• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemukiman atau hunian yang layak merupakan salah satu hal pokok untuk dimiliki oleh setiap warga.Hunian yang layak adalah hunian yang dapat menunjang aktifitas penghuni, terhindar dari penyakit serta aman dan nyaman. Sejalan dengan topik Environmentally sustainable, healthy and liveable human settlementsdimana banyak permasalahan yang sering terjadi di pemukiman kota yang padat sehingga perlu adanya perhatian khusus untuk menciptakan pemukiman yang baik atau berkelanjutan.Pemukimanyang berkelanjutan tergantung pada penciptaan lingkungan yang baik bagi kesejahteraan dan kesehatan manusia, yang akan meningkatkan kondisi hidup masyarakat dan mengurangi kesenjangan dalam kualitas hidup.

Kepadatan penduduk di ibukota Indonesia yaitu DKI Jakarta memang terbilangtinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, dimana tahun 2012 sebesar 14.995,7 jiwa per Km2 dan tahun 2011 kepadatan penduduk di Provinsi DKI Jakarta sebesar 14.739 jiwa per Km2 sertaapabila dibandingkan tahun 2010 yaitu 14.476 jiwa per Km2 maka terjadi peningkatan rata-rata sebesar 263 jiwa per Km2 per tahunnya.Namun di wilayah Jakarta sendiri penyebaran penduduknya masih belum merata dan wilayahKecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Tambora di Jakarta Barat sebesar 43.776 per kilo meter persegi (BPS, 2010).

Gambar 1.1. BPS 2010 Sumber :

http://jakarta.bps.go.id/index.php?bWVudT0xNSZwYWdlPWRhdGEmc3ViPSZpZD0xMSZpZ HdpbD0zMTc0 (diakses pada 25 maret 2014)

(2)

Sejalan dengan hal tersebut, penelitian ini mengangkat lokasi di kawasan Kecamatan Tambora yang termasuk dalam wilayah Kotamadya Jakarta Barat. Kecamatan Tambora merupakan sebuah kawasan permukiman dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di propinsi DKI Jakarta. Bahkan disebutkan bahwa Kecamatan Tambora adalah wilayah terpadat se-Asia (Sinar Harapan, 2003). Dengan luas wilayah yang tidak terlalu besar (541,43 Ha), kecamatan ini miliki jumlah pendududuk sebesar 266.250 jiwa dengan demikian maka kepadatan rata-rata penduduknya adalah 491jiwa /Ha (sangat padat, >150jiwa/Ha).

Dengan tingginya kepadatan di wilayah tersebut mengakibatkan berbagai masalah salah satunya kebakaran, berdasarkan data Dinas Damkar-PB DKI Jakarta, jumlah kebakaran sejak Januari hingga oktober 2013 telah mencapai 739 kasus. Kasus kebakaran terbanyak terjadi di Jakarta Barat, yakni 199 kejadian. Sedangkan untuk wilayah Kecamatan Tambora sejak Januari hingga Oktober tahun 2013 sudah 40 kasus kebakaran. Jumlah ini tergolong cukup tinggi dibanding wilayah lain di Jakarta.Dari fakta empiris menegaskan bahwa isu permasalahan di Kecamatan Tambora adalah bahwa kawasan Kecamatan Tambora merupakan kawasan yang memiliki rekam jejak rawan akan bencana kebakaran.

Gambar 1.2. Frekuensi kebakaran di Jakarta Barat

Sumber : http://damkarpb31.com/?ForceFlash=true#/blog-category/Data-Statistik.html (diakses pada 25 Maret 2014)

Selain bencana kebakaran permasalahan kesehatan juga mengancam Kecamatan tersebut,berdasarkan data puskesmas setempat pada tahun 2013 sebanyak 13.758 warga terserang ISPA sejak bulan Januari hingga Maret. Sedangkan secara keseluruhan pada tahun 2012 lalu tercatat ada 33.521 warga yang terserang ISPA.

(3)

ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan masuknya kumanatau mikroorganisme ke dalam tubuh atau saluran pernafasandan sangat mudah berkembangbiak serta menular dengan padatnya penghuni yangmerupakan salah satu faktor penyebabnya.

Terkait berbagai isu masalah diatas maka penelitian ini dilakukan untuk meninjau kembali hunian yang ada khususnya rumah yang dibangun oleh pemerintah atau rumah susun di Kecamatan Tamborayang memang diperuntukkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dengan memiliki beberapa luas tipe hunian salah satunya adalah Tipe-21 untuk satu keluarga. Sementara ketentuan untuk rumah sehat, kebutuhan ruang perorang adalah 9m² atau sedikitnya 7,2m² atau minimal untuk sebuah keluarga adalah Tipe-30.

Furnitur merupakan salah satu pengisi ruang pada hunian yang memiliki berbagai macam fungsi terutama untuk menunjang aktifitas penghuni di dalam rumah. Semakin banyaknya penghuni maka semakin banyak juga kuantitas furnitur yang dibutuhkan atau kapasitas yang ditampung. Permasalahan umum yang terjadi di rumah susun adalah dengan luasan hunian yang terbatas dan kepadatan penghuni serta tingginya kuantitas furnitur rumah tangga menambah volume kepadatan di dalam unit hunian. Kekurangan luas ruang dan kondisi yang padat dapat mempengaruhi mental dan kesehatan fisik. Kepadatan tersebut dapat menyebabkan tekanan psikologis, gangguan mental, dan kurang konsentrasi. Kondisi yang padat juga dapat mengurangi tingkat kebersihan serta meningkatkan resiko kecelakaan dan penyebaran penyakit menular (Space Standards In Housing, Reading Borough Council). Hal tersebut tentunya berdampak buruk terhadap aspek kenyamanan, kesehatan dan keamanan penghuni karena tingginya volume pengisi ruangan tersebut dapat menghalangi sirkulasi manusia, sirkulasi udara, kenyamanan visual, dan dapat memicu terjadinya kecelakaan seperti korsleting listrik pada perangkat elektronik yang dapat berujung pada kebakaran. Ini mencerminkan bahwa kepadatan penduduk suatu kota berbanding lurus dengan tingginya kemungkinan terjadi kebakaran (Survey RIHS,1997). Hal yang dapat dilakukan adalah memaksimalkan fungsi luas ruangan dengan pengelolaan furnitur sebagai elemen pengisi ruangan atau penunjang aktifitas penghuni tersebut. Penggunaan furnitursebaiknya dirancang sesuai kebutuhan. Penggunaan konsep furnituryang multifungsi merupakan salah satu cara untuk mengatasi keterbatasan tempat. Hunian yang layak dapat tercipta dengan

(4)

memenuhi ketersediaan kebutuhan ruang meskipun dengan lahan yang terbatas namun tidak mengabaikan aspek kesehatan, kenyamanan serta keamanan.

1.2. Perumusan Masalah

Luas hunian untuk 1 keluarga di unit rumah susun Tambora hanya sebesar 21m² untuk 1 keluarga (4 orang atau lebih). Dikarenakan sangat minimnya lahan tempat tinggal dan banyaknya penghuni menimbulkan masalah diantaranya kebutuhan akan ruang untuk beraktifitas menjadi terbatas dan menyebabkan “overload” padafurnitur yang dibutuhkan didalam hunian tersebut. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan dikemukakan beberapa rumusan masalah, sebagai berikut:

• Bagaimana rancangan hunian yang dapat memenuhi kebutuhan ruang penghuni (keluarga) dengan luasan 21m² ?

• Bagaimana pengolahanfurnitur agar memaksimalkan fungsi ruang?

Bagaimana membuat furnitur multifungsi (compact furniture)yang cocok bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR?

1.3.Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah merancang sebuah ruang/unit hunian yang layak dengan lahan terbatas (21m²/kepala keluarga) pada pemukiman rumah susun di Kecamatan Tambora yang tingkat kepadatannya tinggi tanpa mengesampingkan aspek kesehatan, kenyamanan dan keamanan bagi penghuninya.

1.4.State of The Art

Menurut Shiyao Wang dalam jurnalnya yang berjudul An Analysis of Transformable Space Savings Furniture (2008) mengatakan bahwa pada umumnya di kota-kota metropolis rata-rata luas tempat tinggal seseorang semakin mengecil. Kebanyakan anak muda cenderung berpindah ke kota besar untuk lowongan pekerjaan yang lebih besar dan gaya hidup yang lebih aktif. Sekarang di Beijing, Cina, rata-rata luas tempat tinggal adalah 21m²/orang. Terlebih tingkat kepadatan yang tingga memicu masalah lainnya seperti kesenjangan sosial, tingginya biaya listrik serta harga rumah. Hal ini menjadi masalah umum di kota metropolis

(5)

belakangan ini. Sehingga furnitur yang menghemat tempat dan dapat diubah-ubah menjadi salah satu pilihan untuk memecahkan masalah tersebut.

Menurut Rinaldo Saputra dalam jurnalnya yang berjudul Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa Di Yogyakarta (2012) mengatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk di Yogyakarta disetiap tahunnya tidak sebanding dengan ketersedian jumlah lahannya. Dan lebih banyak penduduk yang berpenghasilan menengah ke bawah, penduduk miskin dan fakir miskin. Maka solusi yang tepat adalah Rusunawa yang merupakan bangunan berlantai lebih dari satu yang dapat menampung lebih banyak penghuni namun hanya memerlukan luas lahan yang kecil. Rumah Susun Sederhana Sewa di Yogyakarta sendiri dirancang untuk dapat menjangkau penduduk yang ada di Kota Yogyakarta pada khususnya yang berpenghasilan menengah ke bawah yang dapat membawa dampak sehat bagi para penghuninya melalui pengolahan sistem pencahayaan dan sistem penghawaan dengan pendekatan prinsip-prinsip bangunan sehat-alami-sederhana.

Menurut Mira Ahn, Kathleen Parrot, Julia Beamish dan Joann Emmel dalam jurnal mereka yang berjudul Kitchen Space Planning In Small-Scale Houses (2008) mengatakan bahwa orang-orang yang tinggal di rumah kecil dikarenakan berbagai alasan dan beberapa karena pilihan. Desainer dari rumah yang kecil harus memberikan pilihan yang berbeda dalam mendesain dapur agar mencapai berbagai kebutuhan dari penghuni rumah. Dapur di rumah yang kecil bukan semestinya versi kecil dari dapur besar di rumah yang besar. sebuah desain dapur kecil yang baik harus mengenali bagaimana orang Amerika menggunakan atau tidak menggunakan dapur mereka. Rumah yang kecil bisa saja berkebutuhan lebih banyak dari rumah yang besar, dapur penyimpanan yang terencana, termasuk dapur kecil, laci, dan penyimpanan perangkat dapur. Mengetahui bagaimana sebuah dapur yang benar-benar digunakan untuk persiapan makanan dan menawarkan fleksibelitas dalam mendesain rumah kecil yang beradaptasi dalam gaya hidup yang berbeda. Perencanaan dapur yang sukses di rumah yang kecil tidak didapat hanya dengan membuat versi kecilnya. Dibutuhkan pemikiran ulang bagaimana ruang rumah tinggal dihasilkan.

(6)

Menurut Ratna Puspitasari dalam jurnalnya yang berjudul Penataan Interior Rumah Susun Sewa Surabaya Dalam Korelasi Dengan Karakteristik Sosial-budaya dan Perilaku Penghuni mengatakan bahwa hubungan antara karakteristik penghuni dengan perubahan huniannya diuji dengan uji dependensi. Setelah didapatkan pola hubungan tersebut,dilanjutkan dengan penelitian mendalam melalui in-depth interview dan observasi terhadap beberapa kasus yang mewakili pola yang ditemukan untuk mendapatkan penjelasan alasan-alasan perubahan hunian. Hasil penelitian menunjukkan terjadi perubahan material, jumlah dan fungsi ruang, tampilan fisik, dan batas pada unit hunian sebagai wujud dari pemenuhan terhadap kebutuhan penghuni.Dari hasil penelitian diketahui telah terjadi suatu pola perubahan pada unit hunian rumah susun sewa Sombo. Perubahan terjadi terutama pada penataan ruang hunian yang dilakukan oleh penghuni. Pola penataan tersebut dipengaruhi oleh karakteristik sosial-budaya dan ekonomi serta perilaku penghuni.

Menurut Hyekyung Park dalam jurnalnya yang berjudul A Study On Enviroment-friendliness In Interior Material Products mengatakan bahwa dalam abad ke-21, gagasan dari keramah lingkungan cenderung meningkat terus menerus. Khususnya, interior ramah lingkungan dimana kita banyak menghabiskan waktu sehari-hari menjadi sangatlah penting. Tujuan dari studi ini adalah untuk menjelaskan keramahan lingkungan dalam lingkungan interior dengan cara menyurvey kriteria untuk mengevaluasi keramahan lingkungan pada kinerja lingkungan dan mengevaluasi pengaruh buruk dari produk material utama. Langkah pertama, polusi udara diantara 5 katagori (lingkungan udara, lingkungan bunyi, lingkungan panas, kemudahan , kenyamanan) evaluasi kualitas dari lingkungan interior sudah diteliti dari ‘Certification System Of Green Building’ VOCs (Volatile Organic Compounds), HCHO (formaldehyde), Lead (Pb), Radon (Rn), Asbestos terbukti menjadi bahan utama berbahaya dalam polusi udara dalam ruangan, dan pengaruh mereka terhadap tubuh manusia disajikan sebagai zat untuk menyebabkan kanker serta penyakit pada sistem alat pernapasan. Yang kedua, kandungan yang berbahaya bagi tubuh manusia telah diteliti dalam produk material di korea. Sebagai hasilnya, daftar produk bahan interior rammah lingkungan diperoleh. Cat kimia, bahan perekat dan lainnya diusuklan sebagai bahan tidak ramah lingkungan, sementara cat alami, parafin alami dan lainnya diusulkan sebagai bahan ramah lingkungan.

(7)

Kesimpulan Jurnal

Rata-rata luas tempat tinggal di kota-kota besar semakin mengecil seiring dengan penduduk yang berlomba untuk tinggal di perkotaan besar untuk mendapatkan lebih banyak peluang kesejahteraan hidup serta gaya hidup yang aktif. Selain itu tingginya kepadatan penduduk menciptakan kesenjangan sosial yang berdampak pada tingginya biaya listrik dan tempat tinggal atau rumah. Furnitur multifungsi yang dapat menghemat tempat merupakan salah satu pilihan untuk memecahkan masalah tersebut. Perancangan rumah dengan skala kecil/sederhana perlu mengenali bagaimana kebiasaan atau kebudayaan penghuni didalam rumah yang harus disesuaikan dengan gaya hidup penghuni sehingga rancangan bisa dimaksimalkan.

Sesuai dengan sasaran penghuni dirumah susun yaitu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) maka pendekatan yang digunakan adalah prinsip-prinsip bangunan sehat-alami-sederhana. Dengan tujuan memberikan dampak sehat bagi penghuninya tanpa membutuhkan biaya yang banyak, seperti pengolahan penghawaan dan pencahayaan yang diperlukan untuk aktifitas didalam ruangan. Selain itu pemilihan bahan/elemen interior juga harus diperhatikan selain harga terjangkau bahan material harus aman dan ramah lingkungan. Contoh material yang tidak ramah lingkungan adalah asbes, cat kimia, bahan-bahan perekat dan lain-lain.

(8)
(9)

Gambar

Gambar 1.1. BPS 2010  Sumber :
Gambar 1.2. Frekuensi kebakaran di Jakarta Barat

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya dengan pengetahuan komunikasi terapeutik perawat, kemampuan perawat yang sebagian besar pada kategori cukup baik tersebut kemungkinan karena adanya

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus