• Tidak ada hasil yang ditemukan

( ) ANALISA KONDISI FISIS ATMOSFER PADA SAAT HUJAN EKSTRIM DAN TERJADINYA BANJIR BULAN FEBRUARI 2006 DI MANADO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "( ) ANALISA KONDISI FISIS ATMOSFER PADA SAAT HUJAN EKSTRIM DAN TERJADINYA BANJIR BULAN FEBRUARI 2006 DI MANADO"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

(0612225223)

ANALISA KONDISI FISIS ATMOSFER

PADA SAAT HUJAN EKSTRIM DAN TERJADINYA BANJIR

BULAN FEBRUARI 2006 DI MANADO

Jurnal Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Fisika

OLEH

WAN DAYANTOLIS

03 04 22 0824

PROGRAM SARJANA EKSTENSI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA

(2)
(3)

ANALISA KONDISI FISIS ATMOSFER

PADA SAAT HUJAN EKSTRIM DAN TERJADINYA BANJIR BULAN FEBRUARI 2006 DI MANADO

Oleh :

Wan Dayantolis1, Bambang Soegijono2, Hariadi3

1Mahasiswa Program Ekstensi Fisika, F MIPA,Universitas Indonesia 2Departemen Fisika, F MIPA, Universitas Indonesia

3Sub Bidang Manajemen Data, Badan Meteorologi dan Geofisika

ABSTRAK

Cuaca selalu berkaitan dengan aktifitas manusia. Pola cuaca pada skala lokal dibentuk oleh parameter fisis atmosfer. Untuk itu dalam tulisan ini dicoba untuk mengamati pola kondisi fisis atmosfer pada saat hujan ekstrim. Pola ini kemudian dibandingkan dengan pola pada saat curah hujan normal. Selain kondisi fisis juga dianalisa stabilitas atmosfer karena berkaitan dengan dinamika vertikal massa udara yang pada akhirnya berkenaan dengan pembentukan awan-awan konvektif penyebab hujan dengan intensitas tinggi.

Guna melengkapi analisa, digunakan juga data sirkulasi angin di Indonesia guna mengamati faktor dalam skala yang lebih luas yang berperan pada pembentukan cuaca lokal.

Kata kunci : awan konvektif, cuaca, hujan ekstrim, sifat fisis atmosfer , sirkulasi angin dan stabilitas atmosfer

1. PENDAHULUAN

Aktifitas manusia sehari-hari langsung ataupun tidak selalu berhubungan dengan kondisi cuaca, kapan dan dimana saja.

Cuaca adalah keadaan parameter fisis atmosfer yang terjadi pada suatu skala ruang dan selalu berubah secara dinamis menurut waktu dan tempat. Atmosfer sendiri adalah lapisan gas yang menyelubungi bumi tempat berbagai fenomena cuaca seperti awan, angin, hujan dan badai terjadi.

Dalam kaitan cuaca dengan aktifitas manusia, pada tanggal 03, 13, 19 dan 21 Februari 2006, terjadi bencana banjir dan tanah longsor secara beruntun di kota Manado.

Terjadinya banjir merupakan fungsi dari banyak hal seperti faktor meteorologis, sifat fisis permukaan tanah, sistem drainase, kandungan air tanah, dan keadaan tanah. Dari sejumlah bencana banjir, penyebab utama adalah faktor meteorologis berupa curah hujan, distribusi hujan dan durasi hujan (Tjasyono, 2003).

2. SIFAT FISIS ATMOSFER 2.1 Persamaan Gas di Atmosfer

Dalam mempelajari sifat fisis atmosfer, diasumsikan bahwa campuran gas diatmosfer merupakan gas tunggal dengan demikian dapat didekati dengan persamaan gas ideal (Pawitan, 1989) yaitu ;

T

R

pv

=

atau,

RT

p

=

ρ

dimana ρ menyatakan massa jenis, v adalah volume spesifik dan R adalah tetapan gas spesifik.

