• Tidak ada hasil yang ditemukan

PASANG SURUT PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KEPENDUDUKAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMBANGUNAN DI INDONESIA. Oleh : Mauled Moelyono 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PASANG SURUT PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KEPENDUDUKAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMBANGUNAN DI INDONESIA. Oleh : Mauled Moelyono 1"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 Dosen Tetap Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Tadulako

PASANG SURUT PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KEPENDUDUKAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMBANGUNAN DI INDONESIA

Oleh : Mauled Moelyono1

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KEPENDUDUKAN

Dari literatur ekonomi dan kependudukan dapat diketahui bahwa kesadaran akan pentingnya pengendalian jumlah penduduk telah lama dikemukakan oleh para ahli filsafat Kong Hu Cu (551-479 SM) dan ahli-ahli Cina Kuno. Mereka berpandangan bahwa ketika perekembangan jumlah penduduk telah melewati batas perimbangan dengan ketersediaan lahan, maka akan muncul kemiskinan. Oleh karena itu mereka menyarankan perlunya pemindahan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang masih kurang penduduknya.

Kemudian, para pemikir seperti Konfusius, Plato, Aristoteles, Ibnu Khaldun, dan Giovanni Botero, mempertajam pemikiran di atas dengan menekankan pentingnya memanfaatkan variabel kependudukan dalam perencanaan pembangunan. Mereka melihat adanya hubungan timbal balik antara pertumbuhan penduduk dengan pembangunan ekonomi. Ketika ekonomi membaik, jumlah penduduk meningkat dengan cepat, melebihi kecepatan peningkatan produksi pangan. Hipotesis tersebut juga pernah dikemukakan oleh Adam Smith dan Benjamin Franklin, kemudian Malthus (1766-1834), menambahkan bahwa bila tak ada pencegahan, jumlah penduduk akan meningkat secara geometris melebihi percepatan pertumbuhan secara aritmetis pada produksi pangan. Sebagai implikasi kebijakan, ia menyarankan perlunya moral constraint, yaitu sebagian penduduk hidup melajang atau menunda usia kawin. Tanpa moral constraint, pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat akan dihentikan oleh kemerosotan perekonomian. Pemikiran tersebut kemudian mewarnai pemikiran ekonom waktu itu, yang dikenal sebagai aliran ekonomi klasik, dengan para pemikirnya seperti David Ricardo dan John Stuart Mill (1776-1898).

Perkembangan pemikiran dan perdebatan tentang penduduk ketika itu bergulir dengan sangat intensif, tidak saja mendiskusikan jumlah penduduk yang optimum dari sudut ekonomi akan tetapi

(2)

juga dari segi pengembangan potensi penduduk, bahkan sampai pada cara-cara dalam pengendalian penduduk pun syarat dengan perdebatan. Namun, benang merah yang dapat ditarik dari perdebatan tentang perspektif kependudukan pada saat itu menunjukkan kekhawatiran yang makin menguat terhadap berbagai akibat yang ditimbulkan oleh tidak terkendalikannnya perkembangan jumlah penduduk.

Memasuki abad ke-19, perkembangan pemikiran ekonomi yang kemudian disebut aliran ekonomi neo-klasik, tetap memberikan perhatian yang besar akan pentingnya peran penduduk (employment) dalam pertumbuhan ekonomi, bahkan mereka mendukung hipotesis bahwa pertumbuhan penduduk itu cenderung menurunkan upah dan menimbulkan kemiskinan. Pandangan seperti ini masih terus berlangsung hingga munculnya beberapa pemikiran ekonomi seperti yang dikemukakan oleh Keynes dan para pengikutnya.

Namun, ketika Hicks (1937) dan Hansen (1953) mencoba menafsir (reinterpretation) teori Keynes dengan baju IS-LM, pasar kerja hilang dari analisis. Mulai saat itu, analisis ekonomi kehilangan minat pada masalah penduduk. Kerangka analisis IS-LM sangat mendominasi buku teks ekonomi makro hingga akhir dasa warsa enam puluhan. Masalah kependudukan seakan-akan bukan lagi bidang yang perlu ditekuni oleh pemikir ekonomi. Bahkan sebagian ekonom yang dibesarkan dalam lingkungan IS-LM, beranggapan bahwa analisis kependudukan berada di luar jangkauan analisis ekonomi. Sejak itu, para ilmuwan di luar bidang ekonomi memimpin dominasi pemikirannya dalam bidang kependudukan.

Ketika para ekonom negara maju mulai tertarik pada perekonomian di negara berkembang, masalah kependudukan kembali muncul dalam analisis ekonomi. Studi Coale-Hoover (1958) di banyak negara miskin (low income countries), menunjukkan bahwa kemiskinan di negara miskin itu bukan merupakan akibat kurangnya permintaan agregate, akan tetapi kurang tersedianya modal fisik dan dana pembangunan. Mereka berkesimpulan bahwa pertumbuhan penduduk yang rendah akan menguntungkan pembangunan ekonomi, atau dengan kata lain pertumbuhan penduduk yang tak terkendali dianggap sebagai faktor penghambat penting dalam pembangunan.

