• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE ROLE PLAYING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE ROLE PLAYING"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MATERI GAYA MAGNET DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF

TIPE ROLE PLAYING

Adhitya Panji Irawan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, UKSW Nani Mediatati

Nani_mediatati@ymail.com ABSTRAK

Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas V di SD Negeri Jubelan 01. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai Ulangan Tengah Semester II Tahun Ajaran 2016/2017 siswa yang belum tuntas mencapai KKM≥60 sebanyak 10 siswa (56%). Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Jubelan 01 mencapai KKM≥60 melalui penggunaan model kooperatif tipe role playing. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan melalui dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari dua pertemuan, dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan tes yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Teknik analisis data menggunakan teknik kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Jubelan 01 setelah diberikan tindakan pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe role playing. Pada siklus I diperoleh 6 siswa tidak tuntas (33,33%) dan 12 siswa tuntas (66,67%). Pada siklus II terjadi peningkatan nilai mata pelajaran IPA, sebanyak 16 siswa tuntas (88,89%) dan 2 siswa tidak tuntas (11,11%). Jadi penggunaan model kooperatif tipe role playing dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Jubelan 01 semester II tahun ajaran 2016/2017.

Kata Kunci : Hasil Belajar dan Role Playing

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, dan global, (Tilaar, 1999:28). Proses saat memperoleh pendidikan tentunya banyak hambatan yang dilalui, salah satu faktor penghambat yaitu kesulitan siswa dalam memahami sebuah materi. Kesulitan tersebut disebabkan antara lain kurangnya minat siswa pada materi pembelajaran yang diajarkan dan metode yang digunakan guru membuat siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Secara khusus dalam mata pelajaran IPA, metode yang digunakan guru masih kurang inovatif atau hanya menggunakan metode ceramah yang membuat siswa merasa bosan dan kurang terpacu dalam mengikuti proses pembelajaran.

Berdasarkan observasi di kelas V SD Negeri Jubelan 01 dalam pembelajaran IPA, permasalahan yang timbul adalah minat siswa terhadap mata pelajaran IPA yang rendah. Dalam proses pembelajaran siswa ada yang merasa bosan, takut dan bahkan tidak mau memperhatikan apa yang diajarkan guru. Partisipasi siswa sangat rendah, siswa cenderung pasif, serta kurangnya keaktifan bertanya dan mengungkapkan pendapat atau bertukar pikiran dengan teman-temannya. Pembelajaran IPA selama ini masih menggunakan model

(2)

pembelajaran konvensional yang berbasis pada Teacher centered learning (belajar yang berpusat pada guru), sehingga siswa tidak terlatih untuk menemukan dan membangun sendiri pengetahuannya. Sementara guru hanya mentransfer ilmunya pada siswa.

Pada waktu dilaksanakan evaluasi / tes, diperoleh data hasil belajar siswa yang mencapai nilai KKM ≥60 dari 18 siswa terdapat 8 siswa (44%) yang mencapai KKM dan 10 siswa (56%) masih berada di bawah KKM. Permasalahan rendahnya minat siswa yang mengakibatkan hasil belajarnya rendah perlu diatasi melalui perbaikan pembelajaran khususnya tentang penggunaan model / metode pembelajaran guru melalui Penelitian Tindakan Kelas. Model pembelajaran yang diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe role playing.

KAJIAN PUSTAKA

Berdasarkan masalah dan tujuan penelitian, pembahasan landasan teori dalam penelitian ini berisi tentang tinjauan pustaka yang merupakan variabel dari penelitian ini. Kajian teori dalam penelitian ini meliputi (1) hasil belajar (2) model kooperatif tipe role playing (3) hakikat pembelajaran IPA (4) model kooperatif tipe role playing dalam mata pelajaran IPA. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan tujuan akhir yang dicapai siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah, yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar menurut (Nana Sudjana, 2009:3) pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar, dan dalam pengertian yang lebih luas mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Selanjutnya (Hamdani, 2011: 241) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung aktivitas belajar pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Benjamin S. Bloom dalam bukunya Dimyati dan Mudjiono (2006:26-27) menyebutkan enam jenis perilaku pada ranah kognitif, yaitu :

a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berhubungan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap suatu arti dan makna tentang hal yang sudah dipelajari.