Adapun uap air di atmosfer secara pendekatan juga mempunyai perilaku seperti gas ideal (Tjasyono, 2001). Persamaan keadaannya adalah :

T

R

e

=

ρ

v

.

v

.

di mana e = tekanan uap, ρv = densitas uap, Rv = Tetapan gas spesifik untuk uap air.

(4)

Pada saat uap air telah jenuh, maka besarnya tekanan uap mengikuti persamaan :

T B s

T

A

e

e

(

)

=

.

− /

dimana es = tekanan uap jenuh, A = 2,53 . 10 8 kPa, B = 5,42 . 103 K.

2.2 Proses Adiabatik Kering

Laju penurunan suhu di atmosfer terhadap ketinggian mengikuti persamaan berikut :

p d

c

g

z

T

=

⎥⎦

⎢⎣

Δ

Δ

=

γ

d

γ

merupakan laju penurunan suhu secara adiabatik kering (Prawirowardoyo, 1996). Jika nilai g (=9,81 ms-2) dan cp (=0,24 cal.gram

-1. 0C -1) dimasukkan diperoleh :

m

C

z

T

d

1

100

100

98

,

0

0

=

⎥⎦

⎢⎣

Δ

Δ

=

γ

Yang berarti bahwa, paket udara kering yang naik ke atas mengalami pendinginan 10C setiap kenaikan 100 m dan sebaliknya.

2.3 Proses Adiabatik Jenuh

Pada kenyataannya suatu paket di atmosfer yang bergerak akan mengandung uap air.

Besarnya laju penurunan adiabatik basah menurut Pawitan (1989), mengikuti persamaan :

+

+

=

2 2 s

.

.

.

1

.

.

1

T

R

c

l

r

T

R

l

r

c

g

v p s d s p

γ

di mana Rd = Tetapan gas spesifik untuk udara kering, Rv = Tetapan gas spesifik untuk uap air, rs = mixing ratio jenuh, l = panas laten.

Secara umum besar

γ

s adalah 0,50C/100 m.

2.4 Stabilitas Atmosfer Faktor utama stabilitas atmosfer adalah

hubungan suhu dengan ketinggian. Tingkat di mana suhu bervariasi terhadap ketinggian disebut lajusurut. Lajusurut mempunyai pengaruh yang signifikan pada gerak vertikal udara. Mekanisme dimana udara dipindahkan secara vertikal terikat pada konsep lajusurut adiabatik (Fritz, 2003), sebagaimana telah dirumuskan sebelumnya.

Stabilitas atmosfer memungkinkan untuk mengetahui kecenderungan gerakan vertikal dari suatu massa udara di atmosfer. Perbedaan-perbedaan yang kecil dalam gerakan vertikal tersebut penting untuk menerangkan atau meramalkan pembentukan awan-awan konvektif, hujan ataupun wilayah daerah tekanan rendah (Pawitan, 1989). Udara yang tidak stabil memungkinkan terbentuknya awan khususnya awan yang mempunyai ukuran vertikal yang mencolok dan yang biasanya menimbulkan cuaca buruk. Sebaliknya dengan cuaca cerah, tanpa awan adalah sebagai akibat udara yang stabil (Prawirowardoyo, 1996).

Lebih lanjut, Fritz (2003) menjelaskan tingkat stabilitas paket di atmosfer yaitu :

1.

Keadaan Netral (Ta = Td)

2.

Keadaan Tidak Stabil (Ta > Td)

3.

Keadaan Stabil (Ta < Td) :

Dimana : Ta = Lajusurut aktual, Td = Lajusurut kering.

Stabilitas paket tersebut di atas dapat juga digunakan untuk meninjau stabilitas pada lapisan atmosfer, dengan cara membandingkan laju penurunan lingkungan (γ) dengan laju penurunan adiabatik kering (

γ

d) dan adiabatik jenuh (

γ

s). Dengan demikian akan di dapat 3 keadaan yaitu :

1. γ>

γ

d>

γ

s, keadaan tidak stabil mutlak

Laju penurunan suhu paket baik secara adiabatik kering maupun jenuh lebih kecil sehingga suhunya lebih tinggi dibanding suhu lingkungan. Dengan demikian paket akan terus bergerak ke atas dan tidak stabil. 2.

γ

d > γ >

γ

s, keadaan stabil bersyarat

Suhu lingkungan lebih besar dibanding laju adiabatik kering tetapi lebih kecil adiabatik jenuh. Artinya pada lapisan ini stabil untuk udara tidak jenuh tapi tidak stabil untuk udara jenuh.

3.

γ

d>

γ

s> γ, keadan stabil mutlak

Suhu lingkungan lebih besar dibanding laju adiabatik kering dan adiabatik jenuh. Pada lapisan ini stabil baik untuk udara tidak jenuh maupun udara jenuh.

2.5 Indeks Stabilitas

Ada berbagai jenis indeks yang menyatakan derajat kestabilan atmosfer, diantaranya adalah : 1. Showalter Index

(5)

5

3. K Index

4. KO Index 5. Total Totals Index

3 DATA DAN METODOLOGI 3.1 Data

Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data observasi udara atas Stasiun Meteorologi Penerbangan Sam Ratulangi Manado meliputi : Suhu (T), Kelembaban (RH), Kecepatan angin (ff), Angin komponen u dan Angin komponen v.

2. Data Iklim dan curah hujan hasil observasi Stasiun Klimatologi Manado.

3. Laporan sandi sinop harian Stasiun Klimatologi Manado.

4. Profil Sirkulasi angin di wilayah Indonesia. Masing-masing data adalah bulan Februari 2002 dan 2006.

3.2 Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam pengolahan dan pembahasan data pada penelitian ini adalah :

1. Evaluasi sifat Hujan

2. Pengolahan data dalam bentuk tabel, grafik dan isoline

3. Pengolahan profil aerologi dan perhitungan Indeks Stabilitas menggunakan software

RAOB 5.5.

4. Perbandingan data kejadian dan kondisi klimatologi pada periode penelitian dengan keadaan normalnya.

5. Analisa faktor-faktor meteorologi skala sinoptik regional.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Evaluasi Sifat hujan

Kota Manado terletak disekitar ekuator, sehingga beriklim tropis, ditandai adanya musim hujan dan musim kemarau.

Curah hujan yang terjadi pada Februari 2006 di Manado sebesar 962 mm berada di atas normalnya 275-373 mm, bahkan dengan kondisi sangat ekstrim karena hampir 300 % dari normalnya tersebut. Jika diamati pada grafik curah hujan harian pada gambar 2, hari dimana banjir dan tanah longsor tersebut terjadi bersamaan dengan adanya curah hujan yang tinggi pada hari tersebut.

Gambar 2. Grafik curah hujan harian Februari 2006 dan 2002.

Pada grafik curah hujan bulanan selama bulan Februari 2001-2006 pada gambar 3 didapati bahwa curah hujan yang berlangsung normal terjadi pada Februari 2002. Periode inilah yang akan digunakan sebagai pembanding untuk mengamati pola yang terjadi pada kejadian hujan ekstrim.

Gambar 3. Grafik curah hujan selama bulan Februari.

4.2 Profil Fisis Udara Atas 1. Profil suhu udara

Profil suhu udara pada Februari 2006 dan 2002 cenderung identik Laju penurunan suhu pada kedua periode hampir sama. Atau cenderung konstan pada setiap waktu.

Dengan demikian adanya perbedaan dinamika cuaca ditentukan oleh adanya kenaikan parsel udara oleh gerak secara vertikal yang mengikuti laju adiabatik basah karena mengandung uap air. Uap air inilah yang selanjutnya berperan mempengaruhi kelembaban dan proses pembentukan awan dan hujan selanjutnya.

(6)

Gambar 3. Profil Suhu Udara Februari 2006.

Gambar 4. Profil Suhu Udara Februari 2002.

2. Profil kelembaban

Perbedaan pola kelembaban yang nyata terlihat pada periode yang diamati yaitu Februari 2006 dengan periode pembanding yaitu Februari 2002. Pada Februari 2006 terlihat kelembaban > 95 % pada hari-hari dengan curah hujan tinggi terjadi mulai dari permukaan sampai ketinggian lebih dari 500 mb.

