ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul Analisis Kelompok Kation. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi adanya kation-kation dalam larutan dan padatan unknown dengan menggunakan metode pemisahan “kemikalia cair” yang didasarkan pada kelakuan ion-ion yang berbeda ketika direaksikan dengan reagen-reagen tertentu. Prinsip dari percobaan ini adalan pengendapan dan pengompleksan. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah pengendapan bertingkat. Larutan unknown direaksikan dengan HCl, aquades, NH3, H2SO4, NaOH, KI, Na2SO3, H2O2,
KSCN. Hasil dari percobaan ini adalah unknown I adalah Ba2+, unknown II tidak
terdapat kation, unknown III adalah Ni2+, unknown IV adalah tidak terdapat kation,
unknown V adalah Fe3+.
PERCOBAAN III
ANALISIS KELOMPOK KATION
I. TUJUAN
Dapat mengidentifikasi kation-kation dalam larutan dan padatan “unknown” dengan menggunakan metode pemisahan “kemikalia kimia” yang didasarkan pada kelakuan ion-ion yang berbeda ketika direaksikan dengan reagen-reagen tertentu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif menggunakan dua macam uji, yaitu reaksi kering dan reaksi basah. Reaksi kering dapat diterapkan untuk zat-zat padat dan reaksi basah untuk zat dalam larutan. Kebanyakan reaksi kering yang diuraikan dapat digunakan untuk analisis semimikro dengan hanya modifikasi kecil. Sejumlah uji yang berguna dapat dilakukan dalam keadaan kering, yakni tanpa melarutkan. Contoh dalam reaksi basah, teknik-teknik yang berbeda dalam analisis makro, semimikro dan mikro (Svehla, 1990).
2.2 Analisis Kation
2.2.1. Kelompok Kation I (Perak, Ag)
Perak adalah logam yang putih, dapat ditempa dan liat. Rapatan tinggi (10,5 gml-1) dan melebur pada 9600C, tidak larut dalam asam
klorida, asam sulfat encer (1M) atau asam nitrat encer (2M). Reaksi-reaksinya
Ag+ + Cl- AgCl
Perak dengan klor menggunakan ion klor dari asam klorida encer akan membentuk endapan putih perak klorida. Namun, jika memakai ion klor dari asam klorida pekat, tidak terjadi pengendapan.
Reaksinya :
AgCl + 2NH3 [Ag(NH3)2]+ + Cl- (Svehla, 1990).
2.2.2. Kelompok Kation II a. Alumunium (Al3+)
Alumunium adalah logam putih, yang liat dan dapat ditempa, bubuknya berwarna abu-abu, melebur pada 6590C. Asam klorida encer
dengan mudah melarutkan logam ini, pelarutan lebih lambat dalam asam sulfat encer atau asam nitrat encer. Jika ditambah dengan amonia, maka reaksinya :
Al3+ + 3NH
3 + H2O Al(OH3) + 3NH4- (Svehla, 1990).
b. Timbal (Pb2+)
Timbal adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan rapatan yang tinggi (11,48 gml-1 pada suhu kamar), mudah larut dalam
asam nitrat (8M), reaksinya :
3Pb + 8HNO3 3Pb2+ + 6NO3- + 2NO + 4H2O
Namun, jika ditambahkan HCl encer atau H2SO4 encer, mempunyai
pengaruh yang hanya sedikit. Karena terbentuknya timbel klorida atau timbel sulfat yang tak larut pada permukaan logam itu. Reaksi antara :
Pb2+ + 2HCl- PbCl 2
PbCl2 endapan putih yang larut dalam air panas (33,4 gl-1) pada 1000C,
sedang hanya (9,9 gl-1) pada 200C. Namun, jika diendapkan, dicuci
dengan cara dekantasi dan NH3 encer ditambahkan, reaksinya :
PbCl2 + 2NH3 + 2H2O Pb(OH2) + 2NH4+ + 2 Cl- (Svehla, 1990).
c. Besi (Fe3+)
Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak yang kukuh dan liat, melebur pada 15350C. Asam klorida encer atau pekat
dan asam sulfat encer melarutkan besi dan menghasilkan garam-garam besi (II) dan gas hidrogen.
Garam-garam besi (III) diturunkan dari oksida besi (III), Fe2O3
mengandung klorida, warna menjadi semakin kuat. Zat-zat pereduksi mengubah ion besi (III) menjadi besi (II) (Svehla, 1990).
d. Kromium (Cr3+)
Kromium adalah logam kristalin yang putih, tak begitu liat dan tak dapat ditempa dengan mudah, melebur pada 17650C. Larut dalam
HCl encer atau pekat. Jika tak terkena udara akan membentuk ion-ion kromium (II). yang stabil dalam udara kering. Barium bereaksi dengan air dalam udara yang lembab membentuk oksida atau hidroksida, melebur pada 1100C. Reaksi antara barium dengan asam sulfat encer membentuk
endapan putih barium sulfat (BaSO4) yang berbutir halus, berat dan
praktis tak larut dalam air (2,5 mgl-1) Ks = 9,2 x 10-11 oksida MgO dan beberapa nitrat Mg3N2.
Reaksi antara magnesium dan ion hidroksida dari natrium hidroksida: Mg2+ + 2OH- Mg(OH)
Endapan putih magnesium hidroksida, tidak larut dalam reagensia berlebihan tapi mudah larut dalam garam-garam amonium (Svehla, 1990).
2.2.4. Kelompok Kation IV a. Tembaga (Cu2+)
Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa dan lunak, melebur pada 10380C.
Reaksi antara tembaga dengan ion iodida dari kalium iodida : 2Cu2+ + 3I- 2CuI + I
3
-Endapan tembaga iodida yang putih, tapi larutannya berwarna coklat tua, karena terbentuknya ion-ion tri-iodida-iod.
b. Nikel (Ni2+)
Nikel adalah logam putih perak yang keras, bersifat liat dapat ditempa dan sangat kukuh, melebur pada 14550C. Reaksi antara nikel
dengan ion hidroksida dari natrium hidroksida : Ni2+ + 2OH- Ni(OH)
2
Endapan nikel (II) hidroksida menghasilkan warna hijau, endapan tak larut dalam reagen berlebihan (Svehla, 1990).
2.3 Reaksi Pembentukan Kompleks
Dalam pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banyak digunakan reaksi-reaksi yang menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terikat dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam kompleks yang stabil nampak mengikuti stakiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak dapat ditafsirkan didalam lingkup konsep velensi yang klasik (Svehla, 1990).
2.4 Metode Pengendapan
Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan (s) endapan sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya.
Kelarutan bergantung pada :
a) Suhu
b) Tekanan
c) Konsentrasi bahan-bahan
d) Komposisi pelarut
e) Kelarutan endapan berkurang jika salah satu ion sekutu terdapat dengan berlebihan (Svehla, 1990).
Umumnya pengendapan dilakukan pada larutan yang panas, sebab kelarutan bertambah dengan bertambahnya temperatur. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan dengan endapan sama dengan konsentrasi molar dari kelarutan jenuhnya (Underwood, 1986).
2.5 Kelarutan Endapan
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal (kristalin) atau koloid dan dapat dikeluarkan dan larutan dengan penyaringan atau pemusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan.
Kelarutan (s) suatu endapan, menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain terutama ion-ion dalam campuran itu (Svehla, 1990).
2.6 Pencucian Endapan
1) Larutan yang mencegah terbentuknya koloid yang mengakibatkan dapat lewat kertas saring.
2) Larutan yang mengurangi kelarutan dan endapan .
3) Larutan yang dapat mencegah hidrolisa garam dari asam lemah atau basa lemah (Svehla,1990).
2.7 Hasil Kali Kelarutan
Larutan jenuh suatu garam yang mengandung garam tersebut yang tak larut, dengan berlebihan, merupakan suatu sistem kesetimbangan terhadap dimana hukum kegiatan massa diberlakukan.
Misalnya jika endapan perak klorida ada dalam kesetimbangan dengan larutan jenuhnya, maka kesetimbangan yang berikut terjadi
AgCl Ag+ + Cl
-Ini merupakan kesetimbangan heterogen, karena AgCl ada dalam fase padat. Sedang ion-ion Ag+ dan Cl- ada dalam fase terlarut. Tetapan kesetimbangan
Konsentrasi perak klorida dalam fase padat tak berubah dan karenanya dapat dimasukkan kedalam suatu tetapan baru, ks, yang dinamakan hasil kali kelarutan.
Ks = [Ag+][Cl-]
(Svehla, 1990)
2.8 Resume Jurnal Intrnasional
diidentifikasi merupakan anggota dari keluarga ini. Garis untuk GPRCGA dengan CAGR yang telah dikonservasi antara kalsium dan kalsimemetik ikatan samping. Dalam penambahan kalsium, magnesium, stransium, aluminium, gadolinium dan kalsimimetrik MPS 568 disarankan dalam sebuah dosisnya mengandung rancangan untuk GPRCGA dengan ekspresi berlebih dalam sel-sel embrio manusia, yaitu 293 sel-sel. Juga asteokalsim adalah ikatan protein dalam kalsium yang diekspresikan tinggi dlama tulang, dosisnya mengandung stimulasi aktivitas GPRCGA dalam presensi untuk kalsium, tetapi penghambat kalsium didalamnya diaktifasikan oleh CASR. Co-ekspresi untuk 3 arrestin 1 dan 2 regulator unutk signal protein GPRS 2 atau RGS 4. sebuah RLC A mengahambat rangsangan racun C3, dominan negatif Gaq (305-359) dan diobati
kembali dengan racun perfusis penghambataktifitas untuk GPRCGA oleh kation ekstraselular. Terhadap transkripsi analitis menunjukkan bahwa tikus GPRCA adalah ekspresi pertengahan dalam tisu tikus, termasuk tulang, kalvaria dan sel osteoblas garis MC3T3-e1. Data ini mengandung penambahan sense asam-asam amino, GPRCGA adalah sebuah kation, Kalsium imetic dan sense penerima osteokalsin dan kandidat unutk meditasi ekstraselularrespon-respon sense kalsium dalam osteobla-osteoblas dan dimungkinkan dalam tissue yang lain (Pieter, 2005).
Dalam jurnal yang berjudul The Cation Distribution In Shythetic (Fe,Mn)3(PO4)2 Graftonite-Type Solid Solutions, menyatakan bahwa sembilan
(Fe1-xMnx)3(PO4)2 dalam pelarut dengan (0,1≤x≤0,9) dengan struktur tipe
graftonit telah dipreparasi dan disetimbangkan pada 1070 K. Struktur terdiri dari 3 kation dengan koordinasi polihedra semuanya dinampakkan; satu oktahedron dan dua lima-loordinasi dengan polihedra. Dimensi sel unti akurat telah dikembangkan dari data buiner-Hagg photografic dalam fasanya. Spektra Massbauer yang dikombinasikan dengan neutron Newton difraksi (Fe0.50Mn0.50)30(PO)2 telah digunakan untuk menggambarkan distribusi kation
dengan variasi komposisi Mn2+ dimasukkan dalam oktahedral dan Fe2+ pada 5
Dalam jurnal yang berjudul Analysis of Diffusion Mechanism of Cu in Polycrystalline Bi2Te3-Based Alloy with the Aging of Electrical Conductivity,
menjelaskan tentang dalam panduan berbaris Bi2Te3 doped dengan Cu atau
halide Cu. Cu menunjukkan super difusi atau di posisi interstisial. Sebagai Cu menunjukkan doner property di Bi2Te3 berbaris paduan, dengan sifat
thermoelektrik. Paduan ini berubah dengan penuaan waktu, mekanisme difusi polikristalin Bi2Te3 Cu dalam paduan berbaris dipalsukan oleh deformasi plastik
sampel menekan panas diteliti. Akibatnya energi aktivasi 9,44 kJ/mol diperoleh untuk Cu dalkam sampel. Selain itu, laju perubahan dalam konduktivitas listrik berkurang dengan penuaan waktu dan berbanding terbalik sebanding dengan waktu penuaan. Penyebab utama adalah pengendapan Cu-oksidapada permukaan sampel, yang menekan oksidasi lebih lanjut atom Cu atau Cu+. Dua molekul
oksidasi Cu pada permukaan berbasis Bi2Te3 dianggap sampel dan laju
perubahan konduktivitas listrik sebgai fungsi waktu penuaan dijelaskan (Fujimoto, 2007).
Dalam jurnal internasional yang berjudul Comparative Quantitative Analysis of Sodium, Magnesium, Potassium and Calcium in Healthy Cuttlefish Back bone and Non-Pathological Human Elbow Bone, menjelaskan tentang energi dispertif dengan teknik penyinaran sinar-X yang digunakan untuk menganalisis tulang belakang cumi-cumi. Metode penjumlahan standar digunakan untuk menentukan konsentrasi dari Na, Mg, K dan Ca. Susunan percobaan terdiri dari Si(Li) sebagai detector dengan resolusi 160 ev pada 5,9 kev dan sumber angular 55Fe . Prinsip yang digunakan adalah jumlah rata-rata
dari konsentrasi yang sudah diketahui digunakan untuk menganalisa sampel yang ridak diketahui. Dari data yang diperoleh dalam percobaan didapatkan hasil bahwa sampel tulang belakang cumi-cumi terdapat unsur Na, Mg, K dan Ca. Besarnya konsentrasi Na, Mg, K dan Ca pada tulangh belakang cumi-cumi hampir sama dengan konsentrasi tulang belakang manusia. Data yan g diperoleh ini sudah dibandingkan dengan literature danb sudah didiskusikan pada proses pembelajaran (Ridvan, 2007).
parameter versi dari aproksimasi tetrahedron pada metode rhombohedral karbonat. Model yang mencukupi untuk kalkulasi diagram fase teoritical merupakan persetujuan kualitatif komplit dengan fase kesetimbangan suhu tinggi dan dengan susunan percobaan dan batas kepercayaan suhu dari panas yang berlebih yang digabungkan dengan kation yang bergerak. Pada penambahan, terdapat banyak parameter interaksi badan yang diminta untuk memperoleh kelayakan topologi diagram fase pada temperatur tinggi untuk memprediksi perputaran groud state (kondisi standar) dengan stoikiometri Ca3Mg(CO3)4. perputaran kation pada perbandingan fase 3:1 memberi toleransi
trigonal destorsi yang analog dengan Cu3Au atau struktur Al3Ti (Benjamin,
1987).
Dalam jurnal internasional yang berjudul The Cation Distribution in Synthetic Mg-Fe-Ni Olivines, menyatakan dalam distribusi pembuatan Mg-Fe-Ni pada buah zaitun dengan pendinginan pada suhu 10000C. Fe2+, Mg2+, Ni2+
terjadi polulasi diantara M1 dan M2 yang telah ditentukan oleh suatu kombinasi spektroskopi Moosbauer dan bahan-bahannya teknik didasarkan pada sinar-X, data yang difraksi. Koefisien distribusi kation Mg2+- Fe2+, K
D = [XFe(MI)
XMg(M2)J/[XFe(M2).XMg(Ml)], adalah dekat dengan kesatuan tetapi pengurangan
isi nikel terus meningkat. Ni2+-( Mg2++ Fe2+) distribusi kation itu dekat dengan
Ni2+-Mg2+ yang lebih awal dilaporkan unutk beberapa buatan Ni-Mg pada buah
zaitun (Anders, 1982).
Dalam jurnal internasional yang berjudul Mechasynthesis of Nanocrystalline Germinate Fe2GeO4 with a Nonequilibrium Cation
Distribution, menjelaskan bahwa langkah pertama sistesis dari besi germanium nanopartikel dengan rata-rata ukuran kristal 11 nm disntesis dengan proses kimia mekanik dari campuran α-Fe2O3/Fe/GeO2 disebuah ruangan dengan suhu yang
telah ditentukan. Kemampuan dari Moosbauer struktur spektroskopi benda di dalam satu lokasikation tidak teratur, pada sintesis dihasilkan Fe2GeO4 dengan
struktur normal (λ=0), sebuah nanokristal disintesis Fe2GeO4 meangadopsi
Jurnal internasional yang berjudul Analysis of Cation Valences and Oxygen Vacancies in Magnetoresisteve Oxides by Electron Energy-Loss Spectroscopy, menyatakan bahwa magnetik oksida memiliki dua macam karakteristik, yaitu magnetik oksida dari (La,A0MnO3 dan (La,A)CoO3, kedua
karakteristik ini sangat khas strukturnya. Kation valensi campuran dan kekosongan oksigen sangat dibutuhkan untuk menyeimbangkan muatan. Dengan diperkenalkan kation doping, konsekuensi yang diperkenalkan juga berbeda, sehingga memilki sifat yang berbeda pula. Hal ini sangat penting secara kuantitatif unutkl menentukan pungutan seimbang oleh masing-masing, namun analisis ini agak sulit, terutama untuk film-film tipis. Hasil yang diperoleh adalah energi kehilangan elektron spektroskopi (EELS) bisa menjadi teknik yang efektif untuk menganalisis Mn dan Co magnetic oksida dengan penggunaan rasio intensitas garis putih, mengarah keteknik baru untuk kuantifikasi kekosongan oksigen dalam fungsional dan bahan yang baik (Wang, 1998).
Jurnal yang berjudul Identification of Aluminium-Regulated Genes by cDNA-AFLP in Rice (Oryza sativa L.) : aluminium-regulated genes for the metabolism of cell wall components, menjelaskan sifat racun Al merupakan factor yang besar pada produktivitas dalam keasaman tanah. Untuk mengetahui mekanisme molecular dari sifat racun Al dan batas toleransi padi, cDNA menerima fragmen polimorfisme yang panjang (cDNA-AFLP) yang digunakan untuk mengidentifikasi regulasi Al pada gen akar berdasarkan tolerasi Al pada padi tropical Alucena dan sentifitas Al pada padi dataran rendah IRI552. 19 fungsi yang diketahui dari gen yang didapatkan diantara 34 transkrip derivate fragmen (TDFs) regulasi oleh regangan Al. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa regangan Al dapat menginduksi biosintesis dari lignin dan sel lain yang merupakan komponen dari akar (Mao, 2004).
Penyebaran ini di tunjukkan 2 dimensi yang dibentuk pada 2 pengganti kation dan dari molekul air dalam lapisan. Seperti yang telah dipesan pada bidangnya, kation disituasisasikan pada noda yang berperiodik ditengah-tengah denga parameter 3a,b. Pengganti distribusi kation harus sesuai dengan distrubusi perubahan yang mana telah di netralisasi, oleh karena itu, itu semua dapat disimpulkan bahwa distribusi itu pada keefektifan perubaha yang negatif (perbahan negatif tetrahedral sedikit perubahan positif oktahedral) juga dapat paling tidak dapat dipesan sedikit (Alcover, 1973).
2.9 Analisa Bahan 2.9.1. NaOH
Sifat Fisik :
- titik leleh 380C, - titik didih 1390C - densitas 2,1 g/mL - berisfat higroskpis - berwarna putih
Sifat Kimia :
- mudah menguap - bersifat korosif
- digunakan dalam pembuatan kertas, sabun detergen, dll. - merupakan senyawa basa (Mulyono, 2005).
