• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pengertian Membaca Huruf Hijaiyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pengertian Membaca Huruf Hijaiyah"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis

2.1.1 Pengertian Membaca Huruf Hijaiyah

Huruf (ُفْوُُ) adalah bentuk jamak dari (ُفْوَُُ ا) yang berarti bagian terkecil dari lafal yang tidak dapat membentuk makna tersendiri kecuali hams dirangkai dengan huruf lain. Kumpulan huruf yang dapat membentuk arti biasanya 3 huruf, misalnya ( َََو ) "memelihara", namun pada bentuk-bentuk tertentu ada satu huruf yang sudah mempunyai arti, misalnya bentuk amar (perintah) dari (َََو ) adalah ( ق ) "Peliharalah". Sedangkan Hijaiyah ( َُِِْ َا ) berasal dari akar kata ََه- َُْْ- ًءَِهyang berarti "ejaan". Maksud dari ejaan disini, adalah ejaan Arab sebagai bahasa asli Alqur-an (Sirajuddin, 2006:3). Karena itu yang dimaksud "huruf Hijaiyah" adalah huruf-huruf ejaan bahasa Arab sebagai bahasa asli Alqur-an. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya disiplin ilmu lain yang menggunakan huruf Hijaiyah, misalnya hadis, dan kitab-kitab bahasa Arab pada umumnya.

Dalam membaca huruf hijaiyah, diperlukan suatu keterampilan dan potensi yang harus dikembangkan. Jika potensi yang dimiliki oleh seseorang tidak dilatih secara kontinyu dan konsisten, maka potensi tersebut menjadi hilang secara perlahan-lahan.

(2)

Sebagaimana yang diungkapkan Kusnawan (2004:25), pada dasarnya setiap orang telah memiliki keterampilan dan potensi dalam membaca, hanya saja keterampilan dan potensi yang dimiliki harus dikembangkan.

Oleh karena itu, kemampuan dalam membaca merupakan kemampuan yang kompleks yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Meskipun demikian, kemampuan tersebut bukanlah semata-mata milik golongan orang yang memiliki bakat membaca saja.

Ketika membaca huruf hijaiyah atau huruf Arab secara tunggal (terpisah) maupun bersambung, maka bentuk setiap huruf cara membacakannya dari satu huruf dengan huruf lainnya. Ada huruf yang bentuknya sama, yang membedakannya adalah pada jumlah titik. Sama seperti membentuk huruf latin a akan berbeda hurufnya dengan huruf b. Oleh karena itu, diperlukan suatu latihan yang sungguh-sungguh dalam belajar membaca huruf ini sehingga memiliki suatu kemampuan dalam membacakannya.

2.1.2 Dasar Membaca Huruf Hijaiyah

Membaca huruf hijaiyah sesungguhnya boleh dikatakan sesuatu hal yang sangat mudah, tetapi yang lebih sulit adalah bagaimana hasil perkenalan itu dapat diaplikasikan oleh para peserta yang diajar, sehingga menghasilkan kualitas bacaan yang sesuai dengan kaedah-kaedah al-Qur’an. Yang perlu diingat bahwa kesalahan sebutan huruf dalam membaca al-Qur’an merupakan suatu kesalahan yang sangat fatal.

(3)

Salah satu dasar yang penting untuk memperkenalkan cara membaca huruf hijaiyah adalah bagaimana seseorang dapat membedakan huruf dengan jelas. Inilah yang disebut dengan istilah makhraj huruf. Untuk itu berikut akan diuraikan bagaimana makhraj itu sendiri.

Makhraj adalah sifat-sifat dan tempat keluarnya huruf. Istilah makhraj berasal dari bahasa Arab dengan akar kata

(

ًْوُُ

-

ُجَُْ

-

َجََ

)

yang berarti keluar.

Dalam pembahasan tentang makhraj ini terdapat beberapa istilah atau pembagian dari makhraj itu sendiri (Sirajuddin, 2006:22), yaitu :

a Jahr, yaitu tertahannya nafas pada makhraj ketika melafalkan huruf karena persentuhan/tempelan antara dua organ penutur sangat kuat di tempat makhraj tersebut. Huruf-hurufnya ada 19, yaitu :

ظ ط ض ز ر ذ د ج ب ء

ق غ ع

ي و ن م ل

b Isti’la’, yaitu terangkatnya sebagian besar lidah ketika melafalkan huruf, terdiri atas lima huruf, yaitu :

ق غ ظ ط ض

c Ithbaq mengangkat pangkal lidah ke arah langit-langit lunak ketika melafalkan huruf. Ithbaq mempunyai 4 huruf, yaitu :

ظ ط ض ص

d Ishmat, adalah huruf yang agak berat dan tidak dapat dilafadzkan dengan cepat karena makhrajnya jauh dari ujung lidah. Hurufnya sama dengan huruf ithbaq.

(4)

e Syiddah, yaitu menahan suara sejenak pada makhraj kemudian melepaskan secara tiba-tiba bersama udara, hurufnya adalah :

ط

f Pertengahan, yaitu menyederhanakan suara ketika melafadzkan huruf, terdiri dari 5 huruf yaitu :

ن م ل ع ر

g Shafir adalah suara tambahan yang mirip suara siulan, hurufnya tiga yaitu :

ص س ز

h Qalqalah yaitu terjadinya getaran sewaktu menuturkan huruf yang sukun, sehingga terdengar semacam aspirasi suara yang kuat. Hurufnya 5 yaitu :

ق ط د ج ب

i Layin, yaitu keluarnya suara dengan mudah dan memanjang, hurufnya 2, yaitu :

ي و

j Inhiraf, yaitu beralihnya suatu huruf setelah keluar dari makhrajnya kepada makhraj huruf lain. Hurufnya ada 2 yakni :

ل ر

k Takrir adalah bergetarnya ujung lidah ketika melafadzkan huruf yaitu 1 huruf :

ر

l Tafasysyi, yaitu tersebarnya udara dalam mulut ketika melafalkan huruf, dan hanya 1 huruf yakni :

ش

m Istithalah adalah memanjangnya suara pada makhraj huruf yaitu 1 huruf :

(5)

n Khafa, yaitu hilangnya sebagian huruf ketika melafalkannya, hurufnya ada 3 yakni :

ي و

o Gunnah, yaitu suara yang keluar dari rongga hidung berupa gema yang ada pada huruf

م

dan

ن

bertasydid, tidak ada pengaruh lidah di dalamnya.

Dengan penjelasan di atas, jelaslah bagaimana dasar yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam memperkenalkan huruf-huruf hijaiyah. 2.1.3 Pola Pembelajaran Huruf Hijaiyah

Dalam mengajarkan baca tulis al-Qur’an banyak cara yang dilakukan oleh setiap orang terkait dengan pengenalan terhadap baca al-Qur’an. Hal ini dilatar belakangi oleh penggunaan bahasa dalam al-Qur’an yang menggunakan bahasa yang identik dengan bahasa Arab, sementara bahasa Arab menggunakan huruf-huruf hijaiyah.

Pembelajaran huruf hijaiyah tentunya masing-masing metode atau caranya berbeda-beda sesuai dengan ciri khas dari masing-masing metode yang dikembangkan. Untuk itu, maka berikut akan dikemukakan beberapa jenis metode yang dapat digunakan untuk mengenalkan anak pada baca tulis al-Qur’an.

1. Metode SAS

Menurut Departemen Agama (2009:27) metode SAS (Struktural Analitik Sintetik) dalam membaca al-Qur’an adalah salah satu metode yang dilakukan oleh instruktur (guru/pembimbing) dalam mengajarkan tata cara membaca al-Quran secara bertahap, mulai dari sistem peng-eja-an,

(6)

pengenalan huruf melalui kalimat, pengenalan tanda baca (syakal), sampai pada pengenalan tadjwid atau panjang pendeknya bacaan serta cara membacanya.

Adapun aspek yang dinilai melalui metode SAS terdiri dari; a. Kemampuan santri/siswa mengenal huruf hijaiyah

b. Kemampuan santri/siswa membedakan huruf hijayah secara berurutan dengan lafadz yang benar

c. Kemampuan santri/siswa membaca huruf hijaiyah baik secara terpisah maupun dalam kalimat

d. Kemampuan santri/siswa membaca al-Qur’an dengan makhraj dan tajwid yang benar. (Sirajuddin, 2006:28)

Berdasarkan uraian kriteria di atas, peneliti hanya mengambil aspek membaca huruf hijaiyah secara berurutan dengan lafadz yang benar sebagaimana yang dikehendaki dalam pembelajaran metode iqra’. Dengan kata lain, tidak semua yang dikehendaki dalam metode SAS digunakan sebagai aspek penilaian peneliti di dalam menggunakan metode Iqra’. 2. Metode al-Banjiri

Metode al-Banjiri adalah metode membaca al-Quran berdasarkan logad atau dialeg masyarakat setempat dengan tetap memperhatikan perbedaan huruf dan bacaan yang sesungguhnya (Sirajuddin, 2006:29). Sistem membaca al-Qur’an adalah tidak harus sistematis atau berurutan, tetapi disesuaikan dengan kemampuan santri/siswa, pengenalan huruf dan tanda

(7)

baca bersifat meng-eja, sedangkan pengenalan makhraj (perbedaan huruf), dan tadjwid atau panjang pendeknya dilaksanakan dalam sistem tartil atau membaca secara bersama.

Adapun aspek yang dinilai melalui metode al-Banjiri terdiri dari;

a. Kemampuan santri/siswa mengenal kelompok huruf hijaiyah yang hampir sama bunyi bacaannya

b. Kemampuan santri/siswa membaca huruf hijayah baik secara terpisah maupun dalam kalimat.

c. Kemampuan santri/siswa membaca huruf hijaiyah secara lancar dan benar dengan memperhatikan makhraj dan tajwid. (Sirajuddin, 2006:31) Dari semua aspek penilaian yang dikehendaki pada metode al-Banjiri di atas, tidak semuanya digunakan oleh peneliti dalam membaca huruf hijaiyah. Adapun aspek penilaian yang digunakan peneliti relevan dengan metode Iqra’ adalah membaca huruf hijaiyah secara lancar dan benar.

2.1.4 Pengertian Metode Iqra’

Menurut Quraish Shihab (2009:167), kata iqra’ yang terambil dari kata qara’a pada mulanya berarti menghimpun. Apabila dirangkai huruf atau kata kemudian diucapkan rangkaian tersebut, berarti telah menghimpunnya yang dalam bahasa al-Qur’an di istilahkan qara’tahu qira’atan. Arti asal kata ini menunjukkan bahwa iqra’ mempunyai maksud menyampaikan, menelaah, membaca mendalami, meneliti, mengetahui ciri-cirinya.

(8)

Pengertian kata Iqra’ tersebut tidak hanya dilihat dalam bentuk membaca, akan tetapi juga menelaah hasil bacaan, mendalaminya dan menyampaikan. Dengan jalan demikian itulah, sehingga makna yang terkandung dalam bacaan itu dapat dipahami dengan baik untuk kemudian direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan inilah yang menjadi tujuan dari penerapan metode Iqra’.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa metode Iqra’ adalah salah satu metode dari sekian metode yang digunakan untuk pengenalan terhadap al-Qur’an, khususnya dari segi kemampuan dan penguasaan terhadap baca tulis al-Qur’an. Dalam penerapan metode Iqra’ ini ada beberapa hal yang harus dipahami oleh setiap guru agama atau instruktur yang bertugas mengajarkan baca tulis al-Qur’an.

Penerapan metode Iqra’ dimulai dari pengenalan huruf hijaiyah, baca tulis al-Qur’an sampai kemampuan dan pemahaman terhadap makna yang terkandung dari bacaan-bacaan tersebut, merupakan sasaran dan target yang secara umum diupayakan oleh setiap muslim, terutama para instruktur atau guru agama di lembaga-lembaga pendidikan formal baik jalur sekolah maupun luar sekolah.

Secara khusus bahwa tujuan pengajaran membaca huruf hijaiyah dan baca tulis Al-Qur’an yang dikembangkan oleh metode Iqra’ meliputi hal-hal sebagai berikut :

(9)

2. Anak hafal beberapa surat pendek, ayat-ayat pendek, ayat-ayat pilihan, do’a-do’a pilihan.

3. Anak dapat menulis huruf al-Qur’an, dapat melakukan shalat dengan baik dan terbiasa hidup dalam suasana yang Islami.(Depag, 2009:43)

Berdasarkan point-point tujuan di atas, dapat diketahui bahwasanya tujuan penggunaan metode Iqra, sebenarnya tidak semata-mata ditujukan kepada kemampuan baca tulis al-Qur’an, tetapi lebih jauh lagi bahwa kemampuan membaca dan menulis tersebut akan mendorong murid agar lebih mendalami apa yang dibaca dan ditulisnya yang pada gilirannya dapat menjadi pola dan perilaku hidup sehari-hari. Misalnya pengaktualisasian dalam kegiatan ibadah shalat.

Dalam pengajaran metode iqra’ materi-materi yang diajarkan adalah menyangkut pengenalan baca tulis al-Qur’an secara fasikh dan benar yang diawali dengan pengenalan huruf dasar sampai kemampuan membaca perkalimat. Hal ini didasarkan kepada firman Allah swt., dalam al-Qur’an surat al-Furqaan ayat 32 yang berbunyi :

َكَداَُ ِِ َ!"#َ$ُ%ِ& َ'ِ&َ(َآ ًةَ,ِ-اَو ً.َ/ْ1ُ2 ُناَءْ3ُ4ْ&ا ِْ5َ/َ6 َل"7ُ8 9َ&ْ:َ& اوُ3َ;َآ َ<=ِ(>&ا َل9َ?َو

9ً/5ِ@ْ3َ@ ُ9َ%ْ/>@َرَو

Terjemahnya :

Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami

(10)

perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar). (Depag, 2009:564)

Pelajaran yang dapat diambil dari penjelasan ayat tersebut adalah turunnya al-Qur’an oleh Allah dilakukan secara berangsur-angsur dengan maksud agar dapat difahami dan diresapi setiap makna yang dikandungnya. Jika dikaitkan dengan materi pengajaran Iqra’, adalah pengajaran yang sifatnya bertahap mulai dari jilid 1 sampai dengan jilid 6 dengan maksud agar para murid atau siswa benar-benar memahaminya dengan baik yang selanjutnya dapat dilafazkan secara fasikh, dalam bahasa al-Qur’an sebagaimana yang ditunjukkan oleh ayat di atas adalah pembacaan secara tartil atau murattal.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa materi pengajaran metode Iqra’ dapat dibagi menjadi dua, yaitu materi pokok dalam bentuk pengajaran tahapan jilid per jilid, diawali dengan jilid 1 atau dikenal dengan Iqra’ 1 sampai dengan jilid 6, juga disebut Iqra’ 6. Disamping itu terdapat materi tambahan atau materi penunjang yang lebih terfokus pada kegiatan hafalan, antara lain :

1) Hafalan surat-surat pendek (Juz Amma),

2) Hafalan ayat-ayat pilihan (ayat kursi, Baqarah ayat 285-286, al-Mu’minun ayat 1-11, Luqman ayat 12-19, al-Jumu’ah ayat 9-11 dan lain-lain.

3) Hafalan bacaan shalat dan prakteknya. 4) Hafalan doa pilihan serta

(11)

5) Menulis huruf al-Qur’an.

Dalam pengajaran metode Iqra’ masing-masing jilid memiliki cara-cara tersendiri untuk mengajarkan dan harus diperhatikan dan tidak boleh diabaikan oleh instruktur atau guru agama yang mengajarkannya, sebab kesalahan dalam mengajar pada masing-masing jilid akan membuat kesalahan yang berkelanjutan terhadap murid atau siswa. Adapun teknik-teknik pengajaran menurut As’ad Humam (2009:v-xi) antara lain:

1. Pelajaran Iqra’ 1

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh guru dalam mengajar jilid I atau Iqra’ 1 yaitu :

a) Guru cukup mengenalkan bunyi A, Ba dan seterusnya, tanpa mengenalkan istilah “alif”, “fathah” dan sebagainya. Siswa tidak disuruh menghafal huruf-huruf

b) Bagi murid atau siswa yang betul-betul menguasai pelajaran dan sekiranya mampu dipacu dalam menyelesaikan belajarnya ia boleh membaca loncat-loncat, tidak harus utuh sehalaman.

c) Bila siswa keliru baca huruf, cukup dibetulkan huruf yang keliru saja dengan cara :

1) Isyarat, umpama dengan kata ee…awas…stop…..dan sebagainya

(12)

2) Bila dengan isyarat masih tetap keliru, berilah titian ingatan misalnya siswa lupa membaca huruf Za’ cukup mengingatkan titiknya, yaitu bila tidak ada titiknya dibaca Ra’.

3) Bila masih tetap lupa barulah ditunjukkan cara bacaan yang sebenarnya.

4) Siswa harus bisa membaca dengan betul perbedaan antara huruf yang hampir sama.

5) Karena jilid 1 ini menyangkut pengenalan huruf, maka tidak dapat dinaikkan bila penguasaan huruf belum fasikh.

Kelima faktor tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam pengajaran Iqra’ 1, dengan demikian, maka hasil yang akan diperoleh benar-benar dapat meningkatkan kualitas bunyi dan bentuk huruf al-Qur’an sebagai dasar utamanya, karena kesalahan bunyi dan bentuk akan melahirkan pengertian yang salah.

2. Pelajaran Iqra’ 2

Sebagaimana pada jilid 1, pelajaran Iqra’ 2 ini pun memiliki 4 langkah yang harus dilakukan oleh guru atau instruktur Iqra’, yaitu :

a) Latihan membaca bersambung, tanpa pengenalan huruf di depan di tengah atau di belakang, dan yang perlu diperhatikan adalah titik-titiknya.

(13)

b) Huruf yang her pada jilid 1 dibetulkan dalam pelajaran ini.

c) Siswa biasanya memanjangkan bacaan huruf yang pertama, maka meskipun digandeng hurufnya, membacanya agar putus-putus dan suara pendek.

d) Sebagai petunjuk untuk bacaan panjang pendek perlu menggunakan kata isyarat. Misalnya : َAَ69َ2 keliru dibaca ل9َBَ2 maka dibetulkan dengan kata َ<َ89ــَ8

Demikian seterusnya tahapan-tahapan pengajaran metode Iqra’ yang secara keseluruhannya dapat dilakukan dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah dilengkapi pada masing-masing buku metode Iqra dan semua jilidnya.

2.1.5 Keuntungan dan Kelemahan Metode Iqra’

Sebagai salah satu metode yang dikembangkan dalam rangka pengenalan baca tulis al-Qur’an, metode Iqra semakin berkembang dan memasyarakat di kalangan umat muslim. Salah satu keistimewaan dari metode Iqra’, secara umum dapat dikatakan bahwa metode tersebut memiliki daya tarik yang tinggi di kalangan masyarakat muslim. Betapa tidak metode Iqra’ begitu memasyarakat sehingga mulai dari usia dini sampai pada usia dewasa berkeinginan untuk belajar membaca al-Qur’an melalui penerapan metode ini.

Keistimewaan lain adalah melalui metode ini kefasihan bacaan dapat tercapai dengan baik, hal ini dikarenakan sistem pembelajaran yang dilakukan secara bertahab, bahkan ketika seseorang ingin melanjutkan pada topik

(14)

berikutnya harus melalui evaluasi yang bisa dinyatakan lulus untuk melanjutkan tetapi bisa juga tidak lulus sehingga harus lebih memperdalam cara-cara membaca yang baik.

Masih banyak keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh metode Iqra dalam rangka memasyarakatkan al-Qur’an di kalangan kaum muslimin melalui bacaan, misalnya saja dalam sistem belajar mengajarnya mudah untuk melakukan pengawasan terhadap para peserta yang keliru dalam mengucapkan huruf-huruf hijaiyah, karena menerapkan sistem privat. Bahkan dengan pendekatan ini perkembangan peserta didiknya dapat diketahui.

Adapun kelemahan dari Metode Iqra’ adalah memerlukan tenaga instruktur yang banyak sementara di sisi lain peserta yang ingin belajar semakin banyak sehingga tidak terlayani jika hanya menggunakan tenaga instruktur 1 atau 2 orang. Hal ini berarti semakin banyak peserta yang dibina, maka akan memerlukan tenaga instruktur/guru yang banyak pula.

Kelemahan lain adalah memerlukan buku sumber yang harus sesuai dengan jumlah peserta yang belajar membaca, karena dalam metode Iqra’ pada satu kali pertemuan bisa jadi terdapat perbedaan antara peserta pengajian meskipun masih dalam jilid yang sama. Di sisi lain pengadaan buku sumber memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Adapun solusi yang dapat dilakukan berdasarkan kelemahan di atas adalah:

(15)

Dalam kaitannya dengan keterbatasan waktu, maka cara yang sedikit dapat dilakukan adalah memanfaatkan waktu-waktu pada sore hari, khususnya bagi anak-anak usia Sekolah Dasar dijadwalkan secara rutin. Apalagi diiringi dengan membentuk taman pengajian.

Selanjutnya untuk mengatasi kekurangan tenaga instruktur, maka boleh memanfaatkan anak-anak yang sudah berada pada Iqra’ 5 dan 6 untuk membantu membimbing anak-anak yang berada pada Iqra’ 1 dan 2, dengan catatan bahwa dikhususkan kepada mereka yang benar-benar telah mahir dalam mengucapkan bacaan-bacaan potongan ayat pada Iqra’ 5 dan 6.

Berangkat dari paparan-paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode Iqra’ adalah salah satu metode yang tetap eksis dalam mengupayakan pembumian al-Qur’an dan oleh karena itu, maka sebagai masyarakat muslim harus tetap berupaya memilih pendekatan-pendekatan yang terbaik dari semua pendekatan, agar kitab suci Al-Qur’an benar-benar menjadi kerangka acuan bagi setiap umat Islam dalam berkarya.

2.1.5 Pembelajaran Iqra’ di Sekolah Dasar

Menurut As’ad Humam (2009;7), metode iqro adalah salah satu metode belajar mengajar Al-qur’an yang disusun secara praktis dan sistematis, sehingga memudahkan setiap orang untuk belajar maupun mengajarkan membaca Al-qur’an. Penyelenggaraan metode iqro untuk siswa Sekolah dasar bisa diterapkan dalam dua mode, yaitu dalam bentuk/sistem ekstra kurikuler dan intra kurikuler.

(16)

Meskipun pada umumnya metode iqro’ diselenggarakan dalam bentuk ekstra kurikuler bukan berarti penyelenggaraan dalam bentuk intra kurikuler tidak efektif. Untuk itulah pengembang metode ini telah menyiapkan langkah-langkah penerapan dalam bentuk intra kurikuler atau dengan sebutan iqro klasikal sebagaimana yang segera dipaparkan dimuka.

Adapun langkah-langkah penerapan metode iqro’ a. Langkah pertama:

1). Guru lebih dahulu berusaha untuk mengetahui kemampuan rata-rata kelas dalam membaca Al-Qur’an. Siswa yang kemampuannya di bawah rata-rata kelas perlu mendapat program remedial. Dalam hal ini, siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata kelas (terutama yang sudah lancar dan benar dalam membaca Al-Qur’an), bisa dijadikan sebagai tutor teman sabaya.

2). Guru mengajarkan iqro’ klasikal dimulai dari bahan ajar yang sesuai dengan rata-rata kemampuan kelas. Perpindahan dari satu bahan ajar ke bahan ajar berikutnya harus tetap memperhatikan kemampuan rata-rata kelas (75%).

3). Pengajaran iqro’ diberikan selama 15-20 menit tiap jam pelajaran pendidikan Agama Islam (jadi setiap guru Agama masuk kelas yang 2 jam setiap minggunya itu senantiasa diawali dengan pengajaran iqro’ selama 15-20 menit. Waktu selebihnya dipergunakan untuk materi reguler sesuai dengan silabus. Pengambilan waktu yang 15-20 menit tadi,

(17)

bisa disesuaikan dengan alokasi pengajaran yang ada di tiap tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.

b. Langkah kedua:

1). Murid dibedakan menjadi 2 atau 3 kelompok. Kelompok A untuk Iqro’ jilid I-II, kelompok B untuk Iqro’ jilid III-IV dan kelompok C Iqro’ jilid V-VI.

2). Kelompok A dimulai bahan ajar 1, kelompok B dimulai dengan bahan ajar 15, dan kelompok C dimulai dengan bahan ajar 29. Guru mengajar kelompok A, sedang kelompok B dan C diberi tugas menulis bahan ajar yang akan diajarkan. Demikian seterusnya secara bergantian.

2.2. Kajian yang Relevan

Di bawah ini akan diketengahkan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan manfaat penggunaan metode Iqra’ pada kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam kaitannya dengan meningkatkan kemampuan membaca huruf hijaiyah pada siswa Kelas III SDN 11 Bonepantai Kabupaten Bone Bolango. Hasil penelitian pendukung dimaksud antara lain:

1. Irawati Abdjul, 2008. Judul penelitian ”Meningkatkan Kemampuan Mengenal Huruf-huruf Al-Qur’an melalaui Media Gambar atau Chart di Kelas I SDN 2 Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango” Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo.

(18)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu metode yang paling efektif digunakan guru untuk meningkatkan kemampuan mengenal huruf-huruf Al-Qur’an pada Kelas I SDN 2 Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango adalah melalui media gambar atau chart. Indikator kinerja yang ditetapkan 80 %, hasil capaian 86,67 % dari jumlah siswa 30 orang. Pada siklus I, hanya 46,67 % atau 14 orang yang kemampuan siswa mengenal huruf-huruf Al-Qur’an sangat memuaskan. Kemudian setelah dilakukan perbaikan melalui siklus II, maka peningkatan mencapai 86,67 % atau 26 orang, melampaui dari nilai indikator yang ditetapkan yaitu 80 % atau 24 orang.

Dengan capaian yang terdapat pada siklus di atas menunjukkan bahwa kemampuan mengenal mengenal huruf-huruf Al-Qur’an dapat ditingkatkan melalui media gambar atau chart. Dengan menggunakan media gambar atau chart, maka akan mengarahkan perhatian atau konsentrasi anak serta dapat mengasah daya ingat anak mencapai tataran yang maksimal pada-huruf-huruf Al-Qur’an yang diajarkan guru.

2. Nurtina Bulotio, 2010. Judul penelitian ”Meningkatkan Kemampuan Membaca Al-Qur’an melalui Metode Tartil pada Siswa Kelas V SDN 10 Bongomeme Kabupaten Gorontalo” Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo.

Hasi penelitian menunjukkan bahwa pada hakikatnya penggunaan metode tartil sangat cocok diajarkan pada siswa pada siswa kelas V SDN

(19)

10 Bongomeme Kabupaten Gorontalo dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an.

Berdasarkan ketiga penelitian yang diuraian literatur di atas, maka setelah dianalisis secara tidak langsung memiliki keterkaitan erat dengan penelitian yang akan dilakukan. Namun demikian, fokus yang akan dikaji penulis dalam penelitian ini memiliki spesifikasi tersendiri dari peneliti sebelumnya, yaitu seberapa jauh peranan guru dalam menggunakan metode Iqra’ sebagai upaya meningkatkan kemampuan membaca huruf hijaiyah pada siswa Kelas III SDN 11 Bonepantai Kabupaten Bone Bolango.

2.3 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoretis yang telah dikemukakan, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Jika guru menggunakan metode iqra’ dalam pembelajaran, maka kemampuan siswa dalam membaca huruf hijaiyah akan meningkat terutama pada siswa Kelas II SDN 11 Bonepantai Kabupaten Bone Bolango.

2.4 Indikator Kinerja

Penelitian ini dinyatakan berhasil bila terjadi perkembangan

kemampuan anak dalam membaca huruf Hijaiyah melalui metode iqra’ dengan indikator jumlah siswa meningkat dari sebelumnya berjumlah 9 dari 24 orang atau (37,5 %) menjadi 20 orang (83,3%) dari 24 orang siswa

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga banyak remaja berpikir bahwa apa yang mereka pikirkan lebih baik dari pada apa yang dipikirkan orang dewasa, hal tersebut yang menjadi penyebab banyak remaja sering

Sistem suspensi monotube hydraulic shock absorber yang optimal kemudian diaplikasikan pada sistem setengah kendaraan motor dengan input yang digunakan, yaitu input

Berdasarkan interval data yang didapat di atas, maka lima kategori diatas diperoleh. Berdasarkan kelima kategori inilah nantinya hasil perhitungan atas kuisioner yang

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang berdasar

Jadi bila pada studi kelayakan data yang didapatkan digunakan untuk menentukan beberapa alternatif tetapai pada tahapan desain ini hanya data yang berhubungan langsung

Dari data yang sudah dipaparkan penelis, bahwa pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan keaktifan siswa pada pembalajaran matematika. Dari kondisi awal sebelum

ekonomi yang dicapai pada masing-masing daerah akan berbeda-beda sebagai refleksi dari pembangunan ekonomi daerah, ini disebabkan karena perbedaan dari sumber daya alam yang

Kategoriler tartışmaya açıldığında toplumsal cinsiyetin gerçek­ liği de krize girer: Gerçeğin nasıl gerçekdışından aynlacağı belir­ sizleşir. İşte bu