Gambar 5. Profil Kelembaban Februari 2006.

Gambar 6. Profil Kelembaban Februari 2002.

Hal ini berkaitan dengan ketersediaan uap air yang banyak dan kenaikan parsel udara yang tidak stabil dimana densitas parsel lebih rendah sehingga massa udara terus bergerak naik membawa uap air. Ketinggian yang dicapai berasosiasi dengan pembentukan awan-awan konvektif yang menjulang tinggi dan berpeluang menyebabkan hujan dengan intesitas yang deras secara tiba-tiba.

Adapun pola yang terbentuk pada Februari 2002 menunjukkan kelembaban > 95 % terjadi hanya pada ketinggian kurang dari 800 mb kecuali pada beberapa hari tertentu yang mencapai ketinggian lebih dari 800 mb. Ini berarti gerak atmosfer yang membawa uap air tidak bergerak leluasa secara vertikal yang disebabkan atmosfer yang cenderung stabil.

3. Profil Angin Zonal

Profil angin zonal pada Februari 2006 dan Februari 2002 juga menunjukkan adanya perbedaan pola yang nyata.

Pada Februari 2006 terlihat adanya perubahan arah angin secara vertikal yang menunjukkan adanya pola konvergensi yaitu bertemunya dua massa udara yang kemudian bergerak naik. Gerak naik ke atas ini merupakan proses konvektif yang membawa uap air untuk pembentukan awan jika syarat kelembabannya tercapai.

Pola angin zonal yang terbentuk pada Februari 2002 tidak menunjukkan adanya pergantian arah pada setiap lapisan. Mulai lapisan permukaan sampai lapisan atas cenderung diisi oleh angin arah timuran. Aktifitas angin arah baratan hanya tampak pada beberapa hari dan hanya sampai pada lapisan 700 mb dengan kecepatan maksimal 10 knot. Berbeda dengan aktifitas

(7)

7

angin timuran yang mencapai hingga lebih dari 50 knot.

Gambar 7. Profil Angin Zonal Februari 2006

Gambar 8. Profil Angin Zonal Februari 2002.

4. Profil Angin Meridional

Pola angin meridional pada Februari 2006 dan Februari 2002 juga memperlihatkan perbedaan pola yang nyata.

Gambar 9. Profil Angin Meridional Februari 2006

Gambar 10. Profil Angin Meridional Februari 2002.

Pada Februari 2006 sama seperti pola angin zonal terlihat adanya pergantian arah utara dan selatan bergantian secara vertikal walaupun angin arah selatan cenderung mengisi lapisan permukaan dan angin arah utara berada di bagian atas. Pada saat pergantian arah inilah seperti pada angin zonal merupakan saat konvergensi yang menyebabkan adanya proses konvektif.Pada Februari 2002 pola yang terbentuk cukup jelas memperlihatkan tidak adanya pergantian arah angin secara vertikal. Bagian permukaan sampai lapisan 500 mb diisi oleh angin arah selatan dan mulai lapisan 500 mb ke atas di isi oleh angin arah utara.

5. Profil Kecepatan Angin

Secara umum kecepatan angin pada Februari 2006 lebih kecil dibanding kecepatan angin pada Februari 2002.

Pada Februari 2006 kecepatan angin maksimum hanya sekitar 40 knot sedang pada Februari 2002 mencapai 60 knot. Adanya perlambatan angin berasosiasi dengan penumpukan massa udara yang memuat kandungan uap air. Pada lapisan permukaan pada kedua periode mempunyai kecepatan angin yang hampir sama yaitu sekitar 10 knot. Tetapi ketinggian lapisan yang dicapai dengan kecepatan angin tersebut berbeda. Pada Februari 2006 sampai lapisan 300 mb yang merupakan lapisan adanya puncak awan-awan konvektif kecepatan angin masih stabil 10 knot.

Sedang pada Februari 2002 kecepatan angin yang sama hanya mencapai lapisan 500 mb. Artinya lapisan dengan penumpukan massa udara yang banyak pada Februari 2006 lebih luas.

