BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Demografi Responden
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah manajer hotel
bintang 3 – 5 yang ada di kota Semarang. Peneliti mengirim 126 kuesioner pada bulan November 2017. Kuesioner yang kembali dan dapat diolah adalah
sebanyak 48.
Tabel 4.1 Tabel Pengembalian Kuesioner
No Nama Hotel Kuesioner
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 126 kuesioner yang
disebar ke 17 hotel bintang 3 – 5 di kota Semarang, hanya terdapat 58 kuesioner yang kembali, namun 10 kuesioner kosong. Sehingga hanya 48 kuesioner yang
dapat diolah dan digunakan sebagai data penelitian karena memenuhi kelengkapan
jawaban.
4.2 Gambaran Umum Responden
Sebelum melakukan analisis data, peneliti terlebih dahulu meninjau
gambaran umum responden dari divisi, jenis kelamin, lama kerja, usia, dan
pendidikan terakhir. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi mengenai
identitas responden dalam penelitian ini yaitu manajer hotel bintang 3 – 5 di kota Semarang. Berikut ini adalah tabel gambaran umum responden dalam penelitian
Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden No Keterangan Jumlah Persentase
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa:
1. Responden yang menjabat sebagai manajer Front Office berjumlah 7
orang (14,6%), Food & Beverage berjumlah 7 orang (14,6%),
Housekeeping berjumlah 6 orang (12,5%), Accounting berjumlah 7 orang
(14,6%), HRD berjumlah 8 orang (16,7%), Engineering berjumlah 4 orang
(8,3%), Marketing berjumlah 4 orang (8,3%), Purchasing berjumlah 1
orang (2,1%), Security berjumlah 2 orang (4,2%), dan lainnya berjumlah 2
orang (4,2%). Artinya, sebagian besar responden dalam penelitian ini
menjabat sebagai manajer HRD.
2. Responden yang berjenis kelamin laki – laki berjumlah 29 orang (60,4%), sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 19
orang (39,6%). Artinya, responden dalam penelitian ini didominasi oleh
pria.
3. Responden dengan lama bekerja kurang dari 5 tahun berjumlah 18 orang
(16,7%), 5 – 10 tahun berjumlah 10 orang (20,8%), dan lebih dari 10 tahun berjumlah 20 orang (41,7%). Artinya, sebagian besar responden dalam
penelitian ini telah bekerja di hotel lebih dari 10 tahun.
4. Responden dengan usia kurang dari 26 tahun berjumlah 8 orang (16,7%),
26 - 30 berjumlah 8 orang (16,7%), dan lebih dari 30 tahun berjumlah 32
orang (66,7%). Artinya, responden pada penelitian ini mayoritas berusia
lebih dari 30 tahun.
19 orang (39,6%), dan tidak ada yang berpendidikan terakhir S2. Artinya,
responden dalam penelitian ini lebih banyak yang berpendidikan terakhir
S1.
4.3 Hasil Pengujian Alat Analisis Data 4.3.1 Hasil Pengujian Validitas Data
Pengujian validitas menunjukkan ketepatan indikator dalam mengukur
variabel penelitian. Pengujian validitas data dilakukan dengan membandingkan
nilai Cronbach Alpha If Item Deleted dan nilai Cronbach Alpha. Jika nilai
Cronbach Alpha If Item Deleted lebih kecil daripada nilai Cronbach Alpha, maka
item dikatakan valid. Sebaliknya, jika nilai Cronbach Alpha If Item Deleted lebih
besar daripada nilai Cronbach Alpha, maka item dikatakan tidak valid. Berikut
merupakan hasil pengujian validitas variabel Gaya Kepemimpinan
Transformasional.
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa nilai Cronbach Alpha If Item
Deleted lebih kecil daripada nilai Cronbach Alpha. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa semua item pernyataan valid.
Selanjutnya, peneliti melakukan pengujian validitas terhadap variabel
Sistem Pengukuran Kinerja Komprehensif.
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Validitas Sistem Pengukuran Kinerja Komprehensif (PMS)
Berdasarkan tabel 4.4 terdapat 1 item pernyataan yang tidak valid karena
nilai Cronbach Alpha If Item Deleted lebih besar daripada nilai Cronbach Alpha,
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Validitas Sistem Pengukuran Kinerja
Berdasarkan tabel 4.5 terdapat 1 item pernyataan yang tidak valid karena
nilai Cronbach Alpha If Item Deleted lebih besar daripada nilai Cronbach Alpha,
sehingga dilakukan pengujian ulang dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Validitas Sistem Pengukuran Kinerja Komprehensif (PMS)
Deleted lebih kecil daripada nilai Cronbach Alpha. Sehingga dapat disimpulkan
Selanjutnya, peneliti melakukan pengujian validitas terhadap variabel
Sistem Reward.
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Validitas Sistem Reward (RS)
Pernyataan
Deleted lebih kecil daripada nilai Cronbach Alpha. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa semua item pernyataan valid.
Selanjutnya, peneliti melakukan pengujian validitas terhadap variabel
Informasi BSA.
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Validitas Informasi BSA (BSA)
Pernyataan
Berdasarkan tabel 4.8 terdapat 1 item pernyataan yang tidak valid karena
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Validitas Informasi BSA (BSA)
Deleted lebih kecil daripada nilai Cronbach Alpha. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa semua item pernyataan valid.
Selanjutnya, peneliti melakukan pengujian validitas terhadap variabel
Kinerja Manajerial.
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Validitas Kinerja Manajerial (MP)
Pernyataan
Deleted lebih kecil daripada nilai Cronbach Alpha. Sehingga dapat disimpulkan
4.3.2 Hasil Pengujian Reliabilitas Data
Pengujian reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi atau
ketetapan data. Berikut hasil pengujian reliabilitas data:
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Reliabilitas
Pernyataan
Cronbach
Alpha Keterangan
TLS 0,816 Reliabilitas Tinggi
PMS 0,863 Reliabilitas Tinggi
RS 0,862 Reliabilitas Tinggi
BSA 0,935
Sumber: Lampiran 5.1, 5.2 (3), 5.3, 5.4 (2), 5.5 Reliability Statistics
Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa nilai Cronbach Alpha
variabel gaya kepemimpinan transformasional (TLS) sebesar 0,816, sistem
pengukuran kinerja komprehensif (PMS) sebesar 0,863, dan sistem reward (RS)
sebesar 0,862, sehingga masing – masing menunjukkan reliabilitas tinggi. Variabel Informasi BSA (BSA) memiliki nilai Cronbach Alpha sebesar 0,935 dan
kinerja manajerial (MP) sebesar 0,968, sehingga masing – masing menunjukkan reliabilitas sempurna. Dapat disimpulkan bahwa semua pernyataan reliabel.
4.4 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif menunjukkan gambaran data penelitian untuk
mengetahui jawaban responden terhadap setiap item pernyataan pada masing – masing variabel penelitian. Berikut adalah tabel hasil statistik deskriptif pada
Tabel 4.12 Hasil Statistik Deskriptif
VARIABEL N MIN RATA2 MAX
KATEGORI
KESIMPULAN
RENDAH SEDANG TINGGI
TLS 48 3.88 5.3981 7.00 1 - 2.33 2.34 - 4.66 4.67 - 7 TINGGI
PMS 48 4.57 5.7592 7.00 1 - 2.33 2.34 - 4.66 4.67 - 7 TINGGI
RS 48 4.00 5.5833 7.00 1 - 2.33 2.34 - 4.66 4.67 - 7 TINGGI
BSA 48 4.00 5.8042 7.00 1 - 2.33 2.34 - 4.66 4.67 - 7 TINGGI
MP 48 4.00 5.2983 7.00 1 - 2.33 2.34 - 4.66 4.67 - 7 TINGGI
Sumber: Lampiran 4.1
Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui bahwa variabel gaya
kepemimpinan transformasional (TLS) memiliki nilai minimal 3,88 dan nilai
maksimal 7.00 dari delapan pernyataan kuesioner. Sedangkan rata – ratanya termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa responden menilai
bahwa manajer atasannya sering menunjukkan gaya kepemimpinan yang
menginspirasi bawahan.
Variabel sistem pengukuran kinerja komprehensif (PMS) memiliki nilai
minimal 4,57 dan nilai maksimal 7.00 dari sembilan pernyataan kuesioner.
Sedangkan rata – ratanya termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa responden menilai hotel sering menggunakan sistem pengukuran kinerja
dalam menilai kinerja manajernya.
Variabel sistem reward (RS) memiliki nilai minimal 4.00 dan nilai
maksimal 7.00 dari empat pernyataan kuesioner. Sedangkan rata – ratanya termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa responden menilai
Variabel informasi BSA (BSA) memiliki nilai minimal 4.00 dan nilai
maksimal 7.00 dari enam pernyataan kuesioner. Sedangkan rata – ratanya termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa responden menilai
manajer atasannya sering menggunakan informasi akuntansi untuk membuat
keputusan dalam pekerjaannya.
Variabel kinerja manajerial (MP) memiliki nilai minimal 4.00 dan nilai
maksimal 7.00 dari delapan pernyataan kuesioner. Sedangkan rata – ratanya termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa responden menilai
manajer atasannya melaksanakan fungsinya dengan efektif.
4.5 Uji Asumsi Klasik 4.5.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan
uji Kolmogorov-Smirnov. Apabila data residual berdistribusi normal maka nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) yang ditunjukkan adalah lebih besar dari nilai 0,05. Hasil
uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.13 Uji Normalitas H1
Model H1
Kolmogorov - Smirnov Asymp.
Sig (2-tailed)
Alpha (α) Keterangan
RS = β0.1 + β1.1 TLS 0.200 0.05 Normal
PMS = β0.2 + β1.2 TLS 0.200 0.05 Normal
RS = β0.3 + β1.3 TLS + β2.3 PMS 0.181 0.05 Normal
Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa nilai Asymp. Sig (2-tailed)
pada model 1,2, dan 3 adalah lebih besar daripada 0,05. Sehingga data pada
penelitian ini berdistribusi normal.
Tabel 4.14 Uji Normalitas H2
Model H2 Sumber: Lampiran 6.4, 6.5, 6.6
Berdasarkan tabel 4.14 dapat diketahui bahwa nilai Asymp. Sig (2-tailed)
pada model 1,2, dan 3 adalah lebih besar daripada 0,05. Sehingga data pada
penelitian ini berdistribusi normal.
Tabel 4.15 Uji Normalitas H3
Model H3 Sumber: Lampiran 6.7, 6.8, 6.9
Berdasarkan tabel 4.15 dapat diketahui bahwa nilai Asymp. Sig (2-tailed)
pada model 1,2, dan 3 adalah lebih besar daripada 0,05. Sehingga data pada
penelitian ini berdistribusi normal.
4.5.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan
uji Glejser. Apabila nilai Sig. lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat
heteroskedastisitas. Berikut hasil uji heteroskedastisitas:
Tabel 4.16 Uji Heteroskedastisitas H1
Model H1 Sig Alpha (α) Keterangan Sumber: Lampiran 7.1, 7.2, 7.3
Berdasarkan tabel 4.16 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi lebih besar
daripada 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa data dalam penelitian ini bebas
dari heteroskedastisitas. Data dalam penelitian ini memiliki kesamaan varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Tabel 4.17 Uji Heteroskedastisitas H2
Berdasarkan tabel 4.17 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi lebih besar
daripada 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa data dalam penelitian ini bebas
dari heteroskedastisitas. Data dalam penelitian ini memiliki kesamaan varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Tabel 4.18 Uji Heteroskedastisitas H3
Model H3 Sig Alpha Sumber: Lampiran 7.7, 7.8, 7.9
Berdasarkan tabel 4.18 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi lebih besar
daripada 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa data dalam penelitian ini bebas
dari heteroskedastisitas. Data dalam penelitian ini memiliki kesamaan varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
4.5.3 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terdapat hubungan linier antara variabel independen. Jika nilai Tolerance lebih
dari 0,1 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) kurang dari 10, maka dapat
dikatakan tidak terdapat gejala multikolinearitas. Berikut hasil uji
Tabel 4.19 Uji Multikolinearitas H1
Model H1 Tolerance VIF
RS = β0.1 + β1.1 TLS 1.000 1.000
PMS = β0.2 + β1.2 TLS 1.000 1.000
RS = β0.3 + β1.3 TLS + β2.3
PMS
0.521 1.920 0.521 1.920
Sumber: Lampiran 8.1, 8.2, 8.3
Berdasarkan tabel 4.19, diketahui bahwa nilai Tolerance lebih dari 0,1 dan
nilai VIF kurang dari 10. Hal ini berarti variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini tidak menunjukkan adanya gejala multikolinearitas dan
pengujian dapat dilanjutkan pada pengujian hipotesis.
Tabel 4.20 Uji Multikolinearitas H2
Model H2 Tolerance VIF
BSA = β0.1 + β1.1 PMS 1.000 1.000
RS = β0.2 + β1.2 PMS 1.000 1.000
BSA = β0.3 + β1.3 PMS + β2.3
RS
0.937 1.067
0.937 1.067
Sumber: Lampiran 8.4, 8.5, 8.6
Berdasarkan tabel 4.20, diketahui bahwa nilai Tolerance lebih dari 0,1 dan
nilai VIF kurang dari 10. Hal ini berarti variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini tidak menunjukkan adanya gejala multikolinearitas dan
Tabel 4.21 Uji Multikolinearitas H3
Model H3 Tolerance VIF
MP = β0.1 + β1.1 RS 1.000 1.000
BSA = β0.2 + β1.2 RS 1.000 1.000
MP = β0.3 + β1.3 RS + β2.3 BSA
0.953 1.049 0.953 1.049
Sumber: Lampiran 8.7, 8.8, 8.9
Berdasarkan tabel 4.21, diketahui bahwa nilai Tolerance lebih dari 0,1 dan
nilai VIF kurang dari 10. Hal ini berarti variabel independen yang digunakan
dalam penelitian ini tidak menunjukkan adanya gejala multikolinearitas dan
pengujian dapat dilanjutkan pada pengujian hipotesis.
4.6 Uji Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Hipotesis 1: Sistem Pengukuran Kinerja Komprehensif memediasi pengaruh Gaya
Kepemimpinan Transformasional terhadap Sistem Reward.
Tabel 4.22 Uji Hipotesis 1 Model 1 ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2.024 1 2.024 3.916 .054b
Residual 23.768 46 0.517
Total 25.792 47
Coefficients
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.744 0.935 4.005 0.000
TLS 0.341 0.172 0.280 1.979 0.054
a Dependent Variable: RS
Sumber: Lampiran 9.1
Menguji pengaruh langsung gaya kepemimpinan transformasional (TLS)
terhadap sistem reward (RS), dengan model empiris sebagai berikut:
RS = β0.1 + β1.1 TLS
RS = 3.744 + 0.341 TLS
Pada tabel di atas, diketahui bahwa pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional terhadap sistem reward dilihat dari nilai signifikansi pengujian
sebesar 0.054 dimana nilai tersebut lebih besar daripada 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh
terhadap sistem reward. Hal ini berarti manajer dengan gaya kepemimpinan
transformasional tidak bergantung pada peran decision-influencing dari sistem
reward untuk mengevaluasi kinerja bawahan dan memotivasi bawahan untuk
meningkatkan kinerja mereka. Sehingga disimpulkan bahwa hasil regresi gaya
kepemimpinan transformasional terhadap sistem reward secara langsung tidak
Tabel 4.23 Uji Hipotesis 1 Model 2
Coefficients
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.679 0.631 2.661 0.011
TLS 0.756 0.116 0.692 6.505 0.000
a Dependent Variable: PMS
Sumber: Lampiran 9.2
Menguji pengaruh langsung gaya kepemimpinan transformasional (TLS)
terhadap sistem pengukuran kinerja komprehensif (PMS), dengan model empiris
sebagai berikut:
PMS = β0.2 + β1.2 TLS
PMS = 1.679 + 0.756 TLS
Pada tabel di atas, diketahui bahwa pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional terhadap sistem pengukuran kinerja komprehensif dilihat dari
nilai signifikansi pengujian sebesar 0.000 dimana nilai tersebut lebih kecil
daripada 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
transformasional berpengaruh terhadap sistem pengukuran kinerja komprehensif.
Hal ini berarti manajer dengan gaya kepemimpinan transformasional
menggunakan pengukuran kinerja finansial dan non-finansial untuk mengatasi
perubahan lingkungan yang tidak pasti dan mengevaluasi kinerja bawahan.
Sehingga disimpulkan bahwa hasil regresi gaya kepemimpinan transformasional
terhadap sistem pengukuran kinerja komprehensif secara langsung diterima.
Tabel 4.24 Uji Hipotesis 1 Model 3 ANOVA
b Predictors: (Constant), PMS, TLS
Coefficients
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
Menguji pengaruh langsung gaya kepemimpinan transformasional (TLS)
dan sistem pengukuran kinerja komprehensif (PMS) terhadap sistem reward (RS),
dengan model empiris sebagai berikut:
RS = β0.3 + β1.3 TLS + β2.3 PMS
RS = 3.542 +0.250 TLS + 0.120 PMS
Pada tabel di atas, diketahui bahwa pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional terhadap sistem reward melalui mediasi sistem pengukruan
terhadap sistem reward dengan nilai signifikansi pengujian sebesar 0.587 lebih
besar daripada 0.05. Dalam penelitian ini agar hipotesis dapat diterima, pengaruh
gaya kepemimpinan transformasional terhadap sistem reward harus signifikan,
pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap sistem reward yang
dimediasi sistem pengukuran kinerja komprehensif harus signifikan, pengaruh
gaya kepemimpinan transformasional terhadap sistem pengukuran kinerja
komprehensif harus signifikan, dan pengaruh sistem pengukuran kinerja
komprehensif terhadap sistem reward harus signifikan. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, maka peneliti menyimpulkan bahwa hipotesis 1 penelitian ini tidak
terdukung secara empiris.
Hipotesis 2: Sistem Reward memediasi pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja
Komprehensif terhadap Informasi BSA.
Tabel 4.25 Uji Hipotesis 2 Model 1 ANOVA
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.685 0.922 1.827 0.074
PMS 0.715 0.159 0.552 4.495 0.000
a Dependent Variable: BSA
Menguji pengaruh langsung sistem pengukuran kinerja komprehensif
(PMS) terhadap informasi BSA (BSA), dengan model empiris sebagai berikut:
BSA = β0.1 + β1.1 PMS
BSA = 1.685 + 0.715 PMS
Pada tabel di atas, diketahui bahwa pengaruh sistem pengukuran kinerja
komprehensif terhadap informasi BSA dilihat dari nilai signifikansi pengujian
sebesar 0.000 dimana nilai tersebut lebih kecil daripada 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja komprehensif berpengaruh
terhadap informasi BSA. Hal ini berarti manajer dapat menggunakan informasi
dari sistem pengukuran kinerja komprehensif untuk membantu mereka dalam
pekerjaannya. Sistem pengukuran kinerja komprehensif yang digunakan dapat
memperluas cakupan informasi akuntansi yang dilaporkan kepada manajer untuk
membantu manajer dalam membuat keputusan yang tepat. Sehingga disimpulkan
bahwa hasil regresi sistem pengukuran kinerja komprehensif terhadap informasi
BSA secara langsung diterima.
Tabel 4.26 Uji Hipotesis 2 Model 2 ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 1.614 1 1.614 3.072 .086b
Residual 24.177 46 0.526
Total 25.792 47
Sumber: Lampiran 9.5
Menguji pengaruh langsung sistem pengukuran kinerja komprehensif
(PMS) terhadap sistem reward (RS), dengan model empiris sebagai berikut:
RS = β0.2 + β1.2 PMS
RS = 3.978 + 0.279 PMS
Pada tabel di atas, diketahui bahwa pengaruh sistem pengukuran kinerja
komprehensif terhadap sistem reward dilihat dari nilai signifikansi pengujian
sebesar 0.086 dimana nilai tersebut lebih besar daripada 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja komprehensif tidak berpengaruh
terhadap sistem reward. Hal ini berarti pengukuran kinerja tidak mempengaruhi
perilaku bawahan untuk mengalokasikan usaha mereka ke dalam aktivitas yang
dapat mempengaruhi reward mereka. Sehingga disimpulkan bahwa hasil regresi
sistem pengukuran kinerja komprehensif terhadap sistem reward secara langsung
tidak diterima.
Tabel 4.27 Uji Hipotesis 2 Model 3 ANOVA b Predictors: (Constant), RS, PMS
Coefficients
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.978 0.922 4.316 0.000
PMS 0.279 0.159 0.250 1.753 0.086
Coefficients
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.300 1.1 1.182 0.243
PMS 0.688 0.165 0.532 4.162 0.000
RS 0.097 0.148 0.083 0.652 0.518
a Dependent Variable: BSA
Sumber: Lampiran 9.6
Menguji pengaruh langsung sistem pengukuran kinerja komprehensif
(PMS) dan sistem reward (RS) terhadap informasi BSA (BSA), dengan model
empiris sebagai berikut:
BSA = β0.3 + β1.3 PMS + β2.3 RS
BSA = 1.300 + 0.688 PMS + 0.097 RS
Pada tabel di atas, diketahui bahwa pengaruh sistem pengukuran kinerja
komprehensif terhadap informasi BSA melalui mediasi sistem reward dengan
nilai signifikansi pengujian sebesar 0.000 lebih kecil daripada 0.05 dan pengaruh
sistem reward terhadap informasi BSA dengan nilai signifikansi pengujian sebesar
0.518 lebih besar daripada 0.05. Dalam penelitian ini agar hipotesis dapat
diterima, pengaruh sistem pengukuran kinerja komprehensif terhadap informasi
BSA harus signifikan, pengaruh sistem pengukuran kinerja komprehensif
terhadap informasi BSA yang dimediasi sistem reward harus signifikan, pengaruh
sistem pengukuran kinerja komprehensif terhadap sistem reward harus signifikan,
dan pengaruh sistem reward terhadap informasi BSA harus signifikan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka peneliti menyimpulkan bahwa hipotesis 2
Hipotesis 3: Informasi BSA memediasi pengaruh Sistem Reward terhadap Kinerja
Manajerial.
Tabel 4.28 Uji Hipotesis 3 Model 1 ANOVA
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.526 0.834 3.027 0.004
RS 0.497 0.148 0.443 3.351 0.002
a Dependent Variable: MP
Sumber: Lampiran 9.7
Menguji pengaruh langsung sistem reward (RS) terhadap kinerja
manajerial (MP), dengan model empiris sebagai berikut:
MP = β0.1 + β1.1 RS
MP = 2.526 + 0.497 RS
Pada tabel di atas, diketahui bahwa pengaruh sistem reward terhadap
kinerja manajerial dilihat dari nilai signifikansi pengujian sebesar 0.002 dimana
nilai tersebut lebih kecil daripada 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem
reward berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti sistem reward
dapat memotivasi manajer untuk mencapai tujuan sehingga dapat meningkatkan
kinerja. Sehingga disimpulkan bahwa hasil regresi sistem reward terhadap kinerja
Tabel 4.29 Uji Hipotesis 3 Model 2 ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.63 1 1.63 2.257 .140b
Residual 33.209 46 0.722
Total 34.839 47
a Dependent Variable: BSA b Predictors: (Constant), RS
Coefficients
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.401 0.942 4.671 0.000
RS 0.251 0.167 0.216 1.502 0.140
a Dependent Variable: BSA
Sumber: Lampiran 9.8
Menguji pengaruh langsung sistem reward (RS) terhadap informasi BSA
(BSA), dengan model empiris sebagai berikut:
BSA = β0.2 + β1.2 RS
BSA = 4.401 + 0.251 RS
Pada tabel di atas, diketahui bahwa pengaruh sistem reward terhadap
informasi BSA dilihat dari nilai signifikansi pengujian sebesar 0.140 dimana nilai
tersebut lebih besar daripada 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem
reward tidak berpengaruh terhadap informasi BSA. Hal ini berarti sistem reward
tidak dapat memotivasi manajer untuk fokus pada aspek utama organisasi dan
pembuatan keputusan manajerial. Sehingga disimpulkan bahwa hasil regresi
sistem reward terhadap informasi BSA secara langsung tidak diterima.
Tabel 4.30 Uji Hipotesis 3 Model 3 ANOVA b Predictors: (Constant), BSA, RS
Coefficients
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
Menguji pengaruh langsung sistem reward (RS) dan informasi BSA (BSA)
terhadap kinerja manajerial (MP), dengan model empiris sebagai berikut:
MP = β0.3 + β1.3 RS + β2.3 BSA MP = 1.268 + 0.425 RS + 0.286 BSA
Pada tabel di atas, diketahui bahwa pengaruh sistem reward terhadap
kinerja manajerial melalui mediasi informasi BSA dengan nilai signifikansi
pengujian sebesar 0.005 lebih kecil daripada 0.05 dan pengaruh informasi BSA
terhadap kinerja manajerial dengan nilai signifikansi pengujian sebesar 0.027
lebih kecil daripada 0.05. Dalam penelitian ini agar hipotesis dapat diterima,
sistem reward terhadap kinerja manajerial yang dimediasi informasi BSA harus
signifikan, pengaruh sistem reward terhadap informasi BSA harus signifikan, dan
pengaruh informasi BSA terhadap kinerja manajerial harus signifikan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka peneliti menyimpulkan bahwa hipotesis 3
penelitian ini tidak terdukung secara empiris.
4.7 Sobel Test
4.7.1 Pengujian Sobel Test Hipotesis 1
Tabel 4.31 Uji Sobel Test H1
Sumber: http://quantpsy.org/sobel/sobel.htm
Hasil pengujian dengan sobel test menunjukkan bahwa indirect effect
ternyata tidak signifikan. Hal tersebut dapat dilihat pada kolom p-value semua
pengujian baik Sobel (0,586), Aroian (0,591), maupun Goodman (0,582)
menunjukkan angka lebih besar dari 0,05.
4.7.2 Pengujian Sobel Test Hipotesis 2
Hasil pengujian dengan sobel test menunjukkan bahwa indirect effect
ternyata tidak signifikan. Hal tersebut dapat dilihat pada kolom p-value semua
pengujian baik Sobel (0,539), Aroian (0,588), maupun Goodman (0,467)
menunjukkan angka lebih besar dari 0,05.
4.7.3 Pengujian Sobel Test Hipotesis 3
Tabel 4.33 Uji Sobel Test H3
Sumber: http://quantpsy.org/sobel/sobel.htm
Hasil pengujian dengan sobel test menunjukkan bahwa indirect effect
ternyata tidak signifikan. Hal tersebut dapat dilihat pada kolom p-value semua
pengujian baik Sobel (0,209), Aroian (0,238), maupun Goodman (0,177)
menunjukkan angka lebih besar dari 0,05.
4.8 Pembahasan
4.8.1 Pembahasan Hipotesis 1
Sistem pengukuran kinerja komprehensif merupakan pengukuran yang
digunakan manajer untuk mengevaluasi kinerja dan memotivasi bawahan (Ittner,
Larcker, & Meyer, 2003). Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan
transformasional akan mempertimbangkan penggunaan sistem pengukuran kinerja
komprehensif yang dapat mempengaruhi penentuan rewardnya.
Hasil dari pengujian hipotesis 1 dalam penelitian ini ditolak. Penolakan
hipotesis ini dapat dijelaskan dengan analisis compare means dengan
Pengukuran Kinerja Komprehensif (PMS), dan Sistem Reward (RS) dengan
divisi, jenis kelamin, lama kerja, usia, dan pendidikan. Hasil compare means dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.34 Tabel Compare Means dan Uji Beda H1
Keterangan Jumlah
Sumber: Lampiran 10.1, 10.2, 10.3, 10.4, 10.5
sistem reward (RS) dengan divisi, jenis kelamin, lama kerja, dan pendidikan dapat
diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi mengenai gaya kepemimpinan
transformasional, sistem pengukuran kinerja komprehensif, dan sistem reward.
Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai signifikansi variabel TLS dengan
divisi (0.378), jenis kelamin (0.275), lama kerja (0.417), dan pendidikan (0.766)
yang lebih besar daripada 0.05 artinya responden sama – sama tidak menganggap bahwa atasan mereka: mencerminkan gaya kepemimpinan yang menunjukkan
kekuatan, kepercayaan diri, dan etika; berpusat pada nilai, kepercayaan dan misi;
membangkitkan kesadaran bawahan tentang apa yang benar – benar penting; berbicara positif tentang masa depan; menghormati bawahan; membuat bawahan
merasa bangga terhadap tim; menekankan misi kolektif; dan berbicara dengan
antusias tentang apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Besar nilai signifikansi variabel PMS dengan divisi (0.196), jenis kelamin
(0.58), lama kerja (0.166), dan pendidikan (0.641) yang lebih besar daripada 0.05
menunjukkan bahwa responden sama – sama tidak menganggap bahwa hotel mereka sering menggunakan: target pendapatan, target biaya, target profit, dan
ukuran kinerja lain untuk menilai kinerja atasan mereka.
Besar nilai signifikansi variabel RS dengan divisi (0.3), jenis kelamin
(0.578), lama kerja (0.944), dan pendidikan (0.696) yang lebih besar daripada
0.05 artinya responden sama – sama tidak setuju bahwa: reward berhubungan langsung dengan kinerja karyawan dan ukuran kinerja, reward meningkat apabila
kinerja meningkat, dan karyawan yang memiliki peringkat kinerja di atas 25%
Hasil compare means dan uji beda variabel TLS dan RS dengan usia dapat
diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi mengenai gaya kepemimpinan
transformasional dan sistem reward yang diterapkan dalam hotel mereka. Hal ini
dapat dilihat bahwa signifikansi variabel TLS dengan usia (0.63) dan variabel
PMS dengan usia (0.415) lebih besar daripada 0.05. Sedangkan hasil compare
means dan uji beda variabel PMS dengan usia dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan persepsi mengenai penggunaan sistem pengukuran kinerja
komprehensif dalam hotel mereka. Hal ini dapat dilihat bahwa signifikansi
variabel PMS dengan usia (0.026) kurang dari 0.05. Dari data yang dikumpulkan
diketahui middle manajer yang memiliki usia kurang dari 26 tahun berjumlah 8
orang, 26 – 30 tahun berjumlah 8 orang, dan lebih dari 30 tahun berjumlah 32 orang, sehingga penyebaran data tidak merata.
Ada faktor tertentu yang menyebabkan gaya kepemimpinan
transformasional tidak berpengaruh terhadap sistem reward melalui sistem
pengukuran kinerja komprehensif yaitu:
1. Apabila sudah tidak tersedia jenjang karir yang bisa dicapai
Di dalam hotel tentu ada struktur organisasi. Struktur organisasi ini sudah terisi
penuh dan tidak ada lagi kesempatan untuk meraih kedudukan yang lebih tinggi
sehingga sebaik apapun kinerja yang dilakukan, tidak akan membawa hasil yang
maksimal.
2. Ada standarisasi reward
tidak ada lagi target yang dikejar, maka sistem reward tidak dapat lagi dijadikan
motivasi untuk meningkatkan kinerja.
Selain itu penolakan hipotesis ini juga disebabkan karena adanya
kelemahan instrumen penelitian, yaitu kuesioner. Pernyataan – pernyataan dalam kuesioner ini mungkin kurang sesuai apabila digunakan untuk mengukur sistem
reward yang diterapkan dalam hotel.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja komprehensif
tidak memediasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap sistem
reward.
4.8.2 Pembahasan Hipotesis 2
Sistem reward merupakan imbalan yang diterima seseorang atas kinerja
yang telah dilakukan. Reward berbasis kinerja mendorong seseorang untuk
merubah pola pikir yang tadinya hanya memikirkan keuntungan diri sendiri
menjadi memikirkan tercapainya tujuan organisasi. Penggunaan sistem reward
dapat mendorong dan memotivasi manajer untuk jujur dalam pelaporan
manajerial (Chow, Cooper, Waller, & Wailer, 1988). Sistem reward dapat
memotivasi manajer untuk fokus pada aspek utama organisasi dan dapat
mempengaruhi sejauh mana manajer menggunakan informasi akuntansi dalam
pengambilan keputusan (Chow, Deng, & Yuen, 2006).
Hasil dari pengujian hipotesis 2 dalam penelitian ini ditolak. Penolakan
hipotesis ini dapat dijelaskan dengan analisis compare means dengan
membandingkan variabel Sistem Pengukuran Kinerja Komprehensif (PMS),
lama kerja, usia, dan pendidikan. Hasil compare means dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.35 Tabel Compare Means dan Uji Beda H2
Keterangan Jumlah
Dari hasil compare means dan uji beda variabel sistem pengukuran kinerja
komprehensif (PMS), sistem reward (RS), dan informasi BSA (BSA) dengan
divisi, jenis kelamin, lama kerja, dan pendidikan dapat diketahui bahwa tidak ada
perbedaan persepsi mengenai sistem pengukuran kinerja komprehensif, sistem
reward, dan informasi BSA.
Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai signifikansi variabel PMS dengan
divisi (0.196), jenis kelamin (0.58), lama kerja (0.166), dan pendidikan (0.641)
yang lebih besar daripada 0.05 artinya responden sama – sama tidak menganggap bahwa hotel mereka sering menggunakan: target pendapatan, target biaya, target
profit, dan ukuran kinerja lain untuk menilai kinerja atasan mereka.
Besar nilai signifikansi variabel RS dengan divisi (0.3), jenis kelamin
(0.578), lama kerja (0.944), dan pendidikan (0.696) yang lebih besar daripada
0.05 menunjukkan bahwa responden sama – sama tidak setuju bahwa: reward berhubungan langsung dengan kinerja karyawan dan ukuran kinerja, reward
meningkat apabila kinerja meningkat, dan karyawan yang memiliki peringkat
kinerja di atas 25% memiliki reward lebih tinggi daripada yang di bawah 25%.
Besar nilai signifikansi variabel BSA dengan divisi (0.917), jenis kelamin
(0.329), lama kerja (0.657), dan pendidikan (0.33) yang lebih besar daripada 0.05
artinya responden sama – sama tidak menganggap bahwa atasan menggunakan informasi akuntansi dalam pembuatan keputusan manajerial.
Hasil compare means dan uji beda variabel RS dan BSA dengan usia dapat
diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi mengenai sistem reward yang
dilihat bahwa signifikansi variabel RS dengan usia (0.415) dan variabel BSA
dengan usia (0.544) lebih besar daripada 0.05. Sedangkan hasil compare means
dan uji beda variabel PMS dengan usia dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
persepsi mengenai penggunaan sistem pengukuran kinerja komprehensif dalam
hotel mereka. Hal ini dapat dilihat bahwa signifikansi variabel PMS dengan usia
(0.026) kurang dari 0.05. Dari data yang dikumpulkan diketahui middle manajer
yang memiliki usia kurang dari 26 tahun berjumlah 8 orang, 26 – 30 tahun berjumlah 8 orang, dan lebih dari 30 tahun berjumlah 32 orang, sehingga
penyebaran data tidak merata.
Ada faktor tertentu yang menyebabkan sistem pengukuran kinerja
komprehensif tidak berpengaruh terhadap informasi BSA melalui sistem reward
yaitu:
1. Keuntungan yang diterima hotel
Apabila hotel mencapai target, belum tentu hotel memberikan bonus kepada
karyawan yang telah berhasil mencapai kinerjanya. Bahkan apabila hotel tidak
mencapai target, maka karyawan yang telah bekerja keraspun tidak akan
mendapat apa – apa.
2. Laporan keuangan hotel
Apabila laporan keuangan yang disajikan tidak sesuai (dimanipulasi), maka tidak
dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan manajerial.
Selain itu penolakan hipotesis ini juga disebabkan karena adanya
kuesioner ini mungkin kurang sesuai apabila digunakan untuk mengukur sistem
reward yang diterapkan dalam hotel.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem reward tidak memediasi pengaruh
sistem pengukuran kinerja komprehensif terhadap informasi BSA.
4.8.3 Pembahasan Hipotesis 3
Informasi BSA merupakan informasi yang terdiri dari informasi internal
dan eksternal, informasi non-finansial, dan informasi yang berorientasi ke masa
depan. Informasi BSA dapat meningkatkan kinerja manajerial (Sprinkle &
Williamson, 2003).
Hasil dari pengujian hipotesis 3 dalam penelitian ini ditolak. Penolakan
hipotesis ini dapat dijelaskan dengan analisis compare means dengan
membandingkan variabel Sistem Reward (RS), Informasi BSA (BSA), dan
Kinerja Manajerial (MP) dengan divisi, jenis kelamin, lama kerja, usia, dan
pendidikan. Hasil compare means dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.36 Tabel Compare Means dan Uji Beda H3
Lainnya 2 5.5 5.1 4.5
Sumber: Lampiran 10.11, 10.12, 10.13, 10.14, 10.15
Dari hasil compare means dan uji beda variabel sistem reward (RS),
informasi BSA (BSA), dan kinerja manajerial (MP) dengan divisi, lama kerja,
usia, dan pendidikan dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi
mengenai sistem reward, informasi BSA, dan kinerja manajerial.
Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai signifikansi variabel RS dengan
divisi (0.3), lama kerja (0.166), usia (0.415), dan pendidikan (0.641) yang lebih
besar daripada 0.05 artinya responden sama – sama tidak setuju bahwa: reward berhubungan langsung dengan kinerja karyawan dan ukuran kinerja, reward
meningkat apabila kinerja meningkat, dan karyawan yang memiliki peringkat
kinerja di atas 25% memiliki reward lebih tinggi daripada yang di bawah 25%.
Besar nilai signifikansi variabel BSA dengan divisi (0.917), lama kerja
menunjukkan bahwa responden sama – sama tidak menganggap bahwa atasan menggunakan informasi akuntansi dalam pembuatan keputusan manajerial.
Besar nilai signifikansi variabel MP dengan divisi (0.946), lama kerja
(0.572), usia (0.118), dan pendidikan (0.184) yang lebih besar daripada 0.05
artinya responden sama – sama tidak menganggap bahwa atasan mereka telah melaksanakan fungsinya secara efektif.
Hasil compare means dan uji beda variabel RS dan BSA dengan jenis
kelamin dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan persepsi mengenai sistem
reward yang diterapkan dan informasi BSA yang digunakan dalam hotel mereka.
Hal ini dapat dilihat bahwa signifikansi variabel RS dengan jenis kelamin (0.578)
dan variabel BSA dengan jenis kelamin (0.329) lebih besar daripada 0.05.
Sedangkan hasil compare means dan uji beda variabel MP dengan jenis kelamin
dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan persepsi mengenai kinerja manajerial
atasan mereka. Hal ini dapat dilihat bahwa signifikansi variabel MP dengan jenis
kelamin (0.049) kurang dari 0.05. Dari data yang dikumpulkan diketahui middle
manajer yang berjenis kelamin pria berjumlah 29 orang dan berjenis kelamin
wanita berjumlah 19 orang, sehingga penyebaran data tidak merata.
Ada faktor tertentu yang menyebabkan sistem reward tidak berpengaruh
terhadap kinerja manajerial melalui informasi BSA yaitu:
1. Ada penilaian secara subjektif
Seorang atasan tidak selalu menilai bawahan berdasarkan standarisasi kerja yang
ada unsur subjektivitas dalam menilai kinerja bawahan (misal ada hubungan
kerabat, dll).
Selain itu penolakan hipotesis ini juga disebabkan karena adanya
kelemahan instrumen penelitian, yaitu kuesioner. Pernyataan – pernyataan dalam kuesioner ini mungkin kurang sesuai apabila digunakan untuk mengukur sistem
reward yang diterapkan dalam hotel.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa informasi BSA tidak memediasi pengaruh