2.9.2. KI
Sifat Fisik :
- mempunyai massa jenis 4,99 g/mol - cairan berwarna kuning
- titik leleh 11,60C - titik didih 84,40C
Sifat Kimia :
- larut dalam eter - tidak larut dalam air
2.9.3. NH3
Sifat Fisik :
- zat cair bening - berbau tajam - titik leleh –780C - titik didih 33,50C
Sifak Kimia :
- sebagai pelarut pada reaksi-reaksi bebas air - mudah larut dalam air
- bersifat basa (Mulyono, 2005)
2.9.4. Aquadest Sifat Fisik :
- zat cair bening tidak berbau - tidak berwarna
- titik didih 1000C, - titik leleh 00C - indeks bias 1,332
Sifat Kimia :
- bersifat polar
- pelarut yang baik untuk berbagai macam zat (Basri, 1996)
2.9.5. K2CrO4
Sifat Fisik :
- zat cair berwarna kuning - titik leleh 970C
- densitas 2,73 g/mL
Sifat Kimia :
- mudah larut dalam air
2.9.6. HNO3
Sifat Fisik :
- asam anorganik
- tak berwarna, tak berbau - bersifat korosif
- densitas 1,89 g/mL - titik leleh -410C - titik didih 830C
Sifat Kimia :
- bersifat sebagai oksidator (Basri, 1996) 2.9.7. HCl
Sifat Fisik :
- larutan tidak berwarna - berat jenis 1,15 g/mol - titik didih 850C - titik leleh -140C
Sifat Kimia :
- termasuk asam kuat
- dilarutkan dengan mereaksikan NaCl dengan H2SO4 pekat - larut dalam pelarut air (Mulyono, 2005).
2.9.8. Na2SO3
Sifat Fisik :
- padatan putih Sifat Kimia :
- larut dalam air
- mudah beroksidasi, maka banyak digunakan sebagai bahan
2.9.9. KSCN Sifat Fisik :
- merupakan kristal berwarna - titik leleh 1730C
- berat jenis 1,89 g/mol
Sifat Kimia :
- larut dalam aseton dan alkohol - menyebabkan iritasi pada kulit
- digunakan dalam pencucian tekstil (Basri, 1996 ).
2.9.10. H2SO4
Sifat Fisik :
- berupa cairan jernih
- tidak berwarna, tak berbau, agak kental - bersifat higroskopis
- titik leleh -100C - titik didih 315-3380C - densitas 1,8 g/cm3
Sifat Kimia :
- merupakan asam kuat - digunakan sebagai katalis - bersifat korosif (Basri, 1996).
2.9.11. Pb(NO3)2
Sifat Fisik :
- berbentuk kristal putih - tidak berwarna
- berat molekul 331,23 g/mol - densitas 4,59 g/mL
Sifat Kimia :
- larut dalam air
- tidak larut dalam alkohol
- digunakan untuk pembuatan deodoran, detergen dan reagen
2.9.12. DMG Sifat Fisik :
- merupakan besi (III) dimetil glioksin Sifat Kimia :
- larut dalam larutan amoniakal
- terdiri dari 1% dimetil glioksin dalam alkohol (Svehla,
1990)
III. METODE PERCOBAAN 3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
- Tabung reaksi - Pipet tetes - Penjepit - Gelas beker - Pemanas Spirtus 3.1.2. Bahan
- HCl - Na2SO3 - KI
- NH3 - H2O2 - DMG
- K2CrO4 - KSCN - Aquadest
- HNO3 - NH4NO3 - Reagen Mg
- H2SO4 - Pb(NO3)2 - Sampel Unknown
- NaOH - Na2HPO4
3.2. Gambar alat
- Pencucian dengan 0,5 mL H2O
- Pembuangan cucian - Penambahan 0,5 mL H2O
- Pemanasan hingga mendidih
- Penambahan 3 tetes NH3
- Penambahan 0,5 mL H2O
- Pembuangan endapan
- Penambahan 3 tetes HNO3
- Penambahan 1 tetes K2CrO4
Tambah 2 tetes HCl, sentrifus 3.3. Skema kerja
3.3.1. Analisis Kation Known Kelompok I
Pemisahan dan Identifikasi Kelompok Perak
Mulai dengan 1 mL larutan known/unknown
Endapan IA : AgCl (putih) PbCl2 (putih)
Larutan Pb2+, Al3+, Fe3+, Cr3+, Ba2+, Mg2+,
Cu2+, Ni2+ disimpan untuk kelompk II
Endapan IB : AgCl
Larutan ID : Ag(NH3)
Larutan IC: Pb2+
Endapan kuning : PbCrO4,
berarti Pb2+ ada
Hasil Endapan putih, berarti Ag2+ ada
- Penambahan 1 mL NH4NO3 - Penambahan 2 tetes NH3
- Penambahan 2
3.3.2. Analisis Kation Known Kelompok II
Pemisahan dan Identifikasi Kelompok Aluminium
Larutan 2A dari kelompok I : Pb2+, Al3+, Fe3+, Cr3+, Ba2+, Mg2+, Cu2+, Ni2+
Larutan 3A : Ba2+, Mg2+, Cu(NH3+) Endapan 2B : Al(OH)
3, Fe(OH)3,
Cr(OH)3, Pb(OH)2
Endapan PbSO4 atau BaSO4
dibuang Larutan 2C : Al
Endapan kuning PbCrO4,
berarti Cr3+
Tambah 1 tetes H2SO4, aduk dan sentrifus
3.3.3. Analisis Kation Known Kelompok III
Pemisahan dan Identifikasi Kelompok Alkali Tanah
Larutan 3A : Ba2+, Cu(NH
3)4, Ni(NH3)62+
Endapan 3B : BaSO4, berarti Ba2+ ada Larutan 3C : Cu2+, Ni2+
Larutan 4A : Cu(NH3)42+, Ni(NH)62+
Tambah 8 tetes NH3, tambah 6 tetes NaOH dan aduk. Tes pH, jira
pH tidak 10 atau lebih besar, tambah NaOH, sentrifus
Hasil
Endapan 3D : Mg(OH)2 gelatin putih
Cuci dua kali dengan ½ ml H2O. Buang cuciannya. Tambah 1 tetes HCl,
1 tetes NH3 dan 1/2 ml H2O. Larutan harus mendekati pH 7. Jika larutan
basa, tambah NH4NO3 tetes demi tetes sampai asam. Tambah 3 tetes
larutan Na2HPO4. aduk tunggu 2 menit dan sentrifus
Endapan 3E : Mg NH4PO4(kristal putih). Jika
endapan biru (karena adanya Cu2+) tambah 1
tetes HCl dan 2 tetes NH3. Sentrifus dan buang
cairan supermatannya
Cuci endapan sekali dengan 1/
2 ml H2O. Larutan endapan
dalam 3 tetes HCl, kemudian tambah 3 tetes reagen magnesium. Tambah NaOH dengan pengaduk sampai larutan alkalis. aduk
Biru laut (endapan flokulan), berarti Mg2+ ada
- Penambahan 8 tetes
3.3.4. Analisis Kation Known Kelompok IV
Pemisahan dan Identifikasi Kelompok Tembaga
Tambah HCl sampai larutan netral (9-10) tetes tambah satu tetes lagi HCl Tambah 3 tetes KI, aduk. Warna coklat timbul adanya I3- dan kelihatan
(coklat kekuningan) jika endapan Cu2+ ada
IV. DATA PENGAMATAN
+ pemanasan Coklat kekuningan (tidak ada endapan) 3. Sampel Unknown III
+ Na2SO3 Coklat kekuningan
+ NaOH Ada endapan hijau (Ni2+)
+ Na2SO3 Bening kekuningan
+ NaOH Bening kekuningan (tetap)
+ dicuci 1 mL air Sedikit endapan coklat + NaOH + H2O2 Endapan coklat
+ pemanasan Endapan coklat (tetap)
V. HIPOTESIS
Percobaan ini mengidentifikasi kation-kation dalam bentuk endapan dengan ditandai adanya perubahan warna endapan yang berbeda-beda. Diantara perubahan warna endapan yang ditimbulkan oleh kation-kation tersebut adalah :
Fe3+ dengan KSCN membentuk endapan coklat kemerah-merahan. Pb2+ dengan H
2SO4 membentuk endapan putih. Pb2+ dengan K
2CrO4 membentuk endapan kuning. Ag+ dengan HCl membentuk endapan putih. Cr3+ dengan Pb(NO
3)2 membentuk endapan kuning. Ni2+ dengan NaOH membentuk endapan hijau. Al3+ dengan NH
VI. PEMBAHASAN
Percobaan ini berjudul “Analisis Kelompok Kation” yang bertujuan untuk mengidentifikasi kation-kation dalam larutan dan padatan “unknown” dengan menggunakan metode “kemikalia cair” yang didasarkan pada kelakuan ion-ion yang berbeda ketika direaksikan dengan reagen-reagen tertentu. Prinsip percobaan ini adalah pengendapan dan pengompleksan. Metode yang digunakan adalah pengendapan bertingkat, yaitu metode yang memperlihatkan bahwa bila hasil kali kelarutan (dari) dua garam yang sangat sedikit larut yang mempunyai satu ion yang sama, cukup berbeda, maka salah satu garam akan mengendap hampir sempurna sebelum lainnya memisah.
Percobaan dilakukan dengan cara bertahap dengan mengamati timbulnya endapan setelah ditambahkan reagen-reagen yang berbeda. Adanya endapan mengidentifikasi adanya kation yang terkandung. Endapan dapat timbul, karena penambahan reagen yang sesuai dengan sifat kation.
Pada percobaan ini, dilakukan test pada 5 larutan unknown. Hasil yang yang diperoleh :
a) Test Larutan Unknown I
Pada percobaan ini, larutan unknown I ditambah dengan HCl, larutan tidak ada perubahan, fungis HCl disini adalah agar terbentuk garam klorida. Kemudian ditambahkan NH3, larutan tetap tidak ada perubahan. Fungsi
penambahan NH3 untuk pengujian kation dalam kelompok II. Selanjutnya
ditambahkan H2SO4, dan larutan berubah menjadi endapan putih barium sulfat
dan stronsium sulfat, tetapi barium sulfat sedikit larut. Dalam stronsium sulfat jenuh, konsentrasi ion sulfat cukup tinggi untuk menimbulkan pengendapan. Sedangkan pada barium, hasil kali konsentrasi-konsentrasi ion melampaui hasil kali kelarutan.
NH3, larutan tidak menghasilkan suatu endapan (tidak menunjukkan perubahan).
Setelah ditetesi H2SO4, larutan agak panas, kemudian larutan ditambah NH3 dan
NaOH larutan tetap tidak ada perubahan. Lalu ditambah HCl, larutan tidak menunnjukkan perubahan, setelah itu ditambah KI. Larutan berwarna coklat, warna coklat itu sendiri berasal dari warna dasar dari larutan KI. Setelah semua perlakuan dilakukan,tidak menunjukkan hasil yang spesifik dan tidak menunjukkan adanya kation dalam larutan unknown II. Kemungkinan yang ada dalam larutan unknown II adalah air mineral. Kemungkinan pada air mineral ada kation, tetapi dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga tidak terdeteksi atau jika terdeteksi, sudah terendapkan bersama kation yang lain.
c) Test Larutan Unknown III
Pada larutan unknown III, ditambahkan larutan HCl, larutan tidak ada perubahan. Fungsi HCl sebagai untuk mengendapkan golongan perak. Kemudian ditambah NH3, tapi larutan tidak ada perubahan, selanjutnya
ditambah H2SO4, larutan tetap tidak menunjukkan perubahan. Kemudian
ditambahkan NH3 dan NaOH, larutan tetap tidak berubah. Kemungkinan larutan
tidak mengendap, karena Ni2+ masih dalam berada dalam senyawa kompleks
[Ni(NH3)6]2+. Kemudian ditambahkan HCl, fungsinya untuk menetralkan larutan. Selanjutnya ditambahkan larutan KI kedalam larutan, dan larutan berubah menjadi warna coklat kekuningan. Larutan KI berfungsi untuk mengendapkan Cu2+. Warna
coklat yang timbul dikarenakan adanya I3-, I3- ini yang berikatan dengan Cu2+
membentuk CuI (putih). Kemudian ditambahkan Na2SO3, larutan menjadi keruh,
setelah itu ditambahkan NaOH, dan larutan berubah menjadi endapan berwarna hijau Ni(OH)2. Fungsi NaOH untuk mengendapkan Ni2+.
Reaksi yang terjadi :
Ni2+ + 2OH- Ni(OH)
2 hijau
d) Test Larutan Unknown IV
Uji identifikasi pada pada larutan unknown IV menunjukkan kation kelompok IV, larutan ini berwarna agak biru muda, kation yang berada dalam larutan unknown IV adalah Cu2+.
Setelah ditambah dengan larutan HCl, hasilnya larutan tetap bening, tidak mengalami perubahan. Dikarenakan, kation Cu2+ tidak larut dalam HCl
encer. Ketidaklarutan ini disebabkan karena potensial elektrodanya positif. (+0,34V untuk pasangan Cu atau Cu2+). Logam dengan potensial standar yang
positif dapat melarut hanya dalam asam yang bersifat mengoksida (HNO3),
sedangkan HCl bukanlah asam yang bersifat mengoksida (Svehla, 1990).
Semakin positif potensial suatu logam, makin kecil kecenderungannya untuk menjadi keadaan ion (Svehla, 1990).
Selanjutnya ditambahkan dengan NH3 dan disentrifus, hasilnya larutan
berubah menjadi berwarna biru jernih. Warna biru ini dihasilkan karena terbentuk larutan kompleks yang mengandung ion kompleks tetra amino kuprat (II) dengan reaksi :
Cu(OH)2.CuSO4 + 8NH3 2[Cu(NH3)4]2+ + SO42- + 2OH
-(Svehla, 1990). Reaksi ini khas untuk ion Cu2+ dengan tidak adanya Ni2+.
Setelah itu ditambah dengan H2SO4, larutan menjadi bening, kemudian
ditambah HCl dan hasilnya larutan tetap bening. Setelah itu ditambahkan dengan larutan KI, hasilnya larutan berwarna kuning. Selanjutnya ditambah dengan Na2SO3, larutan menjadi kuning bening, kemudian ditambah dengan NaOH,
hasilnya tetap tidak ada perubahan, kemudian dipanaskan dan hasilnya tetap tidak ada perubahan pada larutan unknown IV, yaitu berupa larutan kuning bening. Pada percobaan ini ujinya negatif, dikarenakan konsentrasi kation yang terkandung terlalu sedikit, sehingga tidak bisa melampaui harga Ksp, dengan demikian tidak bisa terendapkan. Seharusnya, setelah ditambah KI, akan terbentuk endapan coklat kuning. Kemudian ditambah dengan NH3, hasilnya
endapan larut. Fungsi penambahan H2SO4, HCl dan NH3 adalah untuk
Reaksi yang terjadi :
berwarna biru. Fungsi penambahan H2O2 adalah sebagai oksidator.
Reaksi yang terjadi :
2Cu2+ + 5I- 2CuI + I 3
-(Svehla, 1990). Dari tes yang dilakukan, terbukti adanya kation Cu2+, karena sesuai dengan
ciri-ciri kation Cu2+.
e) Test Larutan Unknown V (larutan berwarna kuning)
Uji identifikasi pada larutan unknown V menunjukkan kation Fe3+.
Kation ini terdapat dalam kelompok II yang mengendap sebagai hidroksida dari larutan amoniakal. Kation Fe3+ membentuk endapan coklat.
Pertama, larutan sampel ditambah dengan HCl, dan tidak mengalami perubahan. Setelah itu, ditambah dengan NH3 membentuk endapan coklat.
Reaksi yang terjadi :
Fe3+ + 3NH
3 + 3H2O Fe(OH)3 + 3NH4+
(Svehla, 1990). Hasil kali kelarutan besi (III) hidrosida begitu kecil (3,8 x 10-38), sehingga terjadi
pengendapan sempurna, bahkan dengan adanya garam-garam ammonium perbedaan dari besi (III), nikel, kobalt, mangan, zink dan magnesium (Svehla, 1990).
Setelah itu ditambah H2SO4 dan ½ mL air, endapan larut. Fungsi dari
H2SO4 adalah untuk melarutkan hidroksida yang terbentuk dalam endapan.
Fungis H2O adalah untuk melarutkan zat pengotor yang ada didalam larutan,
sehingga larutan lebih bersih. Kemudian ditambah NH3 dan terbentuk endapan.
Fungsi penambahan NH3 adalah untuk uji definitif Fe3+.
Kemudian dicuci dengan H2O hasilnya ada sedikit endapan coklat, lalu
ditambahkan dengan NaOH dan H2O2 dan terbentuk banyak endapan coklat.
Fe(OH)3 yang berwarna coklat. Fungsi H2O2 digunakan sebagai oksidator,
kemudian dipanaskan dan endapan tetap. Setelah itu ditambah HCl dan KSCN dan hasilnya terbentuk endapan coklat yang merupakan senyawa kompleks Fe(SCN)3. Fungsi penambahan HCL dan KSCN adalah digunakan untuk uji
positif Fe3+. Penambahan KSCN untuk uji positif Fe3+ harus dilakukan dalam
suasana sedikit asam. Reaksi yang terjadi :
Fe3+ + 3SCN- Fe(SCN) 3
VII. KESIMPULAN
7.1 Uji positif pada Ba2+, ditandai dengan terbentuknya endapan putih setelah
penambahan H2SO4.
7.2 Uji positif pada Ni2+, ditandai dengan terbentuknya endapan hijau setelah
penambahan NaOH.
7.3 Uji positif pada Fe3+, ditandai dengan terbentuknya endapan coklat setelah
penambahan KSCN.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Alcover, J.V, dkk, 1973, Exchangeable Cation Distribution in Nickel and Magnesium Vermiculites, Clays and Clay Minerals, 1973, vol.21, pp.131-136. Pergamon Press
Anders, G.N, 1982, The Cation Distribution In Shythetic (Fe,Mn)3(PO4)2
Graftonite-Type Solid Solutions, American Mineralogist, volume 67, pages 826-832. 1982
Anders, G.N, 1982, The Cation Distribution in Synthetic Mg-Fe-Ni Olivines, American Mineralogist, volume 67, pages 1206-1211. 1982
Basri, S, 1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta
Bergmann, I, 2008, Mechasynthesis of Nanocrystalline Germinate Fe2GeO4 with a
Nonequilibrium Cation Distribution, Rev.adv.Mater.Sci. 18(2008) 349-352
Benjamin, P.B, 1987, Theoretical Analysis of Cation Ordering in Binary Rhombohedral Carbonate Systems, American Mineralogist, volume 72, pages 329-336, 1987
Fujimoto, S, dkk, 2007, Analysis of Diffusion Mechanism of Cu in Polycrystalline Bi2Te3-Based Alloy with the Aging of Electrical Conductivity, Japanese
Journal of Applied Physics Vol.46, No.8A,2007, pp.5033-5039
Mao, C, dkk, 2004, Identification of Aluminium-Regulated Genes by cDNA-AFLP in Rice (Oryza sativa L.) : Aluminium-Regulated Genes for the Metabolism of Cell Wall Components, Journal of Experimental Botany, vol 55, No.349, pp. 137-143, January 2004
Mulyono, 2005, Kamus Kimia, PT. Genesindo, Bandung
Pieter, F, dkk, 2005, Identification of a Novel Extracellular Cation-sensing G-protein-coupled Receptor, The Journal of Biological Chemistry Vol.280,No.48,pp.40201-40209, December 2,2005
Svehla, G, 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, PT.Kalman Media Pustaka, Jakarta
Underwood, 1986, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui, Semarang, Desember 2009
Praktikan,
Dian Amalia Dian Nurvika Dwi Jayanti
J2C008010 J2C008011 J2C008012
Dwi Surya Atmaja Dyah Arum A Dyah L N Sari J2C008013 J2C008014 J2C00802015
Eka Hariyanto S Eko Setyo Budi Akustika Gemati
J2C008016 J2C008017 J2C008082
Alfiansyah J2C008083
Asisten,
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA DASAR III
JUDUL PERCOBAAN : ANALISIS KELOMPOK KATION
Disusun oleh :
1. Dian Amalia J2C008010
2. Dian Nurvika J2C008011
3. Dwi Jayanti J2C008012
4. Dwi Surya Atmaja J2C008013 5. Dyah Arum A J2C008014 6. Dyah L N Sari J2C008015 7. Eka Hariyanto S J2C008016 8. Eko Setyo Budi J2C008017 9. Akustika Gemati J2C008082
10. Alfiansyah J2C008083
ASISTEN : Nur Fitriana Dewi
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO