4.1 Pengumpulan Data
Perkiraan permintaan perlu diketahui untuk pengolahan penjadwalan, data historis selama bulan M aret 2009 digunakan sebagai dasar peramalan untuk 1 M inggu kedepan. Kemudian data yang dikumpulkan lainnya untuk dilakukannya penjadwalan adalah due date tiap koran. Sedangkan untuk mencari suatu akar
permasalahan mengenai gangguan proses produksi, data yang dikumpulkan adalah data gangguan mesin selama periode 1 M aret 2009 – 14 M aret 2009.
Proses pengumpulan data dilakukan secara langsung di PT. Gramedia Printing yaitu dengan observasi lapangan, wawancara secara langsung dan pengambilan data historis perusahaan. Data historis yang dipakai untuk penelitian adalah bulan maret 2009, dimana proses produksi berlangsung selama 9 jam dan sisa waktu yang ada dibuat untuk proses produksi majalah dan maintenance.
Didalam proses produksi Koran digunakan 3 tipe mesin yang memiliki kapasitas produksi yang berbeda yaitu :
1. HT = 195.000 produk/jam 2. M agnum = 70.000 produk/jam 3. Solna = 20.000 produk/jam
• Data permintaan
Untuk memulai pembahasan skripsi tentang penjadwalan maka akan dilampirkan data permintaan produksi yang dipesan pada bulan maret 2009. Dimana data tersebut akan dilampirkan seperti dibawah ini :
• Data Permintaan Koran
Data permintaan koran, diambil data 1 hari saja pada tanggal 4 bulan M aret 2009 adalah sebanyak 3,704,650 permintaan.
• Data Persentase Permintaan
Tabel 4.1 Tabel Persentase Permintaan
A B C D E F G H I J K L M N O Total Rata-rata Permintaan Per Hari 1,299,221 602,746 633,866 159,300 247,841 141,518 128,181 200,051 59,645 38,158 19,264 19,635 59,274 39,269 56,681 3,704,650 4.30% 6.69% 3.82% 3.46% 5.40% 1.61% 1.03% 0.52% 0.53% 1.60% 1.06% 1.53% 100% Persentasi 35.07% 16.27% 17.11%
• Data Waktu Kerusakan
Pada data waktu kerusakan, diambil data selama 2 minggu pada bulan M aret dari setiap mesin, dimana data yang ditampilkan adalah data durasi kerusakan (dari awal terjadi kerusakan sampai selesai ditanggani), faktor penyebab kerusakan, dan bagian mesin yang terjadi kerusakan. Data yang ditampilkan dapat dilihat pada halaman Lampiran.
4.2 Pengolahan Data 4.2.1 Penjadwalan Mesin
Berdasarkan pada data permintaan 1 hari pada bulan M aret tersebut akan dilakukan penjadwalan pada 1 hari tersebut.
Berikut akan ditampilkan jumlah permintaan tiap produk koran per hari nya:
Tabel 4.2 Rata- Rata Permintaan Koran Tiap Produk per Hari
A B C D E F G H I J K L M N O Total Rata-rata Permintaan Per Hari 1,299,221 602,746 633,866 159,300 247,841 141,518 128,181 200,051 59,645 38,158 19,264 19,635 59,274 39,269 56,681 3,704,650 4.30% 6.69% 3.82% 3.46% 5.40% 1.61% 1.03% 0.52% 0.53% 1.60% 1.06% 1.53% 100% Persentasi 35.07% 16.27% 17.11% Contoh perhitungan :
• Jumlah permintaan produk A per hari 3,704,650unit 1,299,221unit 100 07 . 35 = ×
Tabel 4.3 Waktu Proses dan Due Time Tiap Produk
Produk Mulai Proses Due Time Permintaan (Unit) Waktu Proses (Jam) Due Time (Jam)
A 19:30 4:30 1,298,789 6.66 10 B 19:30 3:00 602,546 3.09 8.5 C 19:30 4:00 633,655 3.25 9.5 D 19:30 2:54 159,300 2.28 8.4 E 19:30 2:00 247,841 3.54 7.5 F 19:30 2:45 141,518 2.02 8.25 G 19:30 3:00 128,181 1.83 8.5 H 19:30 4:00 200,051 2.86 9.5 I 19:30 2:30 59,645 2.98 8 J 19:30 3:45 38,158 1.91 9.25 K 19:30 3:00 19,264 0.96 8.5 L 19:30 4:15 19,635 0.98 9.75 M 19:30 4:21 59,274 2.96 9.85 N 19:30 2:45 39,269 1.96 8.25 O 19:30 3:15 56,681 2.83 9.75
Berdasarkan jumlah permintaan tiap produk tersebut, perusahaan menetapkan bahwa tiap produk yang berjumlah lebih besar dari 400,000 unit diproduksi oleh mesin HT, produk yang berjumlah antara 100,000 unit – 400,000 unit diproduksi oleh mesin M agnum, sedangkan untuk produk yang berjumlah dibawah 100,000 unit diproduksi oleh mesin Solna. Oleh karena itu produk A,B dan C diproduksi oleh mesin HT, produk D,E,F,G, dan H diproduksi oleh mesin M agnum, dan produk I,J,K,L,M ,N dan O diproduksi oleh mesin Solna.
Dari data due date dan jumlah permintaan tiap produk dapat dibuat
berbagai metode penjadwalan untuk mengurangi waktu keterlambatan pengiriman, yang dilihat berdasarkan urutan kerja produk, mean lateness dan
• M etode FCFS ( Fisrt Come First Serve)
Tabel 4.4 Penjadwalan M etode FCFS Untuk M esin HT
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
A 6.66 6.66 9 -2.34 B 3.09 9.75 7.5 2.25 C 3.25 13 8.5 4.5 Total 13.00 29.41 4.41 1.47 9.8 2.25 4.5 2 A-B-C Mean Lateness
Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs
Urutan Pekerjaan
Tabel 4.5 Penjadwalan M etode FCFS Untuk M esin M agnum
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
D 2.28 2.28 7.4 -5.12 E 3.54 5.82 6.5 -0.68 F 2.02 7.84 7.25 0.59 G 1.83 9.67 7.5 2.17 H 2.86 12.53 8.5 4.03 Total 12.53 38.13 0.98 0.20 7.6 1.36 4.03 3 D-E-F-G-H Urutan Pekerjaan
Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs
Mean Lateness
Tabel 4.6 Penjadwalan M etode FCFS Untuk M esin Solna
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
I 2.98 2.98 7 -4.02 J 1.91 4.89 8.25 -3.36 K 0.96 5.85 7.5 -1.65 L 0.98 6.84 8.75 -1.91 M 2.96 9.8 8.85 0.95 N 1.96 11.76 7.25 4.51 O 2.83 14.60 7.75 6.85 Total 14.60 56.7 1.37 0.20 8.1 1.76 6.85 3 I-J-K-L-M-N-O Mean Lateness
Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs
Contoh perhitungan menggunakan metode FCFS pada mesin HT : • Completion Time (Ci) C1 + T2 = C2 6.66 + 3.09 = 9.75 jam • Lateness (Li) Ci - Di = Li C1 – D1 = L1 6.66 – 9 = -2.34 jam
• Mean Completion Time
3
∑
= i i C C = 29.41 : 3 = 9.8 jam • Mean Lateness 3∑
= i i L L = 4.41 : 3 = 1.47 jam• M etode Slack
Tabel 4.7 Penjadwalan M etode Slack Untuk M esin HT
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) Slack, Sl i (Jam)
A 6.66 6.66 9 -2.34 2.34 B 3.09 9.75 7.5 2.25 4.41 C 3.25 13 8.5 4.50 5.25 Total 13 29.41 4.41 1.47 9.8 2.25 4.5 2 A-B-C Mean Lateness
Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan
Tabel 4.8 Penjadwalan M etode Slack Untuk M esin M agnum
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) Slack, Sl i (Jam)
E 3.54 3.54 6.5 -2.96 2.96 D 2.28 5.82 7.4 -1.58 5.12 F 2.02 7.84 7.25 0.59 5.23 H 2.86 10.70 8.5 2.20 5.64 G 1.83 12.53 7.5 5.03 5.67 Total 12.53 40.4 3.27 0.65 8.1 1.56 5.03 3 E-D-F-H-G Mean Tardiness
Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan
Mean Lateness Mean Completion Time
Tabel 4.9 Penjadwalan M etode Slack Untuk M esin Solna
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam) Slack, Sli (Jam)
I 2.98 2.98 7 -4.02 4.02 O 2.83 5.81 7.75 -1.94 4.92 N 1.96 7.78 7.25 0.53 5.29 M 2.96 10.74 8.85 1.89 5.89 J 1.91 12.65 8.25 4.4 6.34 K 0.96 13.61 7.5 6.11 6.54 L 0.98 14.59 8.75 5.84 7.77 Total 14.59 68.16 12.81 1.83 9.7 2.68 6.11 5 I-O-N-M-J-K-L Mean Tardiness
Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan
Mean Lateness Mean Completion Time
Contoh perhitungan menggunakan metode Slack pada mesin HT : • Completion Time (Ci) C1 + T2 = C2 6.66 + 3.09 = 9.75 jam • Lateness (Li) Ci - Di = Li C1 – D1 = L1 6.66 – 9 = -2.34 jam • Slack Time (SLi ) Di - Ci = SLi 9 – 6.66 = 2.34 jam
• Mean Completion Time
3
∑
= i i C C = 29.41 : 3 = 9.8 jam • Mean Lateness 3∑
= i i L L = 4.41 : 3 = 1.47 jam• M etode LPT ( Longest Processing Time)
Tabel 4.10 Penjadwalan M etode LPT Untuk M esin HT
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
A 6.66 6.66 9 -2.34 C 3.25 9.91 8.5 1.41 B 3.09 13 7.5 5.5 Total 13 29.57 4.57 1.52 9.9 2.30 5.5 2 A-C-B Mean Lateness
Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs
Urutan Pekerjaan
Tabel 4.11 Penjadwalan M etode LPT Untuk M esin M agnum
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
E 3.54 3.54 6.5 -2.96 H 2.86 6.4 8.5 -2.1 D 2.28 8.68 7.4 1.28 F 2.02 10.70 7.25 3.45 G 1.83 12.53 7.5 5.03 Total 12.53 41.83 4.68 0.94 8.4 1.95 5.03 3 E-H-D-F-G Mean Tardiness
Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs
Urutan Pekerjaan Mean Lateness Mean Completion Time
Tabel 4.12 Penjadwalan M etode LPT Untuk M esin Solna
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
I 2.98 2.98 7 -4.02 M 2.96 5.94 8.85 -2.91 O 2.83 8.78 7.75 1.03 N 1.96 10.74 7.25 3.49 J 1.91 12.65 8.25 4.4 L 0.98 13.63 8.75 4.88 K 0.96 14.59 7.5 7.09 Total 14.59 69.32 13.97 2.00 9.9 2.98 7.09 5 I-M-O-N-J-L-K Mean Tardiness
Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs
Urutan Pekerjaan Mean Lateness Mean Completion Time
Contoh perhitungan menggunakan metode LPT pada mesin HT : • Completion Time (Ci) C1 + T2 = C2 6.66 + 3.25 = 9.91 jam • Lateness (Li) Ci - Di = Li C1 – D1 = L1 6.66 – 9 = -2.34 jam
• Mean Completion Time
3
∑
= i i C C = 29.57 : 3 = 9.9 jam • Mean Lateness 3∑
= i i L L = 4.57 : 3 = 1.52 jam• M etode SPT ( Shortest Proccesing Time )
Tabel 4.13 Penjadwalan M etode SPT Untuk M esin HT
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
B 3.09 3.09 7.5 -4.41 C 3.25 6.34 8.5 -2.16 A 6.66 13 9 4 Total 13 22.43 -2.57 -0.86 7.5 1.33 4.0 1 B-C-A Mean Lateness
Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan
Tabel 4.14 Penjadwalan M etode SPT Untuk M esin M agnum
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
G 1.83 1.83 7.5 -5.67 F 2.02 3.85 7.25 -3.4 D 2.28 6.13 7.4 -1.27 H 2.86 8.99 8.5 0.49 E 3.54 12.52 6.5 6.02 Total 12.52 33.3 -3.83 -0.77 6.7 1.30 6.02 2 G-F-D-H-E Mean Tardiness
Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan
Mean Lateness Mean Completion Time
Tabel 4.15 Penjadwalan M etode SPT Untuk M esin Solna
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
K 0.96 0.96 7.5 -6.54 L 0.98 1.95 8.75 -6.8 J 1.91 3.85 8.25 -4.4 N 1.96 5.82 7.25 -1.43 O 2.83 8.65 7.75 0.9 M 2.96 11.61 8.85 2.76 I 2.98 14.59 7 7.59 Total 14.59 47.44 -7.91 -1.13 6.8 1.61 7.59 3 K-L-J-N-O-M-I Mean Tardiness
Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs
Urutan Pekerjaan Mean Lateness Mean Completion Time
Contoh perhitungan menggunakan metode SPT pada mesin HT : • Completion Time (Ci) C1 + T2 = C2 3.09 + 3.25 = 6.34 jam • Lateness (Li) Ci - Di = Li C1 – D1 = L1 3.09 – 7.5 = -4.41 jam
• Mean Completion Time
3
∑
= i i C C = 22.43 : 3 = 7.5 jam • Mean Lateness 3∑
= i i L L = -2.57 : 3 = -0.86 jam• M etode EED ( Earliest Due Date)
Tabel 4.16 Penjadwalan M etode EDD Untuk M esin HT
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
B 3.09 3.09 7.5 -4.41 C 3.25 6.34 8.5 -2.16 A 6.66 13 9 4 Total 13 22.43 -2.57 -0.86 7.5 1.33 4.0 1 B-C-A Number of Tardy Jobs
Urutan Pekerjaan Mean Lateness Mean Completion Time
Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs
Tabel 4.17 Penjadwalan M etode EDD Untuk M esin M agnum
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
E 3.54 3.54 6.5 -2.96 F 2.02 5.56 7.25 -1.69 D 2.28 7.84 7.4 0.44 G 1.83 9.67 7.5 2.17 H 2.86 12.53 8.5 4.03 Total 12.53 39.14 1.99 0.40 7.8 1.33 4.03 3 E-F-D-G-H Mean Tardiness
Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs Urutan Pekerjaan
Mean Lateness Mean Completion Time
Tabel 4.18 Penjadwalan M etode EDD Untuk M esin Solna
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
I 2.98 2.98 7 -4.02 N 1.96 4.94 7.25 -2.31 K 0.96 5.91 7.5 -1.59 O 2.83 8.74 7.75 0.99 J 1.91 10.65 8.25 2.4 L 0.98 11.63 9.75 1.88 M 2.96 14.59 8.85 5.74 Total 14.59 59.44 3.09 0.44 8.5 1.57 5.74 4 I-N-K-O-J-L-M Mean Lateness
Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs
Contoh perhitungan menggunakan metode EDD pada mesin HT : • Completion Time (Ci) C1 + T2 = C2 3.09 + 3.25 = 6.34 jam • Lateness (Li) Ci - Di = Li C1 – D1 = L1 3.09 – 7.5 = -4.41 jam
• Mean Completion Time
3
∑
= i i C C = 22.43 : 3 = 7.5 jam • Mean Lateness 3∑
= i i L L = -2.57 : 3 = -0.86 jam• M etode Wilkerson Irwin
Tabel 4.19 Perhitungan M etode Wilkerson Irwin Untuk M esin HT
Step Step 1 ; αβγ Step 2 ; Fα + Max (Tβ, Tγ) ≤ Max (Dβ, Dγ) (Tβ≤ Tγ) Step 3 ; Fα - Tα + Max (Tα , Tβ) ≤ Max (Dα, Dβ) (Tα≤ Tβ) 2 B-C-A 9.75 ≤ 9 No 3.25 ≤ 6.66 Yes
Setelah dilakukannya perhitungan diatas maka dilakukan penjadwalan berdasarkan urutan pekerjaannya adalah B-C-A.
Tabel 4.20 Penjadwalan M etode Wilkerson Irwin Untuk M esin HT
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
B 3.09 3.09 7.50 -4.41 C 3.25 6.34 8.50 -2.16 A 6.66 13.00 9.00 4.00 Total 13.00 22.43 -2.57 -0.86 7.5 1.33 4.0 1 B-C-A Number of Tardy Jobs
Urutan Pekerjaan Mean Lateness Mean Completion Time
Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs
Tabel 4.21 Perhitungan M etode Wilkerson Irwin Untuk M esin M agnum
Step Step 1 ; αβγ Step 2 ; Fα + Max (Tβ, Tγ) ≤ Max (Dβ, Dγ) (Tβ≤ Tγ) Step 3 ; Fα - Tα + Max (Tα , Tβ) ≤ Max (Dα, Dβ) (Tα≤ Tβ) 2 E-F-D 5.82 ≤ 7.24 Yes 2.02 ≤ 2.28 Yes
2 F-D-G 7.84 ≤ 7.5 No 2.28 ≤ 1.83 No
3 F-G 5.56 ≤ 7.5 Yes 2.02 ≤ 1.83 No
2 G-D-H 10.25 ≤ 8.5 No 2.27 ≤ 2.86 Yes
Setelah dilakukannya perhitungan diatas maka dilakukan penjadwalan berdasarkan urutan pekerjaannya adalah E-F-G-D-H.
Tabel 4.22 Penjadwalan M etode Wilkerson Irwin Untuk M esin M agnum
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
E 3.54 3.54 6.5 -2.96 F 2.02 5.56 7.25 -1.69 G 1.83 7.39 7.5 -0.11 D 2.28 9.67 7.4 2.27 H 2.86 12.53 8.5 4.03 Total 12.53 25.05 1.54 0.31 5.0 1.26 4.03 2 E-F-G-D-H Number of Tardy Jobs
Urutan Pekerjaan Maximum Tardy Jobs
Mean Lateness Mean Completion Time
Tabel 4.23 Perhitungan M etode Wilkerson Irwin Untuk M esin Solna
Step Step 1 ; αβγ Step 2 ; Fα + Max (Tβ, Tγ) ≤ Max (Dβ, Dγ) (Tβ≤ Tγ) Step 3 ; Fα - Tα + Max (Tα , Tβ) ≤ Max (Dα, Dβ) (Tα≤ Tβ) 2 I-N-K 4.94 ≤ 7.5 Yes 1.96 ≤ 0.96 No 2 N-K=O 7.77 ≤ 7.75 No 0.96 ≤ 2.83 Yes 2 K-O-J 8.74 ≤ 8.25 No 2.83 ≤ 1.91 No 3 K-J 6.86 ≤ 8.25 Yes 0.96 ≤ 1.91 No 2 J-O-L 10.65 ≤ 8.75 No 2.83 ≤ 0.98 No 3 J-L 7.82 ≤ 8.75 Yes 1.91 ≤ 0.98 No 2 L-O-M 11.78 ≤ 8.85 No 2.83 ≤ 2.96 Yes
Setelah dilakukannya perhitungan diatas maka dilakukan penjadwalan berdasarkan urutan pekerjaannya adalah I-N-K-J-L-O-M .
Tabel 4.24 Penjadwalan M etode Wilkerson Irwin Untuk M esin Solna
Produk Flow Time, Ti (Jam) Completion Time, Ci (Jam) Due Time, Di (Jam) Lateness, Li (Jam)
I 2.98 2.98 7 -4.02 N 1.96 4.94 7.25 -2.31 K 0.96 5.91 7.5 -1.59 J 1.91 7.81 8.25 -0.44 L 0.98 8.80 8.75 0.05 O 2.83 11.63 7.75 3.88 M 2.96 14.59 8.85 5.74 Total 14.59 56.66 1.31 0.19 8.1 1.38 5.74 3 I-N-K-J-L-O-M Mean Lateness
Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs
Contoh perhitungan menggunakan metode EDD pada mesin HT : • Completion Time (Ci) C1 + T2 = C2 3.09 + 3.25 = 6.34 jam • Lateness (Li) Ci - Di = Li C1 – D1 = L1 3.09 – 7.5 = -4.41 jam
• Mean Completion Time
3
∑
= i i C C = 22.43 : 3 = 7.5 jam • Mean Lateness 3∑
= i i L L = -2.57 : 3 = -0.86 jam4.2.2 Identifikasi Terjadinya Minor Stop
Jumlah waktu kerusakan yang terjadi cukup lama dan frekuensi terjadinya cukup banyak, yang mengakibatkan waktu proses menjadi terhambat sehingga menyebabkan keterlambatan dalam waktu penyelesaian
produk sehingga perlu adanya dilakukan perbaikan oleh perusahaan. Oleh karena itu, pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang ada.
4.2.2.1 Diagram Pareto
Diagram pareto digunakan untuk menunjukkan atau membantu menemukan permasalahan yang paling penting untuk segera diselesaikan.
Tabel 4.25 Data Rekap Waktu Kerusakan Tiap M esin Periode 1 M aret – 14 M aret 2009
Mesin
Waktu Kerusakan (menit) Persentase Persentase Kumulatif
HT
755
51.36%
51.36%
Magnum
450
30.61%
81.97%
Solna
265
18.03%
100%
Total
1470
100%
Dari data diatas, mesin HT memiliki waktu kerusakan terbanyak, sehingga akan dilihat penyebab-penyebab kerusakan pada bagian-bagian mesin yang ada pada mesin HT. berikut adalah data rekapan waktu kerusakan pada bagian-bagian mesin HT.
Tabel 4.26 Data Rekap Jumlah Kerusakan Pada Bagian –Bagian M esin HT Periode 1 M aret – 14 M aret 2009
Mesin
Waktu kerusakan (menit) Persentase Persentase Kumulatif
RST
336
44.50%
44.50%
Unit
327
43.33%
87.83%
Folder
84
11.17%
99.00%
Mailroom
8
1%
100.00%
Total
755
100.00%
Dari data diatas, dapat dibuat diagram pareto untuk menentukan prioritas penanganan masalah. Berdasarkan prinsip pareto, mesin RST dan Unit akan menjadi prioritas penanganan masalah.
Co un t Pe rc e nt Mesin Count 5.0 Cum % 40.9 77.3 95.0 100.0 755 672 327 92 Percent 40.9 36.4 17.7 Other Unit RST Total 2000 1500 1000 500 0 100 80 60 40 20 0
Pareto Chart of Mesin
Dari hasil pengolahan data berupa diagram pareto diatas, dapat dilihat bahwa 80% kumulatif permasalahan yang ada terletak pada dua bagian proses mesin yang ada, yaitu RST dan Unit. Untuk menganalisa hal – hal yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut terjadi, maka akan digunakan bantuan diagram sebab akibat (fishbone diagram).
4.2.3.1 Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)
Dalam proses penyusunan diagram sebab akibat, dilakukan teknik sumbang saran (brainstorming) dengan melibatkan tim operator yang terkait
dengan proses produksi pada mesin HT tersebut.
Brainstorming ini dimaksudkan agar pendapat serta gagasan dari operator dapat dikumpulkan untuk mencari penyebab masalah yang mungkin terjadi dalam proses. Penyebab dari kerusakan mesin dapat ditelusuri sehingga dapat diketahui pula akar dari penyebabnya yang bersumber pada faktor manusia, mesin, material, metode kerja, informasi.
Dari hasil pengolahan data diatas berupa diagram sebab-akibat, dapat dilihat bahwa 80 % kumulatif permasalahan terletak pada dua bagian proses mesin yang ada yaitu mesin RST dan Unit. Untuk menganalisa hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut terjadi, maka akan digunakan dengan diagram sebab-akibat (fishbone diagram). Berikut adalah diagram sebab
Gambar 4.3 Diagram Fishbone untuk Kerusakan Unit
4.2.3.2 Cause Failure Mode Effect (CFME)
Setelah mengidentifikasi karakteristik jenis kerusakan pada mesin RST dan Unit melalui diagram sebab-akibat, maka selanjutnya dibuatlah diagram CFM E. CFM E merupakan pengembangan dari diagram sebab-akibat dan digunakan untuk mendeteksi akar penyebab permasalahan. Berdasarkan diagram sebab-akibat yang telah dibuat, maka akan dicari lagi penyebab masalah sampai ke akar permasalahan. Diagram CFM E akan membantu
dalam mengidentifikasi efek kerusakan, modus kerusakan serta akar penyebab kerusakan itu sendiri. Data yang digunakan dalam pembuatan diagram CFM E merupakan data yang digunakan pada diagram sebab-akibat. Diagram CFM E dibuat berdasarkan hasil diskusi dengan pihak perusahaan. Dengan adanya diagram ini, nantinya akan mempermudah dalam pembentukan FM EA.
Berikut adalah diagram CFM E untuk masing - masing kerusakan pada bagian mesin RST dan Unit :
4.3 Analisa Data
4.3.1 Analisa Penjadwalan
Setelah melakukan perhitungan dengan lima metode yang telah diilustrasikan seperti diatas maka dapat dilakukan analisa untuk kelima metode yang telah dipakai sebagai berikut :
a. Mesin HT
1. M etode Slack
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
A-B-C, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean
lateness 1.47 jam dan mean completion time 9.8 jam. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 2. M etode LPT
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
A-C-B, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean
lateness 1.52 jam dan mean completion time 9.9 jam. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 3. M etode SPT
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
lateness -0.86 jam dan mean completion time 7.5 jam. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 4. M etode EDD
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
B-C-A, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean
lateness -0.86 jam dan mean completion time 7.5 jam. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 5. M etode Wilkerson-Irwin
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
B-C-A, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean
lateness -0.86 jam dan mean completion time 7.5 jam. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan.
b. Mesin Magnum
1. M etode Slack
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
E-D-F-H-G, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean
lateness 0.65 jam dan mean completion time 8.1 jam. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 2. M etode LPT
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
E-H-D-F-G, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean
lateness 0.94 jam dan mean completion time 8.4 jam. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 3. M etode SPT
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
G-F-D-H-E, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean
lateness -0.77 jam dan mean completion time 6.7 jam. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 4. M etode EDD
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
E-F-D-G-H, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean
lateness 0.4 jam dan mean completion time 7.8 jam. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 5. M etode Wilkerson-Irwin
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
E-F-G-D-H, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh mean
lateness 0.31 jam dan mean completion time 5 jam. Secara lengkap dapat
c. Mesin S olna
1. M etode Slack
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
I-O-N-M -J-K-L, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh
mean lateness 1.83 jam dan mean completion time 9.7 jam. Secara lengkap
dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 2. M etode LPT
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing : IM
-O-N-J-L-K, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh
mean lateness 2 jam dan mean completion time 9.9 jam. Secara lengkap dapat
dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 3. M etode SPT
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
K-L-J-N-O-M -I, berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh
mean lateness -1.13 jam dan mean completion time 6.8 jam. Secara lengkap
dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 4. M etode EDD
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
mean lateness 0.58 jam dan mean completion time 8.5 jam. Secara lengkap
dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan. 5. M etode Wilkerson-Irwin
Dengan menggunakan metode ini maka didapatkan sequencing :
I-N-K-J-L-O-M , berdasarkan sequencing yang telah didapatkan maka diperoleh
mean lateness 0.19 jam dan mean completion time 8.1 jam. Secara lengkap
dapat dilihat pada tabel perbandingan antara metode usulan dan perusahaan.
4.3.1.1 Analisa Perbandingan Antara 5 Metode Usulan
Dalam menganalisa perbandingan dari kelima metode yang digunakan maka dapat menggunakan besarnya mean lateness dan mean completion time
sebagai indikator, karena salah satu tujuan yang akan dicapai dalam
penjadwalan adalah minimasi mean lateness dimana jika semakin kecil mean
lateness yang diperoleh maka penjadwalan yang dilakukan akan semakin baik
dan untuk mean completion time dimana jika semakin kecil maka
penyelesaian waktu produk semakin cepat maka artinya waktu penjadwalan yang digunakan perusahaan kurang optimal. Perbandingan antara kelima metode usulan tersebut dapat dilampirkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.27 Perbadingan Kelima M etode Usulan
Mesin Metode Mean Lateness Mean Completion Time Mean Tardiness Maximum Tardy Jobs Number of Tardy Jobs
Slack 1.47 9.8 2.25 4.5 2 A-B-C LPT 1.52 9.9 2.30 5.5 2 A-C-B SPT -0.86 7.5 1.33 4.0 1 B-C-A EDD -0.86 7.5 1.33 4.0 1 B-C-A Wilkerson-Irwin -0.86 7.5 1.33 4.0 1 B-C-A Slack 0.65 8.1 1.56 5.03 3 E-D-F-H-G LPT 0.94 8.4 1.95 5.03 3 E-H-D-F-G SPT -0.77 6.7 1.30 6.02 2 G-F-D-H-E EDD 0.40 7.8 1.33 4.03 3 E-F-D-G-H Wilkerson-Irwin 0.31 5.0 1.26 4.03 2 E-F-G-D-H Slack 1.83 9.7 2.68 6.11 5 I-O-N-M-J-K-L LPT 2.00 9.9 2.98 7.09 5 I-M-O-N-J-L-K SPT -1.13 6.8 1.61 7.59 3 K -L-J-N-O-M-I EDD 0.58 8.5 1.72 5.74 4 I-N-K-O-J-L-M Wilkerson-Irwin 0.19 8.1 1.38 5.74 3 I-N-K-J-L-O-M Urutan Pekerjaan HT MAGNUM SOLNA
Setelah melihat tabel yang diatas maka dapat diketahui bahwa untuk mesin HT, mean lateness dan mean completion time terbaik terletak pada
metode Wilkerson Irwin karena didalam perhitungan Wilkerson Irwin melihat waktu proses dan due date walaupun SPT dan EDD memiliki nilai mean
lateness dan mean completion time yang sama dengan metode Wilkerson
Irwin. Besarnya mean lateness dan mean completion time adalah –0.86 jam
dan 7.5 jam. Untuk mesin M agnum, mean lateness dan mean completion time
terbaik terletak pada metode SPT dengan nilai mean lateness dan mean
completion time sebesar -0.77 jam dan 6.7 jam. Sedangkan Untuk mesin
Solna, mean lateness dan mean completion time terbaik terletak pada metode
SPT dengan nilai mean lateness dan mean completion time sebesar -1.13 jam
4.3.2.2 Analisa Perbandingan Antara Metode Perusahaan Dengan Metode Usulan
M etode yang dipakai oleh perusahaan untuk mesin HT adalah metode FCFS dimana memberikan mean lateness dan mean completion time sebesar
1.47 jam dan 9.8 jam. Untuk mesin M agnum, metode FCFS memberikan
mean lateness dan mean completion time sebesar 0.2 jam dan 7.6 jam. Untuk
mesin Solna, metode FCFS memberikan mean lateness dan mean completion time sebesar 0.2 jam dan 8.1 jam Dengan mean lateness dan mean completion time yang diperoleh tersebut masih terdapat beberapa keterlambatan
pengiriman dan tidak terpenuhinya due date yang telah dijanjikan kepada
konsumen, hal tersebut merupakan masalah penting bagi perusahaan yang mana perlu dilakukan pemecahannya, dimana jika dibiarkan terus menerus maka kepercayaan konsumen kepada perusahaan akan semakin berkurang yang mana kelamaan akan menyebabkan para konsumen akan beralih ke produsen lain yang mana dapat memberikan kepuasan kepada konsumen dalam arti pemenuhan due date yang telah disepakati sebelumnya. Dengan
demikian maka diajukan lima metode penjadwalan usulan untuk mengurangi keterlambatan yang terjadi di perusahaan, tetapi setelah dilakukan perhitungan maka dapat diketahui untuk mesin HT metode Wilkerson Irwin, untuk mesin M agnum metode SPT sedangkan untuk mesin Solna metode SPT dapat mengurangi keterlambatan yang terjadi di perusahaan saat ini.
Dengan menggunakan metode Wilkerson Irwin pada mesin HT dapat mengurangi mean lateness sebesar 1.47 jam – (-0.86) jam = 2.33 jam. Untuk
mesin M agnum Dengan menggunakan metode Wilkerson Irwin dapat mengurangi mean lateness sebesar 0.2 jam – (-0.77) jam = 0.97 jam. Untuk
mesin Solna Dengan menggunakan metode SPT dapat mengurangi mean
lateness sebesar 0.2 jam – (-1.13) jam = 1.33 jam. Setelah melakukan
berbagai analisa tersebut maka perusahaan lebih dianjurkan untuk memilih M etode Wilkerson Irwin pada M esin HT, M etode SPT pada M esin M agnum dan M etode SPT pada M esin Solna.
Tabel 4.28 Perbadingan M etode Wilkerson Irwin Dengan M etode FCFS Untuk M esin HT
Mean Lateness Mean Completion Time
FCFS 1.47 9.8
Wilkerson Irwin -0.86 7.5
Selisih Waktu 2.33 2.3
Tabel 4.29 Perbadingan M etode Wilkerson Irwin Dengan M etode FCFS Untuk M esin M agnum
Mean Lateness Mean Completion Time
FCFS 0.20 7.6
SPT -0.77 6.7
Tabel 4.30 Perbadingan M etode Wilkerson Irwin Dengan M etode FCFS Untuk M esin Solna
Mean Lateness Mean Completion Time
FCFS 0.20 8.1
SPT -1.13 6.8
Selisih Waktu 1.33 1.3
4.3.3 Analisa Diagram Pareto Kerusakan Mesin
Berdasarkan pengumpulan data dan pengolahan data pada tahap awal, proses cetaknya dibuat oleh mesin HT, Solna dan M agnum. Kemudian dari ketiga mesin tersebut, dibuat persentase waktu kerusakan dan didapat mesin HT merupakan mesin yang mengalami jumlah kerusakan yang terlama. Kerusakan tersebut dapat terjadi didalam bagian-bagian mesin HT yang ada, yaitu RST, Unit, Folder dan Mailroom.
Berdasarkan prinsip pareto, 80% kumulatif permasalahan akan menjadi prioritas penanganan masalah. Dari tabel 4. dan diagram 4. yang telah ditunjukkan diatas, maka diketahui bahwa prioritas penanganan masalah terdapat pada RST dan Unit dengan nilai 44.50 % dan 43.33 %, dan nilai kumulatifnya adalah 87.83%. untuk menganalisa hal – hal yang dapat menyebabkan kerusakan pada proses tersebut, maka akan dibantu dengan diagram sebab akibat ( fishbone diagram).
4.3.4 Analisa Penyebab Masalah Dengan Fishbone Diagram
Berdasarkan perhitungan diagram pareto didapat 2 bagian mesin pada HT (RST dan Unit) yang sangat dominan untuk terjadinya kerusakan. Pada tahap ini, akan dipaparkan mengenai jenis kerusakan yang terjadi dan faktor – faktor yang berpengaruh sehingga kerusakan tersebut dapat terjadi.
4.3.4.1 Analisa Fishbone Diagram Untuk Kerusakan RS T
Diagram sebab akibat untuk kerusakan RST yang telah digambarkan diatas, menyatakan bahwa ada 3 faktor utama yang mempengaruhi terjadinya kerusakan pada proses tersebut, yaitu manusia (man), mesin (machine), dan
bahan ( materiall ). Setelah ditemukan faktor – faktor tersebut, kemudian
dilakukannya penelusuran mengenai penyebab – penyebab yang mengakibatkan kerusakan pada bagian mesin RST. Berikut adalah penjabarannya :
¾ Faktor M anusia ( man )
Pada saat proses produksi berlangsung jenis kerusakan yang terjadi pada RST adalah mesin berhenti saat proses berlangsung hal ini dikarenakan kesalahan pada operator yang lupa memasang blackmark
pada RST sebelum proses dimulai.
¾ Faktor Bahan ( materiall )
Pada saat proses produksi berlangsung, jenis kerusakan yang sering terjadi adalah kertas putus. hal ini disebabkan oleh kertas basah.
¾ Faktor M esin ( Machine )
Pada saat proses produksi berlangsung, jenis kerusakan yang sering terjadi adalah kertas putus, sambung gagal dan mesin mati. Hal ini disebabkan oleh dancing roll mengayun, pola menggulung, RST splicing, core break putus dan chuck grip tidak mekar.
4.3.4.2 Analisa Fishbone Diagram Untuk Kerusakan Unit
Diagram sebab akibat untuk kerusakan Unit yang telah digambarkan diatas, menyatakan bahwa ada 4 faktor utama yang mempengaruhi terjadinya kerusakan pada proses tersebut, yaitu manusia (man), mesin (machine),
metode (method) dan bahan ( materiall ). Setelah ditemukan faktor – faktor
tersebut, kemudian dilakukannya penelusuran mengenai penyebab – penyebab yang mengakibatkan kerusakan pada bagian mesin Unit. Berikut adalah penjabarannya :
¾ Faktor M anusia ( man )
Pada saat proses produksi berlangsung jenis kerusakan yang terjadi pada Unit adalah mesin harus diberhentikan saat proses berlangsung hal ini dikarenakan adanya revisi dari redaksi.
¾ Faktor Bahan ( materiall )
Pada saat proses produksi berlangsung, jenis kerusakan yang sering terjadi adalah kertas putus dan sambung gagal. hal ini disebabkan oleh roll kertas nempel, kertas cacat, roll kertas bengkok
dan pola nose nempel kurang sempurna. Hal ini mengakibatkan kertas
harus di webbing ulang dan operator harus mengganti kertas web
dengan yang baru.
¾ Faktor M esin ( Machine )
Pada saat proses produksi berlangsung, jenis kerusakan yang sering terjadi adalah mesin berhenti pada saat proses produksi berlangsung dan tinta tidak bekerja. Hal ini dikarenakan air tidak keluar dan pergantian spraybar selain itu disebabkan oleh mesin yang
restart.
¾ Faktor M etode ( Method )
Pada saat proses produksi berlangsung, jenis kerusakan yang sering terjadi adalah mesin diberhentikan. Hal ini dikarenakan adanya pergantian plate dan pergeseran plate.
4.3.5 Analisa Cause Failure Mode Effect (CFME)
Setelah mengidentifikasi karateristik jenis kerusakan melalui diagram sebab akibat diatas, maka selanjutnya dibuatkanlah cause
failure mode effect (CFM E). CFM E merupakan pengembangan dari
fishbone dan digunakan untuk mendeteksi akar penyebab dengan
menelusuri permasalahan sampai ke inti permasalahannya. Berdasarkan diagram sebab akibat yang telah dibuat, maka akan dicari lagi penyebab masalah sampai ke akar permasalahannya. Dalam
analisis ini akan digunakan tabel CFM E dimana tabel tersebut akan membantu didalam mengidentifikasi efek kerusakan, modus kerusakan dan akar penyebab kerusakan itu sendiri. Data yang digunakan dalam pembuatan tabel CFM E merupakan data yang digunakan pada diagram sebab akibat. Tabel CFM E dibuat berdasarkan hasil diskusi dengan pihak perusahaan. Dengan adanya tabel ini nantinya akan mempermudah dalam pembuatan FM EA (Failure Mode and Effect Analysis).
Berikut ini adalah contoh penjelasan atau penjabaran rangkuman diskusi dengan pihak perusahaan tentang CFM E untuk kerusakan mesin RST pada proses produksi :
• Bagian mesin mana pada HT yang sering mengalami kerusakan?
Pada mesin HT terdapat 2 bagian utama yang sering mangalami kerusakan yaitu RST dan Unit.
• M engapa kerusakan pada mesin RST dapat terjadi?
Kerusakan pada mesin RST dapat terjadi karena adanya faktor dari manusia, material dan mesin. ( Faktor Penyebab)
• M engapa kerusakan RST dapat disebabkan oleh faktor manusia? Karena blackmark tidak terpasang pada RST sebelum proses dimulai.
( Efek Kerusakan )
Blackmark tidak terpasang dikarenakan operator yang kurang teliti
dalam bekerja sehingga menyebabkan mesin RST mengalami gangguan kerusakan hingga berhenti. Tetapi keadaan seperti ini sering terjadi pada saat proses produksi yang disebabkan oleh ketidaktelitian operator. ( Modus Kerusakan Potensial )
• M engapa operator dapat tidak teliti didalam pemasangan blackmark ?
Hal ini biasanya disebabkan karena operator yang bertindak terlalu terburu – buru, karena pengaruh waktu yang singkat dalam proses produksi. Jika banyak hal yang terjadi sebelum proses berlangsung dan permalasahan tersebut telah menyita banyak waktu, maka operator menanggulanginya dengan meminimalkan waktu start up nya. ( Penyebab Kerusakan Potensial)
Tabel 4. 31 CFM E ( Cause Failure Mode Effect) untuk kerusakan RST
ketidaktelitian operator blackmark tidak
terpasang stop manusia
jalan terlalu kencang
kertas cacat dan dancing roll
mengayun
kertas putus mesin
indikasi RST Stop RST splicing mesin mati
sendiri mesin
posisi switch sudah on chuck grip tidak mekar sambung
gagal mesin
ada lem dipinggir roll roll kertas nempel kertas putus material Penyebab Kerusakan Potensial Modus Kerusakan Potensial Efek Potensial Faktor Penyebab
roll kertas dan pola nose
tidak sempurna pola menggulung
sambung
Tabel 4.32 CFM E ( Cause Failure Mode Effect) untuk kerusakan Unit
nozzle mati ganti spraybar dan air
tidak keluar stop mesin
register trilling dan leading tidak sama
ganti plate dan geser
plate stop metode
pergantian warna dan
format revisi dari redaksi stop manusia
tekanan roll bermasalah mesin restart tinta tidak
bekerja mesin Penyebab Kerusakan Potensial Modus Kerusakan Potensial Efek Potensial Faktor Penyebab
saat restart kertas basah kertas putus material
4.3.6 Analisa Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
Pada tahap ini, akan dijelaskan/dijabarkan nilai yang ditetapkan untuk severity (S), Occurrence (O) dan Detectability (D) dari tiap jenis kerusakan pada bagian mesin RST dan Unit yaitu :
Tabel 4.33 FM EA untuk Kerusakan yang Terjadi Pada M esin RST
fungsi prosesjenis kerusakan dalam proses akibat potensial kerusakan penyebab potensial Kerusakan
S D O RPN recommended of action faktor penyebab ketidaktelitian operator Blackma rk tidak terpasang 7 3 6 126 Dilakukan pengarahan terhadap operator yang melukakukan kesalahan
Manusia
indikasi RST
stop RST Sp ilicing 8 3 6 144
Pemeriksaan secara menyeluruh terhadap kondisi
mesin RST
Mesin
roll kertas dan pola nose tidak
sempurna
Pola
menggulung 8 5 5 200
Operator melakukan pengecekan terhadap pola
yang akan disambung
Material
posisi s witch
sudah on
Chuck Grip
tidak mekar 7 4 6 168
Cek ulang tiap kondisi mesin sebelum melakukan proses
penyambungan
Mesin
speed terlalu kencang
kertas cacat dan dancing roll
mengayun
8 6 5 240
Periksa kembali kondisi kertas dan mesin sebelum mesin RST
bekerja Mesin ada lem di pinggir r oll roll kertas menempel 7 5 6 210 Sebaiknya dilakukan pemeriksaan kondisi kertas pada saat akan dilakukannya
proses produksi Material Mesin berhenti Kertas putus RST Sambungan gagal
4.3.6.1 Jenis Kerusakan Yang Terjadi Pada Mesin RST
1. Mesin Berhenti Karena Ketidaktelitian Operator
Pada table FM EA diatas, nilai RPN untuk mesin berhenti karena ketidaktelitian operator adalah sebesar 126. Hal ini dapat terjadi karena blackmark tidak terpasang. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan
ketidaktelitian operator dalam melakukan persiapan proses produksi sehingga pada saat proses produksi berlangsung mesin tiba-tiba berhenti.Efek dari permasalahan diatas akan sangat tinggi pengaruhnya pada kelancaran lini produksi karena otomatis operator harus melakukan setting ulang karena blackmark tidak terpasang. Oleh karena itu rangking severity yang diberikan adalah sebesar 7.
Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk
mengantisipasi terjadinya mesin berhenti karena ketidaktelitian operator, operator harus melakukan pengecekan pada mesin RST
sebelum menjalankan proses produksi. Dengan demikian ranking
detectability yang diberikan adalah sebesar 3.
Peluang terjadinya mesin berhenti karena ketidaktelitian operator, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. M ungkin disebabkan oleh ketidaktelitian operator bagian RST. Oleh karena itu ranking occurrence yang
diberikan adalah sebesar 6.
Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah
sebesar 126. Dari hasil perkalian antara S(7) x D(3) x O(6). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu harus dilakukan pengarahan terhadap operator yang melakukan kesalahan dan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap mesin RST.
2. Mesin Berhenti Karena Indikasi RST Stop
Pada table FM EA diatas, nilai RPN untuk mesin berhenti karena indikasi RST stop adalah sebesar 144. Hal ini dapat terjadi karena RST
Splicing. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan indikasi RST stop dalam
melakukan persiapan proses produksi sehingga pada saat proses produksi berlangsung mesin tiba-tiba berhenti. Efek dari permasalahan
diatas akan sangat tinggi pengaruhnya pada kelancaran lini produksi karena otomatis operator harus melakukan setting ulang. Oleh karena itu rangking severity yang diberikan adalah sebesar 8.
Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk
mengantisipasi terjadinya mesin berhenti karena indikasi RST stop,
operator harus melakukan pengecekan pada indikasi mesin RST
sebelum menjalankan proses produksi. Dengan demikian ranking
detectability yang diberikan adalah sebesar 3.
Peluang terjadinya mesin berhenti karena indikasi RST stop, dapat
dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. M ungkin disebabkan oleh konsleting pada panel mesin RST. Oleh karena itu ranking occurrence yang diberikan adalah
sebesar 6.
Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah
sebesar 144. Dari hasil perkalian antara S(8) x D(3) x O(6). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu harus dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap mesin RST sebelum dijalankan proses
3. S ambungan gagal karena Roll Kertas Dan Pola Nose Tidak Sempurna
Pada table FM EA diatas, nilai RPN untuk sambungan gagal karena roll kertas dan pola nose tidak sempurna adalah sebesar 200. Hal ini dapat terjadi karena pola menggulung. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan roll kertas dan pola nose tidak sempurna pada saat proses
produksi berlangsung sehingga sambungan gagal akibatnya mesin berhenti. Oleh karena itu rangking severity yang diberikan adalah
sebesar 8.
Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk
mengantisipasi terjadinya sambungan gagal karena roll kertas dan pola nose tidak sempurna, operator harus melakukan pengecekan pada pola
sambungan yang telah dibuat sebelum menjalankan proses penyambungan dan melakukan inspeksi pada rol vacuum dan rol press
untuk memastikan bahwa kedua roll bekerja dengan baik. Dengan
demikian ranking detectability yang diberikan adalah sebesar 5.
Peluang terjadinya sambungan gagal karena roll kertas dan pola nose
tidak sempurna, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. M ungkin disebabkan oleh operator yang kurang menguasai teknik pembuatan pola sambungan karena operator tersebut jarang menangani proses
pembuatan pola sambungan. Oleh karena itu ranking occurrence yang
diberikan adalah sebesar 5.
Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah
sebesar 200. Dari hasil perkalian antara S(8) x D(5) x O(5). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu operator harus melakukan pengecekan terhadap pola yang akan disambung dan melakukan pengecekan ulang kondisi ulang sebelum melakukan proses penyambungan.
4. S ambungan Gagal Karena Posisi S witch Sudah On
Pada table FM EA diatas, nilai RPN untuk sambungan gagal karena posisi switch sudah on adalah sebesar 168. Hal ini dapat terjadi karena
chuck grip tidak mekar. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan posisi
switch sudah on padahal persiapan proses produksi belum sempurna sehingga sambungan gagal akibatnya mesin berhenti. Oleh karena itu rangking severity yang diberikan adalah sebesar 7.
Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk
mengantisipasi terjadinya sambungan gagal karena mesin sudah bekerja, operator harus melakukan pengecekan pada pola sambungan kertas yang telah dibuat untuk memastikan bahwa kedua roll bekerja
dengan baik. Dengan demikian ranking detectability yang diberikan
Peluang terjadinya sambungan gagal karena posisi switch sudah on, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. M ungkin disebabkan oleh operator yang terburu-buru melakukan proses produksi sebelum mengecek persiapan mesin secara keseluruhan. Oleh karena itu ranking occurrence yang
diberikan adalah sebesar 4.
Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah
sebesar 168. Dari hasil perkalian antara S(7) x D(6) x O(4). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu operator harus melakukan pengecekan ulang kondisi ulang sebelum melakukan proses penyambungan.
5. Kertas Putus Karena S peed Terlalu Kencang
Pada table FM EA diatas, nilai RPN untuk kertas putus karena speed terlalu kencang adalah sebesar 240. Hal ini dapat terjadi karena kertas cacat dan dancing roll mengayun. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan
jalan terlalu kencang pada saat proses produksi berlangsung sehingga kertas putus akibatnya mesin berhenti. Efek dari permasalahan diatas akan sangat tinggi pengaruhnya pada kelancaran lini produksi karena otomatis seluruh kertas yang terputus adalah 100% waste. Oleh karena
Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk
mengantisipasi terjadinya kertas putus karena speed terlalu kencang, operator harus melakukan pembongkaran sederhana dengan menurunkan pipa aeroshaft, melepaskan kertas web yang cacat dan
mengganti kertas web yang baru, memompa aeroshaft dan
menaikkannya kembali ke mesin RST. Dengan demikian ranking
detectability yang diberikan adalah sebesar 6.
Peluang terjadinya kertas putus karena speed terlalu kencang, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. Perbedaannya hanya pada seberapa dalam kecacatan kertas terjadi pada setiap produksi. Oleh karena itu ranking
occurrence yang diberikan adalah sebesar 5.
Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah
sebesar 240. Dari hasil perkalian antara S(8) x D(6) x O(5). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu operator harus memeriksa kembali kondisi kertas dan mesin sebelum mesin RST bekerja dan
pemeriksaan kembali kondisi kertas pada saat akan dilakukannya proses produksi.
6. Kertas Putus Karena Ada Lem Dipinggir Roll
Pada table FM EA diatas, nilai RPN untuk kertas putus karena ada lem dipinggir roll adalah sebesar 210. Hal ini dapat terjadi karena roll kertas
menempel. Biasanya hal ini terjadi dikarenakan ada lem dipinggir roll pada saat proses produksi berlangsung sehingga kertas putus akibatnya mesin berhenti. Efek dari permasalahan diatas akan sangat tinggi pengaruhnya pada kelancaran lini produksi karena otomatis seluruh kertas yang terputus adalah 100% waste. Oleh karena itu rangking severity yang
diberikan adalah sebesar 7.
Stop dapat terjadi seperti yang telah dijabarkan diatas, dan untuk
mengantisipasi terjadinya kertas putus karena ada lem dipinggir roll, operator harus melakukan pembongkaran sederhana dengan menurunkan pipa aeroshaft, melepaskan kertas web yang cacat dan mengganti kertas web yang baru, memompa aeroshaft dan menaikkannya kembali ke mesin RST. Dengan demikian ranking detectability yang diberikan adalah
sebesar 5.
Peluang terjadinya kertas putus karena ada lem dipinggir roll, dapat dikatakan sedang karena selama dalam melakukan observasi hal ini cukup sering terjadi. Perbedaannya hanya pada seberapa dalam kecacatan kertas terjadi pada setiap produksi. Oleh karena itu ranking occurrence yang
diberikan adalah sebesar 6.
Dengan ini, nilai RPN (Risk Priority Number) yang didapat adalah
sebesar 210. Dari hasil perkalian antara S(7) x D(5) x O(6). Dengan demikian, masukan yang diberikan pada perusahaan agar permasalahan ini
dapat teratasi, yaitu operator harus melakukan pemeriksaan kembali kondisi kertas pada saat akan dilakukannya proses produksi.
Tabel 4.34 FM EA untuk Kerusakan yang Terjadi Pada M esin Unit
fungsi prosesjenis kerusakan dalam proses akibat potensial kerusakan penyebab potensial Kerusakan
S D O RPN recommended of action faktor penyebab
Nozzle mati Air tidak keluar 8 4 6 192
Melakukan pengecekan terhadap segala kondisi pada
mesin
Mesin
Register triling
dan leading
tidak sama
Geser dan ganti
plate 7 5 5 175
Operator harus lebih teliti
didalam melakukan start up Metode
Pergantian warna dan format
Adanya revisi
dari redaksi 7 3 5 105
Harus ada kepastian dari bagian redaksi agar tidak sering melakukan pergantiian
isi koran
Manusia
Mesin restart Kertas putus Kertas basah 8 5 6 240
Memeriksa kembali kondisi bahan baku sebelum mulai
proses produksi
Material
Tekanan roll bermasalah
Tinta tidak
bekerja Mesin restart 7 5 5 175
Sebelum melakukan proses produksi, periksa tekanan roll agar tetap disesuaikan dengan
standar
Mesin Unit
Stop
4.3.6.2 Jenis Kerusakan Yang Terjadi Pada Mesin Unit 1. Mesin berhenti karena nozzle mati
Pada tabel FM EA diatas, nilai RPN untuk mesin berhenti karena
nozzle mati adalah sebesar 192. Hal ini dapat terjadi karena tekanan
tension pada mesin sangat tinggi sehingga menyebabkan nozzle menjadi
mati. Efek dari permasalahan ini akan sangat tinggi pengaruhnya pada kelancaran proses produksi karena secara otomatis operator harus melakukan setting ulang karena mesin yang berhenti. Oleh karena itu, diberikan ranking severity sebesar 8.
Untuk mengantisipasi terjadinya stop pada mesin akibat nozzle mati,
operator harus melakukan inspeksi rutin terhadap tekanan tension yang
mempengaruhi nozzle pada saat proses berlangsung. Dengan demikian
diberikan rangking detetability sebesar 4.
Peluang terjadinya mesin stop akibat nozzle mati dapat dikatakan
sedang, karena terkadang tension yang tinggi tidak mengakibatkan nozzle
menjadi mati. Oleh karena itu, peneliti memberikan rangking occurrence
sebesar 6 yang bearti berpeluang 1 dalam 80.
Dengan ini, nilai RPN ( Risk Priority Number ) yang didapat adalah
sebesar 192 dari hasil perkalian antara S (8) x D (4) x O (6). Dengan demikian, peniliti mencoba untuk memberi masukan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi yaitu dengan melakukan pengecekan terhadap segala kondisi pada mesin.
2. Mesin berhenti karena register triling dan leading tidak sama
Pada tabel FM EA diatas nilai RPN untuk permasalahan registertriling
dan leading yang tidak sama adalah sebesar 175. Hal ini terjadi karena
adanya kesalahan dari operator pada saat melakukan start up, sehingga
efek dari kesalahan ini dapat menyebabkan mesin berhenti dan operator harus melakukan set up ulang, seperti pergantian dan
pergeseran plate yang ada. Oleh karena itu diberikan rangking severity
Untuk menanggulangi kesalahan dari operator, maka harus dilakukan inspeksi dan pergantian terhadap berbagai plate yang ada pada mesin Unit. Dengan demikian diberikan rangking detetability sebesar 5.
Peluang terjadinya ketidaksamaan antar plate triling dan leading yang
terpasang berbeda oleh operator dapat dikatakan sedang, karena selama dilakukan observasi, hal ini sering terjadi. M ungkin disebabkan oleh kurangnya konsentrasi operator bagian Unit karena bentuk antara plate triling dan leading yang hampir serupa. Oleh karena itu
diberikan rangking occurence sebesar 5 yang berarti berpeluang antara
1 dalam 400.
Dengan ini nilai RPN ( Risk Priority Number) yang didapat adalah
sebesar 175 dari hasil perkalian antara S(7) x D(5) x O(5). Dengan demikian dicoba untuk memberi masukan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada operator agar lebih teliti didalam melakukan start up.
3. Mesin Berhenti Karena Adanya Perubahan Tampilan untuk Koran
Pada tabel FM EA diatas, nilai RPN untuk permasalahan perubahan tampilan dari Koran adalah sebesar 105. Dapat dikatakan perubahan tampilan ini meliputi perubahan terhadap format dan warna dari Koran yang akan dicetak. Akibat dari kesalahan seperti ini dapat menghambat kelancaran waktu proses karena mesin harus berhenti dan
melakukan pengaturan ulang yang akan disesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Oleh karena itu diberikan rangking severity sebesar 7.
Untuk menanggulangi terjadinya mesin berhenti akibat perubahan tampilan dari produk yang diproduksi, maka seharusnya dari bagian redaksi sudah harus memastikan dengan pasti keadaan produk yang akan diproduksi. Dengan demikian, diberikan rangking detetability
sebesar 3.
Peluang terjadinya perubahan tampilan Koran dari bagian redaksi dapat dikatakan sedang, karena selama dilakukan observasi, hal ini cukup sering terjadi. Padahal perbedaan antara tampilan sebelumnya dengan dilakukannya perubahan tidak terlalu berbeda jauh. Oleh karena itu, diberikan nilai occurrence sebesar 5 yang berarti
berpeluang antara 1 dalam 400.
Dengan ini nilai RPN ( Risk Priority Number) yang didapat adalah
sebesar 105 dari hasil perkalian antara S(7) x D(3) x O(5). Dengan demikian harus adanya kepastian dari bagian redaksi mengenai tampilan dari produk sebelum produk tersebut akan diproduksi.
4. Kertas Putus Akibat Mesin Restart
Pada tabel FM EA diatas, nilai RPN untuk permasalahan kertas putus akibat mesin restart adalah sebesar 240. Dapat dikatakan kertas putus
diakibatkan karena mesin restart sehingga saluran air pada mesin Unit bekerja tidak terkendali sehingga membasahi kertas , jika
permasalahan ini sering terjadi maka dapat mempengaruhi kelancaran lini produksi dan seluruh kertas yang basah tersebut terputus maka proses produksi berhenti secara keseluruhan. Oleh karena itu diberikan rangking severity sebesar 8.
Untuk menanggulangi terjadinya kertas putus akibat mesin restart yang membasahi kertas, maka biasanya dilakukan pembongkaran sederhana untuk mengganti roll kertas yang basah dengan roll kertas yang baru, tentunya sudah dilakukan pengecekan terlebih dahulu. Dengan demikian, diberikan rangking detetability sebesar 5.
Peluang terjadinya kertas putus karena roll kertas yang digunakan basah, dapat dikatakan sedang karena selama melakukan observasi. Hal tersebut cukup sering terjadi pada setiap produksi. Oleh karena itu, diberikan rangking occurrence sebesar 6 yang berarti berpeluang 1
dalam 80.
Dengan ini nilai RPN ( Risk Priority Number) yang didapat adalah
sebesar 240 dari hasil perkalian antara S(8) x D(5) x O(6). Dengan demikian dicoba untuk memberi masukan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu dengan melakukan pemeriksaan secara keseluruhan terhadap bahan baku dan kondisi mesin sebelum dilakukan proses produksi.
5. Tinta Tidak Bekerja Akibat Tekanan Roll Bermasalah
Pada tabel FM EA diatas, nilai RPN untuk permasalahan tinta yang tidak bekerja akibat tekanan roll yang bermasalah adalah sebesar 175. Hal ini dapat terjadi karena tekanan roll yang terlalu rendah, pengaruh dari kepadatan roll yang digunakan terlalu padat, namun karena tekanan yang rendah tersebut, maka roll tidak memiliki tekanan kertas sehingga menyebabkan tinta pada proses printing tidak bekerja. Oleh karena itu diberikan rangking severity sebesar 7.
Untuk menanggulangi terjadinya tinta tidak bekerja akibat tekanan roll yang menyebabkan mesin restart, maka sebaiknya dilakukan inspeksi secara rutin terhadap tekanan roll pada saat proses berlangsung. Dengan demikian, diberikan rangking detetability sebesar 5.
Peluang terjadinya tinta tidak berkerja karena tekanan roll kertas yang bermasalah, dapat dikatakan sedang karena selama melakukan observasi. Hal tersebut cukup sering terjadi pada setiap produksi. Oleh karena itu, diberikan rangking occurrence sebesar 5 yang berarti
berpeluang 1 dalam 400.
Dengan ini nilai RPN ( Risk Priority Number) yang didapat adalah
sebesar 175 dari hasil perkalian antara S(7) x D(5) x O(5). Dengan demikian dicoba untuk memberi masukan pada perusahaan agar permasalahan ini dapat teratasi, yaitu dengan melakukan pemeriksaan
tekanan roll agar tetap disesuaikan dengan standar sebelum dilakukan proses produksi.
4.3.7 Rencana Implementasi
Tahap rencana implementasi merupakan tahap dimana akan dijelaskan penggunaaan metode baru, metode yang sebelumnya belum diterapkan pada perusahaan untuk mengurangi terjadinya downtime saat proses produksi
berlangsung , yaitu FM EA ( Failure Mode and Effect Analysis).
PT.Gramedia, khususnya pada divisi percetakan sudah memiliki beberapa cara untuk dapat terus mengurangi terjadinya downtime, salah
satunya adalah dengan penggunaan laporan SGA ( Small Group Activity) yang
dimana laporan tersebut berisikan tentang permasalahan yang terjadi dalam proses produksi, penyebab terjadinya, pencegahannya (disposisi) dan action plan. Contoh laporan SGA dapat dilihat pada lampiran. Laporan ini
dikerjakan atau dibuat oleh tim regu dari mesin, produk dan shift masing-masing.
Namun dengan laporan tersebut operator menyatakan tidak termotivasi untuk melakukan perbaikan, karena tidak memiliki prioritas permasalahan yang ditanggulangi agar mengurangi terjadinya downtime yang dapat
menghambat waktu proses produksi.
Dengan ini usulan yang diberikan kepada pihak Perusahaan untuk dapat mengimplementasikan metode FM EA dengan merubah laporan SGA
menjadi laporan FM EA. Karena dengan beberapa keuntungan FM EA, secara langsung operator dapat mengetahui prioritas permasalahan yang harus dicegah saat proses produksi berikutnya dan FM EA juga dapat dijadikan suatu alat perbaikan terus menerus (continuos improvement) bagi perusahaan. Dan