorrhage control

1) Circulation : - Tanda dan gejala schok

- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena. 2) Hemorrhage control :

Disability : pemeriksaan neurologis è GCS A : Allert : sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara

P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri

b. PENGKAJIAN SEKUNDER

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang Pemeriksaan Diagnostik

1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.

2) Gula darah puasa normal atau diatas normal. 3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. 4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.

5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.

Anamnese a. Keluhan Utama

(21)

b. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun

arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).

e. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.

g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

Diagnosa yang Mungkin Muncul

a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)

c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe 2)

d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme pengaturan

e. PK: Hipoglikemia PK: Hiperglikemi

f. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan. DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Referensi

Dokumen terkait

saja dibuat atau file-file yang belum lama dibuat. 2) Desktop: Jika file yang akan anda panggil tersimpan di Desktop. 3) My Document: Jika anda akan mengambil file yang tersimpan

Maka kinu bila membicarakan wilayah budaya masyarakat Karo secara budaya tidak hanya mencakup Kabupaten Dati II Karo sekarang ini saja, tetapi mencakup kewedanaan Karo

penelitian wilayah yang rawan longsorlahan di kelas 3 sampai 5 (kerawanan sadang sampai sangat tinggi), diantaranya adalah Desa Bandardawung bagian tengah Desa

Under the supervision of the Syariah Judges, the officers of the court, Syariah Court of Brunei Darussalam, the officers of Brunei Darussalam Mufti Department, the officers of

1) Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya, serta berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya intraseluler. 2) Sistem

1.) Anemia hemolitik terjadi ketika sel-sel darah telah dihancurkan sebelum waktunya. Pada anemia hemolitik umur sel akan jauh lebih pendek. 2.) Anemia sel sabit dalam

Penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kompensasi dan pemenuhan kebutuhan terhadap kepuasan kerja pegawai Badan Pusat Statistik Kabupaten

pendidikan Jumlah daerah yang difasilitasi dalam pengembangan SRA Jumlah SDM terlatih KHA Klaster 4 22 Ketersediaan Fasilitas untuk Kegiatan Budaya, Kreativitas, dan