• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PENELITIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROPOSAL PENELITIAN MANAJEMEN PENDIDIKAN DAN"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter sudah menjadi kebutuhan dan cita-cita fundamental bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang religius atau beragama, di mana dalam setiap Agama diajarkan karakter atau akhlak mulia kepada pemeluknya. Mengingat pentingnya pendidikan karakter ini, pemerintah pun mengaturnya di dalam undang-undang pendidikan nasional. Secara eksplisit dikatakan pendidikan nasional memiliki fungsi dan tujuan antara lain membentuk watak dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, serta berakhlak mulia (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 bab II pasal 3).

Kemendesakan pendidikan karakter tidak hanya didorong oleh cita-cita dan undang-undang di atas, melainkan didorong juga oleh situasi dan kondisi jaman sekarang yang sedang mengalami perubahan tata nilai. Terjadinya perilaku menyimpang dari norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya, meningkatnya pola hidup konsumeristis dan hedonistis, gaya hidup serba instan, dan berfoya-foya menjadi indikator bergesernya nilai-nilai moral dan menurunnya kualitas karakter generasi muda.

(2)

mendapatkan nilai yang bagus, sebab dengan menyontek saja nilai yang bagus itu akan bisa dicapai dan naik kelas. Tuntutan sosial dan keinginan mempertahankan harga diri di mata teman-teman sebaya telah mendorong kegiatan menyontek menjadi hal yang biasa dan wajib dilakukan. Nilai efektivitas telah menggantikan nilai kejujuran (Koesoema, 2015). Tidak hanya menyontek, tetapi perilaku menyimpang lainnya seperti pergaulan bebas, merokok di sekolah, minum minuman keras dan narkoba (drugs), terlibat perkelahian, hamil di luar nikah, menonton film porno, serta perilaku lainnya yang mengancam rusaknya tata nilai, merupakan persoalan atau tantangan yang menghantui pergaulan remaja.

Tanggung jawab yang besar untuk membantu remaja menghadapi tantangan-tantangan di atas umumnya dilimpahkan kepada sekolah. Sekolah diharapkan menjadi pusat perubahan masyarakat atau tempat berlangsungnya revolusi mental (Johanis Ohoitimur, Lokakarya Pendidikan Yayasan Pendidikan Lokon SMP & SMA Lokon St. Nikolaus, 20-21 Juni 2016). Oleh karena pentingnya tanggung jawab ini, maka diperlukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan karakter secara sistematis, integral dan holistik.

Salah satu sekolah yang berupaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah SMA Kristen 2 Binsus Tomohon (kata Binsus adalah singkatan dari Binaan Khusus). Sekolah ini bernaung di bawah Yayasan GMIM Ds. A.Z.R. Wenas dan terletak di jalan Kampus, Talete Dua Kota Tomohon.

(3)

yang dimiliki oleh sekolah ini adalah penampilan para siswanya. Keseragaman di atur dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tidak hanya pakaian yang harus seragam, tetapi potongan rambut wanita harus sama pendek dan potongan rambut pria juga harus sama modelnya. Penampilan mereka terlihat sangat rapih dan elegan.

Namun, idealisme pendidikan karakter yang komprehensif dan konsisten belum sepenuhnya terlaksana. Berdasarkan informasi dari salah seorang guru yang mengajar di sekolah ini, beberapa masalah yang menarik perhatian dan menjadi pergumulan pihak sekolah antara lain, pacaran, kesombongan, menganggap remeh orang lain, terlalu agresif (termasuk menjurus ke kekerasan), dan tertutup. Berdasarkan informasi awal ini, peneliti tertarik untuk mendalami manajemen pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.

B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah

Fokus penelitian ini adalah manajemen pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon. Untuk itu dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon?

2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon?

3. Bagaimana evaluasi pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon?

(4)

5. Apa saja faktor penghambat pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi yang rinci dan jelas tentang:

1. Perencanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon. 2. Pelaksanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon. 3. Evaluasi pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon. 4. Faktor-faktor pendukung pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus

Tomohon.

5. Faktor-faktor penghambat pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoretik dan praktis.

1. Manfaat Teoretik

Secara teoretik penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

- Mengembangkan keilmuan dalam bidang manajemen pendidikan dan mengembangkan model pendidikan karakter yang integral-holistik. - Menjadi bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

(5)

- Pimpinan yayasan sebagai pemangku kebijakan pendidikan dalam merumuskan kebijakan pendidikan karakter.

- Pimpinan sekolah, guru, dan seluruh warga sekolah dalam merumuskan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan karakter.

(6)

II.

ACUAN TEORETIK

A. Manajemen Pendidikan 1. Konsep Dasar Manajemen

1.1. Pengertian Manajemen

Kata manajemen sering dihubungkan dengan istilah bahasa Italia maneggiare yang berarti ‘mengendalikan’. Kata ini mendapat pengaruh dari

bahasa Perancis manège yang berarti ‘kepemilikan kuda’ (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda). Bahasa Perancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Berdasarkan etimologinya, istilah manajemen sebenarnya berasal dari bahasa Latin manus yang berati ‘tangan’ dan agere yang berarti ‘melakukan’. (http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia.manajemen , diakses 5 April 2013). Jadi, secara harafiah manajemen berarti mengatur, melaksanakan dan mengendalikan sesuatu.

Dalam perkembangannya, istilah manajemen mendapatkan pengertian yang lebih spesifik dan variatif dari para ahli. Harold Koontz dan Hein Weirich dalam Kambey (2006: 2), mendefinisikan manajemen sebagai “proses mendisain dan memelihara lingkungan di mana orang-orang bekerja bersama dalam kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu secara efisien”. Sementara itu, Sanches dalam Kambey (2006: 2), mendefinisikan manajemen sebagai “proses mengembangkan manusia”.

(7)

“manajemen is the art of getting things done through people” (manajemen adalah seni menyelesaikan sesuatu melalui orang lain). Manajemen sebagai proses ataupun seni senantiasa terarah pada suatu tujuan yang hendak dicapai dan melalui tahapan-tahapan yang pasti, yakni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Nickels dkk. dalam Sule dan Saefullah (2010: 6). Mereka menyebutkan pengertian manajemen sebagai “the process used to accomplish organizational goals through planning, organizing, directing, and controlling people and other organizational goals”

(proses yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan orang dan tujuan organisasi lainnya).

Definisi dari kata manajemen ternyata banyak, tergantung pada persepsi masing-masing ahli. Namun, terdapat salah satu definisi klasik tentang manajemen yang dirumuskan oleh George Terry dalam Indrajit dan Djokopranoto (2011: 315), yakni “management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, performed to determine and accomplish

stated objetctives by the use of human beings and other resources”. Dari kutipan

ini ditegaskan manajemen sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan melalui orang atau sumber daya lain untuk mewujudkan tujuan. Proses yang dikemukakan Terry inilah yang secara populer dikenal dengan singkatan POAC (planning, organizing, actuating, controlling).

(8)

kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

1.2. Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen sebenarnya telah tertuang dalam definisi manajemen yang dikemukan oleh para ahli, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian/pengawasan. Pembagian fungsi-fungsi manajemen ini bertujuan agar sistematik urutan pembahasannya lebih teratur, analisis pembahasannya lebih mudah dan lebih mendalam, dan sebagai pedoman bagi manajer dalam melaksanakan proses manajemen (Hasibuan, 2005).

1.2.1. Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses memikirkan dan menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan sekaligus mengkaji berbagai sumber daya dan metode yang tepat. Gibson dalam Sagala (2010: 56) mengemukakan pengertian perencanaan sebagai berikut “perencanaan mencakup kegiatan menentukan sasaran dan alat yang sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”.

Sergiovanni dalam Sagala (2010: 57) menegaskan: “plans are guides, approximation, goal post, and compass setting not irrevocable commitments or

dicision commandments”. Artinya perencanaan yang dibuat secara matang akan

berfungsi sebagai kompas atau penunjuk arah untuk mencapai tujuan organisasi.

Lebih lanjut Mulyati dan Komariah dalam Tim Dosen (2011: 93-95) mengemukakan fungsi perencanaan sebagai berikut:

(9)

b. Memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

c. Organisasi memperoleh standar sumber daya terbaik dan mendayagunakan sesuai tugas pokok fungsi yang telah ditetapkan. d. Menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas yang

konsisten prosedur dan tujuan.

e. Memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab bagi seluruh pelaksana.

f. Memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga bisa menemukan dan memperbaiki penyimpangan secara dini. g. Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian antara kegiatan

internal dengan situasi eksternal. h. Menghindari pemborosan.

Aktivitas perencanaan dimulai dengan meramalkan proyeksi yang akan datang. Setelah proyeksi sudah diramalkan, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan sasaran dan kondisinya, menyusun program kegiatan, proses pelaksanaan yang tertuang dalam jadwal kegiatan, anggaran dan alokasi sumber daya, mengembangkan prosedur standar, dan menetapkan serta menginterpretasi kebijaksanaan. (Syafiie dalam Kompri, 2015).

Berdasarkan jangkauan waktunya, perencanaan dapat dibagi menjadi perencanaan jangka pendek, misalnya satu minggu, satu bulan, satu semester dan satu tahun, perencanaan jangka menengah yaitu perencanaan yang dibuat untuk jangka waktu tiga sampai tujuh tahun, dan perencanaan jangka panjang dibuat untuk jangka waktu delapan sampai dua puluh lima tahun (Sagala, 2010).

1.2.2. Pengorganisasian

(10)

atau lebih untuk bekerjasama dalam cara terstruktur guna mencapai sasaran spesifik atau beberapa sasaran”.

Proses pengorganisasian terdiri dari tiga langkah. Pertama, rincian seluruh tugas atau pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Kedua, pembagian beban pekerjaan untuk dilaksanakan oleh masing masing-masing orang yang dilibatkan. Ketiga, pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme kerja untuk mengkoordinasikan pekerjaan setiap anggota menjadi kesatuan yang harmonis (Fattah, 2004).

