1
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hal yang muncul pertama kali dibenak setiap orang ketika mendengar atau
mendeskripsikan kata kosmetik selalu identik dengan peralatan make-up atau
dandan yang digunakan oleh kaum hawa. Kosmetik sudah dikenal oleh masyarakat sejak zaman dahulu. Hal ini terbukti dari sejarah cerita singkat mengenai ratu atau putri raja yang menggunakan bahan-bahan tradisional untuk mempercantik dan mempertahankan kecantikannya. Salah satu nama ratu yang terkenal akan kecantikannya karena menggunakan bahan-bahan tradisional untuk merawat tubuhnya adalah Cleopatra. Kosmetik Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2011 pasal 1, menyebutkan bahwa pengertian kosmetika adalah
“bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik”.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi atau manfaat dari kosmetik sangat besar bagi kehidupan manusia. Kosmetik pada dasarnya hanya dipakai oleh kaum hawa (wanita) saja, namun saat ini sudah banyak perusahaan ataupun industri besar yang mulai memproduksi kosmetik untuk kaum adam (laki-laki).
Seiring dengan berkembangnya waktu dan teknologi, manusia mulai mencoba untuk membuat kosmetik dengan tambahan bahan-bahan kimia dan
2 pengolahan pun dilakukan dengan bantuan mesin. Banyaknya produksi yang dilakukan perusahaan besar membuat Indonesia harus mengawasi bahan-bahan yang digunakan dan kandungan yang terdapat di dalam kosmetik serta proses peredaran kosmetik di pasaran. Dalam hal ini, lembaga yang bertugas untuk mengawasinya adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dasar tugas dan fungsi BPOM telah diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001, dimana peraturan ini terakhir diubah menjadi Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005. Selain mengawasi kosmetik
lokal, BPOM juga mengawasi kosmetik impor serta kosmetik yang tidak memiliki nomor izin edar yang mulai muncul di pasaran.
Produk kosmetik yang tidak memiliki izin edar disebut sebagai produk ilegal dan berbahaya. Produk ini disebut produk ilegal karena kandungan yang terdapat didalamnya masih belum diketahui serta tidak mengantongi izin edar dari pihak BPOM. Meskipun produk kosmetik tersebut tidak mengantongi izin edar dari pihak BPOM, namun produk tersebut masih tetap laku di pasaran. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang masih mempercayai bahwa produk tersebut mampu memberikan efek positif terutama pada kulit wajah mereka. Beberapa narasumber yang diwawancarai oleh peneliti mengaku meskipun produk tersebut tidak memiliki nomor izin dari BPOM, namun mereka mendapatkan hasil yang memuaskan dengan produk tersebut. Selain itu, mereka juga percaya bahwa produk tersebut merupakan produk buatan negara tetangga yang manfaatnya tidak
3 perlu diragukan lagi. Kebanyakan produk tersebut berasal dari Tiongkok,
Thailand, Singapura, Korea, dan Malaysia (Kabari, 2013)1. 1
Seseorang yang memiliki kulit yang sensitif dan menggunakan kosmetik berbahan kimia akan menimbulkan dampak yang segera terlihat. Berbagai sumber media elektronik, seperti koran, tayangan kesehatan di Televisi, dan lain-lain menjelaskan bahwa dampak tersebut meliputi muncul bintik-bintik merah pada wajah atau kulit, iritasi, muncul jerawat, gatal-gatal dan kulit terasa panas dan
perih. Produk ilegal ini tak sepatutnya digunakan untuk perawatan kulit. Bila
dipakai, fatal akibatnya. Misalnya, bisa mengganggu fungsi ginjal (Lucky S.
Slamet: 2013)2.2Hal ini membuktikan bahwa jika masyarakat tidak cermat dalam
memilih kosmetik untuk kulit ataupun tubuh mereka, maka yang didapatpun bukan manfaat tetapi malah petaka. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kemasan kosmetik yang akan dibeli atau digunakan adalah informasi yang tersedia dalam label, seperti cara penggunaan, manfaat atau kegunaan, bahan-bahan yang digunakan atau komposisi serta tanggal kadaluarsa. Selain itu, untuk produk kosmetik yang teregistrasi diwajibkan mencantumkan nomor izin edar. Nama dan alamat produsen juga harus tercantum secara jelas pada label (Herlina: 2014)3.
1.Kabari, 2013, Maraknya Produk Impor Ilegal Berbahaya, KabariNews 1 November 2013 diakses dari http://kabarinews.com/utama-1-maraknya-produk-impor-ilegal-berbahaya/59833 tanggal 23 Juni 2015
2.Gandapurnama, Baban. 2013. Ini Dampak Berbahaya Memakai Kosmetik Ilegal, DetikNews 22 April 2013 diakses dari http://news.detik.com/read/2013/04/22/185622/2227417/10/ini-dampak-berbahaya-memakai-kosmetik-ilegal tanggal tanggal 20 April 2014
3.Widhiana, Herlina. 2014. Perhatikan Kemasan Kosmetik Sebelum Membeli, TribunJateng.com 9 Maret 2014 diakses dari http://jateng.tribunnews.com/2014/03/09/perhatikan-kemasan-kosmetik-sebelum-membeli tanggal 20 April 2014
4 Produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya saat ini telah meluas ke berbagai daerah di Indonesia. Peredaran tersebut meski telah berulang kali dihentikan oleh BPOM, namun faktanya hingga saat ini masih banyak produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya yang diperjualbelikan dengan bebas di pasaran. Hal ini dapat dibuktikan dengan beberapa sumber yang berasal dari media elektronik mengenai penemuan produk kosmetik ilegal dan berbahaya yang dijual di pasaran. Misalnya, pada tahun 2009 yang lalu, BPOM Yogyakarta menyita produk kosmetik ilegal dan berbahaya senilai Rp 1,8 Miliar dari wilayah kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Beberapa produk dan bahan kimia yang disita antara lain berasal dari salon kecantikan di Kecamatan Gamping, Sleman senilai Rp 1,350 miliar; salon kecantikan di daerah Nogotirto, Sleman senilai Rp 400 juta; toko grosir kosmetik di Jalan Diponegoro, kota Yogyakarta senilai Rp
50 juta dan toko besi di Jalan Palagan, Sleman senilai Rp 25 juta4.
Selanjutnya pada tahun 2012 yang lalu, BPOM merilis 48 kosmetik berbahaya di Pontianak karena mengandung merkuri, hidrokinon, dan pewarna yang dilarang (seperti Lien Hua Night Cream, Walet Krim, Pemutih Dokter, serta
Racikan Walet Putih)5.4Pada bulan Januari hingga Juli 2013, menurut data hasil
operasi razia BPOM DIY telah menyita sebanyak 39 kosmetik tanpa izin edar, empat kosmetik mengandung bahan berbahaya, satu kosmetik sudah kadaluarsa.
4. Kurniawan, Bagus. 2009. BBPOM Yogya Sita Produk Kosmetik Berbahaya Senilai
Rp 1,8 Miliar, DetikNews 11 September 2009 pukul 14.14 diakses dari
http://www.yiela.com/view/631243/-BBPOM-yogya-sita-produk-kosmetik-berbahaya-senilai-rp-1-8-miliar tanggal 21 April 2014
5. Jamadin. 2012. BBPOM Rilis 48 Produk Kecantikan Berbahaya, TribunNews 29 Desember 2012 pukul 10.16 diakses dari http://pontianak.tribunnews.com/2012/12/29/BBPOM-rilis-48-produk-kecantikan-berbahaya tanggal 21 April 2014
5 Selama lima tahun terakhir juga secara nasional BPOM telah mengajukan 268 kasus produk kosmetik tanpa izin beredar dan mengandung bahan-bahan yang
berbahaya6. Kasus-kasus tersebut merupakan sebagian kecil dari kasus besar
lainnya yang menunggu untuk di tangani oleh BPOM dan pengadilan untuk memproses orang-orang yang menjadi dalang dari pendistribusian kosmetik ilegal dan berbahaya tersebut. Sementara itu, database registrasi BPOM menyebutkan produk yang mendapat persetujuan izin edar pada tenggang waktu tujuh (7) hari terahir sebanyak 70,8% atau 325 merupakan produk kosmetik, pada tenggang 30 hari terahir produk kosmetik mengalami kenaikan sebesar 3490 atau 73,8% dan pada tahun 2014 prosentase untuk produk kosmetik yang memiliki ijin edar menurun sebesar 07,1%, namun jika di angka-kan, produk kosmetik yang
memiliki ijin sebesar 84517.5
Walet Krim merupakan salah satu produk yang banyak diminati masyarakat, khususnya kaum hawa untuk memberikan hasil yang maksimal pada kulit wajah mereka dengan waktu yang singkat. Produk tersebut dirasa mampu memberikan hasil yang baik untuk kulit wajah mereka, seperti menjadi putih dan tidak berjerawat. Penyebaran produk ini juga terbilang cukup mudah karena produk ini dijual secara bebas di pasaran melalui toko-toko kosmetik ataupun
6. Hakim, Luqman. 2013. BBPOM DIY Gencar Razia Kosmetik Ilegal, I-Radio Network 27 September 2013 diakses dari http://iradiofm.com/informatif/i-fakta/226-i-fakta-joga/5436-BBPOM-diy-gencar-razia-kosmetik-ilegal tanggal 21 April 2014
7. Database Registrasi Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Statistik Produk Yang Mendapat Persetujuan Izin Edar yang diakses dari http://www.pom.go.id/webreg/ 2014
6 online shop. Hal ini terbukti dari banyaknya online-shop yang ditemukan oleh
peneliti saat peneliti mengetikkan keyword “jual produk walet krim” di
google.com. Banyaknya penjualan kosmetik yang beraneka ragam saat ini secara online membuat pihak BPOM tidak bisa memantau siapa dan dimana pabrik,
distributor, supplier serta produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya
yang banyak diperjualbelikan di pasaran. Selain diperjualbelikan secara online,
produk ini mulai di jual di toko-toko kecil maupun besar.
Gambar 1.1 Penelusuran Penjualan Produk Walet Krim di Internet
Menurut pra-survei yang telah dilakukan di tahun 2014 dengan teknik wawancara kepada responden yang pernah memakai produk Walet Krim, hampir sebagian mengaku awal mula menggunakan Walet Krim karena merasa tertarik
7 dengan khasiat yang ditawarkan jika memakai krim tersebut. Responden A mengatakan bahwa awal mula dia menggunakan krim tersebut merupakan saran dari teman karena si pengguna tidak tahu bagaimana mengatasi kulitnya yang berjerawat sejak tinggal di Yogyakarta yang sebelumnya kulit wajahnya tidak pernah berjerawat. Namun, seiring berjalannya waktu si pengguna akhirnya menghentikan pemakaian karena ragu dengan krim tersebut walaupun krim tersebut membuat wajahnya cerah dan bersih. Selanjutnya, responden B mengatakan bahwa dia mengetahui bahwa Walet Krim berbahaya, namun tetap menggunakannya. Alasannya sendiri adalah si pengguna takut jika nanti dirinya lepas dari pemakaian krim tersebut, kulit wajahnya menjadi berjerawat parah. Responden C juga memiliki alasan yang serupa dengan responden B, yaitu tergiur dengan manfaat yang akan dihasilkan Walet Krim. Hal-hal inilah yang membuat Walet Krim semakin menjamur di kehidupan masyarakat. Meskipun sudah tahu akan bahaya yang ditimbulkan, banyak orang yang tetap memakai produk tersebut karena khasiat sesaat yang ditimbulkannya.
Telah dijelaskan diatas bahwa supply chain management memiliki peran
dalam proses peredaran produk Walet Krim. Peran ini memiliki pengaruh yang
besar dikarenakan supply chain management merupakan sistem yang paling
penting bagi supplier untuk menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada
pelanggan. Konsep supply chain management dirasa mampu memberikan manfaat efisiensi dan efektivitas bagi suplier maupun pelanggannya untuk mendapatkan barang produksi yang dibutuhkan secara cepat. Perkembangan serta kemajuan teknologi dan informasi juga dimanfaatkan beberapa aktor yang terlibat untuk
8 mengambil keuntungan dari produk-produk yang beredar di pasaran. Alasan tersebut membuat banyak orang berusaha untuk menghasilkan produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya dengan mengatasnamakan produk buatan negara-negara yang dipercayai mampu membuat kulit dan tubuh menjadi seperti yang diinginkan. Selain itu, para pelaku juga berusaha untuk meniru produk yang sudah memiliki nama besar dan memasoknya ke sejumlah daerah sehingga
pengguna tidak mengetahui bahwa produk tersebut palsu. Dalam kasus supply
chain management, tidak hanya satu hingga dua pihak saja yang terlibat, namun juga melibatkan banyak pihak sehingga permasalahan yang terjadi adalah sulitnya menemukan akar dari pemasok produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya.
Maraknya penjualan kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya memaksa pihak lembaga publik dan swasta untuk hadir dalam mengawasi peredaran kosmetik tersebut. BPOM sebagai salah satu organisasi publik memiliki peran untuk mengawasi bahan-bahan apa saja yang digunakan dan terkandung dalam pembuatan kosmetik, mengawasi produk-produk yang ada di pasaran serta pemberitahuan kepada masyarakat mengenai produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya. Selain itu, pihak BPOM juga mengawasi proses dan aktor yang
terlibat dalam supply chain management suatu produk. Pemberantasan ataupun
penyitaan yang dilakukan oleh BPOM belum cukup untuk menuntaskan akar
permasalahan dari supply chain management. Pintarnya pelaku untuk
menyelundupkan dan memalsukan sertifikasi yang mengatasnamakan BPOM membuat peredaran kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya meluas. Hal
9 inilah yang menyebabkan pihak BPOM sulit untuk mengawasi peredaran kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya. Melihat kondisi tersebut, akan sangat
menarik jika peneliti lebih mendalami bagaimana penerapan dari supply chain
management produk kosmetik Walet Krim dari proses pembuatan, perizinan hingga penyebaran di pasaran agar masyarakat tidak salah dalam membeli dan menggunakan kosmetik. Hal ini juga sangat menarik untuk diteliti karena akan ada banyak pihak yang terkait dalam penelitian ini.
Tidak hanya BPOM yang bertanggung jawab mengenai peredaran produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya. Namun, juga dalam hal ini terdapat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) dan instansi lainnya. Instansi dan lembaga publik tersebut harus saling bersinergi untuk meminimalisir angka peredaran produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya yang berada di pasaran. Hal ini mengingat hingga saat ini masih banyak produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya yang diperjualbelikan dengan bebas di pasaran. Selain itu, keselamatan konsumen juga dipertaruhkan dengan banyaknya produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya yang diperjualbelikan di pasaran.
Banyak sekali penelitian yang dilakukan dan berkaitan mengenai proses supply chain management. Meskipun tidak semua penelitian mengenai proses supply chain management masuk ke ranah organisasi publik, namun tentu saja penelitian-penelitian tersebut memberikan kontribusi yang lebih bagi akademisi
lainnya untuk membahas proses supply chain management di berbagai sisi dan
10 di lapangan. Belum banyaknya penelitian mengenai proses dan pengawasan supply chain management yang menyentuh ranah organisasi publik membuat peneliti melihat sisi lain dari proses ini. Peneliti melihat adanya proses dan pengawasan supply chain management yang melibatkan ranah publik, namun juga organisasi swasta pun tetap masuk ke dalamnya. Penelitian yang dilakukan guna
mengungkap bagaiman pengawasan dan proses supply chain management produk
kosmetik Walet Krim di Yogyakarta oleh lembaga publik, yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta lembaga publik lainnya belum pernah dilakukan.
Penelitian mengenai supply chain management salah satunya di tulis oleh
Arev dan Wakhid (2011) yang berjudul “Pengaruh Supply Chain Integration,
Supply Chain Information Sharing, Supply Chain Design, dan Supply Chain Flexibility Terhadap Kinerja Supply Chain Pada Rumah Makan/Restoran Di Yogyakarta”8
berisi mengenai dampak dari integrasi supply chain, supply chain
informasi, desain supply chain6dan fleksibilitas supply chain pada kinerja supply
chain di rumah makan atau restoran di7 Yogyakarta.8Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui survei terhadap 78 responden rumah makan atau
restoran di Yogyakarta.9Studi ini menemukan bahwa supply chain informasi
bukan merupakan faktor pendorong peningkatan supply chain kinerja dalam
8. Pinandari, Arev Astiti dan Ciptono, Wakhid Slamet. 2011. Pengaruh Supply Chain Integration, Supply Chain Information Sharing, Supply Chain Design, dan Supply Chain Flexibility Terhadap Kinerja Supply Chain Pada Rumah
Makan/Restoran Di Yogyakarta. Yogyakarta. Diakses tanggal 23 April 2014 dari
11
konteks rumah makan/restoran. Ada faktor lain yang menjadi driver untuk
meningkatkan kinerja supply chain di rumah makan/restoran, yang integrasi
supply chain, desain supply chain dan fleksibilitas supply chain.10
Penelitian kedua yang berjudul “Analisis Pengaruh Supply Chain Management Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Pada IKM Makanan Olahan Khas Padang Sumatera Barat) oleh Desi Ariani (2013)9 berisi mengenai pengaruh supply chain management terhadap kinerja perusahaan. Pendekatan supply chain management dilakukan dengan empat variabel independen yaitu berbagi informasi, hubungan jangka panjang, kerjasama dan integrasi proses.
Penelitian ketiga yang berjudul “Managing Supply Chain Disruptions” (Joseph B Skipper: 2008)10 berisi mengenai penggabungan tiga upaya yang berbeda dan digabungkan menjadi satu topik yang sama. Pertama, penyebab yang mendasari ketidakpastian dengan mengusulkan beberapa tingkat saling ketergantungan yang dialami oleh organisasi dalam rantai pasokan hipotesis. Kedua, fokus lebih ke metode koordinasi, proses perencanaan kontingensi dan ketiga adalah perencanaan kontingensi sebagai sebuah inovasi.
Perbandingan antara penelitian satu dengan yang lain adalah mengenai unit analisis. Pada penelitian pertama lebih berfokus ke supply chain management
rumah makan yang menekankan pada supply chain integration, supply chain
information sharing, supply chain design, dan supply chain flexibility terhadap
9. Ariani, Desi. 2013. Analisis Pengaruh Supply Chain Management Terhadap Kinerja Perusahaan: Studi Pada IKM Makanan Olahan Khas Padang Sumatera
Barat. http://eprints.undip.ac.id/40107/1/ARIANI.pdf diakses tanggal 14 Juni 2014.
10. Skipper, Joseph B. 2008. Managing Supply Chain Disruptions. Ann Arbor: ProQuest LLC. http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/docview/304687959 diakses tanggal 14 Juni 2014
12 kinerja supply chain dan penelitian kedua ke kinerja perusahaan yang berlokus di IKM makanan olahan khas Padang, Sumatera Barat. Kedua penelitian ini
memiliki karakteristik yang sama, yaitu melihat pengaruh supply chain
management terhadap kinerja perusahaan yang diteliti. Pada penelitian yang ketiga lebih mengarah ke teori mengenai gangguan supply chain management.
Penelitian yang dilakukan membahas mengenai bagaimana pengawasan supply chain management produk kosmetik Walet Krim yang ada di pasaran, khususnya di Kota Yogyakarta. Selain itu, penelitian ini juga melihat bagaimana peranan BPOM dan lembaga lain yang terkait dalam mengawasi maraknya peredaran produk kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya. Selain itu, peranan yang dilihat dalam penelitian ini adalah peranan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) dan lembaga lainnya.
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang di ambil dalam penelitian ini adalah “bagaimana pengawasan supply chain management produk Walet Krim di Yogyakarta?” Rumusan masalah ini di susun guna melihat
bagaimana pengawasan supply chain management produk Walet Krim yang
sedang menjamur di pasaran oleh pihak BPOM. Selain itu, penelitian ini juga ingin melihat fungsi BPOM dalam mengawasi peredaran produk kosmetik di pasaran.
13 1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditunjukkan untuk mengetahui bagaimana pengawasan supply chain management produk Walet Krim yang ada di pasaran. Selain itu, penelitian ini juga melihat bagaimana peran BPOM sebagai badan pengawas kosmetik yang masuk dan beredar di pasaran. Selain peran dari pihak BPOM, penelitian ini juga melihat peran dari lembaga publik lainnya, seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) dan lembaga lainnya. Peran ini tentu sangatlah besar mengingat hingga saat ini masih banyak kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya yang diperjualbelikan dengan bebas di pasaran. Jika hal tersebut tidak segera ditangani maka yang jadi korban adalah masyarakat, khususnya kaum hawa yang banyak menikmati kosmetik tidak berizin resmi dan berbahaya.