• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama dan Kepeloporan Revolusi Jiwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mam MAKALAH ISLAM. Kementerian Agama dan Kepeloporan Revolusi Jiwa"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Mam

1 Desember 2014

MAKALAH ISLAM

Kementerian Agama dan

Kepeloporan Revolusi Jiwa

(2)

Makalah Islam

Kementerian Agama dan Kepeloporan Revolusi Jiwa

Dr. H. Thobib Al-Asyhar, M. Si

(Kasubag Sistem Informasi Ditjen Bimas Islam, Dosen Luar Biasa Psikologi Islam PSTTI PPs UI)

(3)

Saatnya melakukan Revolusi Mental! Ya, istilah tersebut bukan asing lagi di telinga kita. Selain sering diungkapkan dalam jargon utama presiden Joko Widodo (Jokowi), Revolusi Mental memang menjadi kebutuhan mendesak bangsa ini. Di tengah “kegalauan” publik dalam menghadapi problem-problem kebangsaan, gerakan Revolusi Mental seperti menjadi “vitamin” yang menjanjikan. Meski digulirkan bukan dari penalaran baru, setidaknya istilah ini menjadi spirit perubahan melalui strategi kebudayaan menuju bangsa yang lebih baik, merdeka, adil, dan makmur.

Dilihat dari kontennya, Revolusi Mental yang diusung Jokowi diambil dari konsep Trisakti Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilar utama, yaitu Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, dan berkepribadian secara sosial budaya. Dalam uraian analisisnya melalui artikel yang dimuat di Harian Kompas, 10 Mei 2014, Jokowi memaparkan fakta bahwa selama 16 tahun reformasi melalui pergantian pimpinan nasional secara berturut-turut, BJ. Habibie, Megawati Soekarnoputeri, KH. Abdurrahman Wahid, dan SBY memang telah terjadi banyak perubahan dan peningkatan, khususnya di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Namun pada saat bersamaan, sejumlah tradisi atau budaya yang tumbuh subur dan berkembang di era Orde Baru justru masih berlangsung hingga saat ini, mulai dari korupsi,

(4)

intoleransi terhadap perbedaan, dan sifat kerakusan, sampai sifat ingin menang sendiri, kecenderungan menggunakan kekerasan dalam memecahkan masalah, pelecehan hukum, dan sifat oportunis.

Fenomena tersebut menandakan bahwa problem-problem tersebut bukan terletak pada struktur sosial yang dibangun, namun terkait dengan masalah paradigma, mindset, dan budaya berbangsa dan bernegara. Artinya, ada faktor yang berhubungan dengan cara pandang, cara merasa, meyakini, serta bersikap dan bertindak publik yang belum selesai dibangun.

Apa yang diungkapkan Jokowi tersebut tentu berdimenasi makro kebangsaan menyangkut seluruh sistem kehidupan pada umumnya. Pertanyaan kemudian muncul, pada aspek-aspek apa saja yang perlu digarisbawahi untuk meningkatkan kapasitas Kementerian Agama sebagai lembaga yang diberikan tugas membantu presiden bidang keagamaan dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional? Berikut ini ulasan penulis yang akan mencoba mengkritisi istilah Revolusi Mental dihubungkan dengan spektrum Kementerian Agama (Kemenag) yang memiliki ranah tugas dan fungsi yang sangat luas, serta Revolusi Jiwa apa yang perlu dilakukan untuk membangun institusi publik yang professional, melayani, dan akuntabel?

(5)

Revolusi Mental atau Revolusi Jiwa?

Bagi penulis, yang memiliki latar belakang keilmuan bidang psikologi Islam, pengguliran istilah Revolusi Mental dalam konteks perbaikan menyeluruh pengelolaan berbangsa dan bernegara dirasa kurang tepat. Penggunaan istilah Revolusi Mental dinilai lebih mengarahpada konsep sekularistik, dimana unsur-unsurnya bekerja pada wilayah-wilayah empirik sebagai sebuah konsep dasar keilmuan sekuler modern. Sering kita mendengar, kalau tidak bisa diukur oleh parameter empirik maka tidak bisa disebut ilmiah.

Memang Revolusi Mental banyak dipakai dalamsejarah pemikiran, manajemen, sejarah politik, bahkan sejarah musik, baik di dunia Barat maupun Timur. Namun pemahaman istilahnya hanya sebatas pada segala hal yang berhubungan dengan cara berpikir, cara memandang masalah, cara merasa, meyakini (mempercayai), serta cara berperilaku dan bertindak. Dalam kajian psikologi modern (Barat), mental merupakan bagian dari unsur kejiwaan yang dapat diukur oleh inderas ebagai bagian dari bangunan epistimologi keilmuan psikologi Barat. Dalam konteks ini, secara epistimologis, mental dipahami sebagai bagian dari aspek kejiwaan yang dapat dikaji, dipelajari, dan dibuktikan secara empirik.

Sementara pada saat bersamaan terdapat unsur kejiwaan penting lain yangsulit diukur secara inderawi

(6)

tetapi sangat mempengaruhi keseluruhan kepribadian manusia yang perlu mendapatkan perhatian serius, yaitu spiritual. Bagi pemahaman sekuler, spiritualitas yang juga mencakup keimanan dan ketaatan kepada Tuhan, serta pengalaman puncak diluar batas mental (peak

experiences), meminjam istilahnya Abraham Maslow,

dianggap sebagai wilayah yang tidak real dan tidakdicakup oleh bangunan ilmiah. Padahal, unsur-unsur spiritualitas yang membuktikan Realitas Ketuhanan seharusnya juga menjadi lokus bagi upaya untuk melakukan perubahan mendasar bagi bangsa dan Negara. Terlebih lagi Negara kit aberdiri tegak di atas Sila Pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada titik ini, Revolusi Mental yang diterjemahkan sebagai strategi kebudayaan yang mencakup cara pandang, merasa, meyakini, bersikap dan bertindak yang harus dirubah mendasar (revolusi) tidak didasarkan pada nilai-nilai tertinggi agama, atau setidaknya nilai-nilai yang muncul dari “The Other” yang diyakini oleh masyarakat Indonesia. Perubahan mendasar pada konteks Revolusi Mental ini, penulis nilai sebagai konsep sekuler yang mengesampingka nwilayah-wilayah spiritualitas yang terletak di hati (al-qalb) dan ruh (al-ruh) yang menjadi titik pembeda antara Psikologi Modern Barat dengan Psikologi Timur (khususnya Islam).

Karena itu, penulis berpendapat bahwa konsep Revolusi Mental lebih tepat diganti dengan Revolusi Jiwa.

(7)

Artinya, perlu adanya perubahan mendasar terhadap jiwa masyarakat, khususnya bagi pelaku kebijakan di negeri ini yang meliputi unsur-unsur psikologi dan spiritual. Memang daya-daya jiwa seperti bernalar, berpikir, berempati, berkasih sayang, dan seterusnya, khususnyad ihubungkan dengan tugas-tugas pengambilan keputusandalam ranah kepemerintahan tidak bersifat ragawi (tidak kasat mata), tetapi aspek-aspek kejiwaan tidak mungkin dibangun tanpa pengalaman ragawi.

Perlu pemahaman yang tepat, bahwa Revolusi Jiwa tidak berdiri sendiri. Revolusi jiwa terhubung dengan kebudayaan, struktur social, dan pelaku itu sendiri. Sehingga, terdapat hubungan integral antara “jiwa pelaku” dan "struktur sosial” yang terjembatani melalui pemahaman kebudayaan sebagai pola berfikir, cara merasa, dan berperilaku yang terungkap dalam praktik kehidupan sehari-hari. Dengan kita menggagas Revolusi Jiwa, maka dengan sendirinya mencakup keseluruhan aspek yang bersifat ragawi (struktur), mental, dan spiritual. Jika dihubungkan dengan pemerintahan, maka terkait dengan cara pandang, cara menyikapi, dan cara mengelola kebijakanyang didasarkan pada nilai-nilai yang ada, baik ketentuan peraturan perundang-undangan, tatanan sosial, wisdom, dan spirit ketuhanan.

Quo Vadis Revolusi Jiwa Kemenag

Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa seiring dengan program reformasi birokrasi secara menyeluruh,

(8)

Kemenag sesungguhnya telah melakukan upaya-upaya konkrit dalam memperbaiki kinerjanya untuk palayanan umat. Yang menjadi pertanyaan adalah, strategi apa yang harus dipenuhi dalam melakukan Revolusi Jiwa agar Kemenag mampu tampil sebagai lembaga publik yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Sebagai sebuah konsep kebudayaan, Revolusi Jiwa lebih berfokus pada perbaikan paradigma dan mindset aparaturnya sebagai penopang penyelenggaraan birokrasi. Kemenag yang memiliki beban sejarah dan kelembagaan yang terdapat kata agama memang "bermain" pada aspek manusia yang harus di-drive memiliki cara pandang, cara merasa, cara meyakini dan cara bersikap dan berperilaku yang didasarkan pada nilai dan konsep agama.

Dihubungkan dengan lima wilayah tugas dan fungsi Kemenag, yaitu peningkatan kualitas pelayanan kehidupan umat beragama; peningkatan kualitas kerukunan umat beragama; peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji; peningkatan kualitas pendidikan agama dan keagamaan; dan peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, maka area Revolusi Jiwa dalam konteks Kemenag menyangkut pada dua kesadaran sebagai berikut:

Pertama, perlunya membangun kesadaran yang sangat mendasar kepada seluruh pegawai di lingkungan Kemenag, baik di Kemenag Pusat, Kanwil Kemenag

(9)

Provinsi, Kabupaten/Kota, KUA, madrasah-madrasah, perguruan tinggi di bawah naungan Kemenag, serta seluruh stake-holder-nya, bahwa bekerja dan mengabdi di lingkungan Kemenag dan yang terkait dengannya sama dengan mengemban misi kenabian (prophetic mission). Beban tugas tugas dan fungsi yang dilakukan setiap hari mengarah pada pembangunan masyarakat yang berorientasi pada nilai-nilai kenabian, seperti keadilan, toleransi, penghargaan atas keyakinan orang lain, dan lain sebagainya.Artinya, misi keagamaan yang diemban Kemenag tidak hanya memposisikan agama sebagai

sacramental religion, tetapi juga ethical religion yang

berorientasi pada pengembangan etika dalam arti seluas-luasnya atau apa yang disebut dengan moralitas agama (akhlak).

Dalam konteks ini, maka Revolusi Jiwa Kemenag lebih pada aspek kesadaran tertinggi bahwa pengabdian di Kementerian Agama atau yang terkait dengannya membawa misi kenabian yang melampui nilai-nilai mental. Meminjam istilah Abraham Maslow, bahwa pengabdian di Kemenag sebagai bagian dari aktualisasi diri sebagai kebutuhan tertinggi. Kebutuhan ini terdapat meta kebutuhan yang tidak tersusun secara hirarki, melainkan saling mengisi, diantaranya adalah kebenaran, kebaikan, keindahan, keseluruhan (integritas), kesempurnaan, keadilan, keteraturan, kesederhanaan, dan lain-lain. Jika berbagai meta kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi meta patologi seperti

(10)

apatisme, kebosanan, putus asa, tidak punya rasa humor lagi, keterasingan, mementingkan diri sendiri, kehilangan selera dan sebagainya.

Jika diterjemahkan secara aplikatif dalam praktik kehidupan sehari-hari, maka seluruh aparatur Kemenag akan memiliki tanggung jawab besar terhadap amanah birokrasi dalam wujud sikap dan perilaku sebagai pengemban misi kenabian, yaitu memiliki kediplinan, etos kerja, tanggung jawab, integritas, komitmen, dan semangat memberikan pelayanan prima. Dengan paradigma ini, maka keseluruhan sistem yang dibangun harus mengarah pada efektifitas, efisiensi, transparansi, akuntabilitas yang jauh dari sikap dan perilaku koruptif dan sia-sia.

Kedua, munculnya pemahaman bahwa pengabdian

di lingkungan Kemenag sangat berbeda jika dibandingkan dengan pengabdian di lingkungan Kementerian atau Lembaga lainnya. Postur kerja dan target capaian di lingkungan Kementerian atau Lembaga lain “bermain” pada wilayah-wilayah countable (terukur), seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, Kementerian ESDM, Kementerian Olah Raga, Kementerian Perumahan Rakyat, termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sementara Kemenag memiliki banyak tugas yang uncountable (tak terukur) atau setidaknya sulit untuk diukur, khususnya

(11)

menyangkut pada pembinaan umat, peningkatan paham ajaran agama, penanganan aliran sempalan, dan lain-lain.

Melihat dari realitas tersebut, maka Revolusi Jiwa Kemenag juga menyangkut adanya pemahaman radikal bahwa pengabdian di lingkungan Kementerian Agama tidak semata-mata berhenti pada konsep-konsep keterukuran kinerja sebagaimana yang dituntut kesesuaian Renstra dan Indikator Kinerja Utama (IKU), namun perlunya membangun pemahaman yang memiliki nilai-nilai transendensi karena wilayah-wilayah yang dikerjakan banyak berhubungan dengan aspek-aspek spiritual (keimanan dan ketaatan beragama). Ini merupakan ekspresi kerinduan jiwa untuk berelasi dalam cinta, berelasi secara pribadi keotentikan diri. Tepatlah apa yang dikatakan Tony Baggot (Spirituality, Vol 2, No 5, 1996) bahwa perziarahan ke dalam diri sebenarnya merupakan perziarahan ke dalam alam ketuhanan dimana segala ilusi dan kepalsuan lenyap dalam dekapan cinta tanpa syarat (unconditional love) dari Tuhan.

Dalam konteks ini bahwa kesadaran transendensi diri menempatkan pribadinya tidak dalam posisi dikorbankan, tetapi direalisasikan dalam kemanusiaannya yang otentik. Perealisasian diri yang sejati sebagai abdi negara di lingkungan Kemenag dalam pencarian makna, kebenaran, nilai dan cinta akan menolak segala bentuk dorongan egoisme yang berpusat pada diri sendiri (

(12)

mengosongkan diri, bahkan kehilangan diri demi pelayanan cinta bagi sesama (masyarakat). Aktualisasi diri yang otentik bukan merupakan hasil sebuah usaha untuk memenuhi hasrat-hasrat pribadi, melainkan dari sebuah gerak yang melampaui diri untuk membawa kebaikan bagi diri dan orang lain. Dalam bahasa agama disebut dengan keselamatan dunia dan akhirat (fid-dunya hasanah wafil akhirati hasanah). Wallahu A’lam.

Referensi

Dokumen terkait

Keadaan cerviks yang baik pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi gagal induksi cerviks atau induksi cerviks

Sedangkan margarin, biasanya terbuat dari lemak nabati dan kandungan lemak jenuhnya Sedangkan margarin, biasanya terbuat dari lemak nabati dan kandungan lemak

Berdasarkan hasil analisis pembahasan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)

bahwa Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 26 Tahun 2014 tentang · Biaya Penyelenggaraan Haji Daerah, dibatalkan berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor

Salah satu metode yang dapat merangsang anak didik dan Guruuntuk berdisiplin dalam belajarnya dalam kelas maupun luar kelas dengan metode Peran Guru Bimbingan Konseling Dalam

20 menit menyepakati kontrak perkuliahan 2 Mengetahui halangan- halangan dalma perdagangan internasional, teori-teori yang menjelaskan tentang perdagangan internasional

Berbaring telentang atau berdiri: jaga agar siku berada dekat di samping tubuh dan tekuk pada sudut yang tepat, pegang tongkat dengan kedua tangan, geser [bahu yang terpengaruhi]

Athena adalah salah satu ibu kota paling dominan di dunia, dengan presentase lebih dari 40% dari semua warga Yunani tinggal di sana.. Salah satu kota tersibuk di Eropa ini