Di pihak lain, Marno dalam Kompri (2015: 22) menyebutkan aktivitas pengorganisasian dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah seperti “menentukan sasaran atau tujuan, penentuan kegiatan-kegiatan dan pengelompokkannya, pendelegasian wewenang, jumlah personil, perincian tugas dan tanggung jawab, tipe organisasi dan bagan atau struktur organisasi”.

1.2.3. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan proses implementasi program sebagaimana telah ditentukan dalam kegiatan perencanaan agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak dapat bertanggung-jawab dengan penuh kesadaran dan produktivitas yang tinggi (Sule dan Saefulla, 2010).

(11)

strike to achieve the objective willingly and keeping with the managerial planning

and organizing the efforts”. Dari kutipan ini pelaksanaan berarti upaya mengatur

setiap anggota kelompok agar memiliki keinginan dan usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana telah diatur dan diusahakan oleh organisasi.

Cara terbaik untuk menggerakkan para anggota organisasi adalah dengan pemberian petunjuk, perintah, arahan, tugas dan tanggung jawab dari pemimpinnya (Kompri, 2004). Dalam hal ini peranan pemimpin atau manajer memang sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi.

1.2.4. Pengawasan

Pengawasan merupakan upaya untuk mengukur ketercapaian suatu kegiatan. Pengawasan berkaitan dengan proses menilai apakah kegiatan yang telah dilaksanakan sudah sesuai dengan rencana dan seberapa jauh tujuan organisasi telah dicapai. Pengawasan bertujuan untuk memperoleh masukan apakah pelaksanaan dan hasil yang sudah dicapai sudah sesuai dengan perencanaan, apakah itu suatu keberhasilan ataupun kegagalan, bila belum sesuai target, di mana letak kelemahan, kesalahan dan kesulitan-kesulitan yang dialami (Kambey, 2006).

(12)

kegiatan menukur tingkat efektivitas kerja personal dan tingkat efesiensi penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha mencapai tujuan. Ketiga, Johnson mengemukakan pengawasan sebagai fungsi sistem yang melakukan penyesuaian terhadap rencana, mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan tujuan sistem hanya dalam batas-batas yang dapat ditoleransi.

2. Konsep Manajemen Pendidikan

2.1. Pengertian Manajemen Pendidikan

Istilah manajemen dalam arti luas dipahami sebagai suatu proses kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu melalui kerjasama dengan orang lain. Dalam kaitannya dengan pendidikan, istilah manajemen pendidikan diartikan sebagai suatu upaya mencapai tujuan pendidikan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran, pengendalian, pengawasan, penilaian, dan pelaporan secara sistematis (Engkoswara dan Komariah, 2010).

Usman (2011: 13) menambahkan tujuan dan manfaat manajemen pendidikan, antara lain:

a. Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, menyenangkan dan bermakna;

b. Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya. c. Terpenuhinya salah satu dari 5 kompetensi tenaga kependidikan, yaitu

kompetensi manajerial.

d. Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

e. Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan.

f. Teratasinya masalah mutu pendidikan.

g. Terciptanya perencanaan pendidikan yang merata, bermutu, relevan, dan akuntabel.

(13)

Adapun ruang lingkup manajemen pendidikan sebagaimana disebutkan oleh Kompri (2015) terdiri dari manajemen kurikulum, ketenagaan pendidikan, peserta didik, sarana-prasarana, keuangan/pembiayaan pendidikan, administrasi/perkantoran, unit-unit penunjang pendidikan, layanan khusus pendidikan, tata lingkungan dan keamanan sekolah, dan hubungan dengan masyarakat.

2.2. Fungsi Manajemen Pendidikan

2.2.1. Perencanaan

Banghart dan Trull dalam Sagala (2010: 56) mengemukakan: “Educational planning is first of all a rational process”. Artinya perencanaan pendidikan adalah langkah paling awal dari semua proses rasional. Dalam lingkup satuan pendidikan atau sekolah, perencanaan ini tertuang dalam RKAS (rencana kegiatan dan anggaran sekolah) yang dibuat oleh pimpinan sekolah secara kolaboratif, yakni melibatkan warga sekolah tentang program-program yang akan dilaksanakan baik dalam jangka waktu tertentu, seperti satu minggu, satu bulan, satu semester dan satu tahun, atau lebih dari itu.

(14)

2.2.2. Pengorganisasian

Aktivitas pengorganisasian merupakan aktivitas menentukan siapa yang akan melaksanakan tugas atau bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan dalam perencanaan, bagaimana menjalin hubungan atau kerjasama satu sama lain agar proses pelaksanaan kegiatan nantinya dapat berjalan sukses.

Kepala sekolah bersama guru dan tenaga kependidikan melalui aktivitas pengorganisasian harus bisa menentukan struktur tugas, wewenang dan tanggung jawab (job description), serta menentukan fungsi-fungsi setiap personal secara seimbang sesuai tupoksi (tugas pokok dan fungsi) (Sagala, 2010).

Aktivitas pengorganisasian memiliki manfaat yang signifikan, sebab melalui aktivitas ini dapat diketahui dan dipahami batasan-batasan terhadap bidang kerja yang satu dengan bidang kerja yang lain, wewenang dan kewajiban dari tiap-tiap personil menjadi jelas, dan hubungan vertikal dan horizontal, baik dalam jalur struktural maupun fungsional dapat diketahui. (Kompri, 2015)

(15)

2.2.3. Pelaksanaan

Fungsi pelaksanaan terkandung di dalamnya fungsi pengarahan yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Dalam menjalankan fungsinya, kepala sekolah perlu mengadakan orientasi sebelum seseorang memulai melaksanakan tugas, memberikan petunjuk dan penjelasan mengenai pekerjaan yang akan dilakukan, memberikan kesempatan untuk berpartisipasi berupa pemberian gagasan, usul atau saran, mengikut sertakan guru dan pegawai, dan memberikan nasehat dan motivasi (Kompri, 2015).

Selanjutnya dalam fungsi pelaksanaan terdapat juga fungsi pengkoordinasian. Koordinasi dapat diwujudkan melalui pertemuan lengkap yang mewakili unit kerja di sekolah, pertemuan berkala untuk pejabat-pejabat tertentu, pembentukan panitia, pembentukan badan koordinasi staf untuk mengkoordinir kegiatan, mewawancarai personal sekolah untuk mengetahui hal yang penting berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya, memorandum, atau tersedianya buku pedoman organisasi dan tatakerja (Sagala, 2010).

2.2.4. Pengawasan

(16)

untuk pengawasan layanan belajar, dan tenaga kependidikan yang berwenang untuk pengawasan layanan teknis kependidikan.

Pengawasan bisa berlangsung secara internal oleh kepala sekolah melalui kegiatan supervisi struktural ataupun klinis, dan eksternal oleh supervisor atau pengawas dari dinas pendidikan setempat. Di samping itu, dikenal juga model pengawasan akreditasi yang dilakukan oleh badan akreditasi yang menilai seluruh aktivitas sekolah berdasarkan kedelapan standar pendidikan (kompetensi lulusan, isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan).

Mockler dalam Kompri (2015: 106) menyebutkan langkah-langkah dalam menyusun pengawasan sebagai berikut:

a. Memetakan standar dan metode mengukur prestasi kerja dimulai dari menetapkan tujuan atau sasaran secara spesifik dan mudah diukur. b. Pengukuran prestasi kerja secara berulang melalui pengamatan

langsung atau penggunaan instrument survey yang berisi indikator efektivitas kerja.

c. Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar.

d. Mengambil tindakan korektif bila hasil pengukuran menunjukkan terjadi penyimpangan-penyimpangan.

(17)

B. Konsep Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan

Kata bahasa Inggris education yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi pendidikan, secara etimologis berasal dari kata kerja bahasa Latin educare. Koesoema (2010: 53) mengemukakan bahwa bisa jadi secara etimologis, kata pendidikan berasal dari dua kata kerja yang berbeda, yaitu dari kata educare dan educere. Kata educare memiliki konotasi ‘melatih’, ‘menjinakkan’, atau ‘menyuburkan’. Dalam konteks ini pendidikan dipahami sebagai “sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, membuat yang tidak tertata atau liar menjadi semakin tertata, semacam proses penciptaan kultur dan tata keteraturan dalam diri maupun dalam diri orang lain”. Pengertian pendidikan seperti ini senada dengan pendapat kaum behavioris seperti Watson dan Skinner yang menekankan pendidikan sebagai proses perubahan tingkah laku (Mudyahardjo, 2001: 7). Pendidikan juga berarti “proses pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia, seperti kemampuan akademis, relasional, bakat, talenta, kemampuan fisik atau daya-daya seni”.

(18)

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 1 ditegaskan sebagai berikut:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Jadi, pengertian pendidikan mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia. Bahkan, pendidikan adalah hidup itu sendiri, sebab pendidikan berlangsung seumur hidup (lifelong education), mencakup segala lingkungan dan situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu (Mudyahardjo, 2001).

2. Pengertian Karakter

Secara etimologis istilah “karakter” berasal dari bahasa Yunani karasso, berarti ‘cetak biru’, ‘format dasar’, atau ‘sidik’ seperti dalam sidik jari. Wynne dalam Mulyasa (2011: 3) mengemukakan bahwa karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti to mark ‘menandai’ dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari.

(19)

mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya.

Tadkiroatun Musfiroh dalam Kemendiknas (2010: 12) menambahkan “karakter mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi dan keterampilan”.

Di pihak lain, Mounier dalam Koesoema (2010: 90-91) mengajukan dua cara interpretasi tentang istilah karakter. Pertama, karakter sebagai “sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita” (karakter bawaan atau given character). Kedua, karakter sebagai “tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter adalah sebuah proses yang dikehendaki” (willed).

Senada dengan pengertian karakter di atas, Ohoitimur dalam Rataq dan Korompis (2011: 11), menegaskan bahwa “karakter personal terdiri dari dua unsur yakni karakter bawaan dan karakter binaan”. Karakter bawaan merupakan karakter yang secara hereditas (faktor keturunan) menjadi ciri khas kepribadiannya. Sedangkan karakter binaan merupakan karakter yang berkembang melalui pembinaan dan pendidikan secara sistematis. Dalam pengertian karakter binaan inilah, pendidikan karakter adalah sesuatu yang pasti bisa diwujudnyatakan.

3. Pengertian Pendidikan Karakter

(20)

deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical

values”. Pendidikan karakter adalah suatu usaha sengaja untuk membantu orang

memahami, peduli dan bertindak menurut nilai-nilai etika. Sementara itu menurut Ramli dalam Kemendiknas (2010), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.

Koesoema (2010) menyebutkan bahwa pendidikan karakter sebenarnya dicetuskan pertama kali oleh pedagog Jerman F.W. Foerster (1869-1966). Foerster menyebutkan empat ciri dasar pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior melalui mana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai. Kedua,

koherensi yang memberikan keberanian melalui mana seseorang dapat

mengakarkan diri teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut risiko. Ketiga, otonomi atau kemampuan seseorang untuk menginternalisasikan aturan dari luar sehingga menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Keempat, keteguhan dan kesetiaan, yakni daya tahan seseorang untuk mengingini apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.

(21)

Secara detail disebutkan tujuh belas nilai dalam pendidikan karakter, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, gemar membaca, peduli lingkungan, dan peduli sosial, serta tanggung jawab (Kemendiknas, 2011).

C. Manajemen Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh akan terwujud jika dikelola dengan tepat. Pengelolaan yang dimaksudkan di sini terkait dengan fungs-fungsi manajemen, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (actuating), dan evaluasi (evaluation) pendidikan karakter di sekolah.

1. Perencanaan Pendidikan Karakter

Penyusunan perencanan pendidikan karakter perlu mengacu pada nilai-nilai yang hendak dicapai, tujuan, bentuk kegiatan, materi, jadwal, fasilitator, pihak-pihak terkait, pendekatan pelaksanaan, evaluasi dan fasilitas pendukung pelaksanaan program pendidikan karakter di sekolah. Perencanaan program dan kegiatan sekolah dilakukan melalui pengembangan dan penyusunan Rencana Kerja Sekolah (RKS) untuk jangka menengah/panjang dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) untuk jangka pendek dan tahunan (Kemendiknas, 2011).

(22)

a. Pendidikan karakter berbasis kelas

Desain kurikulum pendidikan karakter berbasis kelas terjadi melalui dua ranah yang berjalan seiring, yaitu instruksional dan non-instruksional. Pertama, ranah instruksional yang dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu bersifat pengajaran tematis dan non-tematis. Pendidikan karakter berbasis kelas instruksional tematis adalah diberikannya materi pembelajaran tertentu tentang pendidikan karakter melalui proses belajar mengajar. Pendidik memilih satu tema tertentu untuk dibahas bersama. Sekolah mengalokasikan waktu khusus untuk pengembangan pembentukan karkater, baik melalui pengajaran tradisional, dialogis, diskusi kelompok, maupun pada pembuatan proyek bersama.

Selanjutnya, pendidikan karakter berbasis kelas instruksional non-tematis. Ini adalah sebuah model pendekatan pembelajaran bagi pembentukan karakter dengan mempergunakan momen-momen pembelajaran yang sifatnya terintegrasi dalam kurikulum, proses pembelajaran dan terkait secara inheren dalam materi pembelajaran. Sebagai contoh konkretnya, guru diminta membuat silabus, yang di dalamnya dimasukkan kolom ‘karakter’. Sehingga, di dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), beberapa nilai yang bisa dibentuk, diajarkan dalam proses pembelajaran mesti disebut secara eksplisit.

Hal serupa dikemukakan juga oleh Ahmad Tafsir (2009: 85). Menurutnya proses pengintegrasian pendidikan karakter dapat melalui beberapa cara berikut:

a. Pengintegrasian materi pelajaran, yaitu mengintegrasikan konsep nilai-nilai karakter ke dalam materi pembelajaran yang sedang diajarkan.

b. Pengintegrasian proses, yaitu guru menanamkan teladan kepada peserta didik dengan nilai-nilai karakter tersebut.

(23)

d. Pengintegrasaian dalam memilih media pembelajaran, yaitu guru dapat mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam memilih media pembelajaran.

Kedua, ranah non-instruksional bagi pendidikan karakter berbasis kelas

tertuju pada penciptaan lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif bagi pembentukkan atau pengembangan karakter siswa. Penciptaan lingkungan yang dimaksud meliputi manajemen kelas, pendampingan perwalian, dan membangun konsensus kelas.

b. Pendidikan karakter berbasis kultur sekolah

Dalam mengembangkan pendidikan karakter berbasis kultur sekolah, berbagai macam momen dalam dunia pendidikan dapat menjadi titik temu. Momen pendidikan ini dapat bersifat struktural, polisional, dan eventual. Momen pendidikan yang struktural adalah peristiwa yang berkaitan erat dengan proses regulasi dan administrasi sekolah. Momen struktural ini di antaranya adalah proses pembentukan kesepakatan kerja, peraturan yayasan, peraturan sekolah, job description setiap jabatan dan kedudukan.

Momen pendidikan yang bersifat polisional adalah kebijakan pendidikan on the spot yang dilaksanakan secara rutin dan sifatnya tradisional. Kebijakan

(24)

Momen pendidikan yang bersifat eventual adalah peristiwa-peristiwa pendidikan yang terjadi secara khas dan muncul karena terjadinya peristiwa tertentu yang merupakan tanggapan nyata sekolah atas peristiwa di luar lembaga pendidikan, dan memengaruhi kinerja lembaga pendidikan. Momen pendidikan eventual ini tidak dapat diprediksi, namun membutuhkan keputusan dan tanggapan langsung dari pihak sekolah untuk menyikapinya.

Di samping itu, menumbuhkan kultur demokratis dalam lingkungan sekolah merupakan salah satu strategi pengembangan pendidikan karkater berbasis kultur sekolah. Beberapa momen yang dapat menjadi praksis strategis pengembangan kultur demokratis di sekolah, di antaranya momen pengembangan diri seperti kelompok diskusi, jurnalistik, karya ilmiah, seni teater, menggambar, perayaan dan kekeluargaan, dies natalis sekolah, atau syukuran kelulusan, apresiasi dan pengakuan akan prestasi orang lain, masa orientasi sekolah, pemilihan para pengurus OSIS, dewan kelas, kebijakan pendidikan, kolegialitas antarguru, pengembangan professional guru dan merawat tradisi sekolah ataupun komite sekolah.

c. Pendidikan karakter berbasis komunitas

(25)

Perencanaan pendidikan karakter dapat didasarkan pada beberapa tipe konservasi. Pertama, pendidikan karakter berbasis nilai religius yang bersumber pada kebenaran wahyu (konservasi moral). Kedua, pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi lingkungan). Ketiga, pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi lingkungan). Keempat, pendidikan karakter berbasis kompetensi diri, yaitu sikap pribadi dan pemberdayaan potensi diri (konservasi humanis) (Khan, 2010).

2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter

Kemendiknas (2011: 23) menyebutkan implementasi pendidikan karakter harus memperhatikan beberapa prinsip berikut:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku.

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif. d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik.

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

g. Menghapus tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik.

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

(26)

a. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu yakini.

b. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu.

c. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang baik, bahkan seandainya pun kamu harus membayarnya secara mahal, sebab mengandung risiko.

d. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih baik dari mereka.

e. Apa yang kamu lakukan itu memiliki makna dan transformatif. Seorang individu bisa mengubah dunia.

f. Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah bahwa kamu menjadi pribadi yang lebih baik, dan ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk dihuni.

Di pihak lain Dasyim Budimasyah dalam Gunawan (2012: 36) berpendapat bahwa “program pendidikan karakter di sekolah perlu dikembangkan dengan berlandaskan pada prinsip kontinuitas (berkelanjutan), terintegrasi di dalam semua mata pelajaran dan berlangsung secara aktif dan menyenangkan (active learning)”.

Implementasi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut ini:

a. Mengajarkan. Pendidikan karakter mengandaikan pengetahuan teoretis tentang konsep-konsep nilai tertentu. Proses ini terintegrasi dalam kurikulum. Cara lain adalah dengan mengundang pembicara tamu dalam sebuah seminar, diskusi, publikasi, dll, untuk secara khusus membahas nilai-nilai utama yang dipilih sekolah dalam kerangka pendidikan karakter bagi para siswa.

(27)

yang benar, sehingga ada kesesuaian antara apa yang diajarkan dengan apa yang dilakukan.

c. Menentukan prioritas. Sekolah perlu menetapkan standar nilai dengan

indikator-indikatornya yang jelas dan terukur. Penting untuk menentukan sejumlah perilaku standar yang diketahui dan dipahami oleh segenap komponen sekolah.

d. Praksis prioritas. Sekolah konsisten dengan verifikasi di lapangan

tentang karakter yang ditetapkan. Verifikasi tidak lain adalah penetapan sanksi terhadap pelanggaran atas kebijakan sekolah.

e. Refleksi. Dengan refleksi dimaksudkan sekolah mengadakan semacam

evaluasi untuk menilai capaian keberhasilan ataupun kegagalan dalam implementasi pendidikan karakter (Koesoema, 2010).

Di samping kelima unsur di atas, Koesoema pada bukunya yang lain (2012: 70-82) menambahkan berbagai metode berikut:

(a) Menyerambah ke seluruh kehidupan sekolah, (b) prioritas nilai dan keutamaan, (c) mengembangkan tiga dimensi pengolahan hidup, olah pikir, olah hati, olah raga, (d) pengembangan organisasi dan manajemen, (e) pengembangan kultur sekolah yang menumbuhkan (caring community), (f) eksplisit, direncanakan, terpadu, (g) pertumbuhan motivasi individu, (h) pengembangan profesional, (i) kerja sama dengan banyak pihak, (j) terintegrasi dalam kurikulum, (k) memberikan ruang bagi tindakan, (l) kepemimpinan pendidikan berkarakter, (m) sistem evaluasi berkesinambungan.

(28)

3. Evaluasi Pendidikan Karakter

Evaluasi pendidikan karakter dilakukan untuk memantau, menilai, atau mengukur efektivitas program pendidikan karakter berdasarkan target yang hendak dicapai. Hasil evaluasi akan sangat berguna sebagai feedback atau umpan balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan program pendidikan karakter. Kemendiknas (2011: 31-32) menegaskan tujuan evaluasi pendidikan karakter

c. Melihat kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program dan mengidentifikasi masalah yang ada, dan selanjutnya mencari solusi yang komprehensif agar program pendidikan karakter dapat tercapai.

d. Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan untuk menyusun rekomendasi terkait perbaikan pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan.

e. Memberikan masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan pembinaan dan peningkatan kualitas program pembentukan karakter. f. Mengetahui tingkat keberhasilan implementasi program pembinaan

pendidikan karakter di sekolah.

(29)

Evaluasi pendidikan karakter bisa mengacu pada penilaian sikap yang dilakukan secara berkelanjutan oleh guru mata pelajaran, guru Bimbingan dan Konseling (BK), wali kelas dengan menggunakan observasi dan informasi yang valid dan relevan dari berbagai sumber. Selain itu, dapat dilakukan penilaian diri (self assessment) dan penilaian antarteman (peer assessment) dalam rangka pembentukan karakter siswa yang hasilnya dapat dijadikan sebagai salah satu data untuk konfirmasi hasil penilaian sikap oleh guru. Ditambahkan juga penilaian sikap yang dilakukan oleh guru mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas, melalui observasi dicatat dalam jurnal. Format jurnal penilaian sikap harus memuat butir nilai, seperti tanggung jawab, disiplin, jujur disertai indikator-indikator pada setiap butirnya (Kemendikbud tentang Panduan Penilaian Sekolah Menengah Atas, 2015).

(30)

D. Kajian Hasil Penelitian yang Terdahulu

Penelitian tentang manajemen pendidikan karakter sudah pernah dilakukan oleh beberapa pihak. Pertama, peneletian dengan judul “Manajemen Pendidikan Karakter Siswa Berasrama: Studi Kasus Pada SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon” oleh Riny Cintya Kumendong (2012). Penelitian ini menyoroti tentang bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan karakter siswa berasrama. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

(31)

Relevansinya dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan adalah terletak pada konsep dasar manajemen dan fungsi-fungsi manajemen, serta konsep pendidikan karakter yang akan digunakan, diterapkan dan dikembangkan pada lingkungan pendidikan formal seperti sekolah yang merupakan inti dari objek penelitian ini. Perbedaannya terletak pada objek dan lokasi penelitian.

Kedua, penelitian dengan judul “Manajemen Pendidikan Karakter

Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Pembudayaan Sekolah (Studi Deskriptif di SD Muhammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta” oleh Asniyah Nailasariy (2013). Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: (1) Manajemen pendidikan karakter yang berlangsung di SD Muhammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta melalui optimalisasi fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan tidak lanjut. (2) Pelaksanaan pendidikan karakter di SD Muhammadiyah Wirobrajan terintegrasi dalam semua mata pelajaran, melalui pesan moral, dan pendampingan. Metode yang digunakan adalah keteladanan, pembiasaan, kegiatan ekstrakurikuler, pembudayaan dalam bentuk fisik, dan pembudayaan melalui pemberian reward dan punishment. (3) Implementasi pendidikan karakter di SD Muhammadiyah Wirobrajan mengalami hambatan-hambatan seperti kurangnya komitmen guru dan karyawan dalam pelaksanaan pendidikan karakter, terkendalanya sarana dan prasarana berkaitan dengan pengembangan karakter dan kurangnya partisipasi orang tua dalam pendampingan anak.

(32)

karakter. Sedangkan perbedaannya terletak pada salah satu rumusan masalah. Penelitian Nailasariy menyoroti semua fungsi manajemen dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter, sementara penelitian pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon lebih bertitik tolak pada ketiga fungsi manajemen, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Ketiga, penelitian tentang “Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah

Menengah Atas Negeri 5 Semarang”. Penelitian ini dilaksanakan oleh Arif Widiatmo (2013), dengan hasil sebagai berikut: (1) Perencanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 5 Semarang melibatkan semua guru. (2) Pengorganisasian pendidikan karakter di SMA Negeri 5 Semarang melibatkan semua komponen sekilah. (3) Pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 5 Semarang terjalin baik karena komunikasi dalam bergaul berjalan baik. (4) Pengawasan terhadap pendidikan karakter di SMA Negeri Negeri 5 Semarang saling bekerjasama seluruh komponen yang ada.

Relevansi peneltian tersebut terhadap penelitian Manajemen Pendidikan Karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon terletak pada upaya manajemen pendidikan karakter, baik dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek penelitian.

(33)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Alasan Penggunaan Metode

Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif, yakni penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) (Sugiyono, 2011: 14). Alasan menggunakan metode ini adalah calon peneliti bermaksud mendapatkan pemahaman secara lebih mendalam tentang manajemen pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon. Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan selama 5 (lima) bulan terhitung sejak penyusunan proposal penelitian hingga perbaikan tesis (Juni-Oktober 2016).

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder (Moleong, 2007).

- Sumber data primer diperoleh dari informan yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru mata pelajaran dan guru bimbingan dan konseling serta perwakilan siswa.

(34)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah triangulasi (Sugiyono, 2011) atau gabungan dari tiga teknik sekaligus, yaitu observasi partisipatif, wawancara mendalam dan studi dokumentasi terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan karakter pada SMA Kristen Binsus 2 Tomohon.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data akan dianalisis secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing/verification (Sugiyono, 2011).

(35)

Selanjutnya model interaktif dalam analisis data seperti gambar di bawah ini (Sugiyono, 2011: 338):

Gambar 3.1 Model interaktif dalam analisis data

F. Rencana Pengujian Keabsahan Data

Dalam pemeriksaan dan pengecekan keabsahan data peneliti akan menggunakan teknik pemeriksaan seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011).

Pertama, peneliti akan melakukan perpanjangan pengamatan,

peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi (observasi, wawancara, dan studi dokumentasi), diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan member check (credibility atau derajat kepercayaan).

Kedua, peneliti akan mendeskripsikan secara rinci, jelas, dan sistematis

temuan-temuan yang diperolah di lapangan ke dalam format yang telah disiapkan. (transferability atau keteralihan).

Data reduction

Data Display Data collection

Data collection

Data Display

Data reduction

(36)

Ketiga, peneliti akan adalah melakukan audit keseluruhan aktivitas yang

telah dilakukan selama penelitian (dependability atau kebergantungan).

Keempat, peneliti akan menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses

yang dilakukan (confirmability atau kepastian).

IV. JADWAL PENELITIAN

Penelitian ini direncanakan akan berlangsung selama 5 (lima) bulan, yakni dari bulan Juni 2016 sampai dengan Oktober 2016, terhitung sejak penulisan proposal penelitian dengan jadwal sebagai berikut:

No Kegiatan Juni Juli Agst

tus

Sep Okt 1 Studi pustaka dan observasi lokasi

2 Penulisan Proposal 3 Konsultasi Proposal 4 Seminar Proposal

5 Pengumpulan data, analisis data dan konsultasi

6 Penulisan laporan, dan konsultasi 7 Ujian hasil penelitian dan perbaikan 8 Ujian Komprehensif/Tesis dan Perbaikan

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, M.S.P. 2005. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Kambey, Daniel C. 2006. Landasan Teori Administrasi/Manajemen. Manado: Tri Ganesha Nusantara.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa:Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta:Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.

________________ 2011. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta:Direktorat Jenderal Mandikdasmen, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Panduan Penilaian Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Khan, Y. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi Publishing.

Kompri. 2015. Manajemen Pendidikan 1. Bandung: Alfabeta.

Koesoema, Doni A. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

________________ 2012. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius.

(38)

Kumendong, Riny Cintya, 2012. Manajemen Pendidikan Karakter Siswa Berasrama. Studi Kasus Pada SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon. Manado: Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Manado (Tesis).

Kusdi, 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika. Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character. New York: Bantam Books. Moleong, Lexy J., 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mulyasa, E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Bumi Aksara. Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis

Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Nailsariy, Asniyah. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Pembudayaan Sekolah (Studi deskriptif di SD

Mumammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta). Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga (Tesis).

Ohoitimur, Johanis. 20-21 Juni 2016. Lokakarya Pendidikan Yayasan Pendidikan Lokon. Tomohon: SMP & SMA Lokon St. Nikolaus.

Ratag, Mezak A. & Korompis, Ronald, 2009. Kurikulum Berbasis Kehidupan: Pandangan tentang Pendidikan Menurut Ronald Korompis. Tomohon: Yayasan Pendidikan Lokon.

Sagala, Syaiful, 2010. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sule, Ernie Tisnawati dan Saefullah, Kurniawan, 2010. Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana.

Tafsir, Ahmad. 2009. Pendidikan Budi Pekerti. Bandung: Maestro.

(39)

Usman, Husaini, 2011. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Widiatmo, Arif. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Semarang. Semarang: IKIP PGRI. (Tesis).

Wikipedia Indonesia, Manajemen, [Online]

Gambar

Gambar 3.1 Model interaktif dalam analisis data

Referensi

Dokumen terkait

Tampilan Cetak Laporan RKAS Pada Gambar 6 diatas adalah laporan Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS), ini adalah laporan yang dikirim oleh pihak sekolah yang

Tampilan Cetak Laporan RKAS Pada Gambar 6 diatas adalah laporan Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS), ini adalah laporan yang dikirim oleh pihak sekolah yang

Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah/Rencana Kegiatan dan Anggaran Madrasah yang selanjutnya disingkat RKAS/RKAM adalah Rencana terpadu keuangan tahunan sekolah yang berisi

KERTAS KERJA RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN SEKOLAH (RKAS) PER TAHAP.. TAHUN ANGGARAN :

Analisis mikro dilakukan melalui penelitian terhadap budget school yang dituangkan dalam APBS (Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) atau disebut juga sebagai RKAS

RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN SEKOLAH (RKAS) TAHUN 2020.. NO URAIAN

KERTAS KERJA RENCANA KEGIATAN DAN ANGGARAN SEKOLAH (RKAS) PER TRIWULAN.. TAHUN ANGGARAN

Rencana Kegiatan dan Anggaran Satuan PAUD atau satuan pendidikan Non Formal (RKAS) yang ditandatangani oleh Kepala Satuan PAUD atau Satuan Pendidikan Non