• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Pemberian Suspensi Daging Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) terhadap Gambaran Histopatologi Hati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Pemberian Suspensi Daging Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) terhadap Gambaran Histopatologi Hati"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Suspensi Daging Buah Kepel (Stelechocarpus burahol) terhadap Gambaran Histopatologi Hati

Pengamatan histopatologi hati dilakukan hanya pada tiga ekor mencit pada setiap kelompok perlakuan. Hal ini disebabkan tujuh ekor mencit dari kelompok dosis 5x mati dalam perjalanan penelitian. Tujuan penelitian ini ingin mengetahui pengaruh pemberian suspensi daging buah kepel pada dosis normal (dosis 1x) dalam jangka panjang terhadap fungsi hati, sedangkan pemberian dosis 5x bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh peningkatan dosis terhadap perubahan hepatosit.

Hasil pengamatan seluruh sediaan histopatologi hati mencit pada umumnya ditemukan perubahan pada hepatosit berupa degenerasi hidropis dan apoptosis. Selain itu ditemukan pula fokus-fokus sel radang yang terdiri atas sel-sel myeloblast dan eritroblast di sinusoid, di daerah segitiga Kiernan maupun ditepi-tepi vena sentralis. Kumpulan sel-sel radang tersebut merupakan extramedullary hematopoiesis (Marchiori et al. 2007). Hasil analisis statistik persentase hepatosit mencit yang mengalami degenerasi hidropis dan apoptosis disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 3.

Tabel 2 Persentase perubahan hepatosit mencit pada pemberian suspensi daging buah kepel (Stelechocarpus burahol) selama 14 hari.

Persentase (%) Hepatosit

Kelompok Hepatosit Normal Degenerasi Hidropis Apoptosis Kontrol 38.79 ± 15.00a 36.05 ± 12.50a 25.16 ± 13.57a Dosis 1x 36.89 ± 12.67a 41.45 ± 13.07b 21.66 ± 7.757b Dosis 5x 30.17 ± 11.73b 57.70 ± 12.57c 12.13 ± 6.47c Keterangan: Huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada α 0.05

(2)

0 20 40 60 80 100

Kontrol Dosis 1x Dosis 5x

Apoptosis Degenerasi Hidropis Hepatosit Normal Kelompok

Gambar 3 Persentase perubahan hepatosit mencit pada pemberian suspensi daging buah kepel (Stelechocarpus burahol) selama 14 hari.

Hasil analisis statistik persentase hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis pada kelompok dosis 1x lebih tinggi dan berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun jika ditelaah, kenaikannya tidak terlalu besar dibandingkan tingginya kejadian degenerasi hidropis pada kelompok dosis 5x. Persentase degenerasi hidropis pada kelompok dosis 5x lebih tinggi dan berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan kelompok dosis 1x dan kelompok kontrol. Peningkatan persentase degenerasi hidropis sejalan dengan meningkatnya dosis pemberian kepel. Dengan demikian degenerasi hidropis pada hepatosit disebabkan oleh pemberian suspensi daging buah kepel.

Degenerasi hidropis merupakan kerusakan sel yang dimulai dengan terjadinya hipoksia yang akan menyebabkan kerusakan membran sel dan penurunan fosforilasi oksidatif, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan ATP. Turunnya ATP menyebabkan penurunan kerja pompa Na. Adanya kerusakan membran sel, ion K+ keluar dari sel sedangkan air, ion Na+ dan ion Ca2+ masuk ke dalam sel secara berlebihan sehingga terjadi pembengkakan sel. Penurunan ATP juga mengakibatkan peningkatan glikolisis sehingga pH sel akan mengalami penurunan. Penurunan pH mengakibatkan benang khromatin pada inti sel menjadi menebal dan pada akhirnya menjadi rusak. Hal ini dapat

(3)

menyebabkan hilangnya benang khromatin dan protein yang terkandung sehingga apabila berlanjut akan berujung pada nekrosis sel (Hanna 2011).

Degenerasi hidropis merupakan repson awal hepatosit terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik yang masuk ke hati melalui aliran darah. Dengan demikian degenerasi hidropis biasanya dimulai pada hepatosit-hepatosit yang berada pada tepi lobuler yang kemudian akan menyebar ke sentra lobuler (Talukder 2001). Selain itu, degenerasi hidropis juga dapat terjadi pada hewan yang mengalami hipoksia. Pemberian oksigen yang cukup serta penghentian paparan bahan toksik dapat memulihkan sel yang mengalami degenerasi hidropis. Hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis ditandai dengan membengkaknya sitoplasma dan adanya akumulasi cairan interstisium di sitoplasma menyebabkan terbentuk ruang-ruang kosong di sitoplasma hepatosit. Gambaran degenerasi hidropis pada hati mencit yang diberi suspensi daging buah kepel kelompok dosis 5x disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis pada kelompok dosis 5x. Pewarnaan HE, bar:20µ.

Buah kepel memiliki banyak kandungan senyawa aktif, diantaranya adalah tanin. Senyawa tersebut masuk mengikuti aliran darah dari usus menuju ke hati dan mengalami proses metabolisme lebih lanjut. Belum diketahui jenis tanin yang

(4)

dikandung kepel, namun tanin merupakan senyawa yang bersifat toksik sehingga hati merespon bahan tersebut dengan terbentuknya lesio degenerasi hidropis.

Jika ditarik secara filogenis buah kepel memiliki kesamaan famili dengan sirsak (Annona muricata) yaitu Annonaceae. Tanaman dengan famili ini memiliki senyawa aktif yang khas yaitu acetogennin atau Annonaceous acetogennin (ACGs). ACGs memiliki bioaktivitas yang luas, diantaranya adalah antimalaria, insektisida, antibakteria dan fungisida (Gonzalez-Coloma et al. 2002). ACGs bekerja dengan cara menghambat pembentukan ATP pada kompleks I mitokondria (Wiart 2007). Oleh sebab itu, ACGs diduga memiliki peranan dalam menyebabkan terjadinya degenerasi hidropis hepatosit. Penurunan produksi ATP mengakibatkan sel hipoksia sehingga terjadi kerusakan membran sel. Hal ini yang menyebabkan cairan interstisium masuk dan mengisi ruang-ruang sitoplasma. Namun perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk mengetahui kadar kandungan ACGs di dalam buah kepel.

Hasil analisis statistik persentase hepatosit yang mengalami apoptosis berbanding terbalik dengan yang mengalami degenerasi hidropis. Persentase apoptosis pada kelompok dosis 1x lebih rendah dan berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol. Demikian pula persentase apoptosis kelompok dosis 5x lebih rendah dan berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan kelompok dosis 1x dan kelompok kontrol.

Apoptosis merupakan suatu bentuk kematian sel terprogram yang bersifat aktif yang ditandai dengan adanya kondensasi kromatin dan fragmentasi kromosom (D’Amico dan McKenna 1994). Apoptosis berbeda dengan nekrosis dimana sel berperan aktif dalam proses terminasi diri, sedangkan pada nekrosis sel berperan pasif. Menurut Underwood (1996), proses nekrosa melibatkan banyak sel yang diiringi oleh terjadinya peradangan dan fagositasi oleh makrofag. Sel-sel yang mengalami apoptosis akan menyerap lebih banyak pewarna eosin, sehingga sitoplasma sel hati yang mengalami apoptosis berwarna lebih merah dengan inti yang berwarna lebih ungu.

Apoptosis biasanya dicirikan oleh sel yang mengalami terminasi diri yang tidak diikuti oleh peradangan. Menurut Dash (2011), apoptosis dapat terjadi akibat berbagai macam stimuli seperti ionisasi radiasi benang kromatin, infeksi

(5)

virus, ekspresi gen proapoptosis melalui aktivasi enzim caspase, tekanan pada sel seperti deplesi faktor pertumbuhan, tekanan pada sitoplasma, dan radikal bebas.

Apoptosis secara normal muncul selama proses perkembangan dan penuaan sebagai mekanisme homeostasis untuk menjaga populasi sel dalam jaringan (Kresno 2001). Sekitar 10 miliar sel hati dibuat setiap harinya untuk menyeimbangkan sel-sel hati yang mengalami apoptosis (Renehan et al. 2001). Kejadian ini disebut juga dengan istilah regenerasi sel. Menurut Kuntz dan Kuntz (2008), regenerasi fisiologis hati mengikuti fisiologi penuaan sel sehingga sel apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram. Regenerasi hepatosit akan mengisi ruang jaringan hati yang hilang. Regenerasi sempurna menghasilkan bentuk sel dan perbaikan fungsi spesifik sel, sedangkan regenerasi tidak sempurna akan menyebabkan area nekrosis diisi oleh jaringan pengganti. Apoptosis juga muncul sebagai respon terhadap keadaan stres oksidatif akibat adanya radikal bebas (Norbury dan Hickson 2001).

Daging buah kepel mengandung flavonoid tertinggi dibandingkan bagian buah lainnya yaitu sebesar 29,12 ppm sedangkan standar flavonoid pada vitamin C hanya sebesar 5.35 ppm. Flavonoid diproduksi oleh tanaman sebagai respon alami saat tanaman mengalami luka (Tisnadjaja et al. 2006). Flavonoid merupakan senyawa pigmen paling umum di dunia tanaman, kadang bersifat fluorescent setelah dilakukan radiasi UV dan merupakan derivat dari asam shikimik melalui jalur propanoid. Komponen terkait yang dihasilkan melalui reaksi kompleks jaringan adalah isoflavon, auron, flavananon dan flavononol yang dihasilkan dari kalkon. Leukoantosianidin, flavanon dan flavanol dihasilkan dari flavanonol, sedangkan antosianidin dihasilkan dari leukoantosianidin (Kintzios dan Barberaki 2004).

Flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang berfungsi sebagai penangkap radikal bebas hasil metabolisme aerob. Proses metabolisme aerob menghasilkan oksigen reaktif atau Reactive Oxygen Species (ROS) (Fleury et al. 2002). Oksigen reaktif ini disebut dengan istilah radikal bebas yang dihasilkan di mitokondria. ROS atau sering juga disebut dengan pro-oxidant bersifat tidak stabil dan reaktif terhadap jaringan. Stres oksidatif terbentuk apabila terjadi ketidakseimbangan jumlah pro-oxidant yang berpotensi sebagai radikal bebas

(6)

dengan anti-oxidant dalam jaringan. Stres oksidatif juga dianggap berperan dalam proses penuaan (Yan et al. 1997).

ROS berbahaya apabila mengoksidasi senyawa tertentu seperti asam lemak tak jenuh, yang prosesnya disebut dengan lipid peroxidation (Kuntz dan Kuntz 2008). Peroksidasi lipiddapat menyebabkan kerusakan membran sel yang memicu terjadinya apoptosis. Selama apoptosis, permeabilitas mitokondria mengalami peningkatan, terjadi pengaktivan enzim-enzim proapoptosis seperti caspase activator dan procaspase. Enzim-enzim ini dapat memicu kerusakan membran mitokondria sehingga merangsang sel melakukan apoptosis (Fleury et al. 2002).

Adanya apoptosis pada kelompok kontrol diduga merupakan respon fisiologis sel hati menanggapi stres oksidatif. Persentase apoptosis yang lebih rendah pada kelompok perlakuan dosis 5x dan 1x dibandingkan kontrol kemungkinan disebabkan oleh senyawa flavonoid yang dikandung buah kepel. Senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan yang memperpanjang masa hidup sel-sel hati, sehingga semakin besar dosis pemberian kepel maka jumlah sel hati yang mengalami apoptosis semakin rendah. Hepatosit yang mengalami apoptosis pada kelompok kontrol disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Hepatosit yang mengalami apoptosis pada kelompok kontrol. Pewarnaan HE, bar : 20µ.

(7)

Di tepi-tepi vena sentralis, vena porta dan sinusoid ditemukan kumpulan atau fokus-fokus sel-sel myeloblast dan eritroblast. Kumpulan sel ini merupakan extramedullary hematopoiesis (EMH), yang terbentuk terutama bila hewan mengalami anemia dan myelofibrosis. Selain itu EMH juga ditemukan pada kasus tumor jinak kelenjar mammae pada anjing (Grandi et al. 2010). EMH biasanya ditemukan di organ hati, limpa dan limfonodus yang terdiri atas sel-sel mieloblast dan eritroblast (NIEHS 2010).

Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaaan yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin dalam darah yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor tersebut adalah nutrisi, yang memiliki peranan penting pada kejadian anemia. Beberapa vitamin seperti vitamin B12, asam folat dan riboflavin mempengaruhi pembentukan hemoglobin, akan tetapi faktor nutrisi yang paling berperan dalam kejadian anemia adalah defisiensi zat besi.

Defisiensi zat besi awalnya ditandai dengan deplesi penyimpanan zat besi, eritropoiesis akibat kurangnya zat besi dan anemia defisiensi zat besi. Salah satu indikator terpenting dalam menentukan status zat besi dalam darah adalah pengukuran feritin. Pada awal terjadinya defisiensi zat besi, konsentrasi feritin sudah mulai menurun sehingga membuat feritin sebagai parameter yang sangat sensitif dalam menentukan terjadinya anemia. Feritin yang rendah selalu mengindikasikan terjadinya deplesi penyimpanan zat besi (Biesalski dan Erhardt 2007). Feritin merupakan protein penyimpan zat besi dalam darah. Zat besi dalam darah yang dapat disimpan tiap molekul feritin dapat mencapai 4500 atom (Lynch 2007). Feritin berada di sekitar sel makrofag pada organ hati, limpa, dan otot rangka. Zat besi di dalam darah memiliki peranan vital dalam transpor dan penyimpanan oksigen, metabolisme oksidatif dan proses fisiologis lainnya.

Selain flavonoid, menurut Darusman (2010) daging buah kepel juga mengandung senyawa tanin. Tanin merupakan senyawa kelas fenol yang dibentuk melalui jalur fenilpropanoid. Terdapat dua jenis tanin yang mempengaruhi nutrisi hewan yaitu tanin yang dapat dihidrolisis (hydrolyzable tannins/Hts) dan tanin padat yang disebut dengan proantosianidin. Proantosinidin merupakan polimer dari flavonoid yang dihubungkan oleh ikatan karbon, dan ikatan ini tidak dapat dipisahkan oleh hidrolisis. Jumlah proantosianidin di dalam

(8)

tumbuhan jauh lebih banyak dibandingkan jumlah tanin terhidrolisis. Tanin memiliki aktivitas mengendapkan protein dan bentuk senyawa kompleks seperti alkaloid dan glikosida.

Kapasitas tanin dalam mengikat protein bersifat spesifik dan bergantung pada struktur dari tanin, protein maupun kondisi reaksinya. Protein yang diikat tanin merupakan protein dengan ukuran molekul yang besar, memiliki struktur yang fleksibel dan terbuka serta kaya akan prolin, sedangkan tanin yang mengikat protein memiliki berat molekul yang tinggi dan mobilitas konformasi yang tinggi. Faktor yang mendukung terjadinya interaksi protein dengan tanin adalah pH, suhu, komposisi protein terlarut dan waktu (Hagerman 1992). Tanin memiliki sifat astringensia yang bekerja dengan cara melapisi mukosa usus sehingga menurunkan daya serap nutrisi oleh usus.

Tanin dapat menginduksi terjadinya anemia karena dapat mengikat protein darah yaitu feritin sehingga tubuh mengalami defisiensi zat besi. Walaupun kadar tanin dalam daging buah kepel belum diketahui hingga saat ini, namun adanya senyawa tanin cukup memberikan landasan dugaan pengaruhnya terhadap hati mencit. Protein yang diikat oleh tanin dapat mengakibatkan mencit mengalami hipoproteinemia, yang pada akhirnya akan berujung pada anemia. Anemia yang terjadi pada mencit dapat dilihat dari terbentuknya fokus-fokus extramedullary hematopoiesis (EMH) pada jaringan hati. Agregat sel-sel EMH ini ditemukan pada seluruh kelompok mencit, dan fokus EMH jauh lebih banyak ditemukan pada kelompok kepel dengan dosis 5x. Hal ini disebabkan lebih banyak suspensi daging buah kepel yang dikonsumsi sehingga lebih banyak pula senyawa tanin yang dicerna. Akibatnya, semakin sedikit nutrisi pakan yang dapat diserap oleh mencit kelompok dosis 5x dibandingkan kelompok dosis 1x dan kontrol. Fokus-fokus EMH disajikan pada Gambar 6.

(9)

Gambar 6 Extramedullary hematopoiesis (EMH) pada hati kelompok dosis 5x. Pewarnaan HE, bar: 20µ.

Gambar

Gambar 3  Persentase perubahan hepatosit mencit pada pemberian suspensi  daging buah kepel (Stelechocarpus burahol) selama 14 hari
Gambar 4  Hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis pada kelompok dosis  5x. Pewarnaan HE, bar:20µ
Gambar 5   Hepatosit yang mengalami apoptosis pada kelompok kontrol.  Pewarnaan HE, bar : 20µ
Gambar 6   Extramedullary hematopoiesis (EMH) pada hati kelompok dosis  5x. Pewarnaan HE, bar: 20µ

Referensi

Dokumen terkait

arti kata dalam bahasa jepang, ada pula. lan Hasil Pencarian Kata

Ijin Usaha Jasa Konstruksi ( IUJK ) , yang masih berlaku pada saat tanggal klarifikasi. Akte Pendirian Perusahaan dan

Konselor sekolah dapat melihat anak dan keluarganya secara terpisah atau bersamaan, mungkin atau mungkin tidak termasuk guru dalam konferensi, dapat memilih untuk

[r]

Pembuatan Website Outdoor Adventure Dengan Menggunakan Macromedia Dreamweaver MX, PHP dan MySQL merupakan sebuah aplikasi WWW yang berisi informasi mengenai kegiatan outdoor

Perkalian atau pembagian sama kuatnya, maka yang dikerjakan dulu adalah yang paling kiri kecuali jika ada tanda dalam kurung.. Penjumlahan / pengurangan

Sumber : data olahan penulis 2019 Dari tabel V.10 diatas dijelaskan mengenai hasil Evaluasi Pelaksanaan Evaluasi Pelaksanaan Program Keluarga Berencana Pada Dinas Pengendalian

Efektivitas iklan diukur dengan menggunakan Model EPIC (Durianto, Darmadi, dan Liana, 2003). Model EPIC terdiri dari empat dimensi berikut: 1) Dimensi empati, yang