Apresiasi terhadap pemikiran dan kesimpulan hasil-hasil studi di atas, kemudian dijadikan spirit dalam menangani berbagai masalah kependudukan melalui pengembangan program keluarga berencana (family planning), terutama di negara-negara yang sedang berkembang, termasuk

(3)

2 Pelaksanaan program KB di Indonesia cukup unik karena merupakan hasil dialektika antara masyarakat dan

pemerintah. Mulanya, gagasan dan program KB datang dari inisiatf beberapa kelompok masyarakat dan bukan dari pemerintah. Perkembangan selanjutnya, program KB kemudian diambil penuh oleh pemerintah dengan membuka ruang seluas-luasnya bagi prakarsa dan partisipasi masyarakat.

3 Dari literatur ekonomi diketahui adanya arus memutar dari beberapa pelaku ekonomi dalam suatu perekonomian, diantaranya

adalah rumah tangga dan perusahaan. Peran rumah tangga terlihat demikian jelas dalam perekonomian, ini berarti perubahan dalam jumlah dan komposisi anggota rumah tangga sebagai pelaku ekonomi akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Namun pembahasan mengenai perubahan dan peran rumah tangga dalam perekonomian masih sangat kurang.

4 Variabel ekonomi dapat meliputi aktivitas ekonomi, jenis pekerjaan, status pekerjaan, lapangan pekerjaan, dan pendapatan.

Sedangkan variabel sosial dapat meliputi status keluarga, tempat lahir, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya. Sedangkan aspek budaya berkaitan dengan persepsi, aspirasi dan harapan-harapan.

5 Ukuran reproduksi yang digunakan di Indonesia mengacu kepada jumlah anak lahir hidup dari seorang wanita yang telah melakukan

perkawinan secara syah (legal).

Indonesia2. Begitulah perkembangan pemikiran dan kepedulian terhadap masalah-masalah

kependudukan yang mengalami pasang surut dari waktu ke waktu. Sengaja hal ini dikemukakan untuk mengingatkan kepada semua pihak, agar dapat menyadarkan betapa masalah kependudukan sudah amat serius, kompleks dan tak akan pernah surut. Oleh karena itu proses marjinalisasi aspek kependudukan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang kian menguat akibat merebaknya masalah sosial, ekonomi dan politik yang belum jelas kapan akan berakhir, sejauh mungkin dapat dihindari.

Begitu pentingnya wacana pembangunan yang berwawasan kependudukan (People Centered Development), sehingga terdapat begitu banyak saran dan rekomendasi mengenai pentingnya mengkaji ulang perkembangan dan peran penduduk (keluarga) dalam pembangunan3. Begitupun

perlunya suatu model pengintegrasian variabel kependudukan pada setiap perencanaan pembangunan harus dijadikan sebagai syarat perlu bagi penyelenggaraan program-program pembangunan.

BEBERAPA PENGERTIAN PENTING

Hauser dan Duncan dalam Ananta (1993) membedakan antara analisis demografi (demographic analysis) dengan studi kependudukan (population study). Analisis demografi mempelajari perubahan komponen demografi (fertilitas, mortalitas dan migrasi), sedangkan studi kependudukan mempelajari perubahan variabel kependudukan kaitannya dengan perubahan pada berbagai variabel ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lingkungan alam4. Dalam analisis demografi,

komponen demografi itu diartikan sebagai berikut :

A. Fertilitas, adalah hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita5.

Pengukurannya dapat menggunakan pendekatan yearly performance atau reproductive history. Dalam yearly performance mengukur fertilitas dari sekelompok atau berbagai kelompok wanita untuk jangka waktu satu tahun(current fertility). Sedangkan reproductive history mengukur

(4)

6 Berdasarkan Sensus penduduk tahun 1961 batasan waktu bagi migran adalah tiga bulan sedangkan untuk Sensus Penduduk 1971; 1980; 1990

batasannya enam bulan. Batasan unit wilayah bagi migrasi di Indonesia menurut Sensus Penduduk 1961; 1971; 1980; dan 1990 adalah propinsi. .

banyaknya kelahiran dari sekelompok atau beberapa kelompok wanita selama masa reproduksinya, yang kemudian disebut paritas (parity).

B. Mortalitas, adalah ukuran kematian berupa angka atau indeks yang dipakai sebagai dasar dalam penentuan tinggi rendahnya tingkat kematian suatu penduduk atau kelompok penduduk. Adapun pengukurannya dapat dilakukan dengan menggunakan konsep ukuran kematian kasar, kematian menurut kelompok umur, dan angka kematian bayi.

C. Migrasi, adalah suatu bentuk mobilitas penduduk yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain. Ada dua dimensi penting yang perlu itinjau dalam kajian migrasi ini, yaitu dimensi waktu dan dimensi daerah6. Adapun ukuran migrasi yang digunakan adalah CNMR (Crude Net

Migration Rate).

ANALISIS SITUASI KEPENDUDUKAN

Pada bagian ini dikemukakan analisis situasi kependudukan, dengan menggunakan kerangka analisis “siklus demografi” sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Analisis ini bertujuan untuk melihat keterkaitan antara perubahan-perubahan yang terjadi pada masing-masing kotak terhadap kotak yang lainnya mengikuti arah panah.

Analisis dimulai dari perubahan komponen demografi pada kotak tiga (fertilitas, mortalitas, dan mobilitas). Kemudian, perubahan pada komponen demografi dalam kotak tiga dianalisis apakah ada hubungannya dengan dinamika kependudukan pada kotak satu (jumlah, pertumbuhan, dan komposisi penduduk). Analisis selanjutnya, mempelajari kaitan dinamika kependudukan pada kotak satu dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada kotak dua (aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan lingkungan alam). Sampai pada siklus ini, analisis masih diteruskan dengan mempelajari kaitan perubahan-perubahan pada aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan lingkungan alam dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada komponen demografi.

1. jumlah penduduk 2. pertumbuhan penduduk 3. komposisi penduduk 1. ekonomi 2. social 3. budaya 4. politik 5. lingkungan alam 1. fertilitas 2. mortalitas 3. mobilitas

(5)

Gambar 1 : Analisis Siklus Demografi

Untuk melihat perubahan dalam komponen demografi pada kotak tiga, analisis diawali dengan mengemukakan beberapa pengalaman dan keberhasilan dalam pelaksanaan program keluarga berencana (KB). Pelajaran yang diperoleh dari pengalaman bertahun-tahun melaksanakan program KB di Indonesia, ternyata dukungan beberapa faktor berikut ini sangat besar peranannya bagi keberhasilan program KB, yaitu : (1) prakarsa dan langkah pro aktif dari berbagai institusi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam proses penyadaran dan pengenalan program KB dapat direspons dengan baik oleh masyarakat; (2) legitimasi secara institusional tentang konsep pembatasan keluarga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat; (3) anggapan bahwa penurunan fertilitas sebagai suatu hal yang menguntungkan dapat secara cepat tersosialisasikan kepada kelompok masyarakat; dan (4) teknik untuk mencapai norma keluarga yang baru tersedia dan terjangkau oleh yang membutuhkan.

Selain faktor-faktor tersebut, menurut Adioetomo (1994), perubahan persepsi tentang jumlah anak ideal juga berperan penting dalam pembatasan keluarga. Mekanismenya, mula-mula ada latent demand pembatasan keluarga dan dengan dilegitimasikannya konsep pembatasan kelahiran dan penyediaan alat-alat kontrasepsi maka jumlah wanita yang tidak ingin menambah anak lagi bertambah banyak. Pemakaian kontrasepsi secara sukses dari beberapa akseptor memberikan kepercayaan kepada pasangan lain bahwa mempunyai anak sedikit adalah mungkin dan realistis dapat dijalankan. Ini memotivasi mereka untuk memakai kontrasepsi dan akhirnya menunjang kelanjutan penurunan fertilitas. Namun demikian, proses kristalisasi konsep Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) di Indonesia tidaklah semudah yang dipikirkan sebab menyangkut usaha merubah persepsi masyarakat dan para tokoh nya serta pejabat yang tadinya tidak menyetujui ide pembatasan keluarga.

Dalam hal keberhasilan pelaksanaan program KB di Indonesia, diketahui adanya beberapa catatan sebagai berikut :

1. Selama sekitar 24 (dua puluh empat) tahun pelaksanaan KB, telah dicapai beberapa keberhasilan seperti : meningkatnya jumlah akseptor KB, usia kawin pertama, jumlah PLKB, jumlah klinik KB, dan meningkatnya penyediaan alat kontrasepsi.

(6)

2. TFR (Total Fertlity Rate) telah berhasil diturunkan dari 5,6 pada tahun 1971 menjadi 2,6 pada tahun 1997. Dampak penurunan TFR ini selanjutnya secara bertahap disertai oleh perubahan jumlah dan rata-rata anggota rumah tangga, baik di daerah perdesaan maupun perkotaan (lihat Tabel 1). Makin mengecilnya jumlah anggota rumah tangga, akan mendorong tingginya mobilitas penduduk.

3. Penurunan angka kematian bayi (IMR) dari 142 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1971 menjadi 50 per kelahiran hidup pada tahun 1997.

4. Umur harapan hidup (e0 ) penduduk laki-laki meningkat dari 45,0 pada tahun 1971 menjadi 62,8

pada tahun1997, sedangkan untuk penduduk perempuan meningkat dari 48,0 pada tahun 1971 menjadi 66,7 pada tahun 1997.

Tabel 1

Komposisi Rumah Tangga Menurut Jumlah dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga, di Indonesia, 1997.

Jumlah Anggota RT 1993 1997

Kota Desa Jumlah Kota Desa Jumlah

1 7,0 5,1 5,7 6,1 4,3 4,8 2 8,0 11,7 10,4 10,6 11,9 11,5 3 15,3 19,9 18,3 17,6 21,2 20,2 4 20,4 20,5 20,5 20,3 22,7 22,1 5 17,4 17,3 17,3 18,5 17,7 18,0 6 13,2 11,7 12,2 12,1 10,8 11,1 7 8,3 7,0 7,4 6,9 5,9 6,2 8 4,3 3,2 3,6 3,7 2,9 3,2 9+ 6,2 3,5 4,4 4,2 2,5 3,0 Rata-rata Anggota RT 4,7 4,4 4,5 4,5 4,3 4,3

Sumber : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 1997

Kaitan antara perubahan komponen demografi dengan aspek kependudukan dapat ditunjukkan sebagai berikut:

1. Penurunan TFR berkaitan dengan menurunnya laju pertumbuhan penduduk. Kalau pada periode 1971-1980 pertumbuhan penduduk Indonesia masih di atas 2,3 persen per tahun maka pada tahun 1997 menurun menjadi 1,67 persen per tahun. Ini juga berarti bahwa, berkurangnya laju pertumbuhan penduduk dapat mengurangi pertambahan jumlah penduduk secara absolut.

2. Menurunnya IMR yang disertai dengan meningkatnya umur harapan hidup yang bervariasi antara penduduk laki-laki dan perempuan, menyebabkan berubahnya komposisi penduduk, baik dilihat

(7)

berdasarkan kelompok umur maupun jenis kelamin. Kalau pada tahun 1971 masih ada 43,96 persen penduduk berusia < 15 tahun, maka pada tahun 1997 tinggal sekitar 33,5 persen. Untuk kelompok penduduk usia produktif (15-64 tahun), meningkat dari 54 persen pada tahun 1971 menjadi 61,8 persen pada tahun 1997. Sedangkan untuk kelompok usia 65 tahun ke atas (Lansia) meningkat dari 2,5 persen pada tahun 1971 menjadi 4,7 persen pada tahun 1997.

3. Akibat dari perubahan komposisi penduduk, rasio beban ketergantungan cenderung menurun. Kalau pada tahun 1971 setiap 100 orang usia produkif menanggung sebanyak 87 orang usia tidak produktif, maka pada tahun 1997 hanya sekitar 62 orang yang harus ditanggung. Dalam kaitan perubahan komponen demografi dengan perubahan aspek kependudukan sebagaimana diuaraikan di atas dapat dikemukakan data pendukung pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 : Perkembangan Indeks Kependudukan di Indonesia. 1971 - 1997

I n d e k s 1971 Sensus 1980 Sensus 1985 Supas 1990 Sensus 1997 Proyeksi Penduduk (jutaan) 119,2 147,5 164,6 179,4 201,4 Pertumbuhan penduduk 2,10 2,32 2,22 1,98 1,67

Kepadatan penduduk (per km2) 62,4 77,0 85,0 93,0 103,5

Persentase penduduk kota 17,3 22,3 26,2 30,9 36,0

PERIODE 1967-1970 1976-1979 1981-1984 1986-1989 1997

Angka kelahiran kasar (CBR) 40,6 35,5 32,0 27,9 22,7

Angka kematian kasar (CDR) 19,1 13,,1 11,4 8,9 7,7

Angka kelahiran total (TFR) 5,6 4,7 4,1 3,3 2,6

Angka kematian bayi (IMR) 142 112 71 70 50

Angka harapan hidup (e0)

Laki-laki 45,0 50,9 57,9 57,9 62,8

Perempuan 48,0 54,0 61,5 61,5 66,7

Sumber : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 1997.

Implikasi dari perubahan aspek kependudukan, baik secara langsung maupun tidak, akan mempengaruhi aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan lingkungan alam. Perubahan struktur rumah tangga di satu sisi dan rasio beban ketergantungan di sisi yang lain, pengaruhnya terhadap aspek ekonomi dapat dilihat dari perubahan pola pengeluaran, pendapatan, kemampuan menabung dan aktivitas ekonomi penduduk. Terhadap aspek sosial, dapat dilihat dari perubahan akan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan kegiatan-kegiatan sosialnya. Sedangkan terhadap aspek budaya, berubahnya struktur rumah tangga (yang mengecil) diantaranya dapat dilihat dari bergesernya nilai, fungsi dan peran keluarga beserta anggota-anggotanya. Nilai anak misalnya, tidak lagi sebagai

(8)

7 Kesimpulan sementara hasil SUSENAS 1999 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin diperkirakan telah mulai berkurang menjadi 37 juta

jiwa atau 17% dari total penduduk.

8 Data terakhir dari Kantor Menteri Negara Kependudukan (1999) menunjukkan sekitar 70% penduduk mengalami kekurangan gizi, dan sekitar

50% ibu hamil mengalami anemia gizi.

jaminan hari tua (jaminan menghadapi risiko ekonomi) atau sebagai sumber tenaga kerja keluarga, melainkan telah berorientasi pada mutu dan kesejahteraan anak.

Oleh karena itu, keluarga masa depan seharusnya adalah keluarga yang lebih bermutu. Begitupun mengenai fungsi pendidikan anak, peran Ayah atau Ibu dalam pengasuhan anak juga makin berubah. Pengasuhan anak tidak semata menjadi tugas ibu, melainkan merupakan tugas bersama. Ayah tidak hanya sebagai pencari nafkah tetapi juga sebagai pengasuh anak. Begitu juga dengan peran ibu, tidak hanya mengelola rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak, tetapi juga bekerja di luar rumah (aktivitas soaial) dan menencari nafkah (ekonomi). Ada kecenderungan bahwa aktivitas pengasuhan anak lebih diserahkan pada institusi pendidikan formal.

Ringkasnya, perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek kependudukan serta kecenderungannya, jika dikaji secara lebih mendalam sebenarnya merupakan informasi dasar yang amat bermanfaat dalam kegiatan perencanaan, baik dalam lingkup perencanaan publik maupun dalam lingkup perencanaan bisnis. Bahkan, jika dapat dikelola dengan baik dan ditingkatkan mutunya, maka akan menjadi modal pembangunan, dan bukan sebagai beban pembangunan.

Akhirnya, pada penghujung analisis siklus demografi ini akan ditunjukkan hubungan antara perubahan pada kotak dua dengan kotak tiga. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan politik di Indonesia yang dampaknya masih dirasakan hingga saat ini, telah menimbulkan problem ekonomi, keamanan dan sosial budaya yang amat serius.

Jikapun krisis akan segera dapat diatasi, dalam jangka waktu yang lama, risiko mendapatkan fasilitas kesehatan yang buruk tetap tinggi. Kondisi ini akan terlihat jelas pada keluarga-keluarga miskin yang jumlahnya telah melampaui angka 80 juta jiwa7 . Kondisi ini juga mempengaruhi bayi,

anak-anak, ibu hamil, dan para lanjut usia. Hal ini secara nyata menurunkan kualitas hidup penduduk, khususnya penduduk miskin, sehingga pada gilirannya akan secara serius menghalangi usaha mengentaskan kemiskinan. Walaupun diakui krisis ekonomi telah mempengaruhi kemampuan membayar untuk semua pendapatan, namun yang lebih penting adalah memberikan perhatian secara khusus kepada penduduk miskin. Bagi mereka ini, mutu kesehatan yang sudah amat memburuk karena tidak terpenuhinya secara memadai kebutuhan gizi8 disertai dengan menunda mengurus

(9)

9 Dalam harian Kompas (9 Oktober 1999) dikemukakan bahwa dengan skenario krisis, angka kematian bayi pertahun dari 1995 s.d. 2000

meningkat dari 43,86 menjadi 56,67 pada periode 2000-2005, namun setelah itu turun menjadi 51,67 pada periode 2005-2010.

10 Publikasi Kantor Menteri Negara Kependudukan (1999) menjelaskan perihal pengembangan SDM Potensial ini hendaknya dilakukan secara

bertahap menurut perkembangan usia(penyiapan, peningkatan, dan pendayagunaan) baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya.

Dapat dibayangkan, jika krisis ekonomi tak kunjung teratasi, betapa berat kesusahan akan menyiksa jutaan orang, khususnya penduduk miskin. Mereka, laki-laki dan perempuan serta anak-anak, akan keletihan berteriak ditengah kesengsaraan hidup. Jika kemudian kondisi ini dijadikan titik tolak dalam perencanaan bidang kependudukan yang secara kuantitatif telah dicapai selama ini, maka pengaruhnya terhadap perubahan pada besaran angka-angka proyeksi yang selama ini digunakan menjadi amat berbeda (overestimate).. Ditengah kesengsaraan itu, mau tidak mau perilaku fertilitas dan mortalitas dengan amat cepat mengalami perubahan. Jumlah ibu hamil dan kemudian melahirkan akan meningkat, dan hal ini tentu saja diikuti dengan meningkatnya jumlah balita, namun pada saat yang hampir bersamaan jumlah penduduk yang meninggal, khususnya kelompok penduduk miskin, juga terus bertambah9 .

Hal yang patut dicatat, walaupun terdapat tanda-tanda recovery dalam perekonomian, waktu dua tahun depresi akan cukup waktu untuk melahirkan bayi diantara lebih dari 80 juta penduduk miskin, menjadi generasi terbelakang dari segi pengembangan psikis yang optimal. Menurut Ananta (1999) keterbelakangan ini mempunyai implikasi yang besar pada penurunan mutu SDM pada masa yang akan datang.

Dari analisis siklus demografi, tampak bahwa masalah kependudukan itu sangat kompleks, tidak berdiri sendiri, sehingga pemecahannya tidak bisa dilakukan melalui pendekatan yang sifatnya parsial (sektoral), melainkan melalui pendekatan yang berciri lintas sektoral. Untuk meredam ledakan bayi yang sangat dikhawatirkan itu misalnya, maka upaya mempertahankan yang dilanjutkan dengan meningkatkan keberhasilan pengendalian kelahiran yang telah dicapai selama ini perlu mendapatkan prioritas. Untuk itu perlu dilaksanakan program terpadu antara kependudukan dan KB yang arahnya tidak hanya memperlambat pertumbuhan penduduk melainkan juga meningkatkan kualitas dan potensi SDM10.

KECENDERUNGAN UMUM KEPENDUDUKAN

Pada bagian ini disajikan perubahan trend kependudukan dan analisis perbandingan penduduk Indonesia dengan penduduk Asia dan Dunia serta beberapa kecenderungan umum parameter demografi.

(10)

Posisi Indonesia dalam kependudukan dunia, berdasarkan proyeksi terbaru United Nation, setelah tahun 2025, diperkirakan akan digeser Nigeria ke urutan kelima dari urutan keempat dunia. Hal ini dapat dimengerti mengingat Indonesia secara terus menerus dapat menurunkan angka kelahiran dan diperkirakan akan mencapai replacement level pada periode 2000-2015.

Hal yang patut mendapatkan perhatian adalah terjadinya pasang surut. posisi Indonesia dalam peta kependudukan dunia. Hal ini, nampaknya merupakan implikasi adanya perubahan kebijakan politik, ekonomi serta parameter kependudukan. Khusus mengenai perubahan parameter kependudukan sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan penduduk dunia.

Tabel 3

Jumlah dan Persentase Penduduk Indonesia, Asia danDunia Dengan Dasar Pembanding Indonesia, 1971 - 2010

Tahun Indonesia Asia Dunia

1971 119.140.504(100) 2.101.869.000(1.764) 3.697.849.000(3.104) 1980 147.490.298(100) 2.583.436.000(1.751) 4.448.037.000(3.016) 1985 164.046.988(100) 2.835.165.000(1.728) 4.851.433.000(2.957) 1990 179.194.223100) 3.112.695.000(1.737) 5.292.195.000(2.953) 1995 194.800.106(100) 3.413.343.000(1.752) 5.770.286.000(2.962) 2000 209.535.490(100) 3.712.542.000(1.772) 6.260.800.000(2.988) 2005 222.841.452(100) 3.987.644.000(1.789) 6.739.230.000(3.024) 2010 235.071.379(100) 4.357.421.000(1.854) 7.349.547.000(3.126)

Konstribusi Indonesia dalam kependudukan, baik terhadap penduduk Asia maupun penduduk dunia, dalam periode 1971-1990, menunjukkan kecenderungan yang menurun. Hal ini terutama atas keberhasilannya menurunkan angka pertumbuhan. Sedangkan pada periode 1995-2010 memperlihatkan suatu kecenderungan yang menaik, akan tetapi kenaikan itu tidak secara otomatis menaikkan peringkat Indonesia karena jumlah penduduknya yang besar.

Naiknya konstribusi Indonesia dalam kependudukan baik pada lingkup Asia maupun Dunia, nampaknya lebih dominan dipengaruhi oleh faktor-faktor domestik, seperti perkembangan kondisi politik, sosial dan ekonomi negara yang kurang kondusif untuk mempertahankan keberhasilan program KB yang telah dicapai selama ini. Selain karena alasan itu, naiknya konstribusi Indonesia dalam kependudukan dunia juga sangat mungkin disebabkan oleh tingkat keberhasilan yang lebih baik dalam pengendalian jumlah kelahiran di beberapa negara maju dan negara yang jumlah

(11)

11 Indikator struktur penduduk yang makin menua biasanya ditandai oleh menaiknya umur median.

penduduknya besar seperti Amerikia Serikat dan RRC, sehingga mereka lebih dapat mengerem laju pertumubuhan penduduknya.

Trends dan kecenderungan kependudukan seperti dikemukakan di atas, secara langsung dipengaruhi oleh perubahan dan kecenderungan umum parameter demografi. Dalam Tabel 4 berikut ini, disajikan data mengenai kondisi, trends dan kecenderungan umum parameter demografi perbandingan Indonesia - Sulawesi Tengah .

Jika perubahan dan kecenderungan umum parameter demografi itu diasumsikan dapat dipertahankan, maka dapat diproyeksikan jumlah dan struktur penduduk, baik berdasarkan kelompok umur maupun jenis kelamin.

Secara umum kecenderungan dalam perubahan struktur penduduk di Indonesia termasuk juga di provinsi Sulawesi Tengah, ditunjukkan oleh makin menurunnya proporsi penduduk pada kelompok umur 0-24 tahun, sebaliknya pada kelompok umur 25 tahun ke atas mengalami kenaikan. Perubahan sruktur kependudukan itu cenderung sama antara kelompok penduduk laki-laki dan perempuan (lihat Tabel 5;6 dan 7), baik dalam lingkup nasional maupun regional Sulawesi Tengah, yaitu mengarah kepada struktur penduduk yang makin menua.11 Kecenderungan lain yang

menyertai perubahan struktur itu adalah selain makin terpusatnya penduduk yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan, mereka juga makin berpendidikan.

Tabel 4: Parameter Demografi di Indonesia, Tahun 1990-2010

Tahun Parameter Kependudukan

TFR NRR GFR CBR CDR n CNMR r e0f e0M IMRf IMRm

1990-1995 2,91 1,26 103,1 24,9 8,2 1,6 0,67 1,6 64,4 61,3 52,9 63,0 1995-2000 2,55 1,12 88,9 22,3 7,7 1,5 0,69 1,5 66,1 63,3 46,2 53,7 2000-2005 2,23 2,79 1,01 1,17 77,7 98,1 19,7 24,3 7,4 8,1 1,2 1,6 0,74 0,61 1,3 2,23 67,5 61,4 65,0 61,4 40,7 65,1 46,0 60,7 2005-2010 2,08 2,56 0,94 1,10 72,2 89,2 18,1 21,8 7,4 7,8 1,1 1,4 0,78 0,61 1,1 2,02 68,7 63,3 88,4 63,9 36,1 57,3 40,0 51,3

Sumber : 1. Demographic Institue; Population Projection Series No. 5, June 1994 2. Demographic Institue; Population Projection Series No. 22, August 1995

(12)

Baik dilihat dari kelompok umur maupun jenis kelamin, perubahan struktur penduduk merupakan informasi yang amat dasar. Umur tidak sekadar menentukan di dalam kelompok mana seseorang dapat digolongkan dan jangka waktu yang tersisa dalam kelompok tersebut, melainkan umur juga amat membedakan sikap dan perilaku sekelompok masyarakat dari kelompok lainnya. Struktur umur yang berbeda berpengaruh terhadap sikap dan perilaku baik menurut demografi maupun sosial ekonomi. Demikian pula dengan implikasi dari perubahan struktur umur dalam bidang konsumsi pangan, sandang, perumahaan, pendidikan, pembinaan dan pengembangan serta pengadaan tenaga kerja. Demikian halnya dengan jenis kelamin, akan membedakan perilaku mereka dalam berbagai kebutuhan ekonomidan sosial serta tingkat aspirasinya.

Tabel 5 : Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Perbandingan Indonesia - Sulawesi Tengah, 1995-2010

Perempuan + Laki-laki Kelompok Umur 1995 2000 2005 2010 0-4 11,16 10,14 9,10 8,44 5-9 10,59 10,23 9,43 8,55 10-14 11,85 9,79 9,58 8,91 15-19 10,94 10,94 9,15 9,04 20-24 9,61 10,08 10,20 8,62 25-29 8,17 8,83 9,38 9,59 30-34 7,90 7,49 8,20 8,80 35-39 6,67 7,22 6,95 7,68 40-44 5,61 6,08 6,67 6,48 45-49 4,02 5,07 5,57 6,18

(13)

50-54 3,72 3,59 4,59 5,10 55-59 3,22 3,25 3,19 4,13 60-64 2,25 2,73 2,81 2,79 65-69 2,00 1,82 2,25 2,34 70-74 1,12 1,49 1,38 1,73 75 + 1,18 1,24 1,53 1,62 Total 194.800.106 (100,00) 209.535.490 (100,00) 222.841.452 (100,00) 235.071.379 (100,00)

Tabel 6 : Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Perbandingan Indonesia - Sulawesi Tengah, 1995-2010

Perempuan

Kelompok 1995 2000 2005 2010

Umur Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia

0-4 10,92 9,92 8,90 8,26 5-9 10,30 10,03 9,24 8,37 10-14 11,50 9,54 9,40 8,74 15-19 10,62 10,64 8,93 8,88 20-24 9,54 9,80 9,94 8,42 25-29 8,64 8,78 9,13 9,36 30-34 8,24 7,94 8,17 8,58 35-39 6,71 7,55 7,37 7,66 40-44 5,41 6,12 6,99 6,89

(14)

45-49 4,06 4,91 5,63 6,49 50-54 3,79 3,65 4,47 5,18 55-59 3,30 3,35 3,27 4,06 60-64 2,37 2,84 2,93 2,89 65-69 2,08 1,95 2,38 2,49 70-74 1,19 1,59 1,52 1,88 75 + 1,32 1,38 1,71 1,84 Total 97.576.379 (100,00) 104.845.360 (100,00) 111.390.674 (100,00) 117.376.996 (100,00)

Tabel 7 : Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Perbandingan Indonesia - Sulawesi Tengah, 1995-2010

Laki-laki

Kelompok 1995 2000 2005 2010

Umur Indonesia Sulteng Indonesia Sulteng Indonesia Sulteng Indonesia Sulteng

0-4 11,39 12,42 10,36 11,68 9,30 10,81 8,63 9,83 5-9 10,87 11,44 10,44 11,02 9,63 10,49 8,73 9,85 10-14 12,19 12,22 10,04 10,23 9,76 9,94 9,08 9,57 15-19 11,27 11,70 11,24 10,89 9,38 9,21 9,19 9,04 20-24 9,67 10,06 10,35 10,62 10,46 9,99 8,81 8,57 25-29 7,69 7,81 8,87 9,29 9,62 9,90 9,81 9,44 30-34 7,55 7,53 7,04 7,20 8,24 8,61 9,02 9,29

(15)

35-39 6,64 6,61 6,90 6,82 6,52 6,62 7,70 8,00 40-44 5,81 5,66 6,04 5,90 6,36 6,15 6,07 6,07 45-49 3,98 3,94 5,23 4,96 5,52 5,24 5,87 5,55 50-54 3,64 3,49 3,54 3,41 4,71 4,35 5,03 4,66 55-59 3,14 2,72 3,16 2,93 3,11 2,91 4,20 3,75 60-64 2,13 1,56 2,62 2,18 2,68 2,38 2,68 2,41 65-69 1,93 1,32 1,69 1,18 2,11 1,68 2,19 1,87 70-74 1,06 0,75 1,40 0,92 1,25 0,84 1,59 1,21 75 + 1,04 0,77 1,09 0,76 1,36 0,88 1,40 0,90 Total 97.223.727 (100,00) 989.048 (100,00) 104.690.130 (100,00) 1.116.026 (100,00) 111.450.778 (100,00) 1.250.371 (100,00) 117.694.383 (100,00) 1.386.604 (100,00) AKHIR KATA

Pelaksanaan program KB di Indonesia, termasuk juga di Daerah Sulawesi Tengah, telah berperan besar dalam pengendalian penduduk secara kuantitatif.. Namun terpaan badai krisis ekonomi yang berlangsung dalam dua tahun terakhir, telah manambah beban yang amat berat dalam mempertahankan, apalagi meningkatkan keberhasilan pengendalian penduduk itu secara lebih kualitatif.

Dari analisis siklus demografi, diketahui bahwa krisis ekonomi telah menimbulkan dampak secara berantai terhadap perubahan komponen demografi dan variabel kependudukan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada komponen demografi sangat besar pengaruhnya terhadap dinamika kependudukan, termasuk didalamnya perubahan struktur keluarga.

Berdasarkan perubahan-perubahan itu, maka dinamika kependudukan di Indonesia, termasuk juga Sulawesi Tengah, telah menunjukkan konvergensi dan kecenderungan umum yang sama, yaitu dengan ciri-ciri sebagai berikut :

(16)

1. Penduduk makin menua; umur median dan proporsi penduduk Lansia meningkat.

2. Penduduk makin mengkota; tingkat urbanisasi makin tinggi.

3. Penduduk makin lincah ; mobilitas penduduk makin tinggi.

4. Penduduk makin pandai : pendidikan penduduk meningkat.

5. Penduduk makin sibuk ; partisipasi kerja (terutama wanita) terus meningkat.

6. Struktur keluarga mengecil; rata-rata jumlah anggota keluarga makin kecil.

Perubahan dan arah kecenderungan kependudukan tersebut merupakan informasi dasar sekaligus sinyal penting dalam proses perubahan orientasi perencanaan pembangunan dan dinamika pasar. Karena itu, integrasi variabel kependudukan dalam perencanaan pembangunan dan bisnis menjadi semakin diperlukan.

Daftar Pustaka

1. Adioetomo, Sri Moertiningsih (1994); Prospek dan Tantangan Menuju Transisi Demografi Berkelanjutan; Lembaga Demografi FE-UI, Jakarta.

2. Adioetomo, Sri Moertiningsih (1995); Profil Kependudukan, Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Berdasarkan SAKERT 1993, Lembaga Demografi FE-UI, Jakarta.

3. Ananta, Aris (1998); Pembiayaan Kesehatan Selama Krisis Kepercayaan di Indonesia; Warta Demografi, Tahun Ke-28 No.2

4. Ananta, Aris (1992); Ciri demografis, Kualitas penduduk dan Pembangunan Ekonomi, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.

5. Anwar, Evi Nurvidya Dkk (1995) ; Population Projection Series No.22, Lembaga Demografi FE-UI, Jakarta.

6. BPS (1998); Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997.

(17)

Gambar

Tabel 2 : Perkembangan Indeks Kependudukan di Indonesia. 1971 - 1997
Tabel 4: Parameter Demografi di Indonesia, Tahun 1990-2010
Tabel 5 : Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Perbandingan Indonesia - Sulawesi Tengah, 1995-2010
Tabel 6 : Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Perbandingan Indonesia - Sulawesi Tengah, 1995-2010
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilaksanakan oleh Siti Novi Andriastutik pada tahun 2013 yang berjudul Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Pada Pembelajaran Matematika Dalam

Tingginya pengaruh yang disumbangkan variabel Budaya Organisasi terhadap Kinerja aparatur birokrasi pegawai pada Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur

Sebenarnya dalam perkembangan Islam di Korea pada periode modern ini terbagi menjadi tiga periode yaitu 1950- 1960 yang dimana pada rentang periode ini komunitas Muslim Korea

Untuk proses yang prioritasnya tinggi mempunyai time-slices yang pendek, dan sebaliknya proses dengan prioritas yang rendah mempunyai time slices yang

RM Pelaksanaan Sesuai SPO Tanda Tangan &amp; Nama Jelas Karu/CI/ Ketua Tim YA TIDAK 1 2 3 4 5.. No Tanggal Inisial Pasien

Posyandu lansia merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya bagi warga yang

● adalah kelompok data berelasi atau informasi kontrol yang dirujuk oleh aplikasi, tapi.. dipelihara oleh

Kapitalisme birokrasi, pada dasarnya adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh kaum birokrat karena memegang simpul-simpul kekuasaan u ntuk diri sendiri dan keluarga, dan klik