(8)

Gambar 11. Profil Kecepatan Angin Februari 2006.

Gambar 12. Profil Kecepatan Angin Februari 2002.

4.3 Profil aerologi

Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan RAOB 5.5 diperoleh profil suhu terhadap ketinggian pada Februari 2006 sebagaimana terlihat pada gambar.

1. Depresi Suhu.

Selama Februari 2006 pada hari yang diamati merupakan hari adanya hujan, sehingga profil suhu menunjukkan kecenderungan yang hampir sama (gambar 13-16). Garis lajusurut suhu hampir berhimpit dengan garis laju surut titik embun yang berarti kelembaban yang terjadi cukup tinggi.

Pada lapisan permukaan kedua garis benar-benar berhimpit yang menunjukkan kelembaban hampir mencapai 100 % yang merupakan syarat dimulainya proses pembentukan tetes-tetes awan setelah melalui proses kondensasi. Makin ke atas jarak kedua garis makin jauh yang berarti ada penurunan kelembaban tetapi masih

cukup basah untuk berlangsungnya proses pembentukan awan.

Gambar 13. Kurva Sounding 02-02-2006

Gambar 14. Kurva Sounding 03-02-2006

Gambar 15. Kurva Sounding 12-02-2006

Gambar 16. Kurva Sounding 13-02-06

2. Lapisan LFC, CCL dan LCL.

Nilai parameter LFC, CCL dan CCL tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada

(9)

9

perbedaan kondisi antara hujan deras, sedang, ringan ataupun pada hari tidak terjadi hujan. Tetapi berdasarkan data sinop ME.45 Februari 2006, walaupun tidak terjadi hujan namun langit tetap diliputi awan yang banyak sepanjang hari. Ini berarti dinamika cuaca yang terjadi seperti stabilitas atmosfer hampir sama, walau tidak sampai menyebabkan hujan.

3. Tropopause level, freezing Level, precipitabel water, temperature convection dan CAPE.

Nilai yang dihasilkan untuk parameter tropopause level, freezing Level, precipitabel water, temperature convection dan CAPE umumnya cukup variatif baik pada hari dengan hujan deras, sedang, ringan hingga hari dimana tidak terjadi hujan dan tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Hal ini berarti pada periode kondisi fisis atmosfer selama 1 bulan yang diamati cenderung seragam, karena berdasarkan data sinop ME.45 Februari 2006, walaupun tidak terjadi hujan namun langit tetap diliputi awan yang banyak sepanjang hari. 4. Formasi Awan.

Pada semua hari yang diamati umumnya menunjukan lapisan awan rendah yang menutupi langit mencapai kriteria OVC atau overcast. Artinya banyaknya awan rendah seperti cumulus ataupun jenis awan stratus yang menutupi langit mencapai 7/8-8/8 bagian atau hampir menutupi seluruh langit.

5. Stabilitas lingkungan.

Stabilitas lingkungan secara vertikal umumnya antara stabil dan tidak stabil bersyarat. Pada lapisan permukaan cenderung tidak stabil bersyarat yang memungkinkan gerak vertikal untuk membentuk awan. Kemudian sampai lapisan 850 mb lingkungan kembali stabil, artinya proses untuk awan rendah berhenti yang kemudian akan mulai membentuk dasar untuk awan menengah.

6. Profil aerologi Februari 2002.

Sebagaimana terlihat pada gambar 17dan 18, profil aerologi Februari 2002 pada hari terjadinya hujan (01 Februari 2002) garis suhu terlihat berimpit dengan garis suhu titik embun yang berarti kelembaban mendekati 100 %. Tetapi keadaan ini terhenti pada ketinggian 500 mb. Artinya laju gerak vertikal terhambat dan pada lapisan selanjutnya kelembaban makin berkurang. Pada hari tidak terjadi hujan (07 Februari 2006) terlihat garis suhu renggang

dengan garis suhu titik embun, yang berarti kelembaban kurang dari 100 %.

Gambar 17. Kurva Sounding 01-02-2002

Gambar 18. Kurva Sounding 07-02-2002

4.4 Stabilitas Atmosfer

Berdasarkan perhitungan stabilitas atmosfer untuk Februari 2006 dan 2002, diperoleh hasil : 1. Showalter Index (SI)

Berdasarkan SI, selama Februari 2006 tidak dijumpai kondisi atmosfer yang stabil yang memungkinkan hari yang cerah dimana tidak terjadi pembentukan awan. Selama beberapa hari dijumpai kondisi yang memungkinkan proses konveksi yang lemah. Nilai SI yang paling banyak terjadi berkisar pada range -3 sampai +1, yang berarti kondisi atmosfer tidak stabil lemah dan ada peluang untuk hujan dan badai. Artinya ada peluang terbentuk awan-awan konvektif yang dapat menyebabkan hujan deras. Dari data hujan harian pada gambar juga menunjukkan selama 27 hari terjadi hujan walau dengan jumlah yang variatif. Tetapi karena atmosfer dalam keadaan tidak stabil lemah memungkinkan untuk pembentukan jenis awan-awan stratus yang dapat menyebabkan hujan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama walau dengan intensitas yang ringan.

(10)

2. Lifted Index (LI)

Nilai LI umumnya berada pada kisaran -3 sampai dengan -5, yang menunjukkan atmosfer dalam keadaan Moderate Instability, artinya memungkinkan untuk gerak vertikal guna pembentukan awan. Hanya 6 hari dimana atmosfer berada dalam keadaan tidak stabil lemah.

3. K Index (KI)

Nilai stabilitas menurut KI, hampir semua hari selama Februari 2006 menunjukkan nilai lebih dari 36, yang berarti memungkinkan pertumbuhan awan konvektif jenis cu dan cb yang menyebar dan dalam jumlah yang sangat banyak karena kondisi atmosfer yang tidak stabil. Sehingga potensi hujan sangat deras sangat besar terjadi.

4. KO Index

Nilai KO menunjukkan nilai negatif pada semua hari selama Februari 2006 yang berarti potensi terjadinya hujan badai sangat besar. Pada kenyataannya hujan yang terjadi tidak semuanya menunjukkan intensitas tinggi. Hal ini terjadi karena KO index diturunkan berdasarkan kondisi di Eropa, yang kondisinya berbeda dengan daerah tropis seperti di Manado.

5. Total Totals Index (TT)

Nilai TT umumnya >44 yang berarti atmosfer cenderung tidak stabil sehingga ada peluang pembentukan awan jenis konvektif walau sedikit dan menyebar. Tetapi terdapat beberapa hari dengan nilai < 44 yang menunjukkan bahwa tidak ada potensi pembentukan awan thunderstrom, artinya atmosfer dalam keadaan stabil.

6. Stabilitas pada Februari 2002

Pada Februari 2002, stabilitas atmosfer hanya dihitung menggunakan KI dan TT. Hasilnya menunjukkan selama Februari 2002, dari hari yang diamati nilai KI umumnya pada range 26-30 dan 31-35. Pada range 26-26-30 menunjukkan adanya pertumbuhan awan konvektif tetapi peluangnya kecil. Dan range 31-35 menunjukkan ada pertumbuhan awan konvektif yang lebih banyak. Dengan kenyataan pada Februari 2002 curah hujannya normal dengan jumlah hujan hariannya kecil berarti pertumbuhan awan-awan konvektif tidak semuanya mencapai taraf yang menjadi hujan lebat. Ataupun jika terjadi hujan hanya berlangsung dalam waktu yang cukup singkat.

Adapun nilai TT, umumnya < 44 yang menunjukkan bahwa tidak ada potensi pembentukan awan thunderstrom, artinya atmosfer dalam keadaan stabil. Tetapi terdapat beberapa hari dengan indeks yang lebih tinggi yang menunjukkan adanya peluang atmosfer untuk menjadi lebih tidak stabil.

4.5 Faktor Skala Sinoptik

Secara umum selama Februari, angin yang melewati Indonesia didominasi oleh monsun Asia yang bergerak ke selatan. Di atas Indonesia terdapat ITCZ, yaitu adanya zona pertemuan angin dari BBU dan dari BBS yang ditandai oleh suatu pita dengan perawanan yang tinggi dan kecepatan angin yang rendah. Letak ITCZ sendiri selalu dinamis bergerak ke utara atau turun ke selatan. Daerah dengan ITCZ biasanya diwarnai oleh cuaca buruk.

Di Manado sendiri komponen datangnya angin monsun pada arah timur laut. Pada Februari 2006 dari gambar angin terlihat adanya ITCZ yang mendekati wilayah Manado sehingga vektor datangnya angin berubah dari timur laut menjadi barat laut oleh konvergensi arus angin (lampiran 1). Adanya konvergensi menyebabkan perlambatan kecepatan angin karena adanya penumpukan massa yang kemudian menyebabkan gerak vertikal untuk pembentukan awan.

Selanjutnya karena vektor angin dari barat laut, angin tersebut bergerak tegak lurus menabrak barisan pegunungan di Manado, sehingga massa udara dipaksa naik karena adanya hambatan. Hambatan tersebut menyebabkan golakan yang merupakan proses orografi. Udara yang mengalami penghalang yang besar seperti pegunungan akan mengalami pengangkatan yang cepat. Jika disertai pemanasan permukaan akan menghasilkan awan jenis cumulus.

Pada Februari 2002 umumnya arah angin yang melintasi Manado konstan pada arah timur laut karena letak ITCZ yang jauh di selatan Manado sehingga tidak ada konvergensi yang menyebabkan perubahan arah angin (lampiran 2). Selama beberapa hari juga terdapat aktifitas siklon tropis di selatan Indonesia yang menyebabkan zona konvergensi ataupun ITCZ bergerak jauh ke selatan.

(11)

11

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Curah hujan yang terjadi pada Februari 2006 di Manado berlangsung di atas normalnya bahkan dengan kondisi ekstrim karena mencapai 300 % di atas normalnya. Adanya curah hujan yang ekstrim selama Februari 2006 tersebut diikuti oleh terjadinya banjir dan tanah longsor sebanyak 4 kali yang dipicu oleh curah hujan yang tinggi pada hari peristiwa tersebut.

2. Kondisi fisis atmosfer selama Februari 2006 menunjukkan pola yang berbeda dan menunjukkan adanya potensi untuk menyebabkan hujan deras dibanding pola yang terbentuk pada periode hujan dengan sifat normal pada Februari 2002.

3. Stabilitas atmosfer selama Februari 2006 menunjukkan tingkat tidak stabil yang menyebabkan adanya gerak vertikal massa udara. Gerak vertikal ini berperan dalam pembentukan awan-awan jenis konvektif yang dapat menyebabkan curah hujan dengan intensitas tinggi. Berbeda dengan stabilitas pada Februari 2002 dimana atmosfer cukup stabil.

4. Gangguan pada pola sirkulasi angin yang melintasi Indonesia seperti letak ITCZ dan adanya konvergensi dan perubahan vektor arah angin selama Februari 2006 berperan dalam pembentukan cuaca dan hujan yang ekstrim di Manado.

5.2 SARAN

Adanya kelemahan dan kendala dalam penelitian ini, maka untuk penyempurnaan ke depan , disarankan :

1. Data udara atas yang digunakan tidak hanya pada pukul 00.00 UTC tetapi sebaiknya juga menggunakan data observasi RASON pada pukul 12.00 UTC, karena kondisi cuaca yang ingin digambarkan adalah selama 24 jam.

2. Guna melihat perbedaan parameter fisis kurva sounding yang signifikan, sebaiknya digunakan data pada bulan dengan curah hujan tinggi dan bulan dengan curah hujan yang minim, misalnya perbedaan pada musim hujan dan pada musim kemarau. 3. K Index dan Showalter Index dapat

digunakan untuk meramalkan potensi terjadinya hujan deras di Manado selama 12 jam ke depan.

DAFTAR ACUAN

Aguado, E., Burt, J.E., 2001, Understanding Weather n Climate, 2nd ed., Prentice-Hal Inc, New Jersey.

Aws/Tr-79/006, The Use Of Skew T, Log P Diagram Analysis And Forecasting. Air Weather Service, Scott Air Force Base, Illinois.

BMG, 2005, Prakiraan Musim Hujan Tahun 2005/2006 Di Indonesia.

Fritz, B.K., 2003, Measurement and Analysis of Atmospheric Stability in Two Texas Regions, 2003 ASAE/NAAA Technical Session, 37th Annual National Agricultural Aviation Association Convention, Reno, NV. Hariadi, 2005, Weather Aviation and Shipping

Course, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Neiburger, M., Edinger, J.G., Bonner, W.D., 1995, Memahami Lingkungan Atmosfer Kita, Edisi kedua, Penerbit ITB, Bandung.

Pawitan, H., 1989, Termodinamika Atmosfer, Pusat Antar Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor.

Prawirowardoyo, S., 1996, Meteorologi, Penerbit ITB, Bandung.

Sears, F.W., Zemansky, M.W., 1983, Fisika Untuk Universitas 1, Mekanika, Panas dan Bunyi, Bina Cipta, Bandung.

Soenarmo, Sri Hartati., 1999, Diktat Meteorologi Tropis, Departemen Geofisika dan Meteorologi, ITB Bandung.

Tjasyono, HK, B., 2003, Geosains, Penerbit ITB, Bandung.

Tjasyono, HK, B., 2001, Mikrofisika Awan dan Hujan, Departemen Geofisika dan Meteorologi FIKTM, ITB, Bandung.

Tjasyono, HK, B., 1992, Klimatologi Terapan, CV. Pionir Jaya, Bandung.

Tjasyono, HK, B., 1990, Meteorologi Fisis, FMIPA, ITB, Bandung.

http://www.bom.gov.au/cgibin/charts/charts.view. pl?idcode=IDX0966&file=IDX0966.20060201000 0.gif

(12)

Lampiran 1 : Profil Sirkulasi Angin di Indonesia bulan Februari 2006

(13)

13

Lampiran 2. Profil sirkulasi angin di Indonesia bulan Februari 2002

Gambar

Gambar  8. Profil Angin Zonal Februari 2002.  4.  Profil Angin Meridional
Gambar 13. Kurva Sounding 02-02-2006
Gambar 17. Kurva Sounding 01-02-2002

Referensi

Dokumen terkait

Hikayat Hang Tuah menghubungkan raja dengan kayangan, iaitu satu lapisan alam yang difahami secara amat samara-samar dan tidak pernah dicakup secara konkrit tetapi amat

PENCUCIAN HARA PUPUK MAJEMUK LEPAS TERKENDALI (PMLT) PMF BFUKET DAN PUPUK TUNGGAL KONVENSIONAL PADA. lNCEPT1SOL DARMAGA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI CABAI (

Nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal Nias (khususnya peradilan adat Nias) kaitannya pada peradilan pidana berbasis keadilan restoratif yakni keharmonisan,

Seperti yang telah kalian ketahui, bahwa ketika pergerakan elektron-elektron bebas dalam suatu bahan, tanpa arah atau kecepatan tertentu, dan terpengaruh oleh gaya sehingga

Ini bukan disebabkan karena Total Fertility Rate (TFR) yang rendah sehingga banyak mahasiswa kedokteran yang tidak mau mengambil jurusan spesialis Kebidanan tetapi karena

Berdasarkan hasil perhitungan laju kebutuhan bahan bakar dan efisiensi kompor menunjukkan keadaan yang berbanding terbalik.Karena semakin kecil kebutuhan energi maka

Dengan adanya masalah – masalah tersebut penulis ingin mencari solusi untuk perusahaan dalam sistem peramalan penjualan dengan mencari metode yang cocok untuk

saran Bagi Orang tua diharapkan bagi orang tua untuk memberikan stimulasi pendidikan anak usia dini berupa play group supaya tingkat kemandirian anak berkembang