• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

“KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT (Studi

Kasus Putusan Nomor: 198 /Pid.B/2015/PN.Skt. & Putusan Nomor 145/Pid.B/2016/PN.Skt.)”

Oleh :

Christian Andy Nugroho 12100058

ABSTRAKSI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji pertimbangan yang diambil hakim dalam memutus perkara tindak pidana penipuan, sehingga putusan yang diambil mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan memiliki rasa keadilan dan tidak ada pihak yang dirugikan.

Latar belakang masalah dalam perkara tindak pidana penipuan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menjadikan seseorang dapat melakukan tindak pidana. Putusan dalam tindak pidana penipuan memungkinkan terjadinya kontroversi, terutama hakim yang memutus perkara. Oleh karena tindak pidana penipuan merupakan tindak pidana yang didahului tindak pidana asalnya, maka dalam membuktikan adanya praktek penipuan juga tidak mudah. Untuk itulah hakim yang memiliki kewenangan dalam memeriksa dan memutus perkara penipuan harus cermat dan teliti melihat berbagai kemungkinan yang dapat terjadi.

Metode Penelitian yang yang digunakan adalah metode jenis penelitian yang mengacu pada jenis penelitian Hukum Normatif bersifat sosiologis ingin memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas tentang dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Sukamdi dan Sunarto dalam tindak pidana penipuan. Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan wawancara. Teknik analisa data yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil.

Hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor terjadinya tindak pidana penipuan berasal dari faktor internal dan eksternal, pada kasus ini modus dilakukan oleh terdakwa berawal dari kebutuhan ekonomi dan kesempatan untuk melakukan penipuan merupakan faktor internal dan eksternal dalam terjadinya tindak pidana penipuan.

KATA KUNCI : PENIPUAN BERLANJUT, TINDAK PIDANA PENIPUAN, PUTUSAN TINDAK PIDANA PENIPUAN BERLANJUT

(2)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Tindak pidana dewasa ini semakin marak terjadi di Indonesia. Hal tersebut berkaitan erat dengan berbagai aspek, khususnya aspek ekonomi. Salah satu penyebab maraknya tindak pidana adalah karena kebutuhan ekonomi yang harus terpenuhi secara mendesak, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia tidak dapat memenuhi semua masyarakat Indonesia untuk bekerja dan memperoleh penghasilan yang tetap.

Salah satu bentuk kejahatan yang masih marak terjadi di masyarakat yaitu penipuan. Bagi para pelaku, tindak pidana penipuan tidaklah begitu sulit untuk dilakukan. Penipuan bisa terlaksana cukup dengan bermodalkan kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga seseorang dapat meyakinkan orang lain, baik melalui serangkaian kata bohong ataupun fiktif. Sekarang ini banyak sekali terjadi tindak pidana penipuan, bahkan telah berevolusi secara apik dengan berbagai macam bentuk.

Tindak pidana penipuan merupakan salah satu kejahatan yang mempunyai objek terhadap harta benda. Didalam KUHP tindak pidana ini diatur dalam bab XXV dan terbentang antara pasal 378 s/d 395, sehinnga didalam KUHP peraturan mengenai tindak pidana ini merupakan tindak pidana yang paling panjang pembahasannya diantar kejahatan terhadap harta benda lainnya.

Perbuatan penipuan itu selalu ada bahkan cenderung meningkat dan berkembang di dalam masyarakat seiring kemajuan zaman. Contohnya saja modus penipuan dilakukan dengan berbagai cara dan tanpa diketahui tindakan itu dilakukan secara terus menerus atau

(3)

bisa dikatakan “berkelanjutan/berlanjut”. Sebenarnya tentang istilah mengenai penipuan berlanjut adalah sebuah definisi yang dimana penipuan itu dilakukan terus menerus atau lebih dari satu kali. Padahal perbuatan penipuan tersebut dipandang dari sudut manapun sangat tercela, karena dapat menimbulkan rasa saling tidak percaya dan akibatnya merusak tata kehidupan masyarakat.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri pada Pasal 378 menegaskan bahwa seseorang yang melakukan kejahatan penipuan diancam dengan sanksi pidana. Walaupun demikian masih dirasa kurang efektif dalam penegakan terhadap pelanggarnya, karena dalam penegakan hukum pidana tidak hanya cukup dengan diaturnya suatu perbuatan di dalam suatu Undang-Undang namun dibutuhkan juga aparat hukum sebagai pelaksana asas ketentuan Undang-Undang serta lembaga yang berwenang untuk menangani suatu kejahatan seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

Di Indonesia, pengadilan merupakan lembaga peradilan yang menjadi harapan masyarakat untuk memperoleh keadilan melalui aktivitas hakim yang memiliki peranan penting dalam memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan ke pengadilan. Putusan pengadilan merupakan tolok ukur bagi cerminan keadilan. Hakim dalam memutus perkara memiliki kebebasan karena kedudukan hakim secara konstitusional dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 24 dan Pasal 25 yang berbunyi bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, artinya terlepas dari pengaruh dan campur tangan kekuasaan pemerintah. Hal ini sesuai dengan ciri dari negara hukum yaitu terdapat suatu kemerdekaan hakim yang bebas. Namun dalam kebebasan

(4)

tersebut hakim tidak boleh melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap suatu perkara yang ditanganinya karena hakim terikat oleh aturan hukum yang berlaku.

Hakim dalam hal ini juga harus dapat memberi putusan yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam putusannya hakim dituntut tidak boleh sekedar melaksanakan undang-undang, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek moral dan sosial. Putusan hakim sangat berpengaruh atas suatu perkara karena keadilan menjadi hal yang sangat diharapkan. Putusan hakim tersebut mencerminkan proses penegakan hukum yang erat kaitannya dengan sosial kemasyarakatan yang dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Putusan hakim inilah yang mendapat sorotan dari penulis, misalnya terkait dengan putusan mengenai tindak pidana penipuan berlanjut.

Putusan dalam perkara tindak pidana penipuan berlanjut memungkinkan terjadi kontroversi, terutama hakim yang memutus perkara. Untuk itulah hakim yang memiliki kewenangan dalam memeriksa dan memutus perkara penipuan berlanjut harus cermat dan teliti melihat berbagai kemungkinan yang terjadi saat penipuan itu dilakukan.

Dengan alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka penulis terdorong untuk melakukan kajian secara mendalam tentang pertimbangan hakim dalam memutus perkara mengenai tindak pidana penipuan berlanjut.

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

A. DELIK

Dalam hukum pidana delik dikenal dalam beberapa istilah seperti perbuatan pidana, peristiwa pidana ataupun tindak pidana. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan yakni, “Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana”. Menurut Van der Heoven1, rumusan tersebut tidak tepat karena yang dapat dihukum bukan perbuatannya tetapi manusianya.

Selain itu menurut kamus hukum bahwa : “Delik adalah perbuatan yang melanggar undang-undang pidana dan karena itu bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang orang yang dapat dipertanggungjawabkan”2

Di Indonesia sendiri setidaknya dikenal ada tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari istilah Strafbaarfeit ( Belanda ). Istilah-istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari Strafbaarfeit antara lain adalah tindak pidana, peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum dan terakhir adalah perbuatan pidana.3

Strafbaarfeit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar dan feit. Dari tujuh istilah yang

digunakan sebagai terjemahan Strafbaarfeit itu, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata

1

Laden Marpaung. 2005. asas-teori-praktik hukum pidana, jakarta: Sinar Grafika. Halaman 7. 2Ilham Gunawan . 2002. Kamus Hukum, jakarta : Restu Agung. Halaman 75.

3

Adam Chazawi. 2008. Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1 ; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta : Raja Grafindo. Halaman 67-68

(6)

feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Adapun istilah yang dipakai Moeljanto dan Roeslan Saleh dalam menerjemahkan Strafbaarfeit adalah istilah perbuatan pidana.4 Begitu pula dengan Ter Haar memberi definisi untuk delik yaitu tiap-tiap penggangguan keseimbangan dari satu pihak atas kepentingan penghidupan seseorang atau sekelompok orang.5

1. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsure subjektif dan unsure objektif. 2. Delik Penipuan dan Unsur-Unsurnya

Berdasarkan Teori dalam hukum pidana mengenai penipuan, terdapat dua sudut pandang yang tentunya harus diperhatikan, yakni menurut pengertian bahasa dan menurut pengertian yuridis yang penjelasannya adalah sebagai berikut :

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong,palsu,dsb) dengan maksud menyesatkan, mengakali atau mencari untung. Penipuan berarti proses, perbuatan, cara menipu, perkara menipu (mengecoh). Dengan demikian yang terlibat dalam penipuan adalah dua pihak yaitu orang yang menipu disebut dengan penipu dan orang yang tertipu. Jadi penipuan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak jujur atauboohong dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok.6

4Andi Hamzah. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 86 5

Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 18 6

(7)

Penipuan menurut Pasal 378 KUHP sebagai berikut : “Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat hoedanigheig palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkain kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang ataupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”

Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam rumusan Pasal 378 KUHP di atas. Maka R. Sugandhi mengemukakan pengertian penipuan bahwa : “Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun sedemikian rupa yang merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar.”7

3. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Membagi kelompok benda atau manusia dalam jenis-jenis tertentu atau mengklasifikasikan dapat sangat beraneka ragam sesuai dengan kehendak yang mengklasifikasikan, menurut dasar apa yang diinginkan, demikian pula halnya dengan jenis-jenis tindak pidana. KUHP telah mengklasifikasikan tindak pidana ke dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu dalam buku kedua dan ketiga masing-masing menjadi kelompok kejahatan dan pelanggaran.8

a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan yang dimuat dalam buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam buku III. Alasan pembedaan antara

7R. Sugandhi. 1980. Kitab undang-undang Hukum Pidana dan Penjelasannya,Surabaya : Usaha Nasional. Halaman 396-397.

8

(8)

kejahatan dan pelanggaran adalah jenis pelanggaran lebih ringan dibandingkan kejahatan.

b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materil.

c. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja (dolus) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpa).

d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif dan dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak pidana pasif disebut juga tindak pidana omisi.

e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya,dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama atau berlangsung terus menerus.

f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.

g. Dilihat dari segi subjeknya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang) dan tindak pidana propria (tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu).

h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan.

B. TINJAUAN UMUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1. Pengertian Putusan Hakim

Pengertian Putusan Pengadilan menurut Lilik Mulyadi ditinjau dari visi teoritis dan praktik adalah “putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses dan

(9)

prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan penyelesaian perkaranya.9

2. Bentuk-Bentuk Putusan Akhir a. Putusan Bebas ( Vrijspraak )

Secara teoritik, putusan bebas dalam rumpun hukum Eropa Kontinental lazim disebut dengan istilah putusan “Vrijspraak” sedangkan dalam rumpun Anglo Saxon disebut putusan ”Aequited”. Pada dasarnya, esensi putusan bebas terjadi karena terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebaimana didakwakan Jaksa atau Penuntut Umum dalam surat dakwaan.

b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum (Unslug van alle Rechtwervolging)

Ketentuan Pasal 191 (2) KUHAP mengatur secara eksplisit tentang putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (Unslug van alle Rechtwervolging).Pada pasal tersebut di atas, putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum dirumuskan dengan redaksional bahwa: “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”

9

(10)

c. Putusan Pemidanaan ( Veroordeling )

Apabila hakim menjatuhkan putusan pemidanaan, harus yakin berdasarkan alat-alat bukti yang sah serta fakta-fakta di persidangan bahwa terdakwa melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan. Selain itu, jika dalam menjatuhkan putusan pemidanaan, terdakwa tidak dilakukan penahanan, maka dapat diperintahkan Majelis Hakim supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila tindak pidana yang dilakukan itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, atau apabila tindak pidana itu termasuk yang diatur dalam ketentuan Pasal 21 (4) huruf b KUHAP dan terdapat cukup alasan untuk itu. Dalam melakukan suatu penahana, pengadilan dapat menetapkan terdakwa tersebut tetap berada dalam tahan atau membebaskannya, apabila terdapat cukup alasan untuk itu menurut Pasal 193 Ayat 2 KUHAP.10

3. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan a. Pertimbangan Yuridis

Dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara, terlebih putusan bebas

(vrijspraak), hakim harus benar-benar menghayati arti amanah dan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya sesuai dengan fungsi dan kewenangannya masing-masing.Lilik Mulyadi mengemukakan bahwa,11

10

Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, Halaman 172 - 177

11

Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana; Normatif, Teoretis, Praktik, dan Permasalahannya, PT Alumni, Bandung, hal. 202.

(11)

Menurut Llilik Mulyadi setelah diuraikan mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, ada tiga bentuk tanggapan dan pertimbangan hakim, antara lain :12 1. Ada majelis hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara detail,

terperinci, dan substansionnal terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau penassihat hukum.

2. Ada majelis hakim yang sama sekali tidak menanggapi dan mempertimbangkan terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau penasehat hukum.

b. Pertimbangan Sosiologis

Kehendak rakyat Indonesia dalam penegakan hukum ini tertuang dalam Pasal 27 (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang rumusannya : “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Sebagai upaya pemenuhan yang menjadi kehendak rakyat ini, maka dikeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang salah satunya adalah Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan tujuan agar penegakan hukum di Negara ini dapat terpenuhi. Salah satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang berkaitan dengan masalah ini adalah : Hakim sebagai penegak hukum menurut Pasal 5 (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 bahwa “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”

12

(12)

c. Pertimbangan Subyektif

Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan agar dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana. Menurut Van Hattum syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

1. Harus ada perbuatan, memang benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang.

2. Perbuatan tersebut harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam ketentuan hukum. Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang tersebut dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang disalahkan oleh ketentuan hukum.

3. Harus melawan hukum, artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum dimaksudkan kalau tindakannya nyata atau jelas bertentangan dengan aturan hukum.

4. Harus tersedia ancaman hukumnya, kalau ada ketentuan ketentuan yang mengatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu dan ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya

C. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA

Pertimbangan hakim adalah hal-hal yang menjadi dasar atau yang dipertimbangkan hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana. Sebelum memutus suatu perkara, hakim harus memperhatikan setiap hal-hal penting dalam suatu persidangan. Hakim memperhatikan syarat dapat dipidananya seseorang, yaitu syarat subyektif dan syarat obyektif.

Hakim memeriksa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang memperhatikan syarat subyektifnya, yaitu adanya kesalahan, kemampuan bertanggungjawab seseorang, dan tidak ada alasan pemaaf baginya.Selain itu hakim juga memperhatikan syarat obyektifnya, yaitu perbuatan yang dilakukan telah mencocoki rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan tidak ada alasan pembenar.

(13)

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Sumber Data Primer dan Sumber Data Sekunder. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan atau studi dokumen dengan mempelajari literature, karangan ilmiah, dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan pokok masalah yang dikaji. Adapun tahap-tahap didalam pelaksanaan penelitian, Tahap persiapan yaitu dengan melakukan penyusunan proposal, Penulis mengumpulkan data dengan tujuan memperoleh data-data yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan sesuai dengan tujuan penelitian, Memuat pandangan yang jelas serta lengkap mengenai teori-teori yang ada dengan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam bentuk tulisan, Hasil penelitian yang telah diperoleh disusun dalam bentuk laporan dan dipertahankan di hadapan dosen penguji skripsi. Metode Analisa Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Penerapan Sanksi Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Surakarta

Tindak pidana penipuan merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah dilakukan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Apabila sesorang melakukan tindak pidana maka perbuatannya tersebut harus dipertanggungjawabkan. Dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka terdakwa pada awalnya mendapatkan tuntutan dari Penuntut Umum melalui surat dakwaan yang menjadi awal dari pemeriksaan perkara

(14)

B. Efektivitas Putusan Hakim terhadap Pelaku Penipuan

Pada dasarnya penegakan hukum terhadap penipuan pada tahap penuntutan sudah cukup efektif. Akan tetapi, masih banyaknya penuntut umum yang menuntut rendah terhadap para pelaku tindak pidana penipuan, sangatlah menyakitkan bagi ara korban itu sendiri. Hal ini sangat jauh dari rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Padahak kalau dilihat dari akibat yang diderita korban sangat tidak sebanding, si pelaku merusak sisi material dan psikologis korban. Semestinya para pelaku tindak pidana penipuan dituntut maksimal sehingga akan menimbulakn efek jera dan mempunyai daya tangkal untuk yang lainnya.

Dalam tahap pemeriksaan di pengadilan, pada dasarnya penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana penipuan kurang efektif, karena masih banyakmya majelis hakim yang memutus rendah terhadap para pelaku tindak pidana penipuan sehingga masih jauh dari rasa keadilan. Putusan hakim memang persoalan independensi Hakim. Dari segi efektivitas putusan hakim terhadap putusan perkara penipuan pada kasus Nomor 198/Pid.B/2015/PN Skt, yang menjatuhkan putusan kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 8 (delapan) bulan, dimana putusan hakim tersebut di bawah tuntutan dari penuntut umum yang menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa pidana penjara selama 1 (satu) tahun yang mengancam pelaku tindak pidana penipuan dengan pidana penjara paling 9 tahun, sehingga menurut peneliti putusan hakim tersebut juga belum efektif memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana penipuan, walaupun sudah terus terang mengakui menyesal terhadap perbuatannya, tetapi tindakan Terdakwa tidak dapat dibenarkan secara hukum karena tindakan penipuan tersebut sudah dilakukan berkali kali tetapi putusan hakim masih berada di bawah tuntutan penuntut umum.

KESIMPULAN

1. Penerapan hukum pidana terhadap perkara dengan Nomor: 198/Pid.B/2015/PN.Skt dan Nomor : 115/Pid.B/2016/PN.Skt sesuai dengan rumusan Pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang Penipuan yang unsur-unsurnya

(15)

sebagai berikut :

a. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum;

b. Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu, martabat palsu atau keadaan palsu, tipu muslihat, dan rangkaian kebohongan). Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa Hakim Pengadilan Negeri Surakarta menjatuhkan putusan kepada Terdakwa SUKAMDI karena secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana “Penipuan Berlanjut” dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun 8 (delapan) bulan. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penipuan di Pengadilan Negeri Surakarta terdiri dari faktor yuridis, yaitu keterangan saksi, keterangan terdakwa, petunjuk, pertimbangan menurut hukumnya dan pertimbangan hal-hal yang meringankan dan memberatkan, dimana menurut penulis, hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa masih kurang melihat sisi psikologi yang dialami korban dan kurang relevan dalam kasus ini, melihat bagaimana dampak materialistis dan psikologis yang di alami korban sendiri, dan bagaimana Terdakwa melakukan modus penipuan yang menurut penulis sangat tidak baik untuk dilakukan yang kemudian Terdakwa memanfaatkan korban secara berlanjut.

2. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa Hakim Pengadilan Negeri Surakarta menjatuhkan putusan kepada Terdakwa SUNARTO alisan AGUS bin SAWAB karena secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana “Penipuan Berlanjut” dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun 10 (sepuluh) bulan. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penipuan di Pengadilan Negeri Surakarta terdiri dari faktor yuridis, yaitu keterangan

(16)

saksi, keterangan terdakwa, petunjuk, pertimbangan menurut hukumnya dan pertimbangan hal-hal yang meringankan dan memberatkan, dimana menurut penulis, hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa yang mengaku sebagai dukun masih kurang melihat sisi psikologi yang dialami korban dan kurang relevan dalam kasus ini, melihat bagaimana dampak materialistis dan psikologis yang di alami korban sendiri, dan bagaimana Terdakwa melakukan modus penipuan yang menurut penulis sangat tidak baik untuk dilakukan yang kemudian Terdakwa memanfaatkan korban secara berlanjut.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Chazawi Adam. 2008. Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1 ; Stelsel Pidana, Teori-Teori

Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo.

Gunawan Ilham . 2002. Kamus Hukum, Jakarta: Restu Agung.

Hamzah Andi. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

Makarao Mohammad Taufik dan Suhasril, 2004.Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan

Praktik,Jakarta.Ghalia Indonesia.

Marpaung Laden. 2005. Asas Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika.

Sudikno Mertokusumo. 1996.Mengenal Hukum : Suatu pengantar. Jakarta: Cahaya Atma. Mohammad Rusli. 2007.Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

Mulyadi Lilik.2007.Hukum acara pidana. Bandung.PT citra aditya bakti. S Ananda . 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Kartika.

Soerjono Soekanto. 2008.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Bandung: Rajawali Pers.

RSugandhi. 1980. Kitab undang-undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Yöntemlerin Karşılaştırılması” (Akdeniz Üniversitesi, Enformatik Bölüm Başkanlığı, Karamanoğlu MehmetBey Üniversitesi, Karaman MYO, Karaman.).. tipe indirgemek

 Dibutuhkan input maupun output atau library untuk Arduino yang secara tidak menentu karena disesuaikan dengan kondisi atau permintaan dari user atau orang –

Pembatalan hibah merupakan hal yang tidak dibolehkan, tidak ada hukum yang mengatur akan adanya pembatalan hibah kecuali pembatalan hibah orang tua terhadap anaknya

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 ayat (3) Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 2011 tentang Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi di

Seseorang yang mempunyai kemampuan interpersonal memadai akan menjadi pelaku tari yang baik. Ini disebabkan seperti Edi Sedyawati katakan bahwa rasa indah yang dihayati kemudian

Five of them ( single letters can replace words, single digits can replace words, a single letter or digit can replace a syllable, combinations, and abbreviations ) were the

Judul Tesis Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Lampung Propinsi Lampung.. Aminudin 98426