c. Penerapan, merupakan kemampuan dalam menerapkan metode dan kaidah dalam menghadapai suatu masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip. d. Analisis, kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam beberapa bagian sehingga

struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya, mengurangi masalah menjadi bagian yang kecil.

e. Sintesis, kemampuan membuat pola baru. Misalnya, kemampuan menyusun suatu program.

f. Evaluasi, kemampuan dalam membentuk pendapat tentang beberapa hal yang didasarkan pada kriteria tertentu. Misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tujuan yang dicapai oleh peserta didik pada akhir pembelajaran sebagai salah satu pencapaian keberhasilan perubahan perilaku yang didapatkan setelah mengikuti pembelajaran.

(3)

Hakikat Pembelajaran IPA

IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam memegang peranan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Hal ini dipengaruhi karena kehidupan kita sangat tergantung dengan alam, zat yang terkandung di alam, serta segala jenis yang terjadi di alam dapat digunakan dalam kehidupan manusia. IPA pada masanya merupakan ilmu yang dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya IPA juga dikembangkan berdasarkan teori (deduktif) ,Wisudawati & Sulistyowati (2015:22). Ada dua hal yang tidak dapat dapat dipisahkan dalam IPA, yaitu IPA sebagai produk, pengetahuan IPA yang berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif, dan IPA sebagai proses. Objek kajian IPA saat ini semakin luas, meliputi konsep IPA, proses, nilai, dan sikap ilmiah, aplikasi IPA dalam kehidupan sehari-hari, dan kreativitas (Kemendiknas, 2011).

Seorang guru ataupun dosen IPA wajib memiliki empat kompetensi, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UU No. 14 Tahun 2005) dan Standar Nasional Pendidikan (PP No. 19 Tahun 2005). Kompetensi tersebut meliputi :

1. Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan melaksanakan proses pembelajaran IPA 2. Kompetensi profesional yaitu kemampuan menguasai materi pelajaran IPA.

3. Kompetensi kepribadian yaitu kemampuan menjadi teladan bagi peserta didik dan sejawat, atasan, dan bawahan.

4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan hidup bermasyarakat di sekolah maupun di luar sekolah.

Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger, dkk. (1992) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok yang ada di dalamnya. Setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan di dorong untuk dapat meningkatkan pembelajaran dari anggota-anggota yang lain, Huda (2015:29). Pembelajaran kooperatif sangat bergantung pada efektivitas kelompok-kelompok siswa tersebut. Diharapkan dalam pembelajaran kooperatif guru mampu membentuk kelompok-kelompok kooperatif agar semua anggota kelompok yang terbentuk dapat memaksimalkan pembelajarannya.

Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

Menurut Trianto (2010:68-83) membagi jenis model pembelajaran kooperatif, sebagai berikut :

a. Student Achievement Division (STAD)

Model pembelajaran STAD adalah jenis pebelajaran yang menempatkan siswa dalam tim belajar kelompok, setiap kelompok beranggota 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.

b. Role Playing

Model penguasaan bahan-bahan pelajaran yang didominasi dengan permainan peran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa.

c. Group Investigation

Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan. Model pembelajaran ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada model yang lebih berpusat pada guru. Model pembelajaran ini mengajarkan keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.

(4)

d. Think Pair Share (TPS)

Model Think Pair Share atau berpikir berpasangan berbagi adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola pikir interaksi siswa.

e. Numbered Head Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pikiran siswa dan sebagai jalan alternatif terhadap struktur kelas tradisional dimana dalam model ini melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang mencangkup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. f. Teams Games Tournament (TGT)

Pada model ini siswa memainkan permainan tournament dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim atau kelompok.

Berdasarkan jenis-jenis model pembelajaran kooperatif diatas, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe role playing.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Role Playing

Menurut Roger, dkk. (1992) pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok yang ada di dalamnya. Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif salah satunya adalah Role Playing.

Menurut Miftahul (2013:116), Role Playing atau bermain peran merupakan sebuah model pengajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Model ini membantu masing-masing siswa untuk menemukan makna pribadi yang ada di dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok.

Menurut Miftahul (2013:209-210) langkah-langkah dalam pembelajaran Role Playing adalah sebagai berikut :

Pertama guru menyusun / menyiapkan skenario yang akan disajikan. Kedua, guru menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar. Ketiga, guru membentuk kelompok siswa yang masing-masing beranggotakan 5 orang. Keempat, guru memberikan penjelasan tentang kompetensi dan tujuan yang ingin dicapai. Kelima, guru memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario atau peran yang sudah dipersiapkan. Keenam, masing-masing siswa berada dikelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan. Ketujuh, setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas atau memberi penilaian atas penampilan masing-masing kelompok. Kedelapan, masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. Langkah terakhir, guru memberikan kesimpulan dan evaluasi secara umum.

Kelebihan dari penggunaan model pembelajaran role playing adalah : Memberi kesan dalam proses pembelajaran yang kuat serta dapat selalu diingat oleh siswa, menjadikan pengalaman belajar yang tidak terlupakan, susasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusias, membangkitkan gairah dan semangat dalam diri siswa serta mampu menumbuhkan rasa kebersamaan. Sedangkan kelemahan model role playing ini antara lain : Membutuhkan waktu yang banyak, kesulitan menugaskan peran tertentu kepada siswa jika dilatih dengan baik, ketidakmungkinan menerapkan rencana pembelajaran jika suasana tidak kondusif (Miftahul, 2013: 210-211).

Penelitian yang relevan dilakukan oleh Reza Marsadi (2014) dengan judul Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Role Playing pada Siswa Kelas IV SDN Bringin 01 Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model role playing telah meningkatkan hasil

(5)

belajar IPA pada siswa kelas IV SDN Bringin 01 Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. Pada kondisi pra siklus sebelum digunakan model pembelajaran role playing siswa yang belum mencapai KKM ≥70 sebanyak 13 siswa (50%) dan siswa yang mencapai KKM sebanyak 13 siswa (50%). Setelah dilakukan kegiatan pembelajaran menggunakan model pembelajaran role playing pada siklus I, hasil belajar siswa mengalami peningkatan dengan siswa yang mencapai KKM sebanyak 19 siswa (73,08%) dan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 7 siswa (26,92%). Pada siklus II hasil belajar siswa meningkat dengan ketuntasan sebanyak 26 siswa (100%).

Selanjutnya penelitian Tabita Anis Putri Pratiwi (2014) dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar dan Memperbaiki Sikap Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran IPA Melalui Model Pembelajaran Role Playing Kelas V SD Kristen Lentera Ambarawa Semester II Tahun Ajaran 2013/2014. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar dan sikap siswa menjadi lebih baik untuk mata pelajaran IPA kelas V Semester II Tahun Ajaran 2013/2014 dari Pra Siklus, Siklus I, Siklus II. Pada Pra Siklus siswa yang tuntas 12 siswa (45%) dan yang tidak tuntas 15 siswa (55%). Pada Siklus I siswa yang tuntas 21 siswa (77%) dan yang tidak tuntas 6 siswa ( 23%). Sedangkan pada Siklus II, siswa yang tuntas 23 siswa (86%) dan yang tidak tuntas ada 4 siswa (14%). Sedangkan untuk sikap belajar siswa terjadi perbaikan yaitu pada Siklus I pertemuan pertama dengan jumlah skor 48 dengan kriteria C (cukup) dan pada pertemuan kedua dengan jumlah skor 57 dengan kriteria B (baik). Pada Siklus II pertemuan pertama dengan jumlah skor 63 dengan kriteria B (Baik) dan pada pertemuan kedua dengan jumlah skor 67 dengan kriteria A (sangat baik). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar dan memperbaiki sikap siswa dalam mata pelajaran IPA kelas V SD Kristen Lentera Ambarawa Semester II Tahun Ajaran 2013/2014.

Penelitian Tindakan Kelas ini dikatakan berhasil apabila siswa mampu mencapai hasil belajar sesuai KKM ≥60 sebesar ≥85% dari siswa kelas V SD Negeri Jubelan 01 Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran 2016 / 2017.

Penerapan Model Kooperatif Tipe Role Playing Dalam IPA

Dalam wilayah afektif, pembelajaran kooperatif berpengaruh signifikan terhadap sikap-sikap positif siswa terhadap teman-temannya meskipun mereka berasal dari berbagai ragam budaya, etnis, serta suku. Pembelajaran kooperatif pada dasarnya adalah menumbuhkan rasa kebersamaan antara siswa yang satu dengan yang lainnya, karena dalam pembelajaran kooperatif menekankan rasa untuk saling menghargai dan saling membutuhkan satu dengan yang lain.

Secara umum ada empat karakteristik peserta didik pada usia SD/MI, salah satunya menurut Slameto (2012:5) yaitu :

1. Senang bermain. 2. Senang bergerak.

3. Senang bekerja kelompok.

4. Senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.

Dari pemaparan tentang karakteristik peserta didik maka model pembelajaran kooperatif tipe role playing sesuai untuk diterapkan pada anak usia SD. Kelebihan dalam menggunakan model role playing ini menurut Komalasari (2010:80) antara lain :

1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara penuh.

2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi apapun.

3. Guru dapat memberikan evaluasi pemahaman bagi setiap siswa melalui pengamatan pada waktu siswa melakukan permainan.

(6)

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dipandang sebagai produk dan proses. IPA sebagai produk adalah hasil temuan-temuan para ahli saintis, berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori-teori. Sedangkan IPA sebagai proses adalah strategi yang dilakukan oleh para ahli saintis dalam menemukan berbagai hal tersebut sebagai implikasi adanya temuan-temuan tentang kejadian-kejadian maupun peristiwa-peristiwa alam. IPA sebagai produk pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari IPA sebagai proses.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan model kooperatif tipe role playing ini sangat cocok diterapkan dalam mata pelajara IPA materi Gaya Magnet. Dalam mata pelajaran IPA pada materi Gaya Magnet keaktifan guru sangat dibutuhkan agar guru dapat memahami perkembangan kognitif atau pengetahuan peserta didiknya.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terjemahan dari Classroom Action Research (CAR). Menurut (Tampubolon Saur, 2013:19) menyatakan Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh pendidik di dalam kelas melalui refleksi diri. Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang digunakan adalah model spiral yang meliputi empat tahap yaitu perencanaan/ rencana, pelaksanaan/ tindakan, pengamatan/ observasi, dan refleksi (Kemmis dan Robin Mc Taggart dalam Mahmud, 2011: 220).

Penelitian tindakan kelas dilakukan di SD Negeri Jubelan 01 Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Siswa yang dijadikan subjek dalam penelitian tindakan kelas adalah siswa kelas V SD Negeri Jubelan 01 yang berjumlah 18 orang. Terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan. Mata pelajaran yang dijadikan objek dalam penelitian adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SD kelas V dengan materi Gaya Magnet.Teknik pegumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tes, observasi, serta dokumentasi. Tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar dan observasi digunakan untuk mengumpulkan data aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran IPA menggunakan model Role Playing.

Dalam penelitian tindakan kelas ini ada dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel-variabel tersebut adalah :

1) Variabel Bebas

Merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model pembelajaran kooperatif tipe role playing.

2) Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil belajar IPA kelas V SD Negeri Jubelan 01 tahun pelajaran 2016/2017. Sedangan data sekunder data yang diperoleh dari hasil observasi dari wawancara, diskusi dan dokumen sekolah.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif berdasarkan pada hasil observasi terhadap aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran serta analisis deskriptif kuantitatif terhadap hasil belajar IPA berdasarkan nilai tes pada kondisi awal (pra siklus), siklus I dan siklus II.

(7)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pra Siklus

Kondisi awal waktu dilaksanakan observasi terhadap pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri Jubelan 01 guru masih menggunakan metode konvensional. Pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif/ kurang aktif dalam menanggapi materi yang telah disampaikan oleh guru. Pada waktu dilaksanakan evaluasi / tes, diperoleh data hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Jubelan 01 pada mata pelajaran IPA yang mencapai nilai KKM ≥60 dari 18 siswa terdapat 8 siswa (44%) dan 10 siswa (56%) masih berada di bawah KKM.

Tabel 1. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA pada Pra Siklus Skor Kriteria Frekuensi Persentase (%)

≤60 Tidak Tuntas 10 56% ≥60 Tuntas 8 44% Jumlah 18 100% Nilai Tertinggi 85 Nilai Terendah 40 Nilai Rata-Rata 63,33

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat frekuensi nilai ketuntasan hasil belajar pada mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri Jubelan 01 pada pra siklus masih banyak siswa berada di bawah KKM ≥60 dibandingkan dengan siswa yang sudah mencapai KKM ≥60, dengan nilai rata-rata yang diperoleh adalah 63,33, nilai tertinggi 85, dan nilai terendah adalah 40. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Role Playing yang lebih berpusat pada siswa.

Siklus I

Dalam kegiatan inti dimulai dengan menjelaskan materi tentang gaya magnet, daya tarik magnet, serta menjelaskan sifat-sifat magnet. Kemudian guru melakukan tanya jawab berkaitan dengan materi yang sudah dijelaskan sebelum mempersiapkan kegiatan pementasan role playing. Setelah itu kemudian guru membagi siswa menjadi 3 kelompok, setiap kelompok beranggotakan 6 orang, guru menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran akan di lakukan dengan permainan berdasarkan materi gaya magnet, guru menjelaskan aturan permainan, kemudian guru menentukan peran masing-masing siswa tiap kelompok sebelum pementasan akan dilaksanakan. Dalam setiap kelompok terdapat 1 orang sebagai kutub utara, kutub selatan, kayu, paku, sendok plastik, dan jarum. Siswa mempelajari skenario yang diberikan guru sesuai dengan perannya masing-masing. Siswa memperagakan ketika kutub utara dan selatan didekatkan akan terjadi saling tarik menarik, kemudian jika kutub utara dan utara didekatkan akan terjadi tolak menolak. Selanjutnya siswa yang berperan sebagai kayu memperagakan jika magnet dan kayu didekatkan tidak akan terjadi apa-apa, kemudian siswa yang berperan sebagai paku memperagakan bahwa jika magnet dan paku didekatkan maka paku akan menempel pada magnet karena paku sendiri terbuat dari besi dan besi dapat mudah ditarik oleh magnet, selanjutnya siswa yang berperan sebagai sendok plastik memperagakan jika magnet dan sendok plastik didekatkan tidak akan terjadi apa-apa karena plastik tidak dapat menempel pada magnet. Selanjutnya siswa yang berperan sebagai jarum memperagakan

(8)

jika magnet dan jarum didekatkan akan terjadi tarik menarik, karena jarum terbuat dari besi dan besi mudah ditarik oleh magnet.

Setelah dilakukannya pembelajaran pada siklus I menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe role playinghasil belajar siswa meningkat walaupunmasih ada sebagian siswa yang belum mencapai ketuntasan hasil belajar dengan KKM≥60. Dari jumlah siswa 18 siswa, siswa yang tuntas 66,67% atau 12 siswa dan siswa yang tidak tuntas mencapai 33,33% atau 6 siswa. Nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 90, sedangkan nilai rata-rata 70. Ketuntasan hasil belajar ini belum mencapai indikator keberhasilan penelitian yaitu ≥85% tuntas. Oleh karena itu perlu dilanjutkan pada siklus II dengan perbaikan berdasarkan refleksi pada siklus I. Kekurangan pada siklus I ini adalah guru kurang mengecek kesiapan siswa, belum menyampaikan apersepsi , belum memanggil kelompok yang ditunjuk untuk melakukan peran sesuai dengan tugasnya, sedangkan pada lembar observasi aktivitas siswa masih ada yang belum terlaksana diantaranya kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran, belum mempelajari materi yang akan di ajarkan dirumah, belum aktif dalam mengajukan pertanyaan saat proses KBM berlangsung, keberanian mempesentasikan hasil kelompok belum nampak. Siklus II

Dalam kegiatan inti dimulai dengan menjelaskan materi tentang gaya magnet, daya tarik magnet, serta menjelaskan sifat-sifat magnet. Kemudian guru melakukan tanya jawab berkaitan dengan materi yang sudah dijelaskan sebelum mempersiapkan kegiatan pementasan role playing. Setelah itu kemudian guru membagi siswa menjadi 3 kelompok, setiap kelompok beranggotakan 6 orang, guru menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran akan di lakukan dengan permainan berdasarkan materi gaya magnet, guru menjelaskan aturan permainan, kemudian guru menentukan peran masing-masing siswa tiap kelompok sebelum pementasan akan dilaksanakan. Dalam setiap kelompok terdapat 1 orang sebagai kutub utara, kutub selatan, kayu, paku, sendok plastik, dan jarum. Siswa mempelajari skenario yang diberikan guru sesuai dengan perannya masing-masing. Siswa memperagakan ketika kutub utara dan selatan didekatkan akan terjadi saling tarik menarik, kemudian jika kutub utara dan utara didekatkan akan terjadi tolak menolak.

Selanjutnya siswa yang berperan sebagai kayu memperagakan jika magnet dan kayu didekatkan tidak akan terjadi apa-apa, kemudian siswa yang berperan sebagai paku memperagakan bahwa jika magnet dan paku didekatkan maka paku akan menempel pada magnet karena paku sendiri terbuat dari besi dan besi dapat mudah ditarik oleh magnet, selanjutnya siswa yang berperan sebagai sendok plastik memperagakan jika magnet dan sendok plastik didekatkan tidak akan terjadi apa-apa karena plastik tidak dapat menempel pada magnet. Selanjutnya siswa yang berperan sebagai jarum memperagakan jika magnet dan jarum didekatkan akan terjadi tarik menarik, karena jarum terbuat dari besi dan besi mudah ditarik oleh magnet. Hasil belajar siswa pada siklus II dengan perbaikan penggunaaan model kooperatif tipe role playing, menunjukkan peningkatan dibandingkan siklus I. Dari 18 siswa, siswa yang tuntas 88,89% atau 16 siswa, dan siswa yang tidak tuntas mencapai 11,11% atau 2 siswa. Nilai terendah 55 dan nilai tertinggi 100, sedangkan nilai rata-rata 75,83.

Setelah melaksanakan perbaikan dari siklus I diperoleh ketuntasan hasil belajar siswa yang sudah mencapai KKM ≥60 pada mata pelajaran IPA dengan menerapkan model kooperatif tipe role playing meningkat sebanyak 16 siswa dengan persentase 88,89% dan yang masih berada di bawah KKM sebanyak 2 siswa dengan persentase 11,11%. Hasil yang diperoleh pada siklus II ini sudah memenuhi indikator keberhasilan penelitian yang ditentukan sebesar ≥85%.

Dalam pelaksanaan siklus II ini merupakan perbaikan dari siklus I dengan memperbaiki kekurangan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe role playing dalam pembelajaran IPA di kelas V, selanjutnya memaksimalkan penerapan model kooperatif tipe

(9)

role playing pada siklus II dan hasil belajar yang diperoleh telah mencapai indikator keberhasilan.

Hasil Analisis Data

Perbandingan persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada pra siklus, siklus I, dan siklus II diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 2. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pada Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II

No Kriteria Pra Siklus Siklus I Siklus II

Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

1. Tuntas 8 44% 12 66,67% 16 88,89% 2. Tidak Tuntas 10 56% 6 33,33% 2 11,11% Jumlah 18 100% 18 100% 18 100% Nilai Tertinggi 85 90 100 Nilai Terendah 40 50 55 Nilai Rata-Rata 63,33 70 75,83

Dari tabel diatas dapat dilihat adanya peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dari pra siklus ke siklus I dan siklus II. Sebelum dilakukan tindakan, guru masih menggunakan metode konvensional, hanya ada 8 siswa (44%) yang sudah tuntas dengan KKM ≥60 . Selanjutnya setelah diterapkan model kooperatif tipe role playing pada siklus I ketuntasan hasil belajar meningkat dibandingkan dengan kondisi awal (pra siklus) sebesar 66,67% atau sebanyak 12 siswa. Hasil belajar yang dicapai pada siklus I belum memuaskan dikarenakan masih banyak kekurangan dalam menerapkan model kooperatif tipe role playing. Selanjutnya dilaksanakan pembelajaran pada siklus II, ketuntasan hasil belajar siswa meningkat menjadi 88,89% atau sebanyak 16 siswa dan 2 siswa yang belum tuntas dari keseluruhan jumlah siswa kelas V. Hasil ini membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Jubelan 01 sebesar 88,89% dari kondisi awal yang hanya 44%.

Pembahasan

Pada pra siklus siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 8 siswa (44%), pada siklus I ketuntasan belajar mencapai 12 siswa(66,67%). Berarti terjadi peningkatan sebesar 22,67% dari pra siklus ke siklus I. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe role playing dalam pembelajaran IPA melibatkan siswa untuk belajar mengenai suatu konsep peran yang dilakukan oleh setiap siswa untuk menghadirkan susana yang menyenangkan di dalam kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Miftahul (2013: 210-211) bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model role playing dapat memberi kesan dalam proses pembelajaran yang kuat serta dapat selalu diingat oleh siswa, menjadikan pengalaman belajar yang tidak terlupakan, susasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusias, membangkitkan gairah dan semangat dalam diri siswa serta mampu menumbuhkan rasa kebersamaan, memungkinkan siswa untuk terjun langsung memerankan sesuatu peran yang akan dibahas dalam proses kegiatan belajar mengajar.

(10)

Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe role playing sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran IPA SD, karena siswa memerankan peran secara langsung melalui kegiatan yang ada di dalam model pembelajaran kooperatif tipe role playing dengan bimbingan guru. Dalam siklus I dengan menerapkan model role playing pada materi “Gaya Magnet” diperoleh siswa yang mencapai ketuntasan dengan KKM ≥60 mencapai 12 siswa (66,67%) dan siswa yang tidak mencapai KKM≥60 berjumlah 6 siswa(33,33%). Rata-rata nilai kelas adalah 70 dengan nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 90. Hasil yang diperoleh pada siklus I belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan dengan ketuntasan lebih dari 85%, karena dalam menerapkan model kooperatif tipe role playing siswa belum terbiasa dan masih merasa bingung apa yang harus dilakukan.

Sedangkan dalam siklus II dengan perbaikan penerapan model kooperatif tipe role playingpada materi “Gaya Magnet”siswa yang mencapai ketuntasan dengan KKM≥60 mencapai 16 siswa (88,89%) dan siswa yang tidak mencapai KKM≥60 berjumlah 2 siswa (11,11%). Rata-rata nilai kelas adalah 75,83 dengan nilai terendah 55 dan nilai tertinggi 100.

Berdasarkan data yang diperoleh dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe role playing dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri Jubelan 01.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe role playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi Gaya magnet di kelas V SD Negeri Jubelan 01 Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2016/2017. Hal ini dibuktikan dengan kondisi awal sebelum dilakukannya perbaikan pembelajaran, hanya 8 siswa yang tuntas dengan persentase 44% dan yang tidak tuntas ada 10 siswa dengan persentase 56% dengan nilai rata-rata adalah 63,33. Selanjutnya dilaksanakan pembelajaran pada siklus 1 dengan menerapkan model kooperatif tipe role playing ketuntasan hasil belajar meningkat menjadi 12 siswa yang tuntas dengan persentase 66,67% dan yang belum tuntas ada 6 siswa dengan persentase 33,33%, dengan nilai rata-rata siklus I adalah 70. Setelah pembelajaran pada siklus II meningkat menjadi 16 siswa yang tuntas dengan persentase ketuntasannya adalah 88,89%, hanya ada 2 siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM dengan persentase 11,11% dan nilai rata-rata pada siklus II adalah 75,83.

Dalam kegiatan belajar sikap siswa dalam menerima pelajaran juga lebih baik, serta antusias siswa dalam menerima pelajaran juga lebih baik. Hal ini disebabkan selama proses kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan model role playing intensitas bekerja dalam kelompok lebih banyak sehingga mampu menumbuhkan kerjasama yang terjadi antar siswa menjadi lebih baik.

Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian maka penulis menyarankan: (1) Kepada guru untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe role playing pada mata pelajaran IPA materi Gaya Magnet atau materi yang lain agar siswa aktif dan hasil belajar siswa meningkat, (2) Kepala sekolah untuk memotivasi guru-guru menggunakan model pembelajaran inovatif, salah satunya model Role Playing untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Pustaka Setia.

IGAK Wardhani, d. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka. Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Miftahul, H. (2013). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Slameto, d. (2012:5). Asesmen Pembelajaran SD. Salatiga: Widyasari.

Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Susanto, A. (2015). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group.

Tilaar, H. A. (1999). Pendidikan, kebudayaan, dan masyarakat madani Indonesia. Remaja Rosdakarya.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Wisudawati, A. W., & Sulistyowati, E. (2015:24). Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.

Gambar

Tabel 1. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA pada Pra Siklus  Skor  Kriteria  Frekuensi  Persentase (%)
Tabel 2. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Pada Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus II

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan peralihan kewenangan penerbitan izin pertambangan rakyat untuk komoditas mineral logam, batubara, mineral bukan logam dan batuan dalam wilayah pertambangan

s Test observasi Memahami hubungan antar variabel Menetapkan unit analisis dalam penelitian Memahami horizon waktu penelitian Memahami elemen dalam desain riset Mendefinisikan

The hybrid fingerlings ( Catla catla x Labeo rohita ) gained higher body weight and maximum total length on sunflower meal, followed by cottonseed meal and bone meal.. The

Keluhan - keluhan tersebut muncul akibat dari kurangnya layanan kualitas yang diberikan oleh KFC dari segi kualitas layanan yang akan berpengaruh pada emosi penilaian

Tujuan dari Promosi adalah untuk memberikan informasi atau pemahaman tentang Produk kepada konsumen, mendapatkan kenaikan penjualan, mendapat pelanggan baru dan pelanggan

Oxidation rates at 700, 750, and 800 °C for the aluminized steel in steam are higher rate due to the crack formation in the alumina scale and aluminide layer in presence of

Dalam hal ini, sumber daya manusia atau pegawai dalam suatu perusahaan akan sangat berpengaruh dalam pencapaian efektivitas kerja karena sumber daya manusia adalah faktor

Tujuan Penulis menganalisis kepuasan konsumen di sepuluh rumah makan yang ada di Cijantung, adalah untuk mengukur dan mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan