• Tidak ada hasil yang ditemukan

B A P P E D A KAJIAN PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "B A P P E D A KAJIAN PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS ACEH"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

B A P P E D A

PUSAT PENGEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

2015

KAJIAN PELAKSANAAN

DANA OTONOMI KHUSUS

ACEH

KAJIAN PELAKSANAAN

DANA OTONOMI KHUSUS

(2)

KAJIAN PELAKSANAAN

DANA OTONOMI KHUSUS

(3)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

3

UCAPAN TERIMA KASIH

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Kabupaten/kota ini merupakan kerja yang menyertakan banyak individu dan lembaga. Dukungan data, informasi, sumbangan pikiran dan bantuan sumber daya dari berbagai pihak telah memungkinkan kajian ini berjalan sebagaimana diharapkan.

Laporan hasil kajian disusun oleh Tim Peneliti Pusat Pengembangan Keuangan Daerah (PPKD) dari Universitas Syiah Kuala. Tim peneliti dipimpin oleh Teuku Triansa Putra dan terdiri dari Renaldi Safriansyah, Putri Bintusy Syathi, Miksalmina Muhammad, Evayani, dan Harry Masyrafah. Dukungan teknis lainnya dan pengaturan logistik selama kajian berlangsung diberikan juga oleh Sukhairi Amirsyah, Sofran Sofyan dan Putra Risky, dan Maya Febrianty Lautania, Dalam proses penyusunan laporan, tim mendapat banyak masukan bermanfaat dari; DR. Syukriy Abdullah, DR. Iskandarsyah Madjid. H. T. Harmawan, DR. Islahuddin dan Prof. DR. IR. Darusman, M.Sc.

Secara khusus, kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala BAPPEDA, Prof. Abubakar Karim, dan Kepala Bidang P2EP, Alamsyah, Sufirmansyah (Kasubbid Litbang) dan Taufiqurrahman (Kasubbid DPEP) beserta seluruh jajarannya yang telah banyak membantu sejak dimulai sampai berakhir kegiatan kajian.

Terima kasih Kepada seluruh Bupati dan Walikota yang ada di Aceh yang telah mendukung kajian ini, khususnya T Ahmad Dadek (Kepala BAPPEDA Aceh Barat), Yahya Kobat (Kepala BAPPEDA Aceh Tengah), dan Zulkifli Yusuf (Kepala BAPPEDA Aceh Utara) serta seluruh jajarannya yang telah menyediakan fasilitas dengan sambutan hangat saat kami berkunjung dan melakukan kegiatan diskusi group. Serta ucapan yang tulus Kepala BAPPEDA Kabupaten/kota beserta seluruh jajarannya, Dinas Keuangan dan Dinas Pendapatan, Dinas Pengairan dan Dinas Bina Marga, Biro Pembangunan Setda Aceh, Anggota DPRK dan seluruh Dinas-dinas yang ada atas akses data dan informasi serta masukan konstruktif dalam Focus Group Discussion (FGD).

Akhirnya, terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada para responden survey dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah meluangkan waktu memberikan informasi maupun kontribusi lainnya dalam pelaksanaan kajian dan penyelesaian laporan ini.

Untuk Informasi lebih lanjut hubungi : T. Triansa Putra

(4)

KATA PENGANTAR

Dana Otonomi Khusus (Otsus) telah menjadi sumber pendanaan pembangunan yang siginifikan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Aceh. Tambahan transfer Dana Otsus diberikan seiring diberlakukannya UU No. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Transfer dana dari Pemerintah Pusat ini akan berlangsung selama 20 tahun sejak UU tersebut diberlakukan pada Tahun 2008, dengan besaran dua persen dari DAU Nasional untuk 15 tahun pertama, dan satu persen untuk lima tahun terakhir.

Dalam pelaksanaannya, berdasarkan Qanun No. 2/2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus, Pemerintah Aceh mendapat alokasi sebesar 40 persen, sedangkan pemerintah kabupaten/kota sebesar 60 persen dalam bentuk pagu yang disusun oleh Pemerintah Provinsi.

Setelah enam tahun pelaksanaan transfer Dana Otsus, pada tahun 2014 pemerintah kabupaten/kota di Aceh secara efektif memiliki kewenangan lebih besar dalam mengelola Dana tersebut. Dengan berlakunya Qanun No. 2/2013 yang merupakan revisi dari Qanun No. 2/2008, meski alokasi yang diterima kabupaten/kota berubah dari 60 persen menjadi 40 persen, namun melalui mekanisme transfer Dana Otsus dari Pemerintah Provinsi memberi kesempatan lebih besar bagi pemerintah kabupaten/kota dalam mengelola sendiri dana tersebut. Kesempatan yang diberikan ini tentu akan diiringi dengan besarnya tuntutan bagi pemerintah agar dana ini bisa digunakan secara efektif dan mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Efektivitas pengelolaan dana yang baik tentunya disertai dengan regulasi atau aturan-aturan yang jelas dan mengikat.

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Kabupaten/kota yang disusun oleh Tim Pusat Pengembangan Keuangan Daerah (PPKD)-Universitas Syiah Kuala yang mendapatkan arahan dari BAPPEDA dapat menjadi instrument penting untuk mendapatkan gambaran bagaimana Tata Kelola Dana Otsus selama ini. Kajian ini sekaligus bermanfaat guna mengidentifikasi berbagai tantangan dan kelemahan atas regulasi yang diterapkan dalam pembangunan yang sedang dihadapi baik Pemerintah Aceh maupun Pemerintah Kabupaten/kota, terutama dalam hal perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, dan monitoring/evaluasi.

Pada akhirnya, kami berharap kajian ini benar-benar memberikan kontribusi terhadap perbaikan pengelolaan Dana Otsus di Aceh, sehingga sumber dana pembangunan yang terbatas ini dapat mendatangkan manfaat yang optimal, khususnya bagi masyarakat di Aceh.

Banda Aceh, Oktober 2015

KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROF. DR. IR. ABUBAKAR KARIM. MS PEMBINA UTAMA MADYA NIP. 19621010 198811 1 001

(5)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

5

Daftar Isi

UCAPAN TERIMA KASIH... 3

KATA PENGANTAR... 4 Daftar Isi... 5 Daftar Gambar ... 6 Daftar Grafik... 8 1. PENDAHULUAN... 9 1.1 Latar Belakang... 10

1.2 Maksud dan Tujuan... 13

1.3 Ruang Lingkup Kajian... 14

1.4 Metode Penelitian... 14

1.5 Sistematika Penulisan... 14

2. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DANA OTONOMI KHUSUS... 15

2.1 Proses Perencanaan Pembangunan Dana Otonomi Khusus... 16

2.2 Pengusulan Program Dana Otonomi Khusus... 18

2.3 Tantangan Perencanaan dan Penyusunan Program Dana Otonomi Khusus... 21

3. PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS... 25

3.1 Mekanisme Transfer dan Alokasi Pendanaan... 26

3.2 Penyerapaan Anggaran Dana Otonomi Khusus... 29

3.3 Typologi program dan kegiatan otsus... 30

4. MONITORING DAN EVALUASI DANA OTONOMI KHUSUS... 34

4.1 Mekanisme Monitoring Pemerintah Provinsi/Kabupaten... 35

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 39

DAFTAR PUSTAKA... 42

(6)

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Proyeksi Penerimaan Dana Otsus... 10

Gambar 1.2 Alokasi Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2008-2015... 11

Gambar 2.1 Mekanisme Perencanaan Otsus Tahunan... 17

Gambar 2.2 Musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam singkronisasi program yang diusulkan oleh kabupaten/kota dan provinsi ... 17

Gambar 2.3 Program/kegiatan Otsus yang dilaksanakan adalah hasil usulan dalam musrenbang kab/kota... 18

Gambar 2.4 Qanun 2/2008 beserta peraturan yang diterbitkan dapat mengakomodir kebutuhan akan program/ kegiatan otsus lebih baik di daerah... 19

Gambar 2.5 Qanun 2/2013 beserta peraturan yang diterbitkan dapat mengakomodir kebutuhan akan program/ kegiatan otsus lebih baik di daerah... 19

Gambar 2.6 Kebanyakan usulan program dan kegiatan yang diajukan kab/kota disetujui oleh provinsi...19

Gambar 2.7 Qanun 2/2013 dan peraturan yang ada memungkinkan program/kegiatan berjalan lebih cepat... 20

Gambar 2.8 Qanun 2/2008 dan peraturan yang ada memungkinkan program/kegiatan berjalan lebih cepat... 20

Gambar 2.9 Usulan program yang diusulkan dalam Musrenbang otsus telah terlebih dahulu sudah dibahas dengan pihak DPRK... 20

Gambar 2.10 Banyak (lebih besar dari 50Persen) program dan kegiatan yang biasanya diusulkan bersifat tahun jamak (multi years)... 20

Gambar 2.11 Alokasi Dana Otsus Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2011... 21

Gambar 2.12 Akses Pusat Layanan Kesehatan dan Alokasi Dana Otsus Untuk Pembangunan Pusat Layanan Kesehatan, Tahun 2012... 21

Gambar 2.13 SKPA tidak mengalami kesulitan dalam penyusunan program dan kegiatan perencanaan otsus... 22

Gambar 2.14 Bappeda Provinsi telah mengkoordinasikan usulan dari kabupaten/kota dan provinsi dengan baik... 22

Gambar 2.15 Musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam penetapan program yang dilaksanakan oleh kab/kota untuk keselarasan program... 23

Gambar 2.16 Kriteria dan persyaratan seleksi program dan kegiatan yang ditetapkan oleh provinsi setiap tahunnya sudah tepat (sesuai kebutuhan) dan dapat dipenuhi... ... 23

Gambar 2.17 Bappeda harus memberikan persyaratan dan kriteria operasional yang jelas dan detail untuk kabupaten/ kota dalam pengusulan kegiatan otsus ... 23

Gambar 2.18 Efektifitas pengelolaan dana otsus akan menjadi lebih efisien jika dikelola oleh suatu unit kerja khusus. 24 Gambar 3.1 Tata Kelola Dana Otonomi Khusus (Qanun 2/2008)... 26

Gambar 3.2 Tata Kelola Dana Otonomi Khusus (Qanun 2/2013)... 27

Gambar 3.3 Pembagian alokasi 60Persen (provinsi) -40Persen (Kab / Kota) sudah memadai Responden Kabupaten. 27 Gambar 3.4 Pembagian alokasi 60Persen (provinsi) 40Persen (Kab/Kota) sudah memadai. Responden Provinsi... 27

Gambar 3.5 Formula Alokasi Otsus untuk Kabupaten/kota sudah memadai... 28

Gambar 3.6 Mekanisme Otsus menurut Qanun No 2/2013 telah menunjukkan pencapaian tujuan pelaksanaan Otsus... 28

Gambar 3.7 Qanun 2/2013 dan Pergub 79/2013 lebih menjamin pendanaan terhadap program kegiatan... 28

Gambar 3.8 Paket Provinsi (sebelum transfer)... 31

Gambar 3.9 Paket Kabupaten/kota (sebelum transfer)... 31

Gambar 3.10 Paket Provinsi 2014 (mekanisme transfer)... 31

Gambar 3.11 Paket Kabupaten/kota (mekanisme transfer)... 31

Gambar 3.12 Mekanisme transfer mengurangi proyek yang tidak selesai... 32

Gambar 3.13 Kualitas pelaksanaan kegiatan infrastruktur sekarang lebih baik dari tahun sebelumnya... 32

Gambar 3.14 Kabupaten/kota dapat memenuhi persyaratan Otsus... 33

(7)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

7

Gambar 4.1 StrukturMonitoring perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan dan pertanggung jawaban program kegiatan Dana Otsus...35 Gambar 4.2 Kepala daerah dan DPRA/DPRK sebagai pengawas dan evaluasi program otsus sudah t epat... 36 Gambar 4.3 Kepala daerah dan DPRA/ DPRK telah melakukan pengawasan secara periodik atas program kegiatan

otsus... 36 Gambar 4.4 UPTB Otsus yang disyaratkat oleh Qanun 2/2013 akan memudahkan keseluruhan mekanisme

pengelolaan Otsus... 36 Gambar 4.5 Wewenang pengawasan dan evaluasi program otsus cukup dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan

DPRA/DPRK dan tidak memerlukan pengawaslainnya ... 37 Gambar 4.6 Pemerintah wajib menjamin keterbukaan informasi pelaksanaan program dan kegiatan otsus dalam

rangka pengawasan oleh masyarakat... 38 Gambar 4.7 Diperlukan suatu mekanisme laporan dan pengaduan langsung masyarakat terhadap pelaksanaan

program kegiatan otsus di lapangan... 38 Gambar 4.8 Pemerintah Aceh telah menyediakan fasilitas layanan aduan terhadap pelaksanaan program otonomi

(8)

Daftar Grafik

Grafik 3.1 Tingkat penyerapan Dana Otsus Keseluruhan... 29

Grafik 3.2 Tingkat Penyerapan Dana Otsus Kabupaten/kota... 29

Grafik 3.3 Penyerapan Kabupaten/kota... 30

(9)

PENDAHULUAN

“Memastikan transformasi fiskal

(10)

1.1 Latar Belakang

Aceh memiliki kesempatan yang besar dalam mengejar ketertinggalan pembangunan melalui Dana Otsus. Sejak

tahun 2008 hingga 2015, Aceh telah menerima Dana Otsus sebesar Rp 41,49 triliun dan telah menjadi sumber penerimaan utama bagi pembangunan Aceh, dengan rata-rata peningkatan penerimaan sebesar 11 persen pertahunnya, Gambar 1.1. Selama 20 tahun jangka waktu berlakunya Dana Otsus, Aceh diperkirakan akan menerima sebesar Rp 163 triliun (gambar 1.1).1 Hal ini memberikan kesempatan emas bagi Aceh untuk memacu pembangunan di masa mendatang.

Dana Otsus ditujukan untuk membiayai program dan kegiatan pembangunan yang strategis dan mempunyai

daya dorong yang kuat dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penggunaan Dana Otsus sebagaimana telah

dimandatkan dalam undang-undang dan qanun untuk membiayai 7 sektor pembangunan, yaitu; infrastruktur, ekonomi, kemiskinan, pendidikan, sosial dan kesehatan, termasuk pelaksanaan keistimewaan Aceh.2 Pembiayaan pembangunan

yang tepat pada keseluruhan sektor ini diharapkan dapat menjadi daya dorong yang kuat bagi Aceh untuk memacu pembangunan.

Dana Otsus dialokasikan untuk membiayai enam bidang utama dan bidang keistimewaan Aceh. Beberapa bidang

utama seperti infrastruktur dan pendidikan mendapatkan alokasi yang cukup besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Sektor infrastruktur mendapat alokasi terbesar sejak tahun 2008, terhitung sebesar Rp 13,7 T hingga tahun 2015. 3 Alokasi

infrastruktur tercata rata-rata sebesar 36 persen setiap tahunnya, yang mencerminkan prioritas pembangunan Aceh disamping bidang pendidikan. Kedua bidang ini memiliki porsi sebesar 50 persen dari keseluruhan alokasi otsus pada tahun 2015. Sedangkan bidang ekonomi dan pengentasan ekonomi tercatat sebesar 34 persen dari keseluruhan alokasi.

1. Menurut Undang Undang Pemerintahan Aceh No 11/2006, Aceh berhak mendapatkan tambahan dana pembangunan melalui dana otonomi khusus dan dan tambahan bagi hasil migas. Untuk dana otsus; Aceh menerima Dana Otsus sebesar dua persenpersen dari pagu Dana Alokasi Umum Nasional untuk 15 tahun pertama dan sebanyak satu persenpersen dari DAU nasional untuk lima tahun terakhir. Dana ini mulai digulirkan padatahun 2008. Asumsi penerimaan Aceh menggunakan beberapa asumsi makro di tingkat nasional yang disusun oleh Bank Dunia dan IMF, 2012.

2. Qanun 2/2008 menyatakan bahwa Dana Otsus dapat digunakan untuk pelaksanaan keistimewaan Aceh.

3. Infrastruktur yang dimaksud di sini terutama terkait dengan infrastruktur pekerjaan umum, ditambah dengan beberapa prasarana lainnya seperti prasarana-prasarana perhubungan, air minum dan sanitasi, serta energi.

Gambar 1.1 Proyeksi Penerimaan Dana Otsus

Gambar 1.1 Proyeksi Penerimaan Dana Otsus

Sumber : Diolah dari data Pemerintah Aceh, PPKD

 UUPA   Qanun  No  2    Tahun  2008    Qanun  No  2  Tahun  2013   14   8   11   45   41   55   0   10   20   30   40   50   60   0   2   4   6   8   10   12   14   16   18   2008   2009   2010   2011   2012   2013   2014   2015   2016   2017   2018   2019   2020   2021   2022   2023   2024   2025   2026   2027   Rp  Triliun   Rp  Tirlliun  

(11)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

11

Dana Otonomi Khusus merupakan sumber pendapatan daerah Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/ kota. Undang-undang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat memberi kewenangan penuh untuk Pemerintah

Provinsi dalam mengelola Dana Otsus dan dianggap sebagai sebagai penerimaan Pemerintah Aceh untuk membiayai program pembangunan. 4 Pengelolaan Dana Otonomi Khusus ditujukan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan

daerah dengan memerhatikan keseimbangan kemajuan pembangunan antar Kabupaten/kota. Meskipun Pemerintah Pusat menyalurkan dana otonomi khusus melalui Pemerintah Provinsi, namun dana otonomi khusus juga merupakan penerimaan Kabupaten/kota.5

4. Undang-undang Pemerintah Aceh No. 11 Tahun 2006, pasal 183. 5. Pasal 179 ayat 1 UUPA

Gambar 1.2 Alokasi Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2008-2015

Sumber data : Diolah dari data Pemerintah Aceh, PPKD

1,901   1,260   1,863   2,081   418   743   989   867   860   599   1,492   1,453   171   667   1,208   1,496   12   923   898   228   290   262   0   500   1,000   1,500   2,000   2,500   2008   2009   2010   2011   2012   2013   2014   2015   Rp  Juta  

Infrastruktur   Kesehatan   Pemberdayaan  Ekonomi   Pendidikan   Pengentasan  Kemiskinan   Sosial  dan  KeisDmewaan  

(12)

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) telah memberikan suatu kekhususan terhadap Aceh, kekhususan Aceh dipertegas dalam UU No 23 tahun 2014 (perubahan UU No 32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku Nasional. Pemerintah Telah menegaskan bahwa Dana Otonomi Khusus hanya dialokasikan kepada Daerah yang memiliki otonomi khusus. Dalam UU No 11 Tahun 2006 Pemerintah juga menurunkan dalam Pasal 179 ayat (1) bahwa Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/kota di Aceh memiliki sumber pendapatan daerah salah satunya bersumber dari Dana Otonomi Khusus.

Pada Tahun 2008 Pemerintah Aceh mengesahkan Qanun No 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian TDBH Migas dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus, yang dikemudian hari ternyata disadari semua pihak telah melakukan diskresi yang kurang sejalan dengan semangat dan prinsip-prinsip otonomi daerah yang luas dan nyata. Terdapat 2 hal yang terlanjur dilakukan, yaitu; (1) Bagian pendapatan Kabupaten/kota sebesar 60 persen diberikan dalam bentuk PAGU, bukan uang tunai dalam bentuk transfer ke kas daerah kabupaten/ kota (Pasal 11 ayat 6), (2) Usulan program dari pemerintah Kabupaten/kota sesuai jumlah PAGU yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Aceh, dibahas kembali dalam mekanisme pengesahan APBA oleh Pemerintah Aceh bersama-sama dengan DPRA. Program kegiatan yang telah disetujui dilaksanakan (dikerjakan) oleh Pemerintah Aceh, dalam hal ini oleh SKPA provinsi (pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Qanun No. 2 Tahun 2008 sebelum perubahan)

Merujuk pada Pasal 183 Ayat (4) UUPA yang dengan tegas mengatur bahwa dana otonomi khusus digunakan untuk membiayai program pembangunan Provinsi dan juga program pembangunan Kabupaten/kota yang pengelolaannya diadministrasikan pada pemerintah provinsi. Berdasarkan konsep otonomi, program pembangunan Provinsi dan Program Pembangunan Kabupaten/kota untuk kewenangan dan tanggung jawabnya berada pada masing-masing pemerintahan. Dalam ketentuan pasal 183 UUPA memiliki makna bahwa semua Dana Otonomi Khusus menjadi penerimaan transfer Provinsi dari Pemerintah Pusat yang kemudian sebahagian dari dana tersebut digunakan untuk membiayai program pembangunan Kabupaten/ kota, sedangkan program pembangunan kabupaten/kota adalah kewenangan dari kabupaten/kota baik dari penganggarannya maupun pelaksanaannya. Frase “yang pengelolaannya diadministrasikan pada pemerintah Provinsi Aceh” mengandung makna bahwa Pemerintah Aceh sebagai penerima Dana Otsus dari Pemerintah Pusat untuk membiayai program pembangunan Kabupaten/kota melalui bantuan keuangan khusus kepada Kabupaten/kota sebagai penegasan terhadap ketentuan dalam Pasal 179 ayat (2) huruf c, bahwa dana otonomi khusus adalah juga penerimaan Kabupaten/kota.

Dengan demikian, untuk melaksanakan program pembangunan Kabupaten/kota dengan dana otonomi khusus, Pemerintah Aceh harus mentransfer lebih lanjut dana otonomi khusus ke Kabupaten/kota sesuai dengan program pembangunan yang telah disepakati bersama.

(13)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

13

Dalam kurun waktu 8 tahun pengelolaan dana otsus, Pemerintah Aceh telah melaksanakan tiga model tata kelola administrasi Dana Otsus. Penerapan tata kelola dana otonomi khusus yang terpusat di provinsi pada tahun 2008 hingga

2010, dan memberikan provinsi kewenangan penuh terhadap pengelolaan otonomi khusus dinilai kurang efektif dalam menjawab tantangan dan kebutuhan pembangangunan.6 Sedangkan model kedua adalah; Pengalokasian dana otonomi

khusus kepada kabupaten/kota tidak dalam bentuk dana tunai melainkan dalam bentuk pagu yang ditetapkan oleh pemerintah Aceh dan memberikan kewenangan yang lebih besar pada pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan Dana Otsus, sejak tahun 2010 berdasarkan Qanun 2/2008.7 Model tata kelola Dana Otsus yang terakhir adalah memberikan

kewenangan penuh terhadap kabupaten/kota melalui mekanisme transfer langsung atas Dana Otsus yang dimulai sejak tahun 2013, melalui Qanun 2/2013 yang merupakan perubahan atas Qanun No. 2 tahun 2008. 8

Tata kelola yang tepat akan merupakan syarat utama dalam memaksimalkan pemanfaatan dana otonomi khusus.

Seperti yang disyaratkan oleh Undang Undang, program kegiatan yang di danai oleh Dana Otsus harus memiliki dampak yang signifikan, terukur, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat serta memiliki daya ungkit yang berdampak secara jangka panjang bagi pembangunan Aceh. Sistem dan mekanisme perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta evaluasi berkala harus dibangun sebagai suatu kebutuhan. Rencana induk tentang penggunaan Dana Otsus dan berbagai peraturan serta petunjuk teknis dalam pengelolaan Dana Otsus yang merupakan acuan, harus terus disempurnakan demi menjamin keefektivitasan pembangunan.9

Kajian ini berupaya untuk meninjau keefektifan tata kelola penggunaan Dana Otonomi Khusus sejak tahun 2008.

Kajian ini mengkaji tiga model tata kelola Dana Otsus yang telah dilakukan Pemerintah Aceh yang mencakup tata kelola terhadap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran hingga monitoring dan evaluasi. Kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan terhadap perbaikan tatakelola Dana Otsus yang lebih efektif di masa mendatang.

1.2 Maksud dan Tujuan Kajian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi tantangan yang terjadi pada proses perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring/evaluasi pada masing-masing model tatakelola dana otsus.

2. Menganalisis efektifitas pelaksanaan Dana Otsus masing-masing model ditinjau dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi

3. Menjadi salah satu sumber informasi dan referensi bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan model tata kelola dana otsus yang lebih efektif.

6. Laporan Bank Dunia, Evalulasi Tata Kelola Otonomi Khusus 2011 dan Laporan Monev dari Bappeda Provinsi menunjukkan bahwa pengelolaan yang tersentralisasi di tingkat provinsi tidak begitu efektif untuk dilaksanakan. Ketidaksesuaian perencanaan pembangunan terhadap kebutuhan, meng-hasilkan banyaknya proyek yang terlantar dan tidak fungsional di lapangan. Panjangnya rantai birokrasi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, sentralisasi tata-kelola Dana Otsus menjadi tantangan utama.

7. Pasal 11 ayat 6 Qanun No 2 Tahun 2008

8. Qanun No. 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan Qanun No. 2 Tahun 2008, dimana pengalokasian 60 persenpersen untuk Provinsi dan 40 persenpersen Kabupaten/Kota dengan sistem transfer.

9. Gubernur telah menerbitkan Peraturan Gubernur No 79 Tahun 2013 sebagai pedoman dan petunjuk teknis kepada kabupaten/kota dalam mengelola dana otonomi khusus. Dan pada saat ini Pemerintah Aceh sedang menyusun rencana induk pemanfaatan Dana Otonomi Khusus sebagai pedoman perencanaan pembangunan untuk menjamin keefektivitasan penggunaan Dana Otsus.

(14)

1.3 Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus meliputi:

1. Kajian ini dilakukan di seluruh provinsi Aceh yang meliputi instansi yang terlibat dengan pengelolaan dana otsus di ke-23 kabupaten/kota. Instansi yang dimaksud adalah Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Pengelola Keuangan Daerah, Bappeda, dan DPRK.

2. Kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan dan menganalisis data primer dan sekunder yang menggambarkan kondisi umum tata kelola dana otonomi khusus kabupaten/kota dan provinsi Aceh. Data ini dikumpulkan melalui kuesioner yang didistribusikan ke instansi yang tersebut diatas dan secara lebih mendalam digali melalui diskusi grup terpadu (FGD) tentang perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi dana otonomi khusus yang pernah dan sedang diimplementasikan.

3. Memberikan rekomendasi sebagai bahan dasar bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan model tata kelola yang lebih efektif dalam dana otsus.

1.4 Metode Penelitian

Kajian ini disusun dengan menganalisis data sekunder dan data primer. Untuk melihat pelaksanaan dana otonomi khusus Kabupaten/Kota, dilakukan studi kualitatif terhadap berbagai model tata kelola Dana Otsus. Model-model tatakelola yang dimaksud adalah landasan yuridis yang berupa peraturan dan perundang-undangan yang mengatur Dana Otsus, yang ditinjau dari perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi. Tinjauan dokumen juga dilakukan terhadap laporan-laporan dan data resmi pemerintah, seperti dari Laporan APBA/APBK, Laporan Monev Bappeda, Laporan Audit BPK dan P2K sejak tahun 2008.

Data primer dikumpulkan dengan menggunakan metode FGD dan kuesioner. Metode ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penggunaan dan pengelolaan Dana Otsus yang berlangsung di lapangan sejak tahun 2008 sampai sekarang. Dengan menggunakan metode pengumpulan data yang memiliki keunggulan dalam hal tingkat kedalaman penggalian informasi diharapkan dapat diketahui secara lebih detail dan menyeluruh pandangan, alasan, motivasi, dan argumentasi seseorang atau suatu kelompok terkait hal-hal yang menjadi obyek bahasan.10

Dengan menganalisis data yang terkumpul dari tinjauan dokumen, FGD dan kuesioner, dapat memberikan suatu gambaran tentang efesiensi tata kelola Dana Otsus dan mengidentifikasi berbagai persoalan (bottlenecks) yang berpotensi mengganggu kinerja pemanfaatan Dana Otsus. Hambatan birokrasi dan teknis dapat dipetakan dengan seksama dan dibahas secara komprehensif untuk mendiagnosis kendala-kendala teknis dan birokratis agar studi dapat memberikan rekomendasi yang komprehensif dan aplikatif.

1.5 Sistematika Penulisan

1. Laporan kajian ini terdiri dari empat bab. Bab I memuat latar belakang dan pendekatan yang digunakan dalam kajian. Bab II membahas mengenai perencanaan dan penganggaran dana otonomi khusus. Bab III membahas mengenai pelaksanaan dana otonomi khusus. Bab IV membahas mengenai monitoring dan evaluasi dana otonomi khusus. Bab V menarik kesimpulan dan memberikan rekomendasi.

(15)

“Perencanaan yang tepat adalah syarat mutlak

bagi keberhasilan pembangunan”

(16)

2.1 Proses Perencanaan Pembangunan Dana Otonomi Khusus

Perencanaan yang baik merupakan syarat awal dalam keberhasilan pembangunan. Perencanaan dalam

pemerintahan adalah proses untuk memutuskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai (dalam hal ini kesejahteraan masyarakat) selama periode waktu mendatang dalam bentuk kegiatan dan pengalokasian anggaran yang tepat. Perencanaan juga meliputi penggunaan sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. Perencanaan merupakan sebuah langkah awal berhasilnya sebuah program dan kegiatan di pemerintahan. Karenanya perencanaan yang baik merupakan syarat awal untuk membangun, sedangkan syarat utama adalah bagaimana pemerintah daerah melaksanakan pembangunan sesuai dengan perencanaan sehingga menghasilkan keluaran (outputs) pembangunan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Dalam kurun waktu 2008 – 2014, perencanaan dan penganggaran otsus telah dilaksanakan dengan tiga model mekanisme yang berbeda. Pada tahun 2008, saat dana otsus pertama kali dilaksanakan, pemerintah Aceh belum

memiliki acuan khusus terkait perencanaan dan penganggaran dana otsus. Oleh karena itu pengalokasian dana otsus untuk pembangunan provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan UU No. 11/2006, sedangkan penyusunan program mengacu pada rencana pembangunan jangka panjang dan rencana kerja pemerintah kabupaten dan provinsi. Alokasi pendanaan 100 persen dikelola oleh Provinsi. Setelah lahir Qanun 2/2008, sejak tahun 2010 penyusunan program selain mengacu pada rencana pembangunan jangka panjang provinsi dan masing-masing kabupaten/kota juga mengacu pada rencana kerja provinsi dan masing-masing kabupaten/kota dengan alokasi pendanaan 40 persen provinsi dan 60 persen kabupaten/kota. Sedangkan model mekanisme yang ke tiga; dimulai pada tahun 2013 searah dengan disahkannya Qanun No. 2/2013, melalui Qanun ini penyusunan program berpedoman pada pada rencana pembangunan jangka panjang provinsi dan masing-masing kabupaten/kota serta mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah provinsi dan masing-masing kabupaten/kota dimana alokasi pendanaannya 60 persen provinsi dan 40 persen kabupaten/kota dengan menggunakan mekanisme transfer langsung ke Kabupaten/Kota.

Penyusunan Program harus berpedoman dan mengacu pada RPJP dan RPJM Provinsi dan masing-masing Kabupaten/Kota. Penyusunan program yang akan didanai oleh anggaran otonomi khusus haruslah merupakan program

dan kegiatan pembangunan yang strategis, mempunyai daya dorong yang kuat, dan berpengaruh signifikan terhadap pencapaian kesejahteraan masyarat Aceh yang lebih baik, nyata, dan adil, sesuai dengan amanah Qanun Nomor 2 Tahun 2008 dan Qanun Nomor 2 Tahun 2013 menjadi tolok ukur untuk berhasilnya program yang bisa memberikan kesejahteraan pada masyarakat Aceh secara menyeluruh. Selain itu, penyusunan program juga harus memenuhi kriteria pemilihan program dan kegiatan yang diatur melalui Pergub yang dikeluarkan sejak tahun 2010.

Proses perencanaan pembangunan dilakukan melalui Musrenbang Otsus. Musrenbang Otsus merupakan salah satu

mekanisme perencanaan program kegiatan yang telah disusun dan diusulkan oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Gambar 2.1). Forum ini merupakan forum penyusunan rencana program dan kegiatan pembangunan Aceh dan pembangunan Kabupaten/Kota yang bersumber dari dana otonomi khusus yang diikuti oleh wakil pemerintah Aceh dan wakil pemerintah kabupaten/kota serta dapat mengikutsertakan elemen atau wakil masyarakat lainnya. Setiap usulan program kegiatan yang akan dibahas dalam Musrenbang Otsus wajib terlebih dahulu dibahas dalam Musrenbang Kabupaten/Kota.

(17)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

17

Musrenbang otsus bermanfaat untuk menyelaraskan program dan kegiatan antar provinsi dan kabupaten/ kota. Salah satu tujuan dari Musrenbang otsus adalah untuk menyelaraskan perencanaan dan kegiatan pembangunan

seperti yang diamanatkan oleh Qanun 2/2013. Sebesar 56 persen responden meyakini bahwa musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam singkronisasi program yang diusulkan oleh kabupaten/kota dan provinsi, Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Mekanisme Perencanaan Otsus Tahunan

Sumber : Qanun 2/2013.

Gambar 2.2 Musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam sinkronisasi program yang diusulkan oleh kabupaten/kota dan provinsi

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 11% 11% 45% 33%

(18)

2.2 Pengusulan Program Dana Otonomi Khusus.

Program dan kegiatan Otsus pada tingkat Kabupaten/Kota disepakati bersama pada saat Musrenbang Otsus.

Pengusulan program tentunya setelah melewati penyusunan program/kegiatan di masing-masing kabupaten/kota. Usulan program ini disampaikan kepada Pemerintah Aceh melalui Bappeda, yang telah dilengkapi dengan dokumen pendukung,11

Usulan dari Pemerintah Aceh dibahas dan disepakati bersama antara TAPA dan SKPA dalam Musrenbang Otsus.

Sedangkan usulan dari Kabupaten/Kota dibahas dan disepakati bersama antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Musrenbang Otsus. Pengusulan program hendaklah sesuai dengan pagu anggaran yang disediakan. Untuk adanya sinkronisasi internal kabupaten/kota, maka usulan program kegiatan sebelum dibahas pada Musrenbang Otsus, wajib dibahas terlebih dahulu pada Musrenbang Kabupaten/Kota.

Musrenbang kab/kota menjadi acuan dalam pembiayaan program dan kegiatan otsus. Program/kegiatan yang

didanai Otsus adalah hasil dari usulan kabupaten/kota dan ususan provinsi yang disepakati bersama dalam musrenbang Otsus. Gambar 2.3, sebanyak 81 persen responden di tingkat kabupaten/kota dan provinsi menyatakan program/kegiatan yang dilaksanakan untuk dibiayai dari dana Otsus adalah berdasarkan hasil usulan dalam musrenbang kab/kota. Akan tetapi terdapat 11 persen responden menyatakan tidak setuju, dengan mempertimbangkan bahwa tidak sepenuhnya program dan kegiatan berdasarkan hasil Musrenbang.

Qanun dan peraturan telah mengakomodir program/kegiatan Otsus lebih baik sesuai dengan kebutuhan daerah. Sebanyak 59 responden (61 persen) di kabupaten/kota menyatakan bahwa Qanun No. 2 Tahun 2013 lebih mengakomodir

kebutuhan masing-masing daerah dibandingkan dengan Qanun sebelumnya. Dengan adanya mekanisme transfer, kabupaten/kota merasa memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola tambahan sumber daya fiskal dalam membangun daerah dan memperkecil ketimpangan pembangunan. Qanun No. 2/2013 juga diakui dapat menciptakan terobosan pembangunan yang lebih banyak dan juga mengakomodir program/kegiatan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Hal ini berbeda dengan mekanisme sebelumnya, dimana kabupaten/kota menilai pemerintahan provinsi sering menetapkan program/kegiatan Otsus secara sepihak tanpa keterlibatan daerah.

11. Dokumen pendukung menurut Pergub 79/2013 yaitu (a) Detail Engineering Design (DED); (b) Kerangka Acuan Kerja (Term of Reference); (c) Studi Kelayakan (Feasibility Study); (d) Survey Investigasi and Design (SID); (e) Rencana Denah (Site Plan); (f) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan atau (g) dokumen perencanaan lainnya. Jika untuk kegiatan pembangunan, maka harus dilengkapi dengan sertifikat atau surat bukti kepemilikan lahan yang sah. Semua dokumen tersebut disampaikan paling lambat pada saat Musrenbang Otsus sesuai syarat masing-masing program dan kegiatan

Gambar 2.3 Program/kegiatan Otsus yang dilaksanakan adalah hasil usulan dalam musrenbang kab/kota.

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 5% 6% 33% 48% 8%

(19)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

19

Kebanyakan usulan program dan kegiatan yang diajukan kab/kota disetujui oleh provinsi. Sebahagian responden

(51 persen) menyatakan setuju dan sangat setuju bahwa usulan program dan kegiatan kabupaten/kota banyak yang disetui oleh Pemerintah Provinsi, usulan tersebut melalui kesepakatan bersama (Gambar 2.6). Meskipun beberapa usulan– usulan program/kegiatan pembangunan masih memerlukan diskusi lebih lanjut. Beberapa program yang tidak disetujui biasanya dinilai kurang mencukupi syarat-syarat administratif atau dinilai kurang bernilai strategis.

Qanun No. 2 Tahun 2013 memungkinkan program/kegiatan Otsus berjalan lebih cepat. Keadaan ini didukung

dengan hasil survey dimana sebanyak 66 persen responden menyatakan bahwa dengan mekanisme pengelolaan otsus yang baru dapat melaksanakan proses Perencanaan, pelaksanaan termasuk proses pelelangan dari program dan kegiatan kabupaten/kota dengan lebih cepat serta dengan kewenangan yang besar. Kewenangan yang lebih besar ini juga berdampak pada rasa kepemilikan yang lebih besar terhadap program. Hal ini berbeda pada pelaksanaan Otsus dengan mekanisme sebelumnya, hanya 27 persen responden yang menyatakan setuju bahwa program dapat berjalan lebih cepat, Gambar 2.8.

Gambar 2.4 Qanun 2/2008 beserta peraturan yang diterbitkan dapat mengakomodir kebutuhan akan program/kegiatan otsus lebih baik di daerah.

Gambar 2.5 Qanun 2/2013 beserta peraturan yang diterbitkan dapat mengakomodir kebutuhan akan program/kegiatan otsus lebih baik di daerah.

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Gambar 2.6 Kebanyakan usulan program dan kegiatan yang diajukan kab/kota disetujui oleh provinsi

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 6% 6% 24% 41% 24% 5%

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 3% 6% 43% 26% 10% 18%

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 8% 4% 43% 24% 21%

(20)

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Pemerintah kabupaten/kota melibatkan DPRK dalam pengusulan program/kegiatan Otsus. Sebanyak 62 persen

responden menyatakan setuju usulan program yang diusulkan dalam Musrenbang Otsus terlebih dahulu dibahas dengan pihak DPRK (Gambar 2.9). Kabupaten/kota menyatakan selama ini DPRK telah dilibatkan dalam penganggaran Otsus meskipun ada usulan dari beberapa anggota legislatif yang meresa peran mereka belum maksimal dan meminta untuk mempertegas posisi dan peran DPRK dalam perencanaan dan penganggaran Otsus.

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Usulan program dan kegiatan Otsus kabupaten/kota yang bersifat tahun jamak (multi years) masih tergolong minim. Lebih dari 50 persen responden menyatakan bahwa program dan kegiatan yang dilaksanakan bersifat tahunan,

dan bukan program yang bersifat multiyears (tahun jamak). Minimnya jumlah usulan program/kegiatan yang bersifat tahun jamak antara lain disebabkan oleh sulit mendapatkan komitmen politik (kesepakatan bersama antara legislatif dan eksekutif), kepala daerah mengarahkan Otsus pada program/kegiatan yang bersifat mendesak (urgent) meskipun berskala kecil namun sifatnya membutuhkan penanganan instan, dan dalam hal tertentu bertujuan untuk menghindari atau meredam timbulnya gejolak di masyarakat, Gambar 2.10.

Gambar 2.9 Usulan program yang diusulkan dalam Musrenbang

otsus telah terlebih dahulu sudah dibahas dengan pihak DPRK Gambar 2.10 Banyak (lebih besar dari 50Persen) program dan kegiatan yang biasanya diusulkan bersifat tahun jamak (multi years)

Gambar 2.7 Qanun 2/2013 dan peraturan yang ada memungkinkan program/kegiatan berjalan lebih cepat.

Gambar 2.8 Qanun 2/2008 dan peraturan yang ada memungkinkan program/kegiatan berjalan lebih cepat.

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 17% 2% 49% 5% 27% 24% 3% 6% 44%

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 17% 2% 49% 5% 27% 23% 8% 11% 3% 51%

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 27% 9% 7% 28% 24%

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 32%

(21)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

21

2.3 Tantangan Perencanaan dan Penyusunan Program Dana Otonomi Khusus

Kajian terdahulu terhadap tata kelola Dana Otsus mendapati perencanaan dan penganggaran Dana Otsus merupakan salah satu kelemahan pengelolaan Dana Otsus. Kajian yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 2011

menyimpulkan “proses perencanaan dan pemrograman kegiatan yang dibiayai oleh dana Otsus menjadi salah satu titik terlemah dalam tata kelola dana Otsus”.12 Pengusulan program yang dibiayai dari sumber otsus belum banyak mengacu

pada RPJM, di saat yang sama, ketiadaan rencana induk membuat program dan kegiatan otsus menjadi kurang stategis, kegiatan – kegiatan kecil yang kurang signifikan terhadap pembangunan ekonomi dan pengurangan angka kemiskinan.

Dalam beberapa tahun terakhir, usulan program dan kegiatan dalam perencanaan otsus belum sepenuhnya menjawab tantangan pembangunan. Dalam berbagai seri penelitian yang dilakukan mengenai perencanaan dan belanja

Dana Otsus, khususnya di sektor pendidikan, infrastruktur dan kesehatan, terlihat beberapa pola belanja yang belum sesuai kebutuhan.13 Hal ini terlihat pada program di dinas pendidikan dalam beberapa tahun terakhir telah diprioritaskan

untuk pembangunan fisik, terutama gedung sekolah dan ruang kelas meskipun ketersediaan gedung sekolah dan ruang kelas pada saat itu sudah cukup memadai. Pada tahun 2011, sebanyak 51 persen dana otsus pendidikan dialokasikan untuk pembangunan sekolah dan ruang kelas, Gambar 2.11. Pola alokasi Dana Otsus yang sama terulang di tahun 2013, alokasi anggaran untuk pembangunan gedung sekolah dan ruang kelas baru sebesar 31 persen dan pembangunan sarana sekolah mencapai 34 persen dari keseluruhan dana otsus bidang pendidikan. Sedangkan Aceh masih sangat tertinggal dari sisi mutu dan daya saing pendidikan, banyak sekolah di tingkat dasar dan menengah yang membutuhkan sarana penunjang mutu seperti penyediaan buku, laboratorium, perpustakaan, alat peraga dan sebagainya,.

Sumber: Analisis Belanja Publik Tahun 2012,PPKD

Program dan kegiatan Dana Otsus bidang kesehatan juga belum sepenuhnya berdasarkan kebutuhan. Meskipun

data menunjukkan sebaran pusat pelayanan kesehatan di Aceh belum merata, namun pengalokasian dana otsus untuk pembangunan pusat layanan kesehatan yang baru untuk kabupaten/kota terlihat berbeda dengan kebutuhan, seperti tampak pada Gambar 2.13, Kabupaten Simeulue yang memiliki jarak rata-rata antara penduduk dengan sarana kesehatan sebesar 11,3 kilometer memiliki alokasi belanja Rp. 2 milyar, sedangkan Aceh Timur memiliki alokasi belanja yang lebih tinggi, meskipun memiliki jarak yang lebih dekat, Secara rata-rata jarak terdekat dari kediaman penduduk di Aceh ke fasilitas kesehatan masyarakat terdekat adalah 8 kilometer, Gambar 2.12.14

12. Bank Dunia. 2011. Kajian Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus AcehH. 26 – 27. 13. Analisis Belanja Publik Aceh 2011 dan 2012, Pusat Pengembangan Keuangan Daerah Unsyiah – PECAPP. 14. Analisis Belanja Publik Aceh 2011, PECAPP.

Gambar 2.11 Alokasi Dana Otsus Pendidikan Dasar dan

Menengah Tahun 2011 Gambar 2.12 Akses Pusat Layanan Kesehatan dan Alokasi Dana Otsus Untuk Pembangunan Pusat Layanan Kesehatan, Tahun 2012.

1   2   3  3   3  3   4  4   4  5   5  5   5  5   6   6  6   6  6   7  8   11   19    2      -­‐          5      -­‐          1      10      2      5      2      2      13      7      5      3      2      -­‐          12      3      -­‐          1      6      2      4      -­‐          5      10      15      20     0   5   10   15   20   25   30   Banda  Aceh  

Aceh  Barat  Daya  Pidie   Pidie  Jaya   Lhokseumawe  Aceh  Besar   Langsa   Bireuen   Aceh  Utara   Aceh  Tamiang  Aceh  Timur   Aceh  Selatan   Aceh  Tenggara  Aceh  Singkil   Nagan  Raya  Aceh  Barat   Gayo  Lues   Bener  Meriah  Sabang   Aceh  Tengah  Aceh  Jaya   Simeulue   Subulussalam  

Miliar  Rupiah  

(22)

Aceh belum memiliki rencana induk yang menjadi acuan utama dalam merumuskan rencana dan implementasi kegiatan pembangunan yang dibiayai Dana Otsus. Hingga saat kajian ini dilaksanakan, Rencana Induk untuk

pengalokasian dana otsus hingga tahun 2027 masih dalam proses finalisasi oleh tim Bappeda. Ketiadaan rencana induk dalam perencanaan dan pengalokasian Dana Otsus dalam beberapa tahun belakangan ini menyebabkan beberapa program dan kegiatan pembangunan yang dibiayai dana otsus sering tidak sesuai peruntukan, dan kurang berdampak signifikan dan belum menjadi daya ungkit bagi percepatan pembangunan sektor ekonomi secara keseluruhan. Keberadaan Rencana Induk sangat mendesak untuk memberikan arah atau sasaran – sasaran pokok dalam pembangunan serta arah kebijakan alokasi dana otsus.

Rencana Induk otsus pada dasarnya berisikan sasaran pokok dan arah kebijakan alokasi Dana Otsus selama masa alokasi dana Otsus sampai dengan tahun 2027 mendatang. Sasaran pokok dan arah kebijakan pembangunan Aceh

ke depan mestinya telah disusun dan dituangkan dalam dokumen induk otsus. Lebih lanjut, master plan otsus memberi gambaran umum tentang pembangunan daerah, permasalahan, potensi, serta strategi pembangunan untuk setiap sektor. Disamping itu, dokumen ini juga menentukan kriteria atau persyaratan khusus15 untuk setiap program dan kegiatan

pembangunan serta program pokok pembangunan yang dibiayai dengan dana otsus; kriteria dan persyaratan untuk mengikat supaya usulan program/kegiatan memiliki dampak signifikan, terukur dan memiliki daya ungkit secara jangka panjang terhadap pembangunan.

Ketiadaan kriteria operasional yang jelas dalam penyusunan program dan kegiatan merupakan penyebab utama dari kesulitan SKPA dalam penyusunan program/kegiatan perencanaan Otsus. Meskipun Qanun 2/2013 dan pergub

79/2013, telah mengatur kriteria dari program dan kegiatan yang dapat dibiayai oleh Dana Otsus, akan tetapi kriteria ini dinilai belum cukup mengikat dan masih multi-tafsir. Sebahagian besar responden di tingkat Provinsi (56 persen) menyatakan SKPA mengalami kesulitan dalam penyusunan program/kegiatan dalam perencanaan otsus dan dibutuhkan adanya kriteria program dan kegiatan yang operasional dan lebih jelas, Gambar 2.13.

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Bappeda provinsi dinilai belum maksimal dalam mengkoordinasikan usulan dari kabupaten/kota dan provinsi.

Hanya sebesar 33 persen responden dari SKPA dan SKPD yang menilai bahwa Bappeda provinsi telah mengkoordinasikan usulan dari kabupaten/kota dan provinsi dengan baik sehingga tidak terjadi tumpang-tindih antara SKPA dengan SKPK, sedangkan sebanyak 45 persen resonden tidak memiliki kecenderungan apapun, Gambar 2.14. Hal ini termasuk tumpang-tindihnya kewenangan. Masih terdapat program dan kegiatan yang merupakan wewenang kabupaten, tetapi di danai oleh provinsi.

15. Kriteria dan persyaratan seleksi program dan kegiatan telah ditetapkan dalam lampiran Pergub tentang pagu indikatif, kriteria dan persyaratan seleksi program/kegiatan pembangunan dari sumber TDBH Migas dan Otsus.

Gambar 2.13 SKPA tidak mengalami kesulitan dalam penyusunan

program dan kegiatan perencanaan otsus. Gambar 2.14 Bappeda Provinsi telah mengkoordinasikan usulan dari kabupaten/kota dan provinsi dengan baik.

Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 11% 11% 33% 45% Tidak setuju Netral Setuju 22% 33% 45%

(23)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

23

Kabupaten/kota menyatakan Musrenbang Otsus belum sepenuhnya bermanfaat dalam keselarasan program/ kegiatan. Gambar 2.15, sebanyak 50 persen responden di tingkat kabupaten/kota, tidak mempunyai kecenderungan

apapun tentang manfaat Musrenbang Otsus dalam upaya mencapai keselarasan program di Kabupaten/Kota. Sedangkan 44 persen responden merasakan adanya manfaat dan 6 persen responden menyatakan tidak ada manfaat. Kenetralan atau ketidakcenderungan pada satu pilihan memberikan kesimpulan bahwa Musrenbang Otsus belum memberikan sinergitas dalam progam/kegiatan di Kabupaten/Kota.

Masih terdapat polemik dalam hal ketepatan kriteria dan persyaratan seleksi program dan kegiatan yang didanai otsus. Gambar 2.16, hanya 42 persen responden di kabupaten/kota yang setuju kriteria dan persyaratan seleksi program

dan kegiatan yang ditetapkan oleh provinsi setiap tahunnya sudah tepat (sesuai kebutuhan) dan dapat dipenuhi, sedangkan selebihnya memilih netral (36 persen) dan tidak setuju atau sangat tidak setuju (22 persen). Perdebatan tentang kriteria dan persyaratan program antara lain terjadi akibat adanya multi tafsir terhadap kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan; terdapat kabupaten/kota yang merasa kriteria yang ditetapkan provinsi tidak semua sejalan dengan tujuan pembangunan di kabupaten/kota, “Selama ini keinginan pemerintah Provinsi sering tidak sejalan dengan keinginan kabupaten/kota dan kriteria yang ditetapkan sulit dioperasionalkan maka seharusnya kriteria ditentukan oleh kabupaten/kota”. 16

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

16. Pendapat dari beberapa peserta FGD di wilayah Barat Selatan. Gambar 2.16 Kriteria dan persyaratan seleksi program dan kegiatan yang ditetapkan oleh provinsi setiap tahunnya sudah tepat (sesuai kebutuhan) dan dapat dipenuhi.

Gambar 2.17 Bappeda harus memberikan persyaratan dan kriteria operasional yang jelas dan detail untuk kabupaten/kota dalam pengusulan kegiatan otsus

Gambar 2.15 Musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam penetapan program yang dilaksanakan oleh kab/kota untuk keselarasan program

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 10% 6% 34% 50%

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 4% 6% 34% 36% 18% 8%

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju

34% 56%

(24)

Penetapan persyaratan dan kriteria program/kegiatan yang didanai Otsus hendaknya lebih lebih jelas, operasional dan detail. Penetapan kriteria program/kegiatan otsus ke depan hendaknya segera ditentukan oleh Pemerintah Provinsi,

Kriteria tersebut disusun secara lebih jelas dan operasional dan dapat menjamin efektivitas serta koherensi program antar kabupaten/kota. Responden di Provinsi 100 persen sepakat Bappeda harus memberikan persyaratan dan kriteria operasional yang jelas dan detail untuk kabupaten/kota dalam pengusulan kegiatan Otsus (Gambar 2.17).

Diperlukan pembentukan suatu unit kerja khusus untuk pengelolaan dana Otsus yang lebih efektif dan efisien.

Gambar 2.18, mayoritas responden di Provinsi (78 persen) menyatakan efektifitas pengelolaan dana Otsus akan menjadi lebih efisien jika dikelola oleh suatu unit kerja khusus. Dengan kewenangan yang ada, Pemerintah Aceh dapat membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD) yang berada dan menjadi bagian dari Bappeda Provinsi yang ditugaskan secara khusus untuk mengelola dana Otsus.

Gambar 2.18 Efektifitas pengelolaan dana otsus akan menjadi lebih efisien jika dikelola oleh suatu unit kerja khusus

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 11% 11% 45% 33%

(25)

PELAKSANAAN DANA OTONOMI KHUSUS

“Desentralisasi lebih menjamin pemenuhan

kebutuhan masyarakat”

(26)

3.1 Mekanisme Transfer dan Alokasi Pendanaan

Sebelum diberlakukannya Qanun 2/2013, provinsi merupakan pengelola utama dana otonomi khusus. Dana

otonomi khusus yang bergulir sejak tahun 2008, menetapkan bahwa provinsi memiliki wewenang dan kuasa penggunaan anggaran meskipun program dan kegiatan dilakukan oleh kabupaten/kota. Hingga tahun 2009, pelaksanaan proyek yang dibiayai oleh Dana Otsus dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dengan menggunakan mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), dimana Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) berada pada Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), dengan demikian seluruh proses pelaksanaan anggaran mulai dari penerbitan dokumen pelaksanaan anggaran, pengadaan barang dan jasa, proses pengawasan pelaksanaan proyek dan pembayaran kepada pihak ketiga dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak provinsi. Pelaksanaan yang sepenuhnya dilakukan oleh provinsi menyebabkan rentang kendali yang terlalu jauh sehingga proyek/kegiatan tidak optimal dikelola dan diawasi.17

Sejak tahun 2010, pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih besar terhadap pengelolaan Dana Otsus. Seiring dengan pelaksanaan pembangunan yang bersumber dari Dana Otsus, proses pelaksanaan anggaran

dilaksanakan oleh pihak kabupaten/kota dengan KPA dan PPTK berada pada Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/ Kota, sementara provinsi berperan menyetujui pemilihan kegiatan, mengesahkan pemenang pengadaan, melakukan pembayaran dan melakukan pemeriksaan setelah selesainya proyek oleh inspektorat. Hasil yang terlihat di lapangan dari perubahan kebijakan tersebut adalah lebih tingginya tingkat penyelesaian proyek.18

Mulai tahun 2014, melalui mekanisme transfer langsung, Kabupaten/ Kota memiliki wewenang penuh dalam pengelolaan dana otonomi khusus. Kabupaten/Kota memiliki wewenang yang lebih besar seperti; penerimaan penuh

dalam alokasi anggaran, termasuk sisa anggaran. Mekanisme akuntabilitas pekerjaan dan pertanggungjawaban menjadi jelas (PA di SKPK menjadi sepenuhnya bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pekerjaan termasuk tindak lanjut pemeriksaan). Hal ini juga secara langsung mengurangi beban kerja pada SKPA terhadap pelaksanaan program dan kegiatan yang berada di Kabupaten/Kota.

17. Kajian Tata Kelola Dana Otonomi Khusus Aceh, The World Bank, 2011.

18. Data dari tim P2K pada tahun 2011, terdapat sekitar 270 proyek pemerintah baik provinsi maupun tingkat kabupaten/kota tidak selesai pada wak-tunya. Dibandingkan dengan tahun 2014 , hanya 98 proyek pemerintah yang tidak dapat diselesaikan pada akhir tahun 2014.

Gambar 3.1 Tata Kelola Dana Otonomi Khusus (Qanun 2/2008)

(27)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

27

Perubahan alokasi pembagian Dana Otsus antara kabupaten/kota dan provinsi dinilai belum sesuai kebutuhan pembangunan. Sejak tahun 2014, alokasi dana otonomi khusus untuk kabupaten/kota menjadi 40Persen, dan provinsi

sebesar 60Persen. Separuh dari responden di tingkat kabupaten/kota, atau 50Persen dari responden menyatakan tidak setuju bahwa alokasi pembagian Dana Otsus sudah memadai, dan harus ditinjau ulang. Hal ini mengingat besarnya tantangan pembangunan dan ketertinggalan di tingkat kabupaten/kota. Sedangkan ditingkat provinsi, sebesar 67 Persen responden menyatakan bahwa pembagian alokasi otsus sudah sesuai mengingat beberapa program utama provinsi Aceh bagi seluruh masyarakat memerlukan alokasi dana yang besar, Gambar 3.3-3.4.

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Formula alokasi pembagian dana otonomi khusus antar kabupatan/kota sudah cukup memadai. Formula alokasi

pembagian Dana Otsus didasari oleh, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), dan indikator lain yang relevan, mirip dengan formula DAU (Dana Alokasi Umum). Meskipun kabupaten/kota menilai pembagian porsi Dana Otsus belum sepenuhnya memadai, namun formula alokasi pembagian antar kabupaten/kota sudah dianggap sudah cukup proporsional, Gambar 3,5. 19

19. Dari diskusi terfokus yang dilaksanakan di beberapa wilayah, banyak kabupaten kota memberi beberapa catatan terhadap formula alokasi Dana Otsus, yaitu tidak di publikasikannya data dasar yang digunakan dalam penggunaan formula, sehingga tidak dapat dipastikan apakah alokasi angga-ran antara kabupaten kota sesuai dengan formula. Selanjutnya, variable dalam formula perlu ditinjau ulang, misalnya ditambahkan variable seperti jumlah rumah tangga miskin, daripada indikator umum seperti IPM.

Gambar 3.3 Pembagian alokasi 60Persen (provinsi) -40Persen (Kab

/ Kota) sudah memadai. -- Responden Kabupaten. Gambar 3.4 Pembagian alokasi 60Persen (provinsi) 40Persen (Kab/Kota) sudah memadai. Responden Provinsi

Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 22% 11% 45% 22% 12% 17% 27% 36% 38% 6%

Gambar 3.2 Tata Kelola Dana Otonomi Khusus (Qanun 2/2013)

Sumber : Pergub 79/2013.

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 4% 6% 34% 36% 18% 8%

(28)

Secara umum, mekanisme tata kelola dan pelaksanaan otsus yang dilaksanakan sekarang jauh lebih baik dari tahun sebelumnya. Tata kelola otsus termasuk mekanisme transfer yang diatur dalam Qanun 2/2013 dianggap jauh

lebih baik oleh 56 persen responden tingkat provinsi. Tidak hanya karena karena kualitas pelaksanaan dan perencanaan program, di kabupaten/kota namun juga kejelasan petunjuk dan pelaksanaan yang diatur oleh Qanun termasuk Pergub no.79 tahun 2013 yang mengatur tentang petunjuk teknis pengelolaan Dana Otsus dan tambahan bagi hasil migas. Disamping itu, sebanyak 45 persen responden menyatakan bahwa Qanun 2/2013 lebih menjamin pendanaan dan kesinambungan program/kegiatan yang didanai otsus. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa tantangan dalam mekanisme pengelolaan otsus.

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

18% 47%

30% 2% 3%

Gambar 3.6 Mekanisme Otsus menurut Qanun No 2/2013 telah menunjukkan pencapaian tujuan pelaksanaan Otsus

Gambar 3.7 Qanun 2/2013 dan Pergub 79/2013 lebih menjamin pendanaan terhadap program kegiatan

12% 3% 39% 46% 6% 6% 22% 56% 22%

Gambar 3.5 Formula Alokasi Otsus untuk Kabupaten/kota sudah memadai.

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 4% 6% 34% 36% 18% 8%

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 4% 6% 34% 36% 18% 8%

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 4% 6% 34% 36% 18% 8%

(29)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

29

3.2 Penyerapaan Anggaran Dana Otonomi Khusus

Tingkat penyerapan angaran program dan kegiatan cenderung meningkat dibandingkan pada tahun awal pelaksaan otsus. Penyerapan tertinggi terjadi pada tahun 2011, dimana dana penyerapan Dana Otsus secara keseluruhan

tercatat sebesar 95 persen, meningkat secara signifikan, dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penyerapan pada tahun berikutnya tercatat sedikit lebih rendah, kemungkinan besar diakibatkan terlambatnya pengesahan APBA pada tahun 2012 dan 2013.20

Sumber: Biro Administrasi Pembangunan dan Dinas Keuangan

Penyerapan provinsi sedikit lebih baik daripada kabupaten kota. 21 Pada tahun awal pelaksanaan dana otonomi

khusus, tingkat penyerapan terhitung dibawah 90 persen dan terus meningkat di tahun berikutnya, searah dengan pelaksanaan kegiatan yang semakin terdesentralisasi. Pada tahun 2014 tingkat penyerapan di kabupaten/kota terhitung sebesar 89 persen, sedikit lebih tinggi dari provinsi yang terhitung sebesar 93 persen. Salah satu kendala relatif rendahnya penyerapan kabupaten/kota adalah ketiadaan kriteria yang jelas pada saat perencanaan di tahap awal, sehingga terdapat beberapa program/kegiatan yang tidak disetujui oleh provinsi, sedangkan waktu untuk perubahan usulan program juga relatif terbatas.

Secara keseluruhan, penyerapan pada kabupaten/kota tercatat sebesar 89 persen pada tahun 2014. Meskipun

mekanisme transfer baru saja dilakukan, tingkat penyerapan Dana Otsus tercatat relative tinggi, dan diperkirakan akan terus meningkat pada masa mendatang. Kabupaten Bener Meriah, tercatat sebagai kabupaten yang memiliki tingkat penyerapan tertinggi, sebesar 98 persen, dan Aceh Barat Daya tercatat hanya sebesar 64 persen, Grafik 3.3.

20. Dana Otonomi Khusus, APBA pada tahun 2012 dan 2013 disahkan pada triwulan ke dua tahun berjalan. Hal ini secara signifikan mempengaruhi tingkat penyerapan Dana Otsus, karena secara efektif hanya tersisa 4-5 bulan untuk melakukan kegiatan.

21. Tingkat penyerapan ini diluar kegiatan unggulan provinsi seperti JKRA, BKPG dan beasiswa anak-yatim. Program-program unggulan ini terhitung sebesar Rp XX pada tahun 2103. Program unggulan ini digulirkan sejak tahun 2010 dan telah menyerap dana sebesar Rp xx hingga akhir tahun 2013.

Grafik 3.1 Tingkat penyerapan Dana Otsus Keseluruhan Grafik 3.2 Tingkat Penyerapan Dana Otsus Kabupaten/kota

79%   88%   93%   90%   90%   89%   89%   94%   96%   95%   89%   93%   60%   70%   80%   90%   100%   1   2   3   4   5   6   Kabupaten/Kota   Provinsi   84%   91%   95%   93%   90%   60%   70%   80%   90%   100%   2009   2010   2011   2012   2013  

(30)

3.3 Typologi program dan kegiatan otsus.

Searah dengan meningkatnya dana otsus, jumlah paket kegiatan terus meningkat. 22 Sejak tahun 2008 jumlah paket

kegiatan yang bersumber dari Dana Otsus meningkat secara signifikan. Pada tahun 2012, terhitung sebanyak 3,850 paket kegiatan dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Jumlah ini menurun sejak tahun 2013, pada tahun 2014, hanya sekitar 3,000 paket dilaksanakan oleh pemerintah, menurun sebesar 22 persen. Hingga tahun 2014, lebih dari 17 ribu paket kegiatan yang bersumber dari dana otonomi khusus telah dilaksanakan, Gambar 3.4.

Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan bersumber dari Dana Otsus, masih terpusat pada paket kegiatan yang bernilai relatif kecil.23 Pada tahun 2012, di tingkat provinsi tercatat sebesar 50 persen dari keseluruhan kegiatan memiliki nilai dibawah Rp 500 juta. Sedangkan pada tahun 2013, jumlah kegiatan dengan nilai dibawah Rp 1 milyar terhitung sebesar 62 persen (411 paket kegiatan dari 655 paket) di tingkat provinsi.

22. Keseluruhan data mengenai paket dan kegiatan yang terdapat dalam analisis ini menggunakan data Tim Percepatan dan Pengendalian Khusus Pemerintah Aceh. Data program dan paket kegiatan yang dipantau bersifat program yang langsung yang dapat berupa pembangunan infrastruktur, pengawasan termasuk beberapa pengadaan meubiler.

23. Kajian Otonomi Khusus yang dilakukan Bank Dunia pada tahun 2011 juga menunjukkan 64%  

89%  

98%  

60%   70%   80%   90%   100%   ACEH  BARAT  DAYA  SIMEULUE  

PIDIE   SABANG   LHOKSEUMAWE  ACEH  SINGKIL   SUBULUSSALAM  ACEH  SELATAN   ACEH  BESAR  RATA-­‐  RATA   ACEH  UTARA   ACEH  TAMIANG  ACEH  BARAT   PIDIE  JAYA   ACEH  JAYA   ACEH  TENGAH  ACEH  TIMUR   NAGAN  RAYA  LANGSA   BANDA  ACEH   ACEH  TENGGARA  BIREUEN   BENER  MERIAH    2,176      2,791      3,850      3,217      3,003      -­‐      500      1,000      1,500      2,000      2,500      3,000      3,500      4,000      4,500     2009   2011   2012   2013   2014   60%;  Provinsi   40%;  Kab/Kota   Transfer     40%;  Provinsi   60%;  Kab/Kota  

Grafik 3.3 Penyerapan Kabupaten/kota

Sumber: Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh

Grafik 3.4 Jumlah paket kegiatan Otsus

(31)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

31

Sumber: P2K Aceh

Sama seperti tingkat provinsi, pelaksanaan kegiatan Dana Otsus di tingkat kabupaten/kota cenderung pada paket kegiatan yang berkisar diantara Rp 200- Rp 500 juta. Pada tahun 2012, sebesar 71 persen dari keseluruhan kegiatan

yang didanai Otsus di seluruh kabupaten/kota pada tahun 2013, dan hanya sebesar 7 persen kegiatan yang dibawah Rp 500 juta. Banyaknya kegiatan yang bernilai dibawah Rp 500 juta secara langsung akan mempengaruhi pengelolaan dari kegiatan, tidak hanya pengadministrasian, tetapi juga termasuk pemantauan dan evaluasi dari kegiatan yang dilakukan.

Pola pelaksanaan program dan kegiatan yang bersumber Dana Otsus dengan mekanisme transfer tidak banyak berbeda dengan tahun sebelumnya. Hampir keseluruhan paket dan kegiatan baik di tingkat provinsi dan kabupaten

kota terpusat pada kegiatan yang bernilai dibawah Rp 500 juta dan kurang dari 20 persen dari keseluruhan kegiatan yang bernilai diatas Rp 1 miliar. Banyaknya kegiatan yang bernilai dibawah Rp 500 juta secara langsung menyulitkan pemantauan dan pengawasan dari kegiatan.

Sumber: P2K Aceh

Ketiadaan rencana induk serta minimnya petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan otsus menjadi penyebab utama terpencarnya konsentrasi program dan kegiatan. Pada saat ini Bappeda provinsi Aceh sedang menyusun rencana

induk bagi seluruh bidang pembangunan yang didanai oleh otsus. Rencana induk yang sedang disusun ini akan mengatur dengan lebih rinci program-program utama yang patut didanai oleh Otsus. Rencana Induk juga akan menetapkan kriteria-kriteria seleksi program dan kegiatan secara lebih terperinci sebagai bahan acuan bagi kabupaten/kota dalam

Gambar 3.8 Paket Provinsi (sebelum transfer) Gambar 3.9 Paket Kabupaten/kota (sebelum transfer)

Gambar 3.10 Komposisi Paket Provinsi 2014 (mekanisme transfer) Gambar 3.11 Komposisi Paket Kabupaten/kota (mekanisme transfer) 649   750   201   163   1340   1404   1837   1439   411   494   524   500   0   500   1000   1500   2000   2500   3000   2011   2012   2013   2014   <  200  Juta   >  200  Juta  -­‐  1  M   >    1  M     156   614   55   239   140   383   411   453   95   205   189   209   0   200   400   600   800   1000   1200   1400   2011   2012   2013   2014   <  200  Juta   >  200  Juta  -­‐  1  M   >    1  M     81%   8%   10%   1%   <  500  juta   >    500  Juta  -­‐  1  M   >    1  M  -­‐  5  M   >    5M  

(32)

mengusulkan program dan kegiatannya.24

Beban pekerjaan provinsi terhadap pengelolaan kegiatan otsus menjadi lebih ringan setelah mekanisme transfer dilakukan. Secara umum provinsi mengelola lebih banyak kegiatan dibandingkan dengan kabupaten/kota. Pada tahun

2014 (setelah mekanisme transfer diberlakukan), provinsi mengelola 901 paket kegiatan atau empat kali lipat dari paket/ kegiatan yang di kelola oleh kabupaten secara rata-rata, kurang dari 200 paket kegiatan. Dengan adanya mekanisme transfer, beban pekerjaan yang dilaksanakan oleh SKPA termasuk Dinas Keuangan berkurang secara siginifikan.

Program dan kegiatan yang dilaksanakan setelah mekanisme transfer mengurangi persentase proyek yang tidak selesai. Sebanyak 58 persen dari rsponden menyatakan bahwa mekanisme transfer memudahkan pelaksanaan program

dan kegiatan, karena sejak dari awal perencanaan dan persiapan pengelolaan sebuah program telah di rencanakan secara lebih matang, termasuk kebutuhan terhadap perubahan-perubahan program secara cepat dapat langsung dilaksanakan tanpa harus melalui rantai yang panjang.

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Kualitas pelaksanaan program infrastruktur lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun masih terdapat

beberapa isu mengenai kewenangan infrastruktur dan tumpang-tindih program antar kabupaten/kota dan provinsi, akan tetapi 67 persen responden dari SKPA beranggapan bahwa kualitas pelaksanaan proyek infrastruktur pada tahun 2014 lebih baik. 25

Kabupaten/kota mampu memenuhi persyaratan yang diajukan dalam pergub 79/2013 untuk pelaksanaan program/kegiatan dana otsus. Beberapa syarat pelaksanaan program dana otsus seperti tersedianya ToR, DED, Studi

Kelayakan, Denah dan syarat lainnya dapat dipenuhi oleh kabupaten/kota. Sekitar 54 persen dari respond menyatakan bahwa syarat-syarat diatas dapat dipenuhi. Berbeda dengan provinsi, pada saat in Pergub hanya mengatur syarat pelaksanaan kegiatan untuk kabupaten/kota, tidak untuk provinsi.

24. Setiap tahunnya, pemerintah Aceh sejak tahun 2010, menerbitkan tentang kriteria pemilihan seleksi program dan kegiatan yang layak didanai oleh Dana Otsus, akan tetapi pada kriteria yang ditetapkan dinilai masih sangat umum dan multi tafsir. Ketiadaan kriteria operasional dan rinci merupakan penyebab utama dalam perencanaan program dan kegiatan yang didanai oleh Dana Otsus.

25. Untuk beberapa sektor lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan sebahagaian besar responden dari tingkat provinsi juga menyatakan setuju terhadap kualitas pelaksanaan program dan kegiatan yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Sedangkan kualitas pelaksanaan program dan kegiatan yang menyangkut pengentasan kemiskinan, jawaban responden terdistribusi merata, hal ini diakibatkan banyaknya program pengentasan kemiskinan yang dilakukan tanpa koordinasi yang baik antara provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini berbeda di tingkat kabupaten/kota yang menyatakan bahwa program pengentasan kemiskinan lebih berhasil dilaksanakan dengan mekanisme tata kelola Qanun 2/2013, dikarenakan penyusunan program yang lebih fleksibel sesuai kebutuhan di lapangan.

Gambar 3.12 Mekanisme transfer mengurangi proyek yang tidak selesai

Gambar 3.13 Kualitas pelaksanaan kegiatan infrastruktur sekarang lebih baik dari tahun sebelumnya

67% 11% Tidak setuju Netral Setuju 22% 8% 47% 11% Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 34%

(33)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

33

Sumber: Survey Evaluasi Tata Kelola Dana Otsus Aceh, PPKD

Singkatnya waktu pengusulan perubahan perencanaan dana otonomi khusus. Perubahan program dan kegiatan pembangunan pada pemerintah merupakan hal yang lumrah terjadi, searah dengan dinamika kebutuhan pembangunan di lapangan. Hal ini juga dimungkinkan bagi program dan kegiatan yang bersumber Dana Otsus, yang harus disampaikan selambatnya 14 hari setelah Musrenbang otsus dilaksanan. Hal ini dinilai sangat singkat oleh Kabupaten/Kota, sehingga tidak banyak dari program dan kegiatan yang dapat dirubah meskipun mendesak, pantas dan strategis untuk dilaksanakan.

26

26. Pasal 19 ayat 1 dari Pergub no 79 tahun 2013 memungkinkan perubahan usulan program dan kegiatan oleh Kabupaten/Kota setelah Musrenbang. Dalam prakteknya usulan program yang disetujui belum sepenuhnya berdasarkan hasil perencanaan yang matang, seperti lokasi dan wilayah tanah yang sudah dibebaskan.

Gambar 3.14 Kabupaten/kota dapat memenuhi persyaratan Otsus Gambar 3.15 Pengusulan perubahan dalam 14 hari telah sesuai dengan kebutuhan

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju 12% 24% 25% 36% 36% 3% 12% 49% 2% 19% 24% 6%

Sangat Tidak Setuju Tidak setuju Netral Setuju Sangat Setuju

(34)

MONITORING & EVALUASI

(35)

Kajian Pelaksanaan Dana Otonomi Khusus Kabupaten/Kota

35

4.1 Mekanisme Monitoring Pemerintah Provinsi/Kabupaten

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota memiliki tanggung jawab dan kewenangan yang sama dalam pengawasan program dan kegiatan. Gubernur selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Aceh telah

melimpahkan kewenangan kepada Bupati/Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Kabupaten/ kota dalam pengelolaan Dana Otonomi Khusus alokasi Kabupaten/kota. Sejak penerapan mekanisme transfer kepada Kabupaten/kota diberlakukan, Kepala Daerah Kabupaten/kota bertanggung jawab penuh terhadap pengawasan pengelolaan dana otsus alokasi kabupaten/kota.27 Berbeda dari sebelumnya, sebagaimana diurai dalam pergub No

48/2009 bahwa pengawasan yang dilakukan Bupati/Walikota hanya sebatas pengawasan realisasi pelaksanaan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran pada SKPK yang sebelumnya telah diusulkan kepada Kepala SKPA selaku Pengguna Anggaran.

Pengawasan terhadap program dan kegiatan yang dibiayai Dana Otsus dilakukan oleh beberapa pihak. Berdasarkan

Qanun No. 2/2013, Pemerintah Aceh dan DPRA melakukan pengawasan terhadap perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan dan pertanggungjawaban terhadap program dan kegiatan atas Dana Otonomi Khusus yang telah disepakati bersama melalui Musrenbang Otsus yang dilakukan pada Bappeda Aceh. Fungsi Pengawasan yang dilakukan Pemerintah Aceh tersebut semestinya dilaksanakan oleh satu unit pelaksana teknis yang berada pada Bappeda Aceh. Walaupun unit pelaksana teknis belum terbentuk, Pemerintah Aceh harus tetap menjaga agar program dan kegiatan yang telah disetujui bersama dalam musrenbang otsus terlaksana sebagaimana telah direncanakan. Pemerintah Aceh membentuk satu tim adhoc yang bekerja untuk membantu akselerasi pembangunan program dan kegiatan yang dibiayai dengan APBA maupun Dana Otsus. Tim adhoc atau unit kerja tersebut sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Aceh untuk memantau kegiatan yang sedang berlangsung dilapangan. Gambar 4.1.

Fungsi pengawasan sebagaimana diamanatkan dalam qanun No. 2/2013 dan Pergub No 79/2013 sudah tepat.

Lebih dari 60 persen responden menyatakan setuju atas penerapan Kepala Daerah dan DPRA/DPRK sebagai pengawas program kegiatan Otsus, gambar 4.2. Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh/Kabupaten (SKPA/SKPK) yang menerima kewenangan dari Kepala Daerah sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Petugas Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) berada dalam satu pemerintahan dan merupakan bawahan langsung sehingga mempermudah pegawasan kegiatan dan juga dalam menindaklanjuti program kegiatan yang bermasalah. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Kepala Daerah dan DPRA/DPRK telah melakukan tugasnya secara periodik atas pelaksanaan program kegiatan yang dibiayai dengan dana otsus, gambar 4.3.

27. Pasal 34 ayat 2 Pergub 79 Tahun 2013

 

SKPA/SKPD   SKPA/SKPD   SKPA/SKPD  

Kegiatan   Kegiatan   Kegiatan   Kegiatan   Kegiatan   Kegiatan   Gubernur   dan  DPRA   Bupati   Bappeda   Provinsi   TP2K/   Adhoc   DPRK  

Gambar 4.1 StrukturMonitoring perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan dan pertanggung jawaban program kegiatan Dana Otsus

Gambar

Gambar 1.1 Proyeksi Penerimaan Dana Otsus
Gambar 1.2 Alokasi Dana Otonomi Khusus Aceh Tahun 2008-2015
Gambar 2.2  Musrenbang otsus sangat bermanfaat dalam sinkronisasi program yang  diusulkan oleh kabupaten/kota dan provinsi
Gambar 2.3   Program/kegiatan Otsus yang dilaksanakan adalah  hasil  usulan dalam  musrenbang kab/kota.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diketahui tingkat kepentingan atribut-atribut kepuasan pelanggan Dave Gallery memiliki nilai rata-rata sebesar 4.1214 yang berarti dikategorikan

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada PT Paramount Land, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan WOM sebagai variabel moderasi terhadap hubungan antara

Pada halaman ini admin dapat menginputkan, melihat detail dan mengedit data siswa, Untuk menginputkan atau menambah data siswa klik tombol tambah siswa maka akan

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dan diterima untuk.. memenuhi sebagian

 bersangkutan mempunyai tug mempunyai tugas dan as dan tanggung tanggung jawab untuk jawab untuk melaksanakan melaksanakan tugas tugas Tim Code Blue (Tim Medis Emergensi) RS,

Sistem Kombinasi adalah merupakan perpaduan antara saluran air buangan dan saluran air hujan, dimana pada waktu musim hujan air buangan maupun air hujan bercampur dalam.. satu saluran

[r]

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah Suatu sistem pembangkit tenaga listrik yang mengkonversikan energi kimia listrik denganmenggunakan uap air sebagai fluida kerjanya,