• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH MASING-MASING FAKTOR KEPRIBADIAN

FIVE-FACTOR MODEL PADA COPING REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Amanda Febrianingtyas Siswanto 089114143

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Mereka yang berhasil adalah

mereka yang berpikiran

“ Pasti Bisa..!!! ”

(5)

v

PERSEMBAHAN

S aya persembahkan karya sederhana ini untuk :

A llah S WT yang telah memberikan limpahan hidayah dan inayahNya kepada diri

dan hidup saya.

Nabi besar M uhammad S A W yang selalu menj adi teladan dan pedoman dalam

menj alani kehidupan.

Bapak dan ibuku tersayang yang selalu memberikan dukungan dalam penyelesaian

skri psi. “ You are the best parents for me” .

M y brother and M y beloved sister I ndira yang tak henti- hentinya mengingatkan

untuk sel alu berj uang mengerj akan skripsi.

T eman terdekat saya “ A rga” yang sel alu menemani dan mendampingi .

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 Juli 2013

Penulis

(7)

vii

PENGARUH MASING-MASING FAKTOR KEPRIBADIAN

FIVE-FACTOR MODEL PADA COPING REMAJA

Amanda Febrianingtyas Siswanto

ABSTRAK

Penelitian kuantitatif non-eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor kepribadian five-factor model pada coping remaja Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah masing-masing faktor kepribadian berpengaruh signifikan pada coping. Subjek penelitian adalah 71 remaja yang berdomisili di kecamatan Ngemplak Sleman Yogyakarta. Variabel bebas pada penelitian ini adalah lima faktor kepribadian yaitu opennes to experience, conscientiousness, extravertion, agreeableness dan neuroticism. Sedangkan variabel tergantung pada penelitian ini adalah engagement coping dan disengagement coping. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian skala kepribadian five-factor model dan skala coping. Uji reliabilitas pada skala coping adalah 0,860. Sedangkan pada skala kepribadian five-factor model adalah 0,878 pada opennes to experience, 0,885 pada conscientiousness, 0,837 pada extravertion, 0,799 pada

agreeableness dan 0,902 pada neuroticism. Validitas skala ditentukan berdasarkan penilaian ahli. Metode analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil analisis data menunjukkan bahwa masing-masing faktor kepribadian berpengaruh signifikan pada engagement coping dan

disengagement coping. Dari kelima faktor kepribadian five-factor model, faktor extravertion

memberikan kontribusi paling besar yaitu 38,3 %.

(8)

viii

THE INFLUENCE OF EACH PERSONALITY FACTOR OF FIVE FACTOR MODEL ON ADOLESCENT COPING

Amanda Febrianingtyas Siswanto

ABSTRACT

This quantitative non-experimental research aims to find out the influence of each personality factor of five-factor model on adolescent coping. The hypothesis that is proposed in this research is each personality factor influences to coping significantly. The research subjects are 71 adolescents who live in Ngemplak Sleman Yogyakarta. The independent variables of this research are openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness and neuroticism. While dependant variables of this research are engagement and disengagement coping. The gaining data was by filling personality factor of five-factor model and coping scale. Reliability test on coping shows 0,860. Whereas, five-factor model of personality scale shows 0,878 for openness, 0,885 for conscientiousness, 0,837 for extraversion, 0,799 for agreeableness, and 0,902 for neuroticism. Scale validity is determined by professional judgment. Data analysis method uses multiple regression analysis. Data analysis result shows that each personality factor influences to the engagement and disengagement coping. From those five personality factors, extraversion factor contributes mostly which is 38, 3%.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Amanda Febrianingtyas Siswanto Nomor Mahasiswa : 089114143

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGARUH MASING-MASING FAKTOR KEPRIBADIAN

FIVE-FACTOR MODEL PADA COPING REMAJA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 15 Juli 2013

Yang menyatakan

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, inayah serta pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Dr. A. Priyono Marwan, S.J. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu membimbing, mengarahkan, mendukung dan menyemangati penulis selama menyusun skripsi ini.

5. Bapak Agung Santoso, S.Psi., M.A yang telah memberikan saran bagi analisis data yang akan saya gunakan.

(11)

xi

7. Debri Pristinella, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi.

8. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas segala dukungan dan perhatiannya selama penulis belajar di Universitas Sanata Dharma.

9. Mas Gandung, Bu nanik, Mas Muji, Mas Doni dan Pak Gie atas bantuan, keramahan, dan senyumannya.

10. Bapak Landung dan Ibu Landung yang sudah membesarkan aku, menyayangi aku dan memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Kakakku Mbak Indi yang selalu memberikan nasehat-nasehat supernya ketika aku mulai putus asa. Terimakasih ya.

12. Adikku Billy yang selalu mengajakku bercanda dan berantem. Terimakasih sudah menghibur.

13. Pacarku Arga yang selalu menemani dan mendampingi di segala situasi dan kondisi. Terimakasih.

14. Teman-teman terbaikku Kris, Vista, Ricky, Ditya Nicho. Tanpa kalian, psikologi hampa.

15. Teman-teman seperjuangan Dewi, Sinto, Mengty, Jeje, Ratna, Wina, Andi, Ithin yang selalu berjuang bersama untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi “ Kita Pasti Bisa ”.

(12)

xii

17. Teman-temanku ELTI Mitha, Chicka, Alfi, Putri, Heny, Berto, PJ yang selalu melontarkan ejekan-ejekannya agar aku segera menyelesaikan skripsi.

18. Teman-teman P2TKP Pak Tony, Mbak Jes, Dewi, Ayu, Mila, Puput, Bella, Mbak Putri, Anju, Efrem, Vero, dll. Terimakasih atas kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Terima Kasih.

Yogyakarta, 15 Juli 2013

Penulis

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Bagi Remaja ... 7

(14)

xiv

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

A. Coping Stress ... 8

1. Pengertian Stres ... 8

2. Pengertian Coping ... 9

3. Dimensi Coping ... 10

4. Kategori Spesifik Coping ... 14

B. Kepribadian Five-Factor Model ... 17

1. Teori Trait Kepribadian ... 17

2. Penjelasan Kepribadian Five-Factor Model ... 18

3. Faset dalam Kepribadian Five-Factor Model ... 23

4. Pengukuran Kepribadian Five-Factor Model ... 24

C. Remaja ... 26

1. Pengertian Remaja ... 26

2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 27

3. Stres pada Remaja ... 29

D. Pengaruh Faktor Kepribadian Five-Factor Model Pada Coping Remaja ... 31

E. Skema Penelitian ... 36

F. Hipotesis ... 37

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 39

A. Jenis Penelitian. ... 39

B. Variabel Penelitian... 39

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 40

(15)

xv

2. Kepribadian Five-Factor Model ... 40

D. Subjek Penelitian ... 41

E. Metode Pengumpulan Data ... 41

F. Alat Pengumpulan Data ... 42

1. Skala Coping ... 42

2. Skala Kepribadian Five-Factor Model ... 44

G. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 47

1. Uji Validitas ... 47

2. Seleksi Item ... 48

3. Uji Reliabilitas... 52

a. Skala Coping ... 52

b. Skala Kepribadian Five-Factor Model ... 53

H. Metode Analisis Data ... 53

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Pelaksanaan Penelitian ... 55

B. Deskripsi Subjek ... 55

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 55

2. Deskripsi Data Penelitian ... 56

C. Hasil Penelitian ... 58

1. Uji Asumsi ... 58

2. Uji Hipotesis ... 63

(16)

xvi

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 73

1. Untuk Remaja ... 73

2. Untuk Pendamping ... 73

3. Untuk Peneliti Selanjutnya... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Item Positif Skala Coping ... 43

Tabel 2. Blueprint Skala Coping Sebelum Seleksi Item ... 43

Tabel 3. Skor Item Positif Pada Skala Kepribadian Five-Factor Model ... 46

Tabel 4. Skor Item Negatif Pada Skala Kepribadian Five-Factor Model ... 46

Tabel 5. Blueprint Skala Kepribadian Five-Factor Model Sebelum Seleksi Item ... 46

Tabel 6. Blueprint Skala Coping Setelah Seleksi Item ... 49

Tabel 7. Blueprint Sebaran Item Skala Coping ... 50

Tabel 8. Blueprint Skala Kepribadian Five-Factor Model Setelah Seleksi Item ... 50

Tabel 9. Blueprint Sebaran Item Skala Kepribadian Five-Factor Model ... 51

Tabel 10. Deskripsi Subjek Penelitian ... 56

Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian ... 56

Tabel 12. Uji Normalitas One Sample Kolmogrov-Smirnov Test ... 59

Tabel 13. Uji Lineraritas (Test for Linearity) ... 59

Tabel 14. Uji Heteroskedastisitas Faktor Kepribadian-Engagement Coping ... 60

Tabel 15. Uji Heteroskedastisitas Faktor Kepribadian-Disengagement Coping ... 61

Tabel 16. Uji Multikolonieritas Model Regresi Y1 dan Model Regresi Y2 ... 62

Tabel 17. Uji Hipotesis Faktor Kepribadian pada Engagement Coping ... 63

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Skala Coping (Try Out) ... 79

Lampiran B Skala Kepribadian Five-Factor Model (Try Out) ... 86

Lampiran C Uji Reliabilitas ... 97

Lampiran D Skala Penelitian Coping ... 108

Lampiran E Skala Penelitian Kepribadian ... 115

Lampiran F Uji Asumsi ... 123

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian dan manfaat penelitian.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Abad XXI merupakan abad globalisasi dan informasi yang ditandai

dengan kompleksitas permasalahan kehidupan. Pandangan ini didukung oleh

Wiramihardja (2002) yang menyatakan bahwa abad XXI adalah abad

kekhawatiran mengenai kompleksnya permasalahan global yang memungkinan

individu untuk mengalami stres. Lazarus (dalam Carver & Connor-Smith,

2010) mendefinisikan stres sebagai keadaan individu ketika menghadapi situasi

yang menjadi beban atau melebihi kemampuannya. Stres dapat bersifat positif

(eustress) ataupun negatif (distress). Situasi stres dapat mengenai semua

individu, termasuk remaja.

(20)

Berbagai faktor dapat menyebabkan stres pada remaja abad XXI ini. Needlman (2004) menyatakan bahwa stres remaja disebabkan oleh faktor biologis, keluarga, sekolah atau akademik, teman sebaya dan lingkungan sosial. Terkait faktor biologis, Konstanski dan Gullone (1998) menemukan 80% remaja mengalami ketidakpuasan terhadap fisiknya. Penelitian di Baltimore US, menyebutkan faktor orangtua berkontribusi sebesar 68%, saudara kandung sebesar 64%, faktor sekolah berkontribusi sebesar 78%, permasalahan teman sebaya sebesar 64%, dan hubungan romantik sebesar 64% terhadap stres remaja (Center for Adolescent Health, 2006).

Survei yang dilakukan American Psycological Assosiation Survey (2009) didapatkan bahwa 45% remaja (13-17 tahun) mengalami stres termasuk kecemasan. Zimmer-Gembeck dan Skinner (2008) juga melaporkan bahwa 25% remaja paling sedikit mengalami satu peristiwa yang menyebabkan stres. Fakta mencengangkan terjadi pada remaja Indonesia. Dorongan terbesar remaja merokok disebabkan oleh stres dengan prosentase 54,59% (Hadi, 2008). Selain itu, penghuni di RSJ Provinsi Sumatera Utara didominasi oleh remaja yang mengalami stres karena faktor pendidikan (Setiabudi, 2010).

(21)

apabila masalah dipandang positif maka respon perilaku yang ditampilkan dalam bentuk pengaturan diri dan cara mengatasi masalah yang sehat. Cara individu merespon dan menghadapi stres inilah yang disebut coping.

Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengetahui perilaku coping. Akan tetapi, kebanyakan penelitian coping berfokus pada individu dewasa. Konsep penelitian coping juga berlandaskan model coping individu dewasa. Dalam sejumlah penelitian coping, pengukuran coping yang dikembangkan untuk individu dewasa diaplikasikan pada remaja dengan sedikit atau tanpa adaptasi (Compas et al., 2001). Untuk itu, Compas (2001) mengembangkan teori coping yang ditujukan bagi remaja. Compas dalam (Compas et a.l, 2001; Miller & Kaiser, 2001; Thomsen et al., 2002) mendefinisikan coping sebagai usaha kesadaran yang dikehendaki untuk mengatur emosi, pikiran, perilaku, fisiologi, dan merespon keadaan yang menyebabkan stres. Usaha-usaha tersebut adalah usaha yang mempunyai orientasi untuk menghadapi sumber stres (engagement coping) atau untuk menghindari sumber stres (disengagement coping). Penelitian ini menggunakan teori coping yang dikembangkan oleh Compas (2001) karena model coping tersebut banyak digunakan dalam penelitian coping remaja dan respon yang mengatur sebagian besar dimensi tersebut menjadi model yang koheren dari model lain seperti problem focused coping vs emotional focused coping (Miller & Kaiser, 2001).

(22)

stresnya akan berdampak negatif pada kesehatan (American Psycological Assosiation Survey, 2009). Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Connor-Smith (2000) dan Compas (2001) yang menyatakan bahwa cara merespon stres remaja penting untuk memahami perkembangan kesehatan remaja. Perkembangan kesehatan tersebut melingkupi pemahaman psikopatologi ataupun physical illness remaja.

Peneliti-peneliti coping juga beranggapan bahwa cara individu menghadapi stresnya dapat mengurangi atau menambah efek yang merugikan kondisi kehidupan. Hal ini dikarenakan cara individu mengahadapi stresnya tidak hanya berpengaruh dalam jangka pendek, tetapi juga dalam jangka panjang pada perkembangan fisik dan kesehatan mental (Skinner et al., 2003). Penelitian terbaru yang dipublikasikan British Medical Journal menunjukkan bahwa remaja mempunyai permasalahan perilaku yang mungkin akan berkembang menjadi masalah mental pada saat dewasa (Manongga, 2012).

(23)

nonsosial untuk mengubah atau mengurangi sumber stres (Compas et al., 2001).

Penggunaan coping antara individu satu berbeda dari individu lainnya. Masing-masing individu bereaksi secara berbeda terhadap sumber stres yang dialami. Segala sesuatu yang membuat individu berbeda dengan yang lainnya ada pada kepribadian individu masing-masing (Carver & Connor-Smith, 2010). Kepribadian terkait dengan tendensi biologis (genetik). Berhubung kepribadian berakar dari biologis, faktor kepribadian merupakan dasar awal dalam mempengaruhi coping sepanjang masa kehidupan (Connor-Smith & Flachsbart, 2007). Maka dari itu, peneliti memilih faktor kepribadian sebagai faktor awal yang mempengaruhi coping. McCrae dan Costa (dalam Primaldhi, 2008) mengatakan bahwa faktor kepribadian adalah salah satu yang menentukan kecenderungan coping yang digunakan individu. McCrae dan Costa (dalam Pervin, Cervone, dan John, 2010) menyebutkan kelima faktor kepribadian tersebut adalah Opennes to Experience (O), Conscientiousness (C), Extraversion (E), Agreeableness (A) dan Neuroticism (N). Penelitian ini menggunakan teori keribadian five-factor model karena teori ini mampu memprediksi berbagai hal, termasuk kecenderungan coping.

(24)

pada engagement coping. Hal ini membuktikan bahwa remaja dengan tingkat neuroticism tinggi, memiliki kecenderungan untuk menggunakan disengagement coping.

Berdasar pada penelitian di atas, dikatakan bahwa kecenderungan kepribadian neurotic mempengaruhi coping yang digunakan remaja. Peneliti semakin tertarik untuk mengetahui pengaruh faktor kepribadian lainnya pada coping remaja. Dengan mengetahui kecenderungan kepribadiannya, remaja dapat mengetahui kecenderungan coping dalam dirinya, apakah adaptif atau maladaptif. Untuk itu, penelitian ini berfokus pada pengaruh masing-masing faktor kepribadian five-factor model pada coping remaja.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah apakah masing-masing faktor kepribadian five-factor model berpengaruh pada engagement dan disengagement coping?

C. TUJUAN PENELITIAN

(25)

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat bagi remaja

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang kepribadian sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi coping. Dari penelitian ini, remaja dapat lebih menyadari bahwa kecenderungan kepribadian akan mengarahkan coping yang digunakan. Apabila remaja sadar terdapat kecenderungan kepribadian yang bersaifat patologis, remaja diharapkan dapat belajar kemampuan coping yang adaptif.

2. Manfaat bagi pendamping

(26)

8 BAB II LANDASAN TEORI

Bab landasan teori ini menguraikan sub-sub bab coping stress, kepribadian five-factor model, remaja dan pengaruh kepribadian five-factor model pada coping stress remaja.

A. COPING STRESS

Sub-bab ini menguraikan tentang pengertian stres, pengertian coping, pengelompokan coping dan kategori spesifik coping.

1. Pengertian Stres

Lazarus (dalam Carver & Connor-Smith, 2010) mendefinisikan stres sebagai keadaan individu ketika menghadapi situasi yang menjadi beban atau melebihi kemampuannya. Dengan kata lain stres adalah pengalaman individu saat mengalami kesulitan dalam menangani segala hambatan, kehilangan, kerugian ataupun ancaman.

Stres terjadi karena adanya stressor. Lazarus (dalam Safaria, 2006) mengatakan bahwa stressor adalah kondisi fisik, lingkungan dan sosial yang menyebabkan stres.

(27)

a. Eustress

Eustress adalah stres yang bersifat positif dan dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu. Eustress dianggap sebagai suatu pengalaman yang memuaskan. Hal ini dikarenakan kehadiran stres dapat mendorong individu untuk berkembang menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.

b. Distress

Distress adalah stres yang bersifat negatif dan merusak ketahanan diri individu. Distress terjadi karena adanya tuntutan sumber stres dan sumber daya individu yang tidak cukup untuk mengurangi ancaman, bahaya, dan kehilangan. Individu yang mengalami distress mengalami rasa cemas, ketakutan, kekhawatiran atau gelisah. Hal ini menyebabkan individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, gangguan fisik, dan gangguan kesehatan. Selain itu, individu yang mengalami distress memiliki keinginan untuk menghindar dan menarik diri dari lingkungan. Individu yang mengalami distress juga lebih menyukai kesendirian, mudah marah dan tersinggung.

2. Pengertian Coping

(28)

stresnya dikatakan coping. Individu mungkin memiliki ketidaksengajaan atas emosi, perilaku, fisiologis, kognitif dalam merespon stres, yang tidak berfungsi untuk mengatur atau memodifikasi stres. Ketidaksengajaan respon tersebut dialami jauh di luar kendali individu. Saedangkan coping mengacu pada usaha-usaha pengaturan secara sadar dan sengaja diperankan dalam merespon stres (Connor-Smith et al., 2000).

3. Dimensi Coping

Banyak dimensi yang digunakan untuk mengkategorikan coping (Compas et al., 2001; Connor-Smith dan Flachsbart, 2007). Dimensi coping tersebut adalah problem versus emotion focused coping, primary versus secondary control coping, dan engagement versus disengagement coping. Zeidner dan Endler (dalam Miller & Kaiser, 2001) mengatakan bahwa konsensus mengenai dimensi coping untuk menggambarkan respon stres belum tercapai. Respon coping yang dianggap mewakili satu dimensi sering mengalami tumpang tindih dengan dimensi lain. Meninjau keragaman respon coping yang ada, Compas dan rekan-rekannya mengusulkan dimensi coping dan respon yang mengatur sebagian besar dimensi tersebut menjadi model yang koheren (Connor-Smith et al., 2000; Miller & Kaiser, 2001). Dimensi coping yang diusulkan Compas (2001) adalah engagement coping dan disengagement coping.

(29)

coping remaja. Selain itu, teori coping tersebut mendeskripsikan respon-respon stres yang lebih baik daripada model- model coping yang lain. Model coping lain tersebut misalnya model coping populer yang dikemukakan oleh Lazarus (1984) yaitu problem-focused coping (PFC) versus emotion focused coping (EFC) (Miller & Kaiser, 2001). Model coping PFC dan EFC dianggap tidak cukup untuk menggambarkan struktur coping untuk young people (Ayers, 1996; Walken, 1997 dalam Compas et al., 2001). Model coping tersebut juga dipandang terlalu luas. Dimensi emotional focused coping mencakup strategi relaksasi, emotional suppresion dan mencari dukungan emosi dari orang lain. Dikatakan bahwa salah satu strategi tersebut mungkin dapat berhadapan langsung dengan dimensi problem focused coping dan emotional focused coping. Misalnya saja, individu pergi mencari teman untuk menghindari masalahnya. Mungkin saja, individu tersebut pergi untuk menenangkan diri dengan temannya (emotional focused coping ) atau bisa juga individu tersebut pergi untuk membicarakan masalah dengan temannya (problem focused coping). Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, peneliti memilih menggunakan model coping yang dikemukakan oleh Compas (2001).

(30)

a.Engagement coping

Engagement coping adalah coping yang bertujuan untuk menghadapi sumber stres yang menghasilkan distress. Connor-Smith dan Compas (2004) mengatakan bahwa engagement coping diprediksi memiliki penyesuaian yang lebih baik dalam menghadapi stres. Berdasarkan tujuannya, engagement coping terdiri dari dua faktor yaitu: 1) Primary control engagement coping.

Compas et al., (2012) mengemukakan primary control coping adalah usaha untuk mengubah secara langsung situasi stressful atau sumber stres. Primary control coping ditujukan langsung untuk mengubah kondisi objektif seperti mengatur situasi atau respon emosional yang terkait dengan sumber stres.

Strategi-strategi dalam primary control coping meliputi pemecahan masalah, pengaturan emosi berupa pengekspresian emosi secara tepat. 2) Secondary control engagement coping

(31)

b. Disengagement coping

Disengagement coping adalah usaha yang berorientasi untuk menghindar dari sumber stres atau reaksi yang menghasilkan distress (Compas et al., 2012). Disengagement coping meliputi penghindaran, wishful thinking, dan penyangkalan. Wishful thinking dan berfantasi akan menjauhkan individu dari sumber stres. Sedangkan denial atau penyangkalan akan menciptakan batas diantara realitas dan pengalaman individu. Sebagai contoh, jika sesorang mengalami ancaman nyata dalam hidupnya, kemudian orang tersebut menanggapi dengan pergi ke bioskop untuk menyangkal situasi yang sedang dialami.

(32)

4. Kategori Spesifik Coping

Sub-bab ini menguraikan kategori spesifik coping dalam engagement dan disengagement coping yang dikemukakan oleh Compas (2001 dalam Miller & Kaiser, 2001). Kategori spesifik coping dalam engagement coping terdiri dari dua bagian yaitu primary control engagement coping dan secondary control engagement coping.

Kategori-kategori spesifik dalam primary control engagement coping adalah sebagai berikut:

a. Problem solving

Problem solving adalah usaha-usaha aktif individu untuk memecahkan sumber stres, melalui perencanaan, kemungkinan solusi yang mungkin terjadi, analisa logis dan pilihan-pilihan evaluasi, penerapan solusi dan pengorganisasian tugas. Dalam kuesioner Responses to Stress Questionaire (RSQ), individu meminta bantuan orang lain untuk menyelesaikan masalahnya termasuk dalam kategori ini (Connor-Smith et al., 2000)

b. Emotion regulation

Emotion regulation adalah usaha aktif untuk mengurangi emosi negatif melalui penggunaan kontrol dalam strategi, seperti relaksasi atau olahraga, dan mengatur ekspresi emosi untuk meyakinkan bahwa perasaan dapat diekspresikan pada waktu yang tepat dalam cara yang konstruktif.

(33)

c. Distraction

Distraction adalah upaya mengambil waktu untuk beristirahat dari situasi stressful dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan. Distraction tidak termasuk usaha untuk menyangkal atau menghindari masalah. Distraction mengacu pada usaha-usaha aktif untuk mengatasi situasi stressful dengan melakukan sebuah aktifitas yang menyenangkan. Contohnya, melakukan hobi dengan berolahraga, nonton televisi, bertemu dengan teman ataupun membaca (Miller & Kaiser, 2001). Penelitian yang dilakukan Connor-Smith (2000) menunjukkan bahwa distraction berhubungan dengan engagement coping, tidak dengan disengagement coping.

d. Acceptance

Acceptance merupakan usaha individu untuk mempelajari, memahami atau menerima dan menyesuaikan diri dengan hal-hal yang berkaitan dengan sumber stres.

e. Cognitive restructuring

(34)

Sedangkan yang termasuk dalam kategori spesifik disengagement coping adalah:

a. Avoidance

Avoidance adalah usaha individu untuk menghindar dari masalah, pikiran-pikiran pada masalah tersebut dan emosi yang berkaitan pada masalah tersebut.

b. Denial

Denial adalah usaha-usaha aktif untuk menyangkal atau melupakan masalah, meniadakan masalah, dan menyembunyikan respon emosional dari diri sendiri atau orang lain.

c. Wishful thinking

Wishful thinking merupakan keadaan individu ketika berharap dapat diselamatkan secara magic dari situasi atau harapan agar situasi tersebut hilang. Selain itu individu cenderung berfantasi tentang hasil yang tidak mungkin dan individu berharap situasinya akan berbeda secara radikal.

(35)

B. KEPRIBADIAN FIVE-FACTOR MODEL

Bagian ini menguraikan tentang teori trait kepribadian, penjelasan kepribadian five-factor model, faset-faset dalam kepribadian five-factor model dan pengukuran kepribadian five-factor model.

1. Teori Trait Kepribadian

Psikologi memiliki berbagai teori kepribadian dengan masing-masing perspektifnya. Teori-teori kepribadian tersebut adalah teori kepribadian psikodinamis, teori kepribadian fenomenologis, teori kepribadian trait atau sifat, teori kepribadian behaviorisme, teori kepribadian kognitif dan teori kepribadian sosial-kognitif. Penelitian ini menggunakan teori trait karena teori ini memberikan cara sederhana untuk mengetahui bagaimana individu berbeda dengan yang lain. Trait merupakan unit dasar kepribadian yang merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara tertentu. Dapat diasumsikan bahwa kepribadian dicirikan berdasarkan kecenderungan konsisten individu dalam bertindak, merasa atau berpikir dengan caranya masing-masing. (Pervin dkk., 2010)

(36)

awal konsensus yang lebih besar dikalangan periset sifat. Konsensus tersebut adalah adanya teori big five atau model lima faktor. Banyak peneliti yang sekarang setuju bahwa perbedaan individual dapat diorganisir dalam lima dimensi yang luas dan bipolar ( McCrae & Costa dalam Pervin dkk., 2010).

Teori Big five disebut juga dengan five-factor model. Dari aneka teori trait, penelitian ini memilih untuk menggunakan teori trait five-factor model (FFM) yang dikembangkan oleh Costa dan McCrae (dalam Pervin dkk., 2010). Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa banyak hal mampu diprediksi dengan trait-trait kepribadian FFM seperti minat kerja dan kinerja, kesehatan, usia serta perawatan psikologis (Pervin dkk., 2010). Selain itu, teori FFM juga bersifat human universal karena teori ini konsisten pada budaya yang berbeda (Costa & McCrae, 1992; De Raad et al., 1998) termasuk di Indonesia (Widhiarso, 2004). Yang membedakan teori kepribadian FFM dengan teori kepribadian lain adalah teori kepribadian FFM bergantung pada pengukuran statistik objektif sedangkan teori kepribadian lain (teori kepribadian Freud, Jung, dan Rogers dalam Pervin dkk., 2010) sangat bergantung pada intuisi. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, penelitian ini menggunakan teori kepribadian FFM.

2. Penjelasan Five-factor Model of Personality

(37)

Experience (O), Conscientiousness (C), Extraversion (E), Agreeableness (A) dan Neuroticism (N). Untuk memudahkan mengingatnya, kelima faktor tersebut disingkat menjadi OCEAN (Pervin dkk., 2010).

Costa dan McCrae (dalam Pervin dkk., 2010) mencoba mendeskripsikan kelima faktor tersebut, termasuk individu yang memiliki tingkatan tinggi atau rendah untuk masing-masing faktor.

1. Opennes to Experience

Faktor ini mengindikasikan pencarian proaktif dan penghargaan terhadap pengalaman untuk dirinya sendiri. Selain itu, faktor ini juga menunjukkan bagaimana individu menggali sesuatu yang baru dan tidak biasa. Terkait dengan faktor ini, individu dapat dikelompokkan menjadi individu yang memiliki tingkat opennes tinggi dan opennes rendah.

a. Individu dengan tingkat opennes tinggi

Individu dengan opennes tinggi memiliki minat yang besar dan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu. Individu tersebut cenderung kreatif, orisinil, tidak tradisional, benar-benar sensitif, pintar dan memiliki pandangan luas dan imajinatif.

b. Individu dengan tingkat opennes rendah

(38)

2. Conscientiousness

Faktor ini mengindikasikan tingkat organisasi, ketekunan dan motivasi dalam perilaku yang berarah tujuan. Berkaitan dengan faktor ini, individu dapat dikelompokkan menjadi individu yang memiliki tingkat conscientiousness tinggi dan conscientiousness rendah.

a. Individu dengan tingkat conscientiousness tinggi

Individu dengan conscientiousness tinggi adalah individu yang dapat diandalkan, teratur, disiplin, tepat waktu, pekerja keras, rapi, tekun dan teliti serta memiliki ambisi yang tinggi. Selain itu, individu tersebut cenderung mendengarkan kata hati dan mengejar sedikit tujuan dalam cara yang terarah. Individu dengan conscientiousness tinggi juga memiliki sifat bertanggungjawab, kuat bertahan, dan berorientasi pada prestasi (Robbins dalam Mastuti, 2005)

b. Individu dengan tingkat conscientiousness rendah

Individu dengan conscientiousness rendah adalah individu yang

cenderung kurang teratur, tidak dapat dipercaya, malas, ceroboh dan

sembrono, serta memiliki kemauan yang lemah.

3. Extraversion

(39)

Terkait dengan faktor ini, individu dapat dikelompokkan menjadi individu yang memiliki tingkat extraversion tinggi dan extraversion rendah.

a. Individu ekstravert (tingkat extraversinya tinggi)

Individu ekstravert cenderung mudah bersosialisasi, aktif, bersemangat, talkative, memiliki emosi yang positif, antusias, optimis, fun loving, dan affectionate. Selain itu individu tersebut cenderung ramah, terbuka dan memiliki banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati hubungan.

b. Individu introvert (tingkat extraversinya rendah)

Individu yang introvert cenderung menahan diri, bijaksana, berorientasi pada tugas, pendiam, tenang dan pemalu. Selain itu, individu yang introvert juga lebih senang dengan kesendirian dan memiliki hubungan yang lebih sedikit dengan dunia luar.

4. Agreeableness

Faktor ini mengindikasikan individu yang berhati lembut dan patuh pada orang lain dengan individu yang kejam dan tidak patuh pada orang lain (Costa & McCrae dalam Pervin dkk., 2010). Terkait dengan faktor ini, individu dapat dikelompokkan menjadi individu yang memiliki tingkat agreeableness tinggi dan agreeableness rendah.

a. Individu dengan tingkat agreeableness tinggi

(40)

dipercaya oleh orang lain. Akan tetapi, individu dengan agreeableness tinggi cenderung mudah tertipu atau mudah terbujuk oleh orang lain. b. Individu dengan tingkat agreeableness rendah

Individu dengan agreeableness rendah memiliki sifat kasar, suka mencurigai, tidak kooperatif, pendendam, kejam dan pemarah. Selain itu, individu tersebut juga cenderung suka memanipulasi dan lebih memusatkan perhatian pada kebutuhannya sendiri daripada kebutuhan orang lain.

5. Neuroticism

Faktor ini menunjukkan kestabilan dan ketidakstabilan emosi pada individu. Faktor ini juga mengidentifikasi kecenderungan individu untuk mudah mengalami stres atau tertekan secara psikologis, memiliki ide-ide yang kurang realistis, dan memiliki respon coping yang maladaptif. Berkaitan dengan faktor ini, individu dapat dikelompokkan menjadi individu yang memiliki tingkat neuroticism tinggi dan neuroticism rendah.

a. Individu dengan tingkat neuroticism tinggi

(41)

b. Individu dengan nilai neuroticism rendah

Individu dengan neuroticism rendah memiliki kemantapan emosional positif sehingga individu cenderung memiliki perasaan tenang, santai, tidak emosional, tabah, merasa aman, dan puas terhadap diri sendiri.

3. Faset dalam Kepribadian Five-Factor Model.

Masing-masing faktor dari FFM terdiri dari beberapa facet. Facet adalah trait yang lebih spesifik yang merupakan komponen-komponen dari kelima faktor tersebut. Costa dan McCrae (dalam Pervin dkk., 2010; McCrae & John, 1992) menjelaskan setiap faktor dari FFM terdiri dari 6 faset. Faset-faset kelima faktor tersebut adalah:

1. Opennes to Experience, terdiri atas: a. Fantasy atau khayalan

b. Aesthetics atau keindahan c. Feelings atau perasaan d. Ideas atau ide

e. Actions atau tindakan f. Values atau nilai-nilai 2. Conscientiousness, terdiri atas:

a. Self-dicipline atau disiplin diri b. Dutifulness atau patuh

(42)

e. Deliberation atau pertimbangan

f. Achievement striving atau pencapaian prestasi 3. Extraversion, terdiri atas:

a. Gregariousness atau suka berkumpul b. Activity level atau tingkat aktivitas c. Assertiveness atau asertif

d. Excitement seeking atau mencari kegirangan atau kegembiraan e. Positive emotions atau emosi yang positif

f. Warmth atau kehangatan 4. Agreeableness, terdiri atas:

a. Straightforwardness atau berterus terang b. Trust atau kepercayaan

c. Altruism atau mendahulukan kepentingan orang lain d. Modesty atau bersahaja

e. Tendermindedness atau berhati lembut f. Compliance atau penurut

5. Neuroticism, terdiri atas: a. Anxiety atau kecemasan

b. Self-consciousness atau kesadaran diri c. Depression atau depresi

(43)

4. Pengukuran Kepribadian Five-Factor Model

Kepribadian five-factor model diukur dengan dua pendekatan.

Pendekatan pertama berdasarkan self rating pada trait kata tunggal. Sebagai

contoh, trait kata-kata tunggal seperti talkative, hangat, moody dan lain-lain.

Pendekatan kedua menggunakan self rating pada aitem-aitem kalimat. Sebagai

contoh berupa kalimat, seperti hidupku seperti langkah yang cepat (Larzen &

Buss dalam Mastuti, 2005).

Alat ukur telah dikembangkan dan diasosiasikan dengan sebagian besar teori kepribadian. Berbagai jenis alat ukur tersedia untuk mengukur kepribadian five factor model (Mastuti, 2005). Beberapa alat ukur tersebut adalah:

1. The Neuroticism-Extraversion-Opennes Personality Inventory Revised disingkat NEO-PI-R.

2. The Hogan Personality Inventory disingkat HPI 3. Personality Characteristic Inventory disingkat PCI 4. The NEO Five-factor Inventory disingkat NEO FFI 5. Abridge Big Five-factorial disingkat AB5C

6. Big Five-factor Maker dan lain-lain

(44)

NEO-Personality Inventory. Setelah itu, mereka menambahkan faktor agreeableness dan conscientiousness untuk menguatkan model lima faktor.

Penggunaan alat ukur NEO-PI-R memerlukan ijin khusus dari penyusunnya. Sebagai konsekuensinya instrumen alat ukur tersebut tidak dapat digunakan secara bebas oleh ilmuwan lain. Maka dari itu, Goldberg (dalam Mastuti, 2005) mempublikasikan International Personality Item Pool (IPIP) website. Aitem-aitem yang terdapat dalam IPIP sudah dibandingkan dengan berbagai alat ukur inventori kepribadian lain yang sudah baku, di antaranya dengan big five-factor marker, AB5C, 16 PF, CPI, MPQ, NEO-PI-R dan lain-lain. Aitem-aitem IPIP yang dibandingkan dengan NEO-PI-R mempunyai koefisien alpha 0,64 sampai 0,88. Sedangkan aitem-aitem NEO-PI-R memiliki koefisien alpha mulai 0,61 sampai 0,84. Hal ini menunjukkan aitem-aitem dalam IPIP mempunyai reliabilitas yang cukup baik. Sementara itu korelasi antara IPIP dengan NEO-PI-R mulai dari 0,51 sampai 0,77 (Mastuti, 2005). Maka dari itu penelitian ini menggunakan skala yang diadaptasi dari International Personality Item Pool (IPIP).

C. REMAJA

Bagian ini menguraikan pengertian remaja, ciri-ciri masa remaja dan stres pada remaja.

1. Pengertian Remaja.

(45)

awal usia duapuluhan. Pada masa ini terjadi perubahan besar baik perubahan fisik, kognitif dan psikososial. Oleh karena itu, pada masa ini dianggap sebagai periode beresiko. Hal ini dikarenakan sebagian remaja banyak mengalami kesulitan akan terjadinya peubahan-perubahan yang terjadi dan mungkin membutuhkan bantuan untuk menghadapi bahaya (Papalia, Olds dan Feldman, 2009).

2. Ciri-ciri Masa Remaja.

Papalia, Olds dan Feldman (2009) menyebutkan ciri-ciri masa remaja adalah sebagai berikut:

a.Masa Peralihan

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Peralihan ini diartikan sebagai perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Maka dari itu apa yang terjadi pada tahap tertentu akan mempengaruhi pola perilaku pada tahap berikutnya.

b.Masa Pubertas

(46)

perubahan-perubahan tersebut membutuhkan penyesuaian karena berpotensi menimbulkan masalah.

c.Masa Krisis

Tugas utama remaja adalah menghadapi masa “krisis” dari identitas vs kekacauan identitas. Untuk menjadi dewasa, remaja perlu memahami diri sendiri dan memiliki peran yang bernilai bagi sekitarnya. Apabila remaja mengalami kekacauan akan menghambat tercapainya kedewasaan secara psikologis. Akibatnya perilaku remaja akan menjadi kacau dan rendah diri.

d.Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Kecenderungan remaja yang gelisah ketika mendekati usia dewasa mencoba meninggalkan stereotip usia belasan tahun dan memberikan kesan bahwa mereka “hampir dewasa”. Hal ini terlihat dari perilaku remaja yang mulai memusatkan diri pada perilaku orang dewasa. Misalnya saja, perilaku merokok, minum minuman keras, penggunaan obat dan perilaku seks.

(47)

3. Stres pada Remaja

Selain ciri-ciri di atas, terdapat faktor-faktor yang dapat mengakibatkan stres pada remaja. Needlman (2004 dalam Kemala & Hasnida, 2005) menyebutkan faktor tersebut adalah faktor biologis, keluarga, sekolah atau akademik, teman sebaya dan lingkungan sosial. Penjelasan untuk masing-masing faktor adalah sebagai berikut:

a. Faktor biologis

Yang dimaksud faktor biologis adalah perubahan fisik yang terjadi secara dramatis pada remaja. Perubahan fisik yang dramatis tersebut adalah perubahan tinggi dan berat badan, proporsi dan bentuk badan, serta pencapaian kematangan seksual (Papalia dkk., 2009). Selain itu, remaja cenderung lebih memperhatikan penampilan fisik mereka karena mereka meanggap bahwa orang lain melihat dirinya (Needlman, 2004). Penelitian Konstanski dan Gullone (1998) menemukan 80% remaja mengalami ketidakpuasan terhadap fisiknya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepedulian terhadap citra tubuh semakin kuat pada masa ini. Perubahan perubahan tersebut cenderung menyebabkan stres pada remaja.

b. Faktor keluarga

(48)

dengan orangtua berupa perdebatan mengenai kegiatan sehari-hari, tugas rumah, tugas sekolah, pakaian, uang dan jam malam (Papalia dkk., 2009). c. Faktor sekolah atau akademik

Faktor sekolah atau akademik juga memicu terjadinya stres pada remaja. Hal-hal yang memicu terjadinya stres adalah keinginan remaja yang ingin mendapatkan nilai tinggi, dan ingin berhasil pada suatu bidang. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, remaja terus berusaha dan tidak ingin gagal. Remaja mengalami stres ketika keinginannya tidak terpenuhi (Neeldman, 2004)

d. Faktor teman sebaya

Teman sebaya merupakan faktor penting pada masa remaja. Kekuatan dan pentingnya teman sebaya paling besar dibandingkan dengan masa-masa lain sepanjang rentang kehidupan manusia (Papalia dkk., 2009).

Penolakan teman sebaya merupakan salah satu penyebab remaja mengalami stres. Santrock (2003) menyatakan bahwa penolakan oleh teman sebaya berdampak pada remaja untuk mengalami kesepian. Akibatnya remaja melakukan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh teman sebaya. Perilaku tersebut berupa perilaku positif maupun negatif seperti merokok dan penggunaan alkohol (Papalia dkk., 2009).

e. Faktor lingkungan sosial

(49)

kebebasan dalam mengeluarkan pendapat di kalangan orang dewasa (Neeldman, 2004). Selain itu, Manongga (2012) mengatakan bahwa remaja menginginkan dirinya berkontribusi pada lingkungan agar merasa berguna. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi remaja cenderung merasa dirinya tidak berguna dan menganggap ini sebagai masalah.

Sumber stres remaja di atas juga sesuai dengan teori stressor yang dikemukakan oleh Lazarus (dalam Safaria, 2006) bahwa kondisi fisik, lingkungan dan sosial dapat menyebabkan stres.

D. PENGARUH FAKTOR KEPRIBADIAN FIVE-FACTOR MODEL PADA

COPING REMAJA

Stres merupakan situasi individu saat mengalami kesulitan dalam menangani segala kendala dan ancaman. Stres dapat berdampak positif maupun negatif bagi individu. Stres dapat mengenai semua individu, tak terkecuali remaja. Untuk merespon situasi stres, diperlukan usaha-usaha yang disebut coping. Secara lebih lengkap, coping adalah usaha kesadaran yang dikehendaki untuk mengatur emosi, pikiran, perilaku, fisiologi dan merespon keadaan yang menyebabkan stres (Compas et al., 2001). Coping memiliki dua orientasi, yaitu untuk menghadapi stressor (engagement coping) dan untuk menghindar dari stressor (disengagement coping).

(50)

experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness dan neuroticism. Kelima faktor kepribadian FFM tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi penilaian dan respon terhadap stres. Faktor pertama, opennes to experience cenderung menganggap peristiwa sebagai tantangan bukan suatu ancaman. Demikian juga dengan faktor kedua yaitu conscientiousness yang menganggap peristiwa sebagai tantangan. Individu dengan tingkat conscientiousness tinggi cenderung menghindari tindakan impulsif yang dapat menyebabkan masalah keuangan, kesehatan dan interpersonal. Faktor ketiga, extravertion juga menganggap peristiwa bukan sebagai ancaman, tetapi tantangan yang harus dihadapi. Ketiga faktor tersebut mempunyai penilaian positif dalam menghadapi masalah. Faktor keempat, agreeableness terkait dengan konflik interpersonal yang rendah. Dapat dikatakan bahwa individu dengan tingkat agreeableness tinggi cenderung kurang mengalami stres sosial. Terakhir, faktor neuroticism berhubungan erat dengan distress. Individu neurotic menilai peristiwa sebagai situasi yang sangat mengancam. Selain itu, individu neurotic juga cenderung memiliki sumber daya coping yang rendah (Carver & Connor-Smith, 2010).

(51)

Penjelasan lebih lanjut untuk pengaruh masing-masing faktor FFM pada coping adalah sebagai berikut:

1. Opennes to experience.

Individu dengan opennes to experience yang tinggi melibatkan kecenderungan individu untuk menjadi imajinatif, kreatif, memiliki rasa ingin tahu, fleksibel dan cenderung berorientasi pada kegiatan dan ide-ide baru (McCrae & John, 1992). Kecenderungan tersebut dapat memfasilitasi dan mengarah pada engagement coping yang memerlukan pertimbangan perspektif yang baru, seperti restrukturisasi kognitif dan pemecahan masalah (Carver & Connor-Smith, 2010). Akan tetapi, opennes to experience juga dapat memfasilitasi penggunaan wishfull thingking yang merupakan salah satu strategi disengagement coping. Hal ini terjadi karena individu yang cenderung berimajinasi dan berangan-angan dalam menghadapi masalah (Connor-Smith & Flachsbart, 2007). Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa karakteristik-karakteristik individu opennes to experience lebih banyak memfasilitasi penggunaan engagement coping.

2. Conscientiousness

(52)

secondary control engagement coping strategi. Strategi primary control engagement coping tersebut adalah pemecahan masalah dan pengaturan emosi. Strategi tersebut memerlukan perencanaan serta ketekunan dalam mengadapi masalah. Sedangkan strategi secondary control engagement coping adalah distraction dan cognitive restructuring dimana individu memerlukan perubahan atensi dari pikiran negatif menjadi pikiran positif. Individu conscientious juga diprediksi memiliki disengagement coping yang rendah (Vollrath dalam Connor-Smith & Flachsbart, 2007).

3. Extraversion

Faktor ini cenderung melibatkan emosi positif, sosialisasi, asertif, energi dan tingkat aktivitas yang tinggi (McCrae & John, 1992). Kecenderungan individu untuk asertif memberikan energi untuk memulai dan bertahan dalam pemecahan masalah atau problem solving (Vollrath dalam Carver & Connor-Smith, 2010). Emosi yang positif akan memfasilitasi individu dalam resrukturisasi kognitif. Selain itu, individu yang memiliki emosi positif cenderung berorientasi pada orang lain atau jaringan sosialnya. Hal ini memfasilitasi individu untuk mendapatkan dukungan sosial ketika individu menghadapi masalah. Connor-Smith dan Flachsbart, 2007 menambahkan bahwa faset-faset extraversion tidak memfasilitasi disengagement coping.

4. Agreeableness

(53)

agreeableness tinggi memiliki jaringan sosial yang kuat (Carver & Connor-Smith, 2010). Maka dari itu, faktor agreeableness dapat memprediksi coping yang berorientasi pada dukungan sosial sehingga memfasilitasi dalam pemecahan masalah. Individu yang memiliki tingkat agreeableness tinggi diduga memiliki level yang rendah pada penarikan diri memiliki sifat tabah serta penyesuaian yang baik sehingga memfasilitasi salah satu strategi engagement coping yaitu acceptance (Connor-Smith & Flachsbart, 2007). 5. Neuroticism

Faktor ini mencerminkan kecenderungan individu untuk mengalami ketakutan, kesusahan, kesedihan dan physiological arousal (McCrae & John, 1992). Individu neurotic juga cenderung sulit berpikir positif dan melakukan restrukturisasi kognitif. Oleh karena itu, individu neurotic lebih mengarah pada disengagement coping (Carver & Connor-Smith, 2010). Selain itu, individu neurotic melibatkan reaksi fisik dan emosional yang intens untuk meminimalkan stres. Hal tersebut difasilitasi oleh penggunaan disengagement coping strategi dengan cara menghindar. Bentuk penghindaran tersebut dapat berupa penggunaan narkoba atau mengkonsumsi minuman keras. (Connor-Smith & Flachsbart, 2007).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor opennes to

experience, conscientiousness, extraversion dan agreeableness berpengaruh

untuk membentuk engagement coping dan mengurangi disengagement coping.

Sedangkan faktor neuroticism berpengaruh untuk membentuk disengagement

(54)
(55)

F. HIPOTESIS

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merumuskan hipotesis sebagai

berikut. Masing-masing faktor kepribadian five-factor model berpengaruh

secara signifikan terhadap engagement coping dan disengagement coping

remaja.

1. Faktor opennes to experience berpengaruh positif dan signifikan pada

engagement coping

2. Faktor conscientiousness berpengaruh positif dan signifikan pada

engagement coping

3. Faktor extravertion berpengaruh positif dan signifikan pada engagement

coping

4. Faktor agreeableness berpengaruh positif dan signifikan pada engagement

coping

5. Faktor neuroticism berpengaruh negatif dan signifikan pada engagement

coping

Rumusan hipotesis untuk pengaruh masing-masing faktor kepribadian

five-factor model pada disengagement coping adalah sebagai berikut:

6. Faktor opennes to experience berpengaruh negatif dan signifikan pada

disengagement coping

7. Faktor conscientiousness berpengaruh negatif dan signifikan pada

disengagement coping

8. Faktor extravertion berpengaruh negatif dan signifikan pada

(56)

9. Faktor agreeableness berpengaruh negatif dan signifikan pada

disengagement coping

10. Faktor neuroticism berpengaruh positif dan signifikan pada disengagement

(57)

39 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan jenis penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data, dan metode analisis data.

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif non-eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor kepribadian five-factor model terhadap coping (engagement coping dan disengagement coping). Dalam penelitian ini, istilah pengaruh bukan menunjuk pada eksperimen tetapi menunjuk pada hubungan sebab akibat yang dihitung melalui peritungan statistik.

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas : faktor kepribadian five-factor model (FFM)

(58)

2. Variabel tergantung : coping

- Engagement coping - Disengagement coping

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Coping

Coping adalah usaha kesadaran yang dikehendaki untuk mengatur emosi, pikiran, perilaku, fisiologi dan merespon keadaan yang menyebabkan stres. Definisi operasional dari coping adalah ubahan yang diukur melalui skala coping. Skala coping ini mengukur dua dimensi coping yaitu engagement coping dan disengagement coping.

2. Kepribadian Five-Factor Model

Kepribadian five-factor model (FFM) adalah pendekatan teoritis yang mengacu pada lima faktor dasar kepribadian. Definisi operasional dari kepribadian five-factor model adalah ubahan yang diukur melalui skala kepribadian five-factor model yang mengacu pada skala NEO-PI-R. Skala ini mengukur kelima faktor dalam kepribadian five-factor model, yaitu:

(59)

e. Neuroticism (N)

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah 71 siswa siswi SMA yang berdomisili di kecamatan Ngemplak Sleman Yogyakarta. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Indirawati, 2006). Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah siswa siswi yang berusia 16-18 tahun. Dengan rentangan usia tersebut, subjek masih dalam kategori usia remaja.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah metode survei dengan cara penyebaran skala yang diisi oleh subjek. Penelitian ini menggunakan dua skala yaitu skala coping dan skala dimensi kepribadian five-factor model. Penyusunan skala coping menggunakan konsep yang dikemukakan oleh Compas (2001). Peneliti berpedoman dan mengadaptasi skala Responses Stress Questionaire (RSQ) yang dikemukakan Compas (dalam Connor-Smith el al., 2000).

(60)

secara bebas oleh ilmuwan lain. Maka dari itu, peneliti mengadaptasi item-item dari International Personality Item Pool (IPIP) yang dikembangkan oleh Goldberg (dalam Mastuti, 2005).

International Personality Item Pool (IPIP) merupakan usaha yang mengembangkan inventori kepribadian yang item-item domain dalam skala-skala tersebut dapat digunakan untuk tujuan ilmiah ataupun tujuan komersil (http://ipip.ori.org) (Mastuti, 2005). Kedua skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode skala Likert dengan respon jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.

F. ALAT PENGUMPULAN DATA 1. Skala Coping

Peneliti menyusun skala “coping” berdasarkan teori coping dan mengembangkan alat ukur Responses Stress Questionaire (RSQ). Jenis-jenis kategori coping spesifik dalam teori coping meliputi:

a. Problem solving atau pemecahan masalah.

b. Emotion regulation atau mengatur emosi. c. Distraction atau selingan yang menyenangkan. d. Acceptance atau penerimaan.

e. Cognitive restructuring atau merestrukturisasi kognitif. f. Avoidance atau penghindaran.

(61)

Tujuan dari skala ini untuk melihat kecenderungan individu dalam menggunakan strategi-strategi dalam menghadapi stresnya apakah cenderung mengarah pada engagement coping atau disengagement coping. Item skala coping sebelum proses seleksi item berjumlah 36 item.

Pemberian skor pada skala coping didasarkan pada item-item positif. Skala ini hanya memakai item-item positif karena disesuaikan dengan alat ukur RSQ yang tidak memakai item negatif. Pemberian skor skala coping adalah sebagai berikut:

Tabel 1.

Skor Item Positif Skala Coping

Respon Skor

Blueprint Skala Coping Sebelum Seleksi Item

(62)

2. Skala Kepribadian Five-Factor Model

Skala kepribadian five-factor model (FFM) disusun berdasarkan faset-faset dalam kepribadian five-factor model. Masing-masing faktor dari FFM terdiri dari 6 faset. Faset-faset kelima faktor tersebut adalah:

1. Opennes to experience, terdiri atas: a. Fantasy atau khayalan

b. Aesthetics atau keindahan c. Feelings atau perasaan d. Ideas atau ide

e. Actions atau tindakan f. Values atau nilai-nilai 2. Conscientiousness, terdiri atas:

a. Self-dicipline atau disiplin diri b. Dutifulness atau patuh

c. Competence atau kompetensi d. Order atau keteraturan

e. Deliberation atau pertimbangan

f. Achievement striving atau pencapaian prestasi 3. Extraversion, terdiri atas:

a. Gregariousness atau suka berkumpul b. Activity level atau tingkat aktivitas c. Assertiveness atau asertif

(63)

e. Positive emotions atau emosi yang positif f. Warmth atau kehangatan

4. Agreeableness, terdiri atas:

a. Straightforwardness atau berterus terang b. Trust atau kepercayaan

c. Altruism atau mendahulukan kepentingan orang lain d. Modesty atau bersahaja

e. Tendermindedness atau berhati lembut f. Compliance atau penurut

5. Neuroticism, terdiri atas: a. Anxiety atau kecemasan

b. Self-consciousness atau kesadaran diri c. Depression atau depresi

d. Vulnerability atau rawan terluka e. Impulsiveness atau menuruti kata hati f. Angry hostility atau amarah bermusuhan

(64)

Tabel 3.

Skor Item Positif Skala Kepribadian Five-Factor Model

Respon Skor

Skor Item Negatif Skala Kepribadian Five-Factor Model

Respon Skor

Blueprint Skala Kepribadian Five-Factor Model Sebelum Seleksi Item

(65)

Extravertion

G. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT PENELITIAN 1. Uji Validitas

(66)

tampang pada skala coping dan skala kepribadian five-factor model melalui langkah berikut:

1) Item-item skala coping diadaptasi dan dikembangkan dari alat ukur Responses Stress Questionaire. Item-item skala kepribadian diadaptasi dari item-item IPIP website. Item-item tersebut kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Proses penterjemahan dilakukan oleh orang yang berkompeten dalam bidang bahasa Inggris dengan pendidikan S1.

2) Setelah diterjemahkan, pemakaian tata bahasa dikonsultasikan pada guru bahasa Indonesia untuk melihat kesesuaian dengan tata bahasa Indonesia.

3) Peneliti memberikan skala pada 2 siswa SMA dan 2 siswi SMA untuk melihat kesesuaian dan pemahaman pernyataan item.

Uji validitas isi dilakukan oleh profesional judgment yaitu dosen pembimbing skripsi.

2. Seleksi Item

Uji seleksi item menggunakan korelasi item total melalui SPSS for Windows versi 16.00. Seleksi item dilakukan untuk mendapat item-item yang valid. Seleksi item didasarkan pada daya diskriminasi item. Penghitungan daya diskriminasi item dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor item dengan skor item total sehingga mendapat koefisien korelasi item total (rix) yang disebut indeks daya beda item

(67)

memiliki daya diskriminasi baik. Akan tetapi, apabila jumlah item yang valid belum mencukupi, standard korelasi item total dapat diturunkan menjadi 0,25 (Azwar, 2012). Peneliti menggunakan standard 0,25 dalam penyeleksian item skala penelitian.

Uji coba alat ukur dilakukan di SMA Negeri 2 Ngaglik Sleman Yogakarta pada tanggal 28 Desember 2012. Peneliti menyebar skala berjumlah 72 skala, akan tetapi hanya 71 skala yang dipakai karena 1 skala tidak diisi secara lengkap oleh subjek.

Seleksi item pada skala coping menghasilkan 26 item sahih dari 36 item. Item-item yang sahih meliputi 1 item untuk jenis problem solving, 1 item untuk jenis emotion regulation, 3 jenis untuk jenis distraction, 2 item untuk jenis acceptance, 3 jenis untuk jenis cognitive restructuring, 5 item untuk jenis avoidance, 4 item untuk jenis denial dan 7 item untuk jenis wishful thinking. Berikut ini dapat dilihat tabel blue print skala coping setelah dilakukan seleksi item.

Tabel 6.

Blueprint Skala Coping Setelah Seleksi Item

No Jenis coping spesifik Item Jumlah item

1 Problem solving 5, 9, 31 1

2 Emotion regulation 2,13, 26 1

3 Distraction 17, 28,36 3

4 Acceptance 4, 10, 19 2

5 Cognitive restructuring 14, 20, 29, 35 3 6 Avoidance 1, 11, 15, 21, 23, 27, 32 5

7 Denial 6, 8, 18, 22, 25,34 4

8 Wishful thinking 3, 7, 12, 16, 24, 30, 33 7

(68)

*Bold = item gugur Tabel 7.

Blueprint Sebaran Item Skala Coping

No Jenis coping spesifik Item Jumlah item

Seleksi item pada skala kepribadian five-factor model menghasilkan 118 item sahih dari 180 item. Item-item yang sahih meliputi 23 item mewakili dimensi Opennes to experience, 27 item mewakili dimensi conscientiousness, 22 item mewakili dimensi extravertion, 22 item mewakili agreeableness dan 24 item mewakili dimensi neuroticism. Berikut ini dapat dilihat tabel blue print skala kepribadian five-factor model setelah dilakukan seleksi item.

Tabel 8.

Blueprint Skala Kepribadian Five-Factor Model Setelah Seleksi Item

(69)

ousness Competence 51, 87, 178 26, 119, 163 5 Order 16, 96, 173 41, 104, 152 4 Deliberation 8, 74, 137 57, 89, 127 4 Achievementstriving 42, 71, 169 34, 63,171 4

Extraver-Blueprint Sebaran Item Skala Kepribadian Five-Factor Model

No Dimensi Facet Positif Negatif Jumlah item

(70)

striving

Straightforwardness 56 11, 71 3

4 Trust 61 1

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2003). Peneliti menggunakan koefisien Alpha dari Cronbach. Suatu alat ukur dapat dikatakan reliabel apabila mempunyai koefisien Alpha minimal 0.600 (Azwar, 2003). Berdasarkan perhitungan statistik menggunakan program SPSS for windows versi 16.0, reliabilitas kedua skala adalah sebagai berikut:

a. Skala Coping

(71)

b. Skala Kepribadian Five-Factor Model

Koefisien reliabilitas masing-masing faktor adalah sebagai berikut: 1)Opennes to experiences memiliki koefisien alpha 0,878

2)Conscientiousness memiliki koefisien alpha 0,885 3)Extravertion memiliki koefisien alpha 0,837 4)Agreeableness memiliki koefisien alpha 0,799 5)Neuroticism memiliki koefisien alpha 0,902

Koefisien masing-masing faktor diatas menunjukkan bahwa reliabilitas masing-masing faktor skala kepribadian five-factor model tinggi.

H. METODE ANALISIS DATA

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi. Metode ini dipilih dengan alasan untuk mengetahui pengaruh masing-masing faktor kepribadian five-factor model terhadap coping (engagement coping dan disengagement coping) remaja.

Gambar

Tabel 1. Skor Item Positif Skala Coping
Tabel 4. Skor Item Negatif Skala Kepribadian Five-Factor Model
Tabel 6. Blueprint Skala Coping Setelah Seleksi Item
Tabel 8.  Blueprint Skala Kepribadian Five-Factor Model Setelah Seleksi Item
+7

Referensi

Dokumen terkait

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah

Peserta yang telah melakukan pendaftaran akan dihubungi oleh pihak panitia pada tanggal 5 Oktober 2016 untuk konfirmasi.. Formulir pendaftaran dapat diambil di sekretariat

ANALISIS KALIMAT ELIPSIS BAHASA JERMAN DALAM ROMAN TRÄUME WOHNEN ÜBERALL KARYA CAROLIN PHILIPPS DAN PADANANNYA